"I love you, Alea..." Sebuah kalimat yang tak bisa Alea lupakan, meski sudah 6 tahun berlalu.
Ingatan Alea kini terlempar ke 6 tahun yang lalu saat dia masih memakai seragam putih abu-abu. Dia tersenyum ceria saat Niko mengungkapkan cinta untuknya. Mereka mulai berpacaran dan merakit cinta bersama. Dunia terasa begitu indah dan seolah milik mereka berdua.
Setahun berlalu, tepatnya saat mereka merayakan hari kelulusan. Seragam putih abu-abu yang penuh coretan itu sedikit terbuka di bagian atas. Mereka bercumbu mesra di rumah Alea yang sedang tidak ada orang lain selain mereka berdua.
"Sayang, aku udah gak tahan. Kita coba lakuin yuk," ajak Niko yang terus mencumbu bibir Alea dengan tangan yang telah menelusup di balik kemeja putih penuh coretan itu.
"Aku gak berani, Nik. Kita main bibir sama tangan aja ya." Meskipun gairah Alea juga telah menyala tapi dia masih bisa berpikir logis.
Niko kembali menyambar bibir Alea. Memagutnya begitu dalam dengan tangan yang telah berani menyingkap rok pendek abu-abu Alea.
Suara lenguhan nikmat dari Alea sudah tidak tertahan saat jemari Niko sudah bermain di bawah sana.
"Ayo sayang, kamu juga udah basah. Tenang, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku sayang sama kamu."
Niko terus merayu Alea dengan tangan yang semakin menciptakan sensasi. Akhirnya tanpa sadar Alea menuruti keinginan Niko. Mereka kini berada di kamar Alea.
Tembok berwarna pink muda itu menjadi saksi perbuatan dosa mereka.
"Nik, sakit," pekik Alea saat Niko berusaha menerobos sesuatu yang masih sempit itu.
"Sakit hanya diawal. Nanti juga enak."
Niko sudah tak mendengar ungkapan sakit dari Alea untuk kedua kalinya. Hasrat sudah mematikan kerja otaknya hingga tidak memikirkan akibat dari perbuatannya.
Niko terus menggerakkan pinggulnya. Suara nikmat itu saling bersahutan dengan keringat yang telah menyatu.
Niko yang baru merasakan nikmatnya bercinta tanpa sadar dia menuntaskan hasratnya di dalam rahim Alea. Dan sejak saat itu, semua tak lagi sama.
Sebulan telah berlalu, Niko seolah menghilang tanpa kabar. Bahkan beberapa chat nya pun terabaikan. Alea mulai khawatir. Apakah Niko akan meninggalkannya?
Kekhawatiran itu semakin memuncak saat Alea menyadari bahwa dirinya telah hamil. Dia begitu takut. Dia hanya bisa pergi mencari Niko ke rumahnya dan meminta pertanggung jawabannya.
Dia datang ke rumah Niko sendiri, tapi saat berada di depan rumah Niko, dia sudah diusir oleh mamanya Niko. Dia caci Alea yang memang seorang anak yatim dan tidak mampu itu.
"Niko sekarang sudah kuliah diluar negeri! Pergi kamu! Kamu hanya akan membawa dampak buruk pada putra saya. Dasar anak miskin!"
Hati Alea sangat hancur, dia pergi dari rumah itu sambil menangis. Haruskah dia pulang ke rumah dan bicara pada ibunya? Tapi dia sudah terlalu banyak menjadi beban hidup ibunya.
"Aku yang salah. Aku yang seharusnya bisa menjaga diri. Ibu maafkan aku. Aku hanya bisa menjadi beban ibu." Alea menangis sesenggukan di atas jembatan. Dia terus menatap sungai yang berarus deras itu. Hingga langit berubah menjadi hitam dan air hujan turun dengan derasnya.
"Maafkan aku ibu..." Satu kaki Alea kini naik ke atas pembatas jembatan. Dia berniat mengakhiri hidupnya.
"Alea..." Satu tarikan dan pelukan hangat dari seseorang membuatnya gagal melakukan perbuatan nekatnya. "Apa yang mau lo lakukan? Gue cariin lo kemana-mana dari tadi. Ibu lo khawatir banget."
Alea hanya terisak. Dia melemas dalam pelukan Kevin. Seorang sahabat yang selalu ada untuknya.
Kevin segera membawa Alea ke rumah sakit. Dia menunggu hasil pemeriksaan Alea dengan khawatir.
"Anda keluarga pasien?"
Karena ibu Alea masih dalam perjalanan akhirnya Kevin mengaku sebagai keluarganya. "Iya."
"Pasien terlalu stress, dan dia dehidrasi berat. Ini sangat berbahaya pada kandungannya yang masih sangat muda."
"Kandungan? Maksudnya Alea hamil??" Kevin sangat terkejut dengan pernyataan dokter itu.
"Iya, usia kandungannya sekitar 6 minggu."
"Iya Dok, apa saya boleh menemui Alea."
"Iya, silahkan."
Kevin menemui Alea. Dia menatap nanar Alea yang masih saja menangis. "Al, lo kenapa gak cerita sama gue soal ini?"
"Kenapa lo nyelametin hidup gue sih, Vin. Hidup gue udah hancur!" Alea justru mengungkapkan rasa kecewanya pada Kevin yang telah menggagalkan percobaan bunuh dirinya.
"Nyelesaiin masalah gak harus dengan bunuh diri. Lo gak kasihan sama ibu lo!"
"Justru kalau gue hidup, gue yang akan buat ibu susah!!"
Kevin mengusap wajahnya kasar. "Dimana Niko sekarang?! Gue akan tuntut dia kalau dia gak mau bertanggung jawab sama lo!!"
"Percuma Vin, Niko udah kuliah ke luar negri. Gue udah ke rumahnya tapi justru gue diusir. Gue..." Alea semakin menangis.
Kevin mengepalkan tangannya. Dia semakin membenci Niko. Dia sudah mengambil cinta Alea, dan dia juga yang telah menyia-nyiakan Alea.
"Alea...." Seorang Ibu perlahan berjalan mendekat lalu memeluk putrinya yang tak berdaya itu. "Kenapa kamu mau menanggung beban hidup kamu sendiri? Ibu sayang sama kamu. Ibu tahu ini suatu kesalahan tapi bagaimana pun juga kita harus bisa memperbaikinya. Bunuh diri tidak akan menyelesaikan semua masalah...."
"Ibu...." Alea semakin mengeratkan pelukannya dan menangis dalam pelukan seorang malaikat yang selalu memaafkan semua kesalahannya.
"Ibu, aku kangen..." Setetes air mata jatuh membasahi pipinya saat mengingat semua itu. Kini dia telah berdiri tegak menatap pantulan dirinya di cermin yang sangat berbeda dengan dirinya di 6 tahun yang lalu.
"Udah punya anak masih aja nangis." Kevin masuk ke dalam kamar Alea tanpa permisi. Dia kini duduk di sisi ranjang sambil menatap Alea.
"Kevin, jangan masuk kamar aku sembarangan."
Kevin hanya tertawa sambil mengangkat sebelah kakinya. "Aku bos di rumah ini."
"Iya, tahu." Alea kembali menyisir rambutnya.
"Satu bulan yang lalu Niko dan istrinya kembali ke kota ini. Tepat sesuai dugaanku. Dia mulai memimpin perusahaan Sanjaya. Sudah siap untuk membalas dendam?"
Alea tersenyum miring. Dia kini telah berhasil masuk dalam perusahaan Sanjaya sebagai sekretaris baru Nico.
"Jelas."
Kevin berdiri lalu memutar tubuh Alea hingga kini menghadapnya. "Cantik, jauh lebih cantik dari terakhir kali Niko melihat kamu. Dia pasti akan tergoda. Tapi tetap misi awal kamu, balas dendam, tidak boleh menggunakan hati." Kevin menjurai rambut panjang Alea.
"Itu pasti."
"Mama! Papa!" Panggil seorang anak berusia 5 tahun itu...
💞💞💞
.
.
.
Hai, dukung karya baru aku ya... Karya ini masuk salah satu event di noveltoon.. Jangan lupa jadikan favorit...
Selalu tinggalkan jejak like dan komen ya... Semoga suka...
Salam manis dari author..
...x x x x x x x x x...
"Mama! Papa!" Panggil seorang anak berusia 5 tahun itu.
Alea berlutut saat Reka menarik rok selututnya. "Sayang, jangan panggil Om Kevin papa ya."
"Kenapa Ma? Kata Mama kan ayah Reka udah gak ada, jadi Reka boleh kan kalau panggil Om Kevin papa?"
"Tapi Reka..."
Kevin ikut membungkukkan dirinya sambil mengusap lembut puncak kepala Reka. "Kalau Reka mau panggil papa, tidak apa-apa. Om justru senang."
"Yee," Reka bersorak gembira. "Reka udah punya Papa."
Alea memandang Kevin yang hanya tersenyum ke arahnya. "Reka, sekarang siap-siap dulu ya. Kita berangkat ke sekolah."
"Mama mulai hari ini kerja?"
"Iya, Reka yang pintar ya. Nanti pulang sekolah dijemput sama Bu Sum."
"Iya Mama." Reka berlari kecil kembali ke kamarnya.
Mereka berdua kini menegakkan dirinya. "Kev, gimana kamu dapat cewek kalau ngebolehin Reka panggil kamu Papa. Nanti dikirain kamu udah punya anak."
Lagi-lagi Kevin tersenyum. Dia menarik pinggang Alea dan mendekatkan tubuh Alea. "Kalau aku masih aja gak dapat jodoh ya kamu yang harus bertanggung jawab jadi jodoh aku."
"Ih, Kevin jangan bercanda." Alea melepaskan tangan Kevin. "Aku mau siapin bekal sekolah Reka dulu." Alea beranjak pergi dari kamarnya.
Kevin melipat tangannya menatap kepergian Alea. Dia teringat kenangan bersama Alea 6 tahun yang lalu.
"Lo udah pacaran sama Niko?"
"Iya, Kev. Gue seneng banget."
Saat itu untuk pertama kalinya Kevin merasakan patah hati.
"Alea lo hamil?"
Saat itu juga, Kevin merasa gagal menjaga Alea. Dunianya seolah runtuh melihat kesedihan Alea. Bahkan dia gagal mencari keberadaan Niko.
"Al, gue mau jadi ayah dari anak yang lo kandung. Pertahanin dia, anak lo gak salah apa-apa."
"Maksud lo apa?"
"Kita menikah."
"Kev, gue gak mau lo nanggung kesalahan gue. Nggak. Lo gak perlu bantu gue sampai sejauh itu."
Bahkan di saat masa ngidam Alea, Kevin selalu ada untuknya.
"Kamu mau martabak? Gue beliin ya."
"Gak usah. Ini udah malam diluar juga gerimis."
"Gak papa."
Dan ketika melahirkan ada Kevin yang menemani Alea dan memberikannya kekuatan.
"Kevin sakit..."
"Alea, kamu pasti bisa. Ayo berjuang."
Genggaman erat tangan Alea di tangannya, suara jeritan tertahan itu, semakin menggali dendam Kevin pada Niko.
"Nanti kita besarkan anak kamu sama-sama ya," bisiknya di telinga Alea yang seolah memberi kekuatan lebih bagi Alea, dan beberapa saat kemudian suara tangisan bayi lelaki itu menggema di seluruh ruangan.
"Alea, sudah cukup penderitaan kamu selama ini. Kini saatnya Niko yang menderita..."
...***...
"Pagi, Pak." sapa beberapa karyawan setiap kali bertemu dengan seorang pemilik perusahaan yang gagah dan rupawan itu.
Dia melangkahkan kakinya jenjang menuju lift. Niko yang baru saja berpindah ke kota ini setelah menyelesaikan kuliahnya hingga magister di luar negeri, kini memimpin perusahaan milik papanya.
Baru sebulan dia menjabat posisi itu, perusahaan semakin berkembang pesat. Banyak gebrakan baru yang dia lakukan.
Setelah sampai di lantai lima, Niko segera menuju ruangannya yang langsung disambut oleh assistant pribadinya. "Pagi Pak."
"Iya, pagi." Niko duduk di kursi kebesarannya. "Sekretaris baru mulai hari ini bekerja?"
"Iya Pak, kata Pak Roni dia akan bekerja mulai hari ini."
Niko membuka laptopnya dan menyalakannya. "Bagaimana kualifikasinya?"
"Kalau sudah diterima oleh Pak Roni, berarti tidak perlu ada yang diragukan lagi."
"Oke, nanti kalau dia datang langsung suruh menemui saya."
Assistant pribadi Niko yang bernama Nando itu mengangguk hormat. "Baik Pak. Saya permisi dulu." Kemudian Nando keluar dari ruangan Niko.
Niko menghela napas panjang. Dia mulai membuka e-mail dan mengeceknya satu per satu.
Tiba-tiba saja tangannya berhenti saat melihat nama yang mirip dengan seseorang yang sangat dia rindukan dan namanya masih terselip jauh di dalam lubuk hatinya itu.
"Kamu apa kabar Lea? Pasti kamu sekarang sudah menikah." Satu helaan napas panjang berhembus. Semua kenangannya bersama Alea tidak akan bisa dia lupakan meskipun sekarang dia sudah memiliki istri yang dia nikahi 6 bulan yang lalu.
Niko kembali fokus dengan pekerjaannya. Beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan pintu.
"Iya masuk..." Niko mempersilahkan dia masuk dengan tatapan yang masih berfokus pada layar laptop.
Kaki jenjang dengan menggunakan high heels itu melangkah masuk ke dalam ruangan Niko. Rambut panjang yang bergelombang ikut tergerak ke kanan dan kiri saat berjalan. Kemeja pres body yang membentuk bulatan di bagian dada yang dipadu dengan blazer hitamnya. Dia sengaja membuka blazernya agar keindahan tubuhnya terpancar. Dan penampilannya semakin menarik dengan rok pendek selutut itu.
Dia tersenyum miring menatap Niko yang masih saja fokus dengan layar laptopnya.
"Sekretaris baru ya? Silahkan duduk dulu. Nama kamu si..." Perkataan Niko menggantung. Dia kini menatap seseorang yang berdiri santai di depannya. Meski penampilannya sangat berbeda tapi tidak salah lagi dia Alea. "Alea?" Jantung Niko hampir saja berhenti melihat Alea sekarang berada di depan matanya.
Alea tersenyum sambil duduk dengan santai di kursi yang berseberangan dengan Niko.
"Apa kabar Pak Niko?"
Niko masih saja tidak percaya. Dia bertanya sekali lagi. "Kamu beneran Alea?"
"Iya. Alea Larasati."
"Kamu..." Niko tertawa sumbang. "Apa kabar?"
"Ya, seperti yang Pak Niko lihat." Alea mengerlingkan matanya menggoda.
Hal itu membuat dada Niko berdebar tak karuan. Enam tahun dia tidak bertemu Alea. Dia semakin cantik, sexy, dan menggoda. "Kamu kenapa gak pernah ngasih kabar aku?"
Alea semakin tersenyum. "Tidak kasih kabar?" Alea berdiri lalu berjalan pelan mendekati Niko. Dia bungkukkan dirinya di dekat Niko dengan satu tangan yang menahan tubuhnya di meja. "Bukankah kamu yang ninggalin aku tanpa kabar. Kamu yang menggantung hubungan kita tanpa kepastian."
"Iya, aku..." Pandangan Niko kini terpaut dengan mata lentik Alea. Tapi ada sesuatu yang sangat menggodanya. Dia lihat benda yang menggantung dan terekspos sempurna dari atas itu hingga membuatnya tercekat. Dia terhipnotis bahkan apa yang akan dikatakannya seolah lenyap dari otaknya.
Alea menyibakkan rambutnya ke belakang dan semakin membusungkan dadanya bahkan dia kini merubah posisi tubuhnya menghadap Niko dan duduk di ujung meja.
"Lea, kamu..." Niko berdiri dan semakin mendekatkan dirinya. Dia halangi tubuh Alea dengan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan. "Kamu semakin cantik. Apa kamu menunggu aku di sini?"
"Menurut Pak Niko?" Alea mengalungkan tangannya di leher Niko.
Tak ada jawaban dari Niko. Karena sekarang, semua tidak lagi sama seperti dulu. "Lea maaf, aku sudah...."
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuat mereka saling menjauh. Alea kembali duduk di kursinya, begitu juga dengan Niko. Meski Alea terus melayangkan tatapan menggoda pada Niko yang membuat dada Niko berdegup tak karuan dengan pelipis yang telah berkeringat.
"Niko sayang..." suara seorang wanita dari ambang pintu.
"Niko sayang..." panggilan itu membuat dua orang yang berada di ruangan itu menoleh.
Alea mengerutkan dahinya melihat wanita yang berpenampilan modis meski tidak terlalu sexy, tapi wajahnya seperti blasteran orang bule.
Lumayan cantik. Jadi ini istri kamu.
"Sinta, ada apa kamu ke sini?" tanya Niko datar, seolah kehadiran Sinta sangat tidak diharapkan untuk saat ini.
Sinta berjalan mendekati Niko lalu bergelayut manja di bahu Niko tanpa menghiraukan keberadaan Alea.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Alea berdiri dan melangkah keluar dari ruangan Niko.
Niko hanya bisa menatapnya. Dia seperti tidak rela Alea keluar dari ruangannya.
"Siapa dia?" tanya Sinta sinis.
"Sekretaris baru di sini," jawab Niko datar sambil kembali fokus pada layar laptopnya.
"Dapat darimana sekretaris modelan gitu?"
Inilah yang sangat tidak disukai Niko pada Sinta. Dia selalu bersikap menyebalkan, tak pernah bersikap lembut dan memberi kenyamanan pada Niko. "Rekomendasi dari Pak Roni."
Sinta hanya ber oh saja. Meski sebenarnya dia cukup was-was dengan penampilan sekretaris itu yang sangat menggoda.
"Nanti makan siang diluar yuk?" ajak Sinta.
Niko hanya meliriknya jengah. "Aku lagi banyak kerjaan. Nanti siang juga ada temu client dengan Nando."
Sinta kini duduk di pangkuan Niko karena merasa kesal dirinya selalu diacuhkan.
"Kamu kapan sih ada waktu buat aku." Sinta mengalungkan tangannya di leher Niko. "Kerjaan terus yang dipentingkan."
"Kan ini yang kamu mau. Kita menikah juga karena kerjasama keluarga kita bukan karena yang lainnya," jawab Niko, dia tidak peduli jika kata-katanya itu menyakiti perasaan Sinta.
"Tapi aku cinta sama kamu." Sinta mendekatkan dirinya dan dengan cepat mengecup bibir Niko.
Mendapat ciuman secara tiba-tiba, Niko menjauhkan dirinya. "Sinta, jaga sikap kamu kalau di kantor."
Akhirnya Sinta merasa kesal juga. Sudah berbagai cara dia lakukan untuk merebut hati Niko, tapi tetap hati Niko sedingin es jika berada di dekatnya.
"Ya sudah, aku mau ke mall sama teman aku."
Niko mengeluarkan kartu ATM berwarna hitam dari dompetnya lalu memberikannya pada Sinta. "Ini, sebagai ganti kartu ATM kamu kemarin yang terblokir."
Sinta menerima dengan tertawa lebar. "Thank you." Setelah memasukkan kartu ATM ke dalam tasnya, Sinta berjalan keluar dari ruangan Niko.
"Terlahir dari keluarga kaya tapi masih mata duitan. Pernikahan yang berlandaskan bisnis ini benar-benar kesalahan besar."
Niko berusaha kembali fokus pada layar laptopnya. Tapi pikirannya masih terbayang-bayang dengan pesona Alea barusan. Apa selama ini Alea menunggunya dan masih mengharapkan hubungan yang dulu berlanjut?
"Alea..." Niko tersenyum kecil. Lalu dia berdiri dan keluar dari ruangannya. Dia kini melihat Alea yang sedang membaca beberapa berkas di meja kerjanya, tepatnya di depan ruangan Niko.
"Ada yang tidak kamu mengerti?" Niko membungkukkan dirinya di dekat Alea dengan satu tangan yang menahan dirinya di meja.
"Banyak, Pak."
"Salah satunya?"
Alea kembali menatap kedua netra Niko. Tatapan mata yang masih sama seperti enam tahun yang lalu. "Perasaan Pak Niko?"
Niko tersenyum kecil dan semakin mendekatkan dirinya. "Perasaan aku?"
"Hmm, aku lupa kalau Pak Niko sudah punya istri." Tiba-tiba Alea mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Niko sebagai ucapan selamat. "Selamat atas pernikahannya meskipun udah telaaattt banget."
Niko semakin menggenggam tangan Alea. Kehangatan tangan yang sangat dia rindukan akhirnya kembali dia rasakan. Kini dia usap punggung tangan Alea dengan jempolnya. "Kamu sudah menikah?" tanya Niko.
Alea hanya tersenyum, "Pak Niko lupa, kalau hubungan kita masih gantung, mana mungkin aku bisa menikah begitu saja." Alea menarik tangannya. Dia akan mencoba teknik tarik ulur pada Niko.
Niko terdiam beberapa saat. Dia tahu, setelah apa yang dia lakukan pada Alea dulu pasti tak mudah untuk melupakannya. "Maaf soal itu. Aku gak bermaksud ninggalin kamu. Sebenarnya aku..." Niko menghentikan perkataannya. Meskipun Alea tahu alasannya, tidak akan merubah keadaan dan status Niko yang sudah beristri itu.
"Nanti kita makan siang bareng yuk?" ajak Niko.
Alea tersenyum kecil. "Makan siang? Tadi sepertinya istri Pak Niko mengajak makan siang. Kenapa ditolak?"
"Karena banyak yang ingin aku bicarakan sama kamu."
"Oke," Alea mengiyakan ajakan Niko.
"Untuk hari ini kamu pelajari saja berkas-berkas itu." Niko kembali membahas tentang pekerjaan. "Kalau ada yang tidak mengerti langsung ke ruangan saya saja."
"Baik, Pak." Alea menganggukkan kepalanya.
"Kamu hanya boleh memanggilku Pak di kantor, nanti diluar kantor jangan pernah panggil aku Pak," bisik Niko sebelum dia masuk ke dalam kantor.
Alea menaikkan alis menatap Niko yang telah berlalu.
Emang kita akan jalan bareng diluar kantor? Lucu.
Alea mengambil ponselnya dan mengirim sebuah chat pada Kevin.
Misi awal lancar.
...***...
"Nando hari ini aku ada acara makan siang sama Pak Robi, aku ajak Alea sekalian pelatihan," alasan Niko agar Nando tidak curiga dengan Alea.
"Iya Pak."
Setelah itu Niko berjalan dengan Alea menuju lift. Kebetulan tidak ada siapapun di dalam lift selain bos dan sekretaris itu.
Alea sengaja menggeser dirinya di depan Niko. Kemudian dia berpura-pura menjatuhkan jepit rambutnya, dia bungkukkan badannya dan membuat pan tat yang padat berisi itu menyenggol sesuatu di balik celana Niko.
Shits, umpat Niko dalam hatinya.
Gerakan Alea seolah slow motion bahkan terlihat sangat gemulai dan sexy.
Wajah Niko telah memerah. Memang pesona Alea sedari dulu selalu berhasil memancing gairah Niko.
"Eh, maaf Pak," Alea menggeser dirinya lagi saat pintu lift terbuka.
Alea hanya tersenyum kecil melihat Niko yang semakin salah tingkah dibuatnya. Mereka berjalan menuju tempat parkir dengan posisi Alea yang kini berada di belakang Niko.
Saatnya membuat kamu lebih mabuk kepayang.
Mereka masuk ke dalam mobil dan beberapa saat kemudian mobil Niko telah melaju menuju sebuah restoran.
Alea hanya terdiam sambil menatap jalanan siang itu yang tidak terlalu ramai.
Sedangkan Niko sesekali melirik Alea. Bibir merah Alea yang sesekali digigit kecil oleh pemiliknya, sudah membuat Niko resah.
Apakah rasa bibir itu masih manis seperti dulu atau justru semakin manis.
Niko tersenyum kecil mengingat sesaat ciuman pertamanya bersama Alea dulu. Rasa manis langsung menjadi candu baginya.
Beberapa saat kemudian, mobil Niko berhenti di depan sebuah restoran mewah. Mereka turun dari mobil dan berjalan beriringan masuk ke dalam resto.
Setelah sampai di dalam, mereka duduk bersebelahan. Niko mengambil daftar menu makanan.
"Kamu mau makan apa?"
"Terserah Pak Niko saja."
"Kan aku sudah bilang kalau diluar kantor jangan panggil, Pak."
Alea hanya menganggukkan kepalanya.
Niko memanggil pelayan restoran lalu memesan beberapa menu. Mereka mengobrol sesaat sambil menunggu hidangan mereka datang.
"Lea, aku minta maaf soal dulu. Aku menghilang begitu saja tanpa kabar." Niko memulai pembicaraannya.
Meskipun dalam hati Alea masih ada luka yang sangat dalam di masa itu, tapi dia berpura-pura tersenyum demi melancarkan misi balas dendamnya.
"Gak papa. Lupakan soal itu. Semua udah berlalu dan aku baik-baik saja."
"Iya, aku melihat kamu yang sekarang jauh lebih baik. Kamu sekarang masih sering sama Kevin?"
Alea terdiam beberapa saat.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!