Dara tengah sibuk mendesain sebuah pakaian pengantin, pesanan pelanggannya. Fikirannya begitu fokus. Jemarinya begitu lincah mencoret- coret kertas jadi sebuah gambar desain
Pelanggannya minta kebaya pengantinnya itu desainnya jangan terlalu ramai, sederhana tapi mewah. Kesannya unik !
" Hem...akhirnya selesai," guman Dara memandang gambar desainnya dengan puas.
Tinggal memilih bahan yang pas, serta payet dan pernak pernik lainnya.
Dara tak sabar untuk menuangkan gambarnya itu ke dalam bentuk jadi.
Sebuah kebaya pengantin!
Dengan nuansa putih tulang, dengan taburan payet ke emasan.
Dara menyimpan gambar desain itu di laci meja kerjanya. Hari ini ia akan ke toko langganannya untuk memesan kain kebaya.
****
Di saat Dara tengah memilih- milih jenis kain brokat untuk bahan kain kebayanya. Tiba- tiba sebuah suara memanggil namanya dengan kencang.
Bukan main kagetnya Dara mendengar suara itu. Sepertinya suara itu tak asing baginya. Saat ia menoleh tampak seorang gadis cantik melebar- kan ke dua tangannya. Berlari ke arah Dara.
" Ini beneran Dara kan?" goncang gadis itu pada tubuh Dara. Membuat Dara hampir saja jTuh karena pusing.
" Aduh, suprise banget deh, ketemu kamu di sini, Ra!"
" Aduh, Mira. Pelan- pelan dong. Ini di Pasar, bukan di hutan. Malu tuh sama orang banyak," bisik Dara, seraya senyum kikuk karena banyak mata yang memandang ke arah mereka.
" Bodo amat, emang gue peduli. Aku kangen kamu lo, Ra. Lima tahun tak jumpa, kok kamu masih imut seperti dulu," towel Mira ke pipi Dara. Membuat pipi Dara memerah .
" Kamu juga, ternyata waktu lima tahun tak juga mengubah prilaku burukmu. Tak kenal waktu dan tempat, selalu buat kericuhan," Mira cuma cengengesan mendengar ucapan Dara.
" Kamu ngapain di sini. Oh! Kamu mau menikah ya?" beliak Mira saat melihat Dara memegang kain brokat untuk baju pengantin
" Bukan, ini untuk baju pelangganku. Aku kan mengelola butik, Mir."
****
" Halo Ra, kamu udah punya calon suami gak?"
tanya Mira suatu hari saat datang berkunjung ke butik , Dara.
Dara cuma tersenyum menanggapi ucapan Mira.
Lebih tepatnya sih, malas. Karena pertanyaan itu selalu saja di ajukan orang lain padanya.
Lama - lama bosan juga. Panas kuping mendengar kata- kata itu. Eh , kini sahabatnya masa SMA dulu, bertanya yang sama juga.
" Kamu mau gak aku kenalin, ke seseorang, Ra.
Orangnya ganteng lo. Sudah punya usaha juga. Aku yakin kalian pasti cocok deh,"
" Buat kamu aja kenapa? Kok mau comblangi segala,"
" Duh, sinis banget sih. Aku kan uda punya calon. Tahun depan kami mau menikah. Kebetulan aku punya saudara sepupu jauh. Lagi mencari jodoh. Aku langsung ingat kamu."
" Aku gak ada waktu buat kencan buta, Mir. Lagian umurku belum tua- tua amat. Masih di zona aman." tukas Dara seraya tangannya tak henti memasang payet ke dres yang tergantung di manekin.
" Ya ampun, Ra. Kamu itu gadis atau manekin sih. Masa gak ada hasrat mau kenal cowok. Jodoh itu takkan datang sendiri, Ra. Dia harus di cari! "
" Jodoh itu di tangan ,Tuhan Mir." cebik Dara.
" Iya, tapi kita harus usaha juga dong. Jangan menunggu dengan pasrah."
" Siapa yang menunggu dengan pasrah? Aku menunggu sambil berkarya, wek!"
***
Dara akhirnya mau juga di pertemukan dengan Revan. Dan di luar dugaan Dara, ternyata ia jatuh cinta juga dengan Revan.
Seperti kata Mira, Revan adalah sosok cowok ganteng yang menarik. Orangnya humoris, lembut dan penuh perhatian.
Tidak heran bila Dara mudah jatuh cinta pada Revan. Setelah mengenal Revan kurang lebih delapan bulan. Akhirnya Dara menerima lamaran Revan.
Tanpa curiga, atau tepatnya Dara tak pernah mengetahui kalau Revan adalah mantan pacar Mira. Mira sengaja menjodohkan sahabatnya Dara dengan Revan mantan pacarnya.
Karena Mira kasihan pada Revan. Karena Mira memutuskan secara sepihak hubungannya dengan Revan. Karena Mira lebih mencintai Bram.
Lelaki yang ia kenal di perusahaan tempat ia bekerja, di Jakarta.
Karena LDR, cinta Mira berpaling.Dan berencana menikah dengan Bram setelah dua tahun menjalin kasih dengan Bram.
Tetapi, sungguh ironis! Cinta Mira dan Bram justru kandas di hari pernikahan Dara dengan Revan.
Dengan hati patah, Mira kembali ke kampung halamannya di kota Padang Sidempuan.
Saat mengetahui kalau Revan dan Mira hidup bahagia. Mira sakit hati dan ingin mengahancurkan pernikahan sahabatnya itu.
" Apa- apaan kamu Mira!" jerit Dara kaget saat melihat suami dan sahabatnya selingkuh." hati Dara sangat hancur, karena telah di hianati oleh sahabat dan suaminya.
Belum lagi perlakuan ipar dan mertuanya yang lebih memihak pada Mira. Membuat hati Dara semakin tercabik
Akhirnya Dara memutuskan untuk pergi, Ia memilih bercerai. Dan berencana pergi ke kota Medan. Memulai hidup baru.
Tapi masalah tak berhenti menimpa Dara. Setelah bercerai, Dara mengetahui bahwa dirinya hamil.
Sempat terpikir oleh Dara untuk menggugurkan janin dalam perutnya. Tapi Dara sadar, bahwa itu adalah dosa. Dara akhirnya melahirkan seorang putra tampan, yang di berinya nama Gabe.
Sepuluh tahun setelah bercerai, Revan bertemu dengan Gabe saat tanpa sengaja mereka di pertemukan dalam sebuah acara pagelaran musik tradisional.Yang di sponsori oleh perusahaan tempat dia bekerja.
Revan sangat terpukau dengan penampilan salah satu peserta yang begitu piawai memainkan seruling.
Entah kenapa, ada desiran aneh setiap kali dia menatap wajah bocah itu. Wajah yang mengingatkannya dengan seseorang di masa lalu.
Revan memberanikan diri berkenalan dengan Gabe, serta mencoba mengorek asal usulnya.
Gabe dengan polosnya bercerita tentang siapa dirinya.
Dunia Revan seakan runtuh saat dia tau kalau Gabe adalah darah dagingnya. Keturunan yang ia dambakan selama ini.
" Tidak! Kamu bukan papaku. Papaku sudah meninggal!" teriak Gabe. Membuat Revan merinding melihat tatapan dingin anaknya.
" Kamu memang lelaki bajingan! Belm cukupkah kamu menyakitiku. Hinga kamu tega menyakiti anakku," umpat Dara penuh kebencian
" Maafkan aku, Ra. Aku memang salah. Tapi aku tetaplah ayahnya."
" Cukup Revan, sejak aku pergi dari rumah itu, kamu tidak berhak atas diriku dan anakku.!"
" Tak seorangpun bisa memisahkan kami."
" Kalau begitu, kita tempuh jalur hukum. Kita lihat siapa yang akan menang." dengus Revan angkuh.
" Kamu memang lelaki bajingan, pengecut. Tidak tahu diri!" hardik Dara meluapkan kemarahannya.
Untuk memperebutkan hak asuh, Gabe. Dara menyewa seorang pengacara. Pengacara handal itu adalah lelaki yang pernah hadir di masa lalunya.
Pria cinta pertamanya, yang membuat hatinya dulu beku. Dan sulit menerima kehadiran lelaki lain. Sebuah rahasia lain terkuak .
Frank, pengacara yang membuat hidup Dara kembali utuh. Karena memenangkan hak asuhnya atas Gabe.
Dan cintanya yang hilang dulu, kini kembali menjadi miliknya. Seutuhnya dan selamanya.
"Dek, brokat putih ini berapa per meternya?" Dara bertanya pada pelayan toko. Sambil mengamati brokat putih itu, dan mematut- matut ke tubuhnya
"Bentar ya kak, aku periksa katalog dulu," pelayan toko itu berlalu. Suasana toko tempat Dara belanja seperti biasanya sangat ramai.
Saat ini saja pelanggan yang belanja ada di setiap sudut ruang toko.Mungkin karena menjelang akhir tahun. Natal dan Tahun Baru sudah makin dekat.
Dara dapat pesanan pakaian pengantin untuk bulan Februari tahun depan.
Itu berarti waktunya kurang lebih dua setengah bulan lagi. Masih lama memang, tapi Dara masih harus mengerjakan pesanan lainnya lagi.
Jadi Dara harus bisa membagi waktu untuk pengerjaan pesanan pelanggannya. Mana Dara belum punya asisten, untuk membantunya. Semua masih dalam pengerjaannya sendiri.
Bukan karena Dara tak percaya orang lain untuk membantunya di butik. Tapi Dara lebih mengutamakan kepuasan pelanggannya. Dalam menangani setiap pesanan pelanggannya.
Tidak jauh dari tempat Dara berdiri, ada tiga orang ibu-ibu muda sedang ayik berbisik- bisik.
Ketiganya melihat Dara dengan sinis. Mata mereka menatap tajam ke arah Dara. Dara yang seolah merasakan firasat jelek , merasa risih saat ketiga mama muda itu bersirobok mata dengannya.
Dara mencoba tersenyum, tapi wajah ketiganya mencelos buang muka. Dara terseyum kecut dan mengabaikan ketiganya.
Lalu Dara fokus kembali mematut kain brokat itu ke tubuhnya. Untuk memastikan cocok tidaknya kain itu di jadikan bahan untuk pakaian pengantin.
Merasa puas dengan pilihannya, Dara memutuskan membelinya lima meter. Sambil menunggu pelayan toko membawa katalog harga, Dara mengamati kain yang lain sekedar cuci mata.
Tak berapa lama, pelayan toko datang. Dia menunjukkan katalog harga kain yang dipegang Dara. Setelah tawar menawar harga yang cukup alot, Dara mengambil tiga meter saja.
Karena harganya lumayan pedas menurut kantong Dara. Untuk kekurangan kain yang dua meter, Dara mengambil bahan lain untuk kombinasi.
Selesai transaksi Dara menenteng plastik kresek belanjaannya. Keluar dari toko kain itu, menuju toko lain membeli pernak pernik alat menjahit. Seperti benang, payet dan lainnya.
Begitu kakinya selangkah keluar dari toko. Tiba- tiba Dara mendapat serangan dari ketiga mamah muda yang dia jumpai di dalam toko tadi.
Sepertinya mereka sengaja mencegat Dara.
"Auh...!" jerit Dara tertahan saat sekujur tubuhnya barusan disiram air mineral botolan.
Dara benar- benar kaget, tak menduga serangan itu. Dengan tatapan penuh heran, Dara menatap ketiganya. Bukankah mereka ini yang dia lihat di dalam toko tadi? Sedang berbisik- bisik dan menatapnya dingin. Jadi semua ini sudah mereka rencanakan ya? Tanpa Dara tau apa kesalahannya.
"Apa-apaan sih! Tega kali kalian lakukan ini padaku," bentak Dara penuh emosi.
"Kamu memang pantas mendapat perlakuan itu. Dasar pelakor!" teriak ke tiganya.
Otomatis kedua netra Dara membulat, mendengar makian itu.
"Pelakor? Siapa yang jadi pelakor? Ini pasti ada kesalah pahaman." pikir Dara geram.
"Hei! Jangan asal nuduh ya. Siapa yang pelakor. Kenal saja aku tidak pada kalian. Kok sembarangan menuduh orang!" teriak Dara. Suasana yang ramai di toko dan orang yang lalu lalang melintas jadi teralih perhatiannya mendengar teriakan Dara.
"Memang aku pelakor suami kalian, ya. Gak ada ahlak kalian menuduh dan menyerang saya!"
"Alah gak usah sok suci kamu. Memang kamu itu seorang pelakor. Gara-gara kamu, teman kami tidak jadi menikah. "
" Astaga! Jika batal menikah itu karena gak jodoh. Kok kalian yang sewot. Setia kawan sih boleh, tapi jangan bodoh seperti ini. Memang kalian kenal siapa aku?" Dara makin geram saja mendengar jawaban bodoh dari ketiga orang tolol itu.
Dara memang baru menikah tiga bulan lalu dengan Revan, suaminya. Sungguh dia tak menyangka akan insiden ini.
Revan menikahinya, setelah perkenalan yang cukup singkat. Pertemuan mereka dalam sebuah resepsi pernikahan sahabatnya.
Di sana dia di kenalkan oleh Inez, sahabatnya. Dara yang memang belum punya kekasih, sangat mengagumi Revan. Sosok Revan adalah sosok lelaki yang selama ini ia idamkan.
Setelah saling tukar no wa, mereka akrab chatingan. Hingga berlalu enam bulan, Revan melamar Dara.
Selama mengenal Revan , Dara tak pernah melihat Revan bertingkah aneh atau sesuatu hal yang membuatnya curiga. Karena itulah dengan hati mantap Dara menerima lamaran itu.
Kok, setelah tiga bulan menikah dia menerima perlakuan ini? Dari orang yang tidak ia kenal. Membuatnya malu dengan tuduhan yang menyakitkan seperti ini.
Karena itulah ingin rasanya dia merobek mulut ke tiganya karena telah memfitnahnya.
"Kalau saja kamu tidak menggodanya, gak mungkin laki- laki itu menikahimu!" semprot salah satu dari mereka dengan tajam.
"Heh Bu! Kamu ngomong yang jelas ya. Siapa yang kamu maksud itu? Kamu kenal saya dan suami saya, ya."
"Suami kamu Revan! Dia itu sudah bertunangan dengan Mirna. Tapi mereka batal menikah karena kamu menggoda calon suaminya."
"Apa ibu punya bukti saya menggodanya. Apa ibu tau dengan jelas, bahwa saya yang telah merusak hubungan mereka! Hati-hati ibu bicara ya, sebelum jelas tau persoalnya. Itu fitnah namanya. Saya bisa tuntut Ibu telah mencemarkan nama baik saya," ancam Dara sengit.
Seketika wajah ketiganya pucat pias mendengar ancaman Dara.
"Iya, ibu- ibu. Tidak boleh bersikap seperti ini, asal tuduh saja. Mendengar dari sepihak. Lagian bukan Ibu yang terlibat langsung," seseorang dari kerumunan angkat bicara dan menyayangkan insiden itu.
Ketiga ibu -ibu muda itu langsung ngeloyor pergi. Tanpa ba bi bu, mereka menerobos kerumunan orang. Mungkin takut akan diserang balik massa.
Dara menghela nafas berat. Sepertinya ia sempat syok tadi, mendapat serangan itu.
"Kamu tidak apa- apa nak?" ucap ibu separuh baya yang menengahi kejadian itu.
"Tidak apa- apa bu. Saya baik- baik saja," sahut Dara. Tapi jauh di dasar hatinya, Dara sangat terpukul.Dia ingin tau soal ini dan mencari kebenaran cerita itu. 'Apa harus menyakan langsung pada suaminya?' Dara membatin.
Karena insiden itu, Dara kehilangan moodnya untuk belanja. Dara memutuskan untuk pulang saja.
Kejadian di depan toko itu masih menguasai benaknya. Sehingga Dara tak fokus melanjutkan pekerjaanya.
Dara mengambil gawainya, dan membuka aplikasi f berlambang biru dan membuka akun suaminya.
Dara menscrool pertemanan di akun suaminya. Mencari nama Mirna. Tapi tak satupun yang namanya Mirna tertera di sana.
Entah kalau dengan nama lain, tak mungkin membuka satu persatu akun yang menjadi teman suaminya di medsos.
Atau bisa saja pertemanan mereka telah di hapus. Atau suaminya menyimpan akun itu. Segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Yang jelas dengan adanya kejadian itu, membuat Dara ingin mengetahui masa lalu suaminya.
Apalagi akhir- akhir ini, Dara merasa suaminya bertingkah mencurigakan. Hanya saja Dara tak kepikiran. Mereka kan masih pengantin baru, masak sudah curiga dengan polah suaminya.
Sikap suaminya yang agak dingin, dan kesibukannya bekerja. Tapi selama ini Dara tetap berpikir positif. Karena kesibukannya bekerjalah yang membuat sikapnya dingin. Atau memang itu sudah tabiat suaminya yang irit bicara, dan dingin.******
Dara kembali mencoret- coret sketsa di kertas . Mencari inspirasi untuk disain gaun pengantin yang digarapnya.
Tapi belum satupun yang kena di hatinya. Sudah belasan kertas yang terbuang percuma. Semua berakhir di tong sampah.
Dara melepaskan pandangnya ke arah suaminya yang sudah tertidur pulas. Dengkuran halusnya seirama dengan tarikan nafasnya.
Beberapa kali suaminya seperti tersenyum dalam tidurnya. Mungkin dia sedang mimpi indah dalam tidurnya.
Tadi Revan sudah minta izin tidur duluan, saat Dara asyik mencoret- coret sketsa. Dara melenguh kesal, karena tak sedikitpun Revan perhatian padanya.
Padahal jelas tadi Dara merobek beberapa kertas. Tapi suaminya tetap asyik dengan gawainya, bermain game. Atau apalah itu, nampak sekali Revan serius dengan gawainya.
Padahal tadi sengaja merobek kertas dengan kasar, hanya untuk menarik perhatian suaminya.
Tapi suaminya malah tidur, dan gak peka sama sekali.
Dara enggan untuk bercerita soal insiden di toko tadi siang. Dara ingin mencari bukti dulu tentang siapa Mirna. Karena tak ingin bertindak gegabah!
Ingat soal Mirna, terbit keinginan Dara untuk membuka gawai suaminya. Siapa tau dia bisa menemukan informasi lewat hand phone Revan.
Dara memandang hand phone Revan yang tergeletak di atas nakas. Dengan tangan gemetar, Dara meraihnya. Karena selama ini dia tidak pernah membuka gawai suaminya, tanpa ijin.
Tapi sayang, hand phone suaminya terkunci. Sementara Dara tidak tau apa kata sandi untuk membuka hand phone suaminya.
Akhirnya Dara kembali meletakkan gawai itu di atas nakas. Lalu ia memandang wajah suaminya yang tertidur pulas.
Tanpa sadar, jemari Dara mengusap rambut suaminya. Mengelus setiap lekuk wajahnya yng nyaris sempurna.
Alisnya yang tebal, tatap matanya yang tajam tapi teduh. Hidungnya yang mancung, serta brewok yang membingkai wajah suaminya semakin menonjolkan sisi kejantanannya.
Belum lagi sosoknya yang jangkung serta otot yang agak menonjol karena suka olah raga.
Tiba- tiba Revan membuka matanya. Mungkin elusan jemari Dara terasa di wajahnya. Dara mengembangkan seulas senyum.
Sejenak Revan menutup matanya, lalu membukanya kembali.
"Ada apa sayang, kok belum tidur?" tanyanya seraya menguap panjang. Revan mengubah posisi tidurnya jadi setengah duduk dan kembali menatap istrinya dengan heran.
"Tidak apa-apa bang. Sepertinya aku gak bisa tidur," keluh Dara.
"Ada masalah dengan pekerjan kamu, ya?" ucap Revan saat melihat kertas yang berserakan di atas tempat tidur.
"Aku gak bisa buat sketsa, pikiranku benar- benar mumet." Lenguh Dara seraya memijit tengkuknya.
"Ya udah, jangan dipaksakan. Istirahat dulu. Sudah larut malam ini," tukas Revan.
Padahal yang membuat mumet pikiran Dara, adalah kejadian siang tadi di toko. Kejadian itu menyisakan tanda tanya besar di hati Dara.
Entah bagaimana caranya menguak masa lalu suaminya. Tanpa membuat suaminya tersinggung atau marah.
"Eh, Adek boleh tanya sesuatu sama Abang, gak?"
"Hem, tanya soal apa sih? Jangan aneh-aneh kamu ya," Revan menepikan rambut istrinya yang jatuh di keningnya.
"Sebelum kita menikah, ada gak seseorang yang Abang cintai atau mencintai Abang?"
"Huk....Huk...!" Revan terbatuk mendengar pertanyaan istrinya yang di luar dugaannya.
"Ngomong apaan sih? Ada-ada saja kamu ini."
"Aku serius nanya , bang."
"Maksud kamu mantan aku, ya?" delik Revan menggoda istrinya. Dara mengangguk.
"Dulu aku itu emang play boy. Tapi telah kapok setelah bertemu kamu. Puas?" ledek Revan menatap nakal wajah istrinya.
"Gak. Bukan itu maksudku, Bang."
"Ceritanya, kamu itu curiga sama Abang, ya. Apa kamu dengar gosip soal Abang?"
"Gak juga. Aku cuma iseng mau nanya. Itu aja kok. Tapi jawaban abang gak memuaskan aku."
"Aduh dek, ngapain sih ngusik- ngusik masa lalu Abang. Yang pentingkan Abang nikahin kamu. Berarti Abang cintanya ya, sama kamu."
"Berarti dulu abang mutusin seseorang ya, sebelum nikahin Adek?" lontar Dara.
Revan lagi-lagi terbatuk mendengar pertanyaan istrinya. Entah apa yang terjadi. Kok tiba-tiba istrinya bertanya seperti itu.
Revan menatap keseriusan di wajah istrinya. Jadi dia harus hati-hati menjawab pertanyaan itu. Pasti telah terjadi sesuatu, sampai istrinya bertanya soal masa lalunya..
"Sebelum bertemu kamu, Abang memang pernah punya pacar. Tapi kami putus karena gak ada kecocokan. Apakah aneh bila suami kamu punya mantan pacar?"
"Gak ada yang aneh, sebenarnya Bang. Aku cuma merasa tak enak saja jika abang memutuskan pacar Abang demi menikah dengan aku."
"Ah, hal seperti itu 'kan lumrah Dek. Kecuali setelah menikah, Abang balik lagi sama pacar Abang itu. Ada apa sih, kok sampai nanya-nanya gitu segala?"
Hampir saja Dara keceplosan cerita soal siang tadi. Untunglah Dara bisa menahan diri. Jadi dugaan para ibu yang menyerang dirinya tadi adalah benar.
Bahwa dirinya tanpa sengaja telah menjadi seorang pelakor. Karena telah membatalkan pernikahan Mirna, sahabat mereka.
Atau jangan-jangan mereka mungkin sudah menikah!
"Aduh," tanpa sadar Dara menepuk kepalanya yang mendadak berputar. Karena pikirannya yang ruwet.
"Ada apa lagi dek?" seru Revan tiba- tiba. "Kamu itu gak percaya sama Abang, ya?"
"Bukan soal tak percaya bang."
"Trus ini soal apa Dek? Kenapa tiba-tiba kamu bertanya soal beginian?"
"Aku juga gak tau sih kenapa mikir begitu. Tiba- tiba ide itu melintas," sahut Dara datar.
"Hem, kamu pasti habis nonton drakor, ya. Jadi baper?" timpal Revan. Mendengar ucapan suaminya, mendadak Dara punya ide buat mengorek masa lalu Revan.
"Bisa jadi sih. Aku ke baperan bang. Kasihan kali perempuannya. Dia sudah bertunangan, tapi tiba- tiba tunangannya mutusin dia. Dan menikah dengan perempuan lain. Yang baru dia kenal.
Terus istrinya itu, selalu di teror mantan tunangannya. Sampai dituduh pelakor lagi. Di fitnah sehingga mertua dan iparnya, benci sama dia. Sadis 'kan, Bang?"
"Ha...ha..., Kamu ini ada- ada saja. Jadi kamu takut hal itu akan terjadi sama kamu. Karena ada kemiripan kisahnya, gitu? Dara....Dara!" Revan tergelak mendengar cerita istrinya, dan meraup instrinya ke dalam pelukannya. Sambil mengucek-ucek rambut istrinya.
"Makanya jangan suka nonton drakor. Jadi ngehalu trus. Udah, kita tidur yuk! Udah larut nih. Sini Abang kelonin kamu, biar bisa tidur." Revan menarik tubuh istrinya supaya tidur di lengannya.
Lalu mengusap- ngusap kening istrinya. Mencium pucuk kepalanya yang harum oleh aroma shampo.
Dara mencoba untuk tidur, sikap suaminya sedikitnya bisa meneduhkan hatinya. Tapi jauh di lubuk hatinya, masih menyisakan kecurigaan.
Dara sangat mencintai suaminya, dan berharap bahagia selamanya bersama dia sampai menua.
Kejadian tadi siang sangat membekas di hatinya. Dia tidak bisa meremehkan masalah itu begitu saja. Dara khawatir, karena salah paham, Mirna akan balas dendam merebut kembali suaminya.
Karena dia dianggap pelakor. Bukan tidak mungkin, Mirna balas dendam, karena merasa telah dihianati.
Teman- temannya saja sudah simpati sama dia. Sampai tega, berbuat nekad menyiramnya tadi siang. Bagaimana pula dengan Mirna.
Mengingat mereka yang sudah bertunangan, tiba-tiba putus dan ditinggal nikah. Sebagai sesama perempuan hal ini juga menyakitkan seandainya ia berada dalam posisi itu.
Seandainya, hal ini Dara ketahui sebelum pernikahan, mungkin dia sendiri akan menolak lamaran Revan.
Tapi ini terjadi setelah mereka menikah. Dan ini adalah atas pilhan dan keputusan mereka. Yang berdasarkan cinta. Setidaknya itulah yang dirasakan Dara. Setelah tiga bulan pernikahan mereka. *****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!