NovelToon NovelToon

Suamiku Tajir & Arogan (Season 1)

BAB I

Delia Laros berada di sebuah restoran di dekat kampusnya. Ia sedang menikmati makanan dan minumannya sendirian, namun kenikmatan itu tiba-tiba berubah saat seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan wajah yang penuh amarah.

"Dasar murahan... wanita ******... tidak tahu diri... wanita simpanan... perusak rumah tangga orang...." semua makian itu tertuju padanya.

Delia terbelalak, ia sangat terkejut mendengarnya. Tidak terima dengan makian yang diucapkan wanita itu padanya. Delia beranjak dari tempat duduknya, ia mengambil gelas yang masih berisi minumannya dan menyiramkannya pada wanita tersebut.

"Apa kau sudah gila? Kau memakiku sembarangan, sedangkan aku sama sekali tidak mengenalmu," teriak Delia.

"Kurang ajar... beraninya wanita rendahan sepertimu melawanku," bentak wanita itu.

"Tentu saja aku melawan, aku merasa tidak melakukan apa yang kau tuduhkan itu. Jangan memfitnahku, karena aku bisa saja melaporkanmu atas perbuatan yang tidak menyenangkan," balas Delia.

"Mana mungkin wanita murahan sepertimu mengakuinya. Dasar tidak malu... Hei orang orang, lihatlah wajah wanita pelakor ini. Hati hati dengan suami kalian, karena pelakor sepertinya semakin merajalela."

Seluruh tamu restoran menatap keributan itu, wajah Delia memerah antara ia marah dan sangat malu atas tuduhan yang ia terima itu. Masih dengan kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini, tiba-tiba wanita paruh baya itu menarik rambutnya yang panjang.

Sontak Delia berteriak kesakitan, "lepaskan aku wanita tua... apa yang kau lakukan? Lepaskan...!"

Delia berusaha melepaskan tangan wanita itu dari rambutnya, ia mendorong wanita gila itu sekuat tenaganya hingga akhirnya wanita tersebut jatuh ke lantai restoran.

Delia Laros menggertakkan giginya, ia mengepalkan tangannya penuh amarah. Emosi yang semakin memuncak tersebut membuatnya kehilangan kendali. Delia mengangkat salah satu kursi yang ada di dekatnya, dan bersiap untuk melemparkannya pada wanita yang menghinanya itu.

Namun seketika seseorang menahan kursinya membuat Delia menolehkan kepalanya. Pria tampan dan gagah berdiri di belakangnya. Pria itu menatapnya dengan tatapan mengejek. Namun pria itu juga menatap tajam wanita yang masih ada di lantai tersebut.

"Berani sekali kau memaki dan menghina istriku," bentak pria tersebut.

Delia terbelalak mendengar ucapan pria itu.

"Istrinya? Apa pria ini sudah gila?" pikir Delia.

Mendengar ucapan pria itu, seketika wanita paruh baya itu bangun dari lantai.

"Ingat ya kau wanita murahan, kita belum selesai," teriaknya seraya segera meninggalkan restoran.

Delia Laros menghela nafas panjang, hari ini benar benar sial baginya. Ia dipermalukan wanita tak dikenalnya di depan umum. Delia menatap kembali pria yang mengaku sebagai suaminya itu sambil meletakkan kursi yang ia pegang.

"Terima kasih pak..."

"Pak? Kau pikir aku sudah tua?"

"Mana aku tahu, setidaknya kau memang laki laki. Apa aku harus memanggilmu ibu," gerutu Delia.

Rafael memiringkan kepalanya, "apa kau sedang memakiku?"

"Tentu saja tidak," jawab Delia datar.

"Wanita ini benar-benar sangat menarik," pikir Rafael.

"Bukankah kau harus menerima konsekuensinya jika ingin menjadi seorang pelakor?" tanya Rafael mengejeknya.

"Kau... Hah... sudahlah, kau tidak tahu apa apa. Bahkan aku juga tidak tahu apa apa. Aku sama sekali tidak mengenal wanita gila itu," ucap Delia seraya mengeluarkan dompetnya.

Delia mengeluarkan beberapa uang kertas dan meletakkannya di atas meja. Itu sebagai bentuk tanggung jawabnya atas kekacauan yang terjadi. Delia menatap pria itu lagi.

"Pokoknya terima kasih atas bantuannya," ucap Delia seraya melangkahkan kakinya untuk meninggalkan restoran.

"Tunggu...!" pria itu menahan tangannya.

Delia segera menepiskan tangan tersebut, "mau apalagi?'

"Kau harus bertanggung jawab atas reputasiku yang tercemar setelah aku mengakui kau sebagai istriku," ucap Rafael.

Delia mengerutkan keningnya, "apa aku meminta kau melakukan itu?"

"Wanita tidak tahu terima kasih, jika aku tidak menolongmu tadi, kau akan menghancurkan restoran bahkan kau akan masuk penjara setelah melukai orang lain, itu kerugian yang sangat banyak, aku mengakuimu sebagai istriku agar reputasimu tidak terlalu jelek nona, lihatlah tamu restoran ini," cemooh Rafael.

Delia menatap sekitar restoran yang masih melihatnya, ia kembali menghela nafas panjang.

"Lalu apa maumu pak?"

"Sialan... apa aku setua itu?" pikir Rafael.

Delia terus menatap pria itu dengan penuh curiga.

"Em... Jadilah pengantinku tiga hari lagi," pinta Rafael.

Delia terkejut, "apa kau sudah gila?"

"Pilihan ada padamu nona, jika kau menolak maka kau akan terima konsekuensi yang lebih mengerikan dari penghinaan wanita itu," ancam Rafael.

"Ya Tuhan... pria macam apa ini. Semudah itu ia mengajak wanita untuk menikahinya. Apa ia salah satu penjahat yang suka menjual orang?" pikir Delia bergidik.

Melihat wanita itu yang diam saja, Rafael pun lebih mendekatinya lagi. Pria itu nyaris memeluk Delia saat menyelipkan kartu namanya di saku baju Delia.

"Aku tunggu kabarmu paling lambat besok siang nona, pilihan ada di tanganmu," bisik Rafael seraya meninggalkannya.

 *****

Delia meninggalkan restoran setelah berhasil menyadarkan dirinya dari keterkejutan kejadian beberapa menit yang lalu. Ia segera memesan ojek online, karena uangnya sudah tidak cukup lagi untuk memesan taksi.

Sepanjang perjalanan, ia terus memikirkan kejadian yang menimpanya itu. Sebuah makian yang salah sasaran, lalu kini ancaman dari seorang pria yang tidak ia kenali. Sesampainya di tempat kosnya, Delia segera masuk ke kamarnya. Ia melemparkan tas selempangnya sembarangan seraya menghempaskan tubuhnya di atas kasur lantainya.

Delia merogoh kantong sakunya dan melihat kartu nama itu.

Rafael Widjaja

CEO PT. Sinar Abadi

Seketika Delia terduduk di kasurnya.

"Jadi pria tampan itu adalah pria terkaya di Indonesia. Mimpi apa aku semalam bisa bertemu dengan pria itu. Dan apa maksudnya menjadi istrinya? Bukankah ia sangat mudah mencari seorang wanita, kenapa harus aku wanita yang miskin ini?" pikir Delia.

Delia memejamkan matanya, ia terus memikirkan kejadian hari ini tanpa henti.

"Aku tidak mungkin bisa menolak pria itu, ancaman orang sepertinya pasti jadi kenyataan. Ya Tuhan... apa yang sedang terjadi padaku," gumam Delia.

Delia kembali menghempaskan tubuhnya lagi ke kasur lantai itu, membalik-balikkan tubuhnya hingga akhirnya ia pun tertidur karena lelah.

 *****

Rafael Widjaja sudah sampai di kantornya, ia memikirkan wanita cantik yang ada di restoran tadi. Entah kenapa wanita itu sangat mengganggu pikirannya.

Rafael memanggil tangan kanannya Jodhi dan sekretarisnya Melia. Setelah keduanya berada di kantornya, ia pun segera memerintahkan mereka untuk menyelidiki siapa wanita yang dimaksud.

"Sekarang...!" perintah Rafael.

Seketika keduanya segera mencari informasi tentang wanita itu. Tanpa menunggu waktu lama, Jodhi kembali lagi ke ruangannya dan memberikan semua informasi yang diinginkan Rafael.

Delia Laros...

Mahasiswi fakultas hukum di salah satu universitas di Indonesia...

Tinggal di sebuah kos di Depok...

Usia 23 tahun...

Terlahir di keluarga yang sederhana, namun kedua orang tuanya tinggal di Bandar Lampung

Itulah yang diucapkan Jodhi pada Rafael. Rafael menyunggingkan senyumnya.

"Lakukan satu hal untukku Jod," ucap Rafael seraya mengatakan rencananya pada Jodhi.

"Tapi pak Raf... wanita itu bukan..."

"Aku tidak perduli, lakukan saja perintahku Jod," sergah Rafael.

Jodhi menghela nafasnya, namun siapa yang bisa membantah perintah atasannya.

"Baik pak..." hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Jodhi.

Rafael kembali memanggil sekertarisnya setelah Jodhi keluar dari ruangan.

"Melia... persiapkan pernikahanku tiga hari lagi," perintah Rafael.

"Pernikahan anda? Dengan Katrina Dowell?" tanya Melia.

Rafael menatapnya tajam, "kapan aku pernah setuju menikah dengan wanita itu Mel?"

Melia terbelalak, "anda ingin menikahi Delia Laros?"

"Kau pintar, itulah yang akan aku lakukan."

"Tapi bagaimana dengan pak Presdir?"

"Aku tidak butuh persetujuannya. Berhentilah banyak bertanya, kau hanya perlu melakukan apa yang aku perintahkan. Nyonya muda Widjaja hanya Delia Laros, kau paham?"

"Baik pak," jawab Melia seraya meninggalkan ruangan.

Rafael tersenyum penuh kemenangan. Katrina Dowell, memang adalah tunangannya. Wanita itu pilihan ayahnya Hartanto Widjaja, ia dipaksa bertunangan untuk memperlancar kerjasama antara keluarga Widjaja dan Dowell.

Untuk membatalkan pernikahan itu, ia harus bertindak cepat dengan menikahi wanita lain. Dan Delia Laros adalah wanita yang tepat untuknya.

*****

Happy Reading All...

Yang pernah baca, silahkan baca ulang kisah mereka, karena Miss You sedang merevisi ulang cerita ini...

BAB II

Keesokan harinya...

Delia Laros tergesa-gesa menuju kampusnya, ia kesiangan karena semalaman tidak bisa tidur nyenyak memikirkan kejadian kemarin.

Sesampainya di kampus, hampir semua orang menatapnya dengan tatapan aneh.

"Ada apa dengan mereka? Mengapa menatapku seperti itu? Apa penampilanku hari ini aneh?" pikir Delia.

"Apa wanita itu orangnya?"

Terdengar beberapa orang berbicara di dekatnya.

"Aku rasa memang dia. Buat apa cantik tapi murahan. Penampilannya sih sederhana, tapi ternyata ia wanita penggoda. Memalukan sekali ada seorang pelakor di kampus kita."

Mendengar ucapan itu, Delia sangat terkejut.

"Siapa yang menyebarkan masalah ini? Aku rasa tidak ada anak anak kampus di restoran kemarin. Ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan?" pikir Delia mulai ketakutan.

"Delia... ya ampun... aku dari tadi mencarimu," teriak Santi.

Santi adalah sahabat Delia, wanita itu segera menarik tangan Delia ke tempat yang lebih sepi.

"Baca forum kampus," ucap Santi seraya memberikan ponselnya.

Delia segera mengambil ponsel Santi, lalu ia terbelalak lebar. Ada sebuah video pertengkarannya dengan wanita yang memakinya kemarin di restoran. Sepertinya asal dari video itu adalah cctv restoran tersebut. Video itu diberi judul "Wanita simpanan yang cantik."

"Ini semua tidak benar San, aku bahkan tidak mengenal wanita itu. Aku mana mungkin menjadi simpanan suami orang. Kau harus percaya padaku San," ujar Delia.

"Tentu saja aku percaya Del, aku sahabatmu sejak SMP dan aku tidak pernah melihatmu pacaran sampai saat ini, bahkan pria yang mendekatimu pun selalu kau tolak."

Delia ingat ucapan Rafael Widjaja, "mungkinkah pria itu yang melakukannya, tapi ini belum siang. Mengapa ia tega melakukannya?"

"Apa yang kau bicarakan Del?" tanya Santi bingung.

"Aku tahu siapa yang melakukan ini San, tolong bantu aku minta izin pada Dosen, aku akan segera menyelesaikan masalah ini," jawab Delia seraya meninggalkan Santi.

"Tunggu Del... apa maksudmu?" teriak Santi.

Namun Delia tidak mendengarkan sahabatnya lagi, wanita itu tetap meninggalkannya begitu saja.

*****

Perusahaan Rafael Widjaja begitu besar di depan mata Delia. Wanita itu segera turun dari taksinya seraya menuju perusahaan tersebut. Seorang sekuriti menghentikannya.

"Anda mencari siapa nona?" tanya sekuriti tersebut.

"Maaf pak, apakah benar ini perusahaan pak Rafael Widjaja?"

"Iya benar."

"Bisakah aku menemuinya, ini sangat penting pak."

Sekuriti itu menatap penampilannya yang sederhana.

"Apakah nona sudah membuat janji?"

"Janji? Tentu saja tidak. Bagaimana aku bisa membuat janji temu dengan pria penting di perusahaan ini, tapi bagaimana aku bisa menyelesaikan masalahku di kampus?" pikir Delia masam.

Delia menggelengkan kepalanya.

"Maaf nona, jika anda belum membuat janji, anda tidak bisa menemui CEO kami."

Delia menghela nafas panjang, "tapi pak..."

"Anda bisa pergi sekarang," usir sekuriti tersebut.

"Pak tolong katakan padanya, jika Delia Laros ingin bertemu. Ini penting," pinta Delia.

Ketika Delia menyebut namanya, seketika sekuriti itu terbelalak lebar. Ia membungkukkan tubuhnya untuk minta maaf seraya mempersilahkan Delia masuk ke perusahaan itu. Melihat perubahan itu membuat Delia terkejut, ia segera menuju meja resepsionis.

Seorang wanita menyambutnya dengan senyuman yang sangat ramah.

"Silahkan nyonya muda Widjaja," ucap wanita itu.

"Nyonya muda Widjaja? Apa wanita ini salah orang?" pikir Delia.

"Tunggu mbak... aku bukan..."

"Anda Delia Laros kan, silahkan menuju pintu lift. Pak Rafael Widjaja menunggu anda di ruangannya, di lantai 8," sergah wanita itu.

Delia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia terus kebingungan. Tapi ia tidak bisa memikirkan hal lain lagi, yang ia inginkan adalah bertemu dengan pria itu.

Saat lift berhenti tepat di lantai 8, wanita itu pun keluar dari lift. Ia kembali terkejut saat seorang wanita menyambutnya di depan pintu lift. Wanita itu segera membimbingnya menuju sebuah ruang tunggu.

"Silahkan nyonya muda menunggu terlebih dahulu," ucap Melia.

"Lagi lagi nyonya muda, apa mereka semua sudah gila?" pikir Delia.

"Dimana pria itu? Maksudku CEO perusahaan ini?" tanya Delia.

"Pak Rafael ada di ruangan itu, ia sedang..."

"Aku harus menemuinya," sergah Delia seraya menuju ke ruangan tersebut.

"Nyonya muda, tunggu... pak Rafael..."

Delia tak mendengarkan wanita itu, ia langsung masuk ke dalam ruangan tersebut dengan penuh amarah.

"Rafael Widjaja, apa yang kau lakukan? Kau merusak reputasiku di kampus. Bukankah kau memberiku waktu sampai siang ini, apa maksudmu, haah...!" teriak Delia tanpa menyadari ada orang lain disana.

Delia terbelalak saat melihat ada beberapa orang di dalam ruangan itu. Ia sangat malu dan segera membalikkan tubuhnya ingin keluar.

"Tunggu...!" ucap Rafael.

"Maafkan aku pak, aku sudah melarang nyonya masuk," kata Melia.

"Tidak apa apa, kalian keluarlah...!" perintah Rafael seraya menarik tangan Delia.

Semua orang meninggalkan ruangan, Delia berusaha melepaskan tangannya dari pria itu. Namun Rafael justru menarik Delia hingga terduduk di pangkuannya.

"Kau wanita yang tidak sabaran sayang," ucap Rafael sambil tersenyum.

"Lepaskan aku pak Rafael, dasar pria mesum...!" teriak Delia.

"Diamlah... semakin kau bergerak, semakin aku ingin melucuti pakaianmu disini," ancam Rafael.

Seketika itu juga Delia diam.

"Nah... seperti ini lebih baik Delia, jadilah wanita penurut."

"Aku bisa duduk di sampingmu, dan kita bicarakan ini baik baik," pinta Delia frustasi.

Rafael tertawa, "baik baik katamu? setelah kau menerobos masuk dan berteriak seperti tadi."

"Aku tidak tahu jika..." Delia menundukkan kepalanya dan menghentikan ucapannya.

Rafael sangat gemas melihat wajah cantik itu, ia mengangkat dagu Delia dengan lembut. Keduanya saling bertatapan, hasrat Rafael tiba tiba bangkit saat melihat bibir wanita itu.

Rafael menundukkan kepalanya seraya menci um Delia. Wanita itu terkejut namun tubuhnya menolak untuk menghentikannya.

"Ya Tuhan... ciu man pertamaku," pikir Delia sambil memejamkan matanya.

Rafael menarik diri setelah ia tersadar, ia mendudukkan Delia di sofa. Ia beranjak dari tempat duduknya menjauhi wanita itu.

"Ini gila... aku bahkan tidak pernah menginginkan wanita manapun. Tapi wanita ini... bahkan aku ingin sekali... Hentikan Raf, kau harus sadar, ia hanya alat untukmu membatalkan pertunanganmu dengan Katrina," pikir Rafael.

Rafael menatap wajah Delia yang memerah, wanita itu kembali menundukkan kepalanya.

"Ia benar-benar bukan wanita simpanan, mana mungkin wanita simpanan tersipu-sipu malu seperti ini," pikir Rafael lagi.

"Ehm... apakah kau sudah tahu jawabannya?" tanya Rafael.

"Jadi kau benar-benar yang merusak reputasiku di kampus?" tanya Delia berubah garang kembali.

"Aku bahkan bisa melakukannya lebih gila lagi. Aku tak butuh negosiasi Delia, aku butuh jawaban darimu."

Delia memejamkan matanya, jika orang tuanya tahu masalah ini, ia pasti mengecewakan mereka.

"Apakah kau bisa mengembalikan reputasiku jika aku menyetujuinya?" tanya Delia.

"Reputasimu bahkan akan lebih baik dari sebelumnya jika kau mau menjadi istriku."

"Baiklah aku menyetujuinya... tapi dengan syarat."

Rafael tertawa, "kau benar-benar berani bernegosiasi denganku. Tapi baiklah, apa yang kau inginkan?"

"Selama kita berpura-pura menjadi suami istri, pertama jangan pernah mencampuri urusan pribadiku, kedua jangan pernah menyentuhku."

Rafael menyipitkan matanya.

"Aku tidak janji memenuhi permintaanmu cantik, kau bahkan menerima ciu manku tadi," pikir Rafael.

"Bagaimana jika aku melanggarnya?" tanya Rafael.

Delia beranjak dari tempat duduknya, "kau tidak boleh melakukannya. Jika kau tidak mau, aku akan jujur pada orang tuaku tentang masalah ini, aku yakin mereka lebih percaya pada putrinya dari pada orang lain."

Rafael tak mau rencananya gagal, wanita yang ada di depannya ini ternyata sangat keras kepala.

"Baiklah... selama kau bersikap manis, aku tidak akan menyentuhmu," jawab Rafael.

Saat pria itu menyetujuinya, justru Delia menyesali keputusannya. Bagaimana mungkin ia menikahi pria yang sama sekali tidak ia kenal.

"Kau sudah izin dari kampus kan, sekarang kau ikut denganku," pinta Rafael seraya menarik tangan Delia keluar kantor.

Delia tak tahu pria itu ingin mengajaknya kemana, namun saat Rafael berhenti di depan meja Melia, barulah ia tahu tujuan pria itu.

"Melia... kosongkan jadwalku hari ini dan besok, sekarang aku harus menemui calon mertuaku di Bandar Lampung," ucap Rafael.

"Baik pak," jawab Melia.

Delia terkejut, ia melepaskan tangannya, "apa maksudmu? orang tuaku? kenapa kau membawa bawa mereka dalam masalah ini?"

"Aku menikah dengan anak gadisnya, bagaimana aku tidak meminta izin pada mereka?"

"Tapi pernikahan kita..."

Rafael kembali menarik tangan Delia, kali ini ia membawa wanita itu ke ruangan Jodhi. Pria itu meminta tangan kanannya menyiapkan perjalanan mereka ke Bandar Lampung. Juga memerintahkan pria itu untuk mengantarkannya ke bandara. Setelah itu, Rafael kembali membawa Delia menuju mobilnya.

"Walaupun pernikahan kita hanya pura pura, namun aku akan tetap meminta restu mereka," ujar Rafael.

"Tapi aku belum siap."

"Pernikahan kita akan dilakukan lusa, kau harus siap setelah menyetujuinya tadi. Jangan menarik ucapanmu Del, kali ini aku akan membuatmu lebih menyesal lagi jika kau membatalkannya," ancam Rafael.

Delia memalingkan wajahnya keluar jendela mobilnya, ia sudah hampir satu tahun tidak pulang ke rumahnya. Kali ini ia pulang justru langsung meminta izin untuk menikah. Bagaimana ia bisa menjelaskannya pada orang tuanya. Pria di sampingnya sungguh menakutkan, ia tak mungkin bisa melawan seorang Widjaja.

Jodhi terus mengendarai mobilnya menuju bandara Soekarno-Hatta. Delia dan Rafael pun berhenti berdebat selama perjalanan panjang tersebut.

*****

Happy Reading All...

BAB III

Delia tak menyangka akan naik pesawat pribadi milik Rafael. Wanita itu terus terdiam sambil menikmati pemandangan dari dalam pesawat, perjalanan memang tak begitu lama dibandingkan ia biasa naik bus dan kapal laut. Wanita itu terus menekuk wajahnya, bukan karena marah tapi ia sedang memikirkan bagaimana caranya mengatakan semua ini pada orang tuanya.

"Ehm... Tersenyumlah Delia, wajah cemberutmu itu membuatku kesal setengah mati," ujar Rafael.

Namun sebenarnya sangat berbeda dengan hati pria itu, ia justru ingin sekali menarik wajahnya dan menci umnya karena gemas.

Delia menolehkan wajahnya, ia menatap Rafael.

"Aku tidak cemberut, aku sedang menikmati pemandangan," jawab Delia lalu kembali memalingkan wajahnya.

Ingin sekali Rafael berbicara lebih banyak dengan wanita itu, namun sepertinya mereka hampir tiba di bandara Raden Intan II. Benar saja, seorang pramugari mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Mereka pun bersiap-siap untuk turun dari pesawat.

Delia memejamkan matanya karena takut saat guncangan pesawat terasa kuat ketika mendarat di bandara tersebut. Seketika Rafael menggenggam tangannya.

"Tidak apa apa, hanya sebentar Del," ucap Rafael.

Delia membuka matanya seraya menarik tangannya. Pesawat pun mulai stabil, dan setelah pesawat itu berhenti, seketika pintunya kembali terbuka lebar dan tangga diturunkan dengan perlahan. Keduanya pun keluar dari pesawat tersebut.

Delia merasa pusing, sepertinya ia jetlag. Namun ia malu di depan pria itu. Menyadari wajah Delia yang memucat, Rafael langsung memegang bahunya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Rafael.

Delia menganggukkan kepalanya pelan. Entah kenapa Rafael ingin sekali melindungi wanita itu. Ia terus membantu Delia sampai menuju mobil sewaan mereka.

Perjalanan dari bandara Raden Intan II ke rumah Delia ternyata tidak begitu jauh. Wanita itu terus menunjukkan arah menuju ke rumahnya.

"Orang tuamu pasti tidak senang melihat anaknya seperti dipaksa menikah olehku," celetuk Rafael.

"Bukankah aku memang dipaksa menikah, aku tidak mengenalmu sama sekali, menikah itu harus dengan pasangan yang saling mencintai, bukan seperti kita. Kau bahkan terus mengancamku, apa itu namanya kalau bukan dipaksa menikah? Aku benar benar tak mengerti mengapa kau mau menikah dengan wanita yang tidak kau kenali," jawab Delia.

Rafael tersenyum, ia sengaja memancing kemarahan Delia agar wanita itu tidak merasakan jetlag nya.

"Aku tulus mengajakmu menikah," ujar Rafael.

"Ciiiih... jadi itu ketulusanmu," ejek Delia.

Rafael tidak menjawab ucapan Delia lagi hingga akhirnya mobil mereka berhenti di depan gang.

"Rumahku masuk ke dalam gang kecil, mobil tak bisa masuk," ucap Delia.

"Baiklah kita turun sekarang," jawab Rafael.

Keduanya turun dari mobilnya, Rafael mengambil kopernya seraya menariknya dan mengikuti langkah kaki Delia. Wanita itu berhenti tepat di depan pintu rumahnya. Rafael menatap rumah sederhana wanita itu.

"Inilah gubuk kami, mungkin ukuran rumahku lebih kecil dari kamar mandi rumahmu," celetuk Delia.

"Apa aku sedang menilai rumahmu? Ketuklah pintunya," ujar Rafael.

Delia menatap Rafael, "bagaimana aku menjelaskan soal ini?"

"Kau tak perlu khawatir, aku yang akan mengatakannya pada mereka."

Delia menarik nafasnya dalam-dalam seraya mengetuk pintu rumahnya.

Seorang wanita terdengar menyahut dari dalam rumah. Jantung Delia berdebar kencang, ia sangat merindukan wanita itu. Pintu pun seketika terbuka. Seketika Delia memeluk wanita itu yang tak lain adalah ibunya sendiri.

"Ya Tuhan... benarkah ini putriku... mimpi apa aku semalam," kata Emili Laros sambil memeluk Delia.

Setelah keduanya puas saling berpelukan, Emili melihat ke belakang Delia.

"Siapa pria ini, nak?" tanya Emili.

"Perkenalkan tante, aku Rafael Widjaja," jawab Rafael.

Ayah Delia tiba tiba muncul saat mendengar kehebohan di depan rumahnya, pria itu juga terkejut saat melihat kepulangan putrinya.

"Delia..."

"Ayah..." ucap Delia seraya memeluk ayahnya.

"Bagaimana kau bisa kembali? Bukankah kau belum libur kuliah?" tanya Derry Laros.

Delia menatap Rafael.

"Siapa pria ini?" tanya Derry lagi.

"Aku Rafael Widjaja om," jawab Rafael lagi.

"Rafael Widjaja, ayah seperti pernah mendengar namanya," ucap Derry Laros seraya berpikir.

"Ia CEO perusahaan PT. Sinar Abadi yah, ia sering muncul di televisi dan surat kabar," jawab Delia.

Derry dan Emili terbelalak, mereka segera mempersilahkan Rafael masuk.

"Untuk apa pria terkenal ini ke rumah kita Del?" bisik Emili.

"Ia akan menjelaskannya bu."

"Baiklah, bantu ibu buatkan minum untuknya."

Delia menganggukkan kepalanya seraya mengikuti ibunya menuju dapur. Setelah selesai, mereka pun kembali ke ruang tamu.

"Maaf nak Widjaja, beginilah gubuk kami," ujar Derry.

"Panggil Rafael saja om, dan gubuk yang om bilang ini sangat nyaman dan hangat," jawabnya.

Rafael menatap Delia yang sedang menyuguhkan minumannya, "mungkin ini sangat mendadak om, tante... tapi kedatangan aku kemari ingin meminta izin kepada kalian untuk menikahi putri kalian, Delia."

Delia nyaris menumpahkan minumannya, pria itu langsung membicarakan soal itu padahal mereka baru saja sampai disana. Begitu juga dengan kedua orang tua Delia yang sangat terkejut mendengarnya.

"Bagaimana mungkin seorang Widjaja ingin menikahi putri kami yang miskin, dan ini sangat mendadak," ujar Emili.

"Aku mencintai Delia apa adanya, aku hanya tidak ingin kehilangannya om, tante," jawab Rafael seraya tersenyum pada Delia,."dan kami berniat menikah lusa di Jakarta," imbuhnya.

Lagi lagi orang tua Delia terkejut.

"Jangan main main nak Rafael, walaupun kami orang miskin tapi kami tidak bisa melepaskan anak semata wayang kami dengan cara seperti ini. Kau meminta izin menikahinya seolah olah sedang meminta izin untuk mengajaknya bermain," ucap Emili sedikit tersinggung.

"Mohon maaf tante jika Rafael tidak sopan, tapi kami merencanakannya sudah lama, dan kalian tidak perlu khawatir, persiapan sudah 90%, dan aku benar benar serius pada Delia," jawab Rafael.

Emili beranjak dari tempat duduknya, ia menarik Delia lagi kedalam. Meninggalkan suaminya bersama Rafael.

"Apa yang kau lakukan Delia, kau tidak hamil kan?" tanya Emili.

"Ya Tuhan bu, Delia masih perawan," jawab Delia.

"Tapi kenapa bisa mendadak seperti ini nak. Kau anggap kami apa? bahkan saat di telpon, kau tidak pernah bercerita soal pria ini," ujar Emili.

Hati Delia terasa sakit mendengar kata kata ibunya, bagaimana ia bisa bercerita, ia mengenal Rafael saja baru kemarin, itu pun menggunakaan sebuah ancaman.

"Maafkan aku bu, aku tidak bisa memberitahu masalah ini pada ibu karena Delia tidak ingin membuat ibu khawatir, Delia janji akan mengatasi masalah ini sendiri," pikir Delia.

Emili memejamkan matanya seraya memeluk putri kesayangannya lagi.

"Apa kau tidak takut hinaan keluarga Widjaja nak? Kita sudah jelas berbeda, kita bukan orang kaya seperti mereka," ucap Emili.

"Delia mencintainya bu, kami saling mencintai," jawab Delia berbohong.

Emili melepaskan pelukannya.

"Kalian yakin?" tanya Emili.

Delia menganggukkan kepalanya.

"Ibu tidak bisa berkata apa-apa lagi nak, tapi jika nanti kau tak bahagia, katakan semuanya pada ibu Del, ingatlah kau adalah putri kami satu satunya. Kami hanya ingin kau bahagia."

Delia kembali memeluk ibunya.

"Terima kasih bu, maaf Delia harus membohongi ibu. Apapun yang terjadi nanti, Delia tidak akan membebani kalian. Delia akan mengatasinya sendiri," pikir Delia.

Emili kembali mengajak putrinya menemui mereka. Entah bagaimana caranya Rafael meyakinkan ayahnya, Derry ternyata sudah menyetujui pernikahan mereka.

"Malam ini... menginaplah disini. Walaupun tempat ini kecil, tapi kau bisa menempati kamar Delia," kata Emili.

Rafael menatap mereka bergantian, "apakah boleh? Lalu bagaimana dengan Delia?"

"Delia biar tidur dengan ibunya, aku bisa tidur di sofa," jawab Derry.

"Sebaiknya aku mencari hotel di sekitar sini saja," kata Rafael.

"Sudah kuduga, ia mana mau tinggal di gubuk seperti ini yah, bu," celetuk Delia kesal.

"Ya Tuhan, bukan seperti itu sayang. Baiklah, aku akan mengikuti kalian. Aku akan bermalam disini. Tapi besok kita harus berangkat ke Jakarta, karena persiapan pernikahan ini tinggal dua hari saja," ujar Rafael.

"Jadi kalian benar benar melakukannya secepat itu?" tanya Emili.

Rafael menganggukkan kepalanya, "ada sesuatu hal yang tidak bisa aku jelaskan tante. Yang jelas kami tetap harus melaksanakannya lusa."

"Sudah bu jangan bertanya lagi, biarkan nak Rafael beristirahat terlebih dahulu. Delia, antar Rafael ke kamarmu," perintah Derry.

Delia pun mengantarkan Rafael ke kamarnya.

"Kau jangan terlalu membohongi orang tuaku, pernikahan ini terpaksa bukan atas dasar cinta," ucap Delia.

"Setelah aku bertemu orang tuamu, pernikahan ini jadi serius Del."

"Kau memang tidak waras."

"Benar, aku memang tidak waras," ucap Rafael seraya menarik Delia.

Seketika pria itu kembali ******* bibirnya, Delia terbelalak seraya mendorong tubuh Rafael.

"Kau..." ucap Delia marah.

Rafael justru tersenyum, wanita itu pun meninggalkannya begitu saja.

*****

Happy Reading All...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!