Sebelum lanjut baca, aku kasih tau dulu aja deh kalau sebenarnya novel ini sad ending. Jadi, buat temen-temen yang suka novel happy ending, aku saranin untuk ngga baca novel ini.
Kalau ada yang bertanya alasan aku bikin endingnya sad, maka alasan aku adalah untuk memuaskan imajinasi aja. Karena, sebelum menjadi penulis, aku adalah pembaca, dan aku kadang suka kesel kalau ngeliat cewek yang udah disakitin berkali-kali tapi akhirnya kembali menerima suaminya. Atau mungkin, si cewek dalam keadaan kritis, bahkan dinyatakan meninggal, tapi akhirnya bisa sadar kembali karen saking besarnya cinta suaminya. Jujur, buat aku itu bikin kesel sih. Makanya, di novel kali ini aku coba buat bikin satu novel yang sad ending kayak gini.
Tapi buat temen-temen semua, jangan dulu kapok baca karya aku ya. Ini satu-satunya novel aku yang ngga happy ending, dan mungkin ini juga bakal jadi karya terakhir dengan ending yang seperti ini. Jadi, kalau mau baca karya aku yang lain, boleh banget kok.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kehidupan yang terasa begitu sempurna karena dicintai dan disayangi oleh seorang ayah yang begitu luar biasa, itulah yang dirasakan Bianca. Namun hal yang begitu sempurna terasa begitu hampa tanpa kehadiran sang bunda. Menurut cerita sang ayah, bundanya meninggal 22 tahun yang lalu, tepat saat ia di lahirkan.
Bianca tidak pernah melihat wajah sang bunda secara nyata, tapi foto wanita cantik itu terpajang indah diatas meja kamarnya. Bianca tersenyum menatap foto itu, sebuah foto yang memperlihatkan ayahnya yang terlihat begitu tampan dengan jas mahalnya. Yang semakin membuat senyum Bianca mengembang saat melihat foto itu adalah, saat ia melihat tangan sang ayah yang melingkar mesra di perut buncit sang bunda
Terlihat sekali bagaimana ayahnya sangat mencintai bundanya. Senyum menawan yang terpancar, dan sorot mata teduh itu benar benar tidak bisa berbohong. Bianca meraih bingkai foto itu, diusapnya secara perlahan, dengan senyum indah yang ia pancarkan.
"Bunda tahu? Bia bahagia sekali setiap melihat foto ayah dan bunda, Bia bisa merasakan betapa ayah sangat mencintai bunda, dan Bia harap suatu saat nanti Bia bisa mendapatkan laki laki sebaik ayah"
Hufff
Bianca memejamkan matanya, meresapi tetesan air mata yang meluncur tanpa permisi di pipinya. Tidak bisa di pungkiri, rasa rindu akan sosok bundanya selalu menghinggapi dan kadang membuatnya menjadi gadis cengeng seperti sekarang ini. Namun nyatanya keadaan yang ia jalani tidak memungkinkan untuk dirinya menjadi sosok yang cengeng. Ia harus kuat!
Tok...
Tok...
Tok...
Bianca menatap pintu kokoh itu. Ia bisa menebak siapa orang yang ada dibalik sana, itu pasti mba Nini, seorang perias sekaligus temannya saat mengisi off air. Bianca mengambil jilbabnya, dan segera memakainya, setelah itu ia berjalan malas menuju pintu dan membukanya. Benar saja, disana sudah berdiri mba Nini bersama suaminya, om Iwan
"Baru bangun nona?" tanya mba Nini setelah melihat penampilan Bianca yang masih mengenakan piyama
"Hoam... Iya mba, baru saja bangun, dan sekarang niatnya mau tidur lagi" jawab Bianca santai sembari menguap
"Cepat ganti baju, lima menit lagi kita berangkat" perintah mba Nini tegas
"Males" Bianca melemaskan badannya seolah tidak bertulang di hadapan mba Nini
"Sekarang! Nona Bianca" Mba Nini masih berusaha meredam emosinya agar tidak keluar saat menghadapi mood buruk Bianca
"Iya iya, ganti baju kan? Bukan mandi" Bianca membalik badannya dan memutar kenop pintu
"Masuk kedalam, mandi, ganti baju, setelah itu keluar!"
Bianca kembali melirik Mba Nini yang memasang wajah kesal di belakangnya. Melihat raut kekesalan di wajah mba Nini nyatanya membuat moodnya sedikit membaik. Bianca mengedipkan sebelah matnya sebagai isyarat persetujuan. Bianca masuk ke kamarnya dan melakukan apa yang di ucapkan mba Nini, jika tidak maka ia akan habis di tangan perias hebohnya itu.
Dasar Nini Nini
*
Bianca memandangi dirinya di depan cermin dengan lesu. Ia hanya memakai pakaian sederhana, dengan jilbab yang ia pakai sembarangan. Namun semua itu tidak sedikitpun mengurangi kadar kecantikan yang terpancar dari wajahnya.
Lagi lagi Bianca menghela nafas panjang, entah mengapa kali ini ia benar benar malas untuk off air keluar kota. Padahal biasanya ia adalah orang yang paling bersemangat jika ada Job luar kota seperti ini. Tapi baiklah, semua demi karier. Bianca berjalan menuruni tangga dengan menarik kopernya tanpa semangat, dari atas tangga ia sudah bisa melihat keberadaan dua orang yang tadi mengganggu waktu sendirinya kini tengah berada di hadapan sang ayah
"Ingat! Jaga baik baik Bianca" ucap sang ayah kepada om Iwan
Bianca kembali melanjutkan langkahnya, ia berjalan menuju tempat sang ayah, duduk di sampingnya dan mengamit lengannya "Ayah tidak perlu khawatir, karena Bodyguard-ku ini pasti akan menjaga putri cantik ayah. Iya kan om?" Bianca mengedipkan matanya kearah om Iwan
Om Iwan, Mba Nini, dan tuan Andre hanya tersenyum simpul menanggapi godaan Bianca kepada om Iwan. Ini bukan kali pertama mereka melihat pertunjukan ini, Bianca memang selalu saja menggoda laki laki yang menjadi manager sekaligus Bodyguard-nya ini setiap hari, dan itu merupakan hal biasa untuknya. Setelah berbasa basi, akhirnya om Iwan, mba Nini dan Bianca melajukan kendaraan mereka meninggalkan kediaman Prabaswara menuju bandara
...----------------...
Buat teman teman yang mungkin merasa pernah membaca novel ini, ini bukan plagiat ya. Terjadi suatu kesalahan di akun lama yang mengharuskan author untuk memindahkan novel ini ke akun baru. Terima kasih, Tabik pun
Dentuman musik menggema melengkapi kehebohan yang tercipta di tempat itu. Semua larut dalam dekapan suara merdu yang begitu mendayu. Yaa lantunan suara merdu seorang penyanyi dangdut kondang yang saat ini mengisi off air di salah satu daerah yang terbilang terpencil
Anak seorang pebisnis yang begitu di segani, malah memilih jalan seni sebagai jalan suksesnya. Kini di usianya yang menginjak 23 tahun, ia sudah mendapat banyak penghargaan dari stasiun televisi. Bukan karena dia adalah putri tunggal dari seorang Andre Prabaswara, tapi namanya melejit karena cengkoknya yang mendayu dayu dan menyejukkan saat di dengar. Dialah Bianca Andini Prabaswara, putri tunggal dari tuan Andre Prabaswara bersama istrinya yang telah tiada, Leodra Andini Pradipta
"Lagi... Lagi... Lagi... "
Sorak sorai para penonton menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bianca. Bagi seorang penyanyi, antusias dari penonton adalah hal yang sangat di dambakan, dan mereka semua seolah menunjukkan betapa mereka menikmati persembahan yang telah ia berikan. Musik benar benar bisa mengembalikan moodnya, dan ia bangga untuk itu
"Wow luar biasa, memukau sekali penampilan dari Bianca tadi, dan untuk para Bialovers harap bersabar karena sekarang artis kita sedang beristirahat. Sekarang kita lanjut ke penampilan biduan kita yang lain. Bagaimana? Setuju?" laki laki tampan pembawa acara itu mengarahkan mikrofonnya kearah penonton untuk meminta persetujuan. Namun sorakan penonton yang mengutarakan penolakan lebih mendominasi
*
"Bagaimana hari ini?" tanya ayah Andre dari ujung sana
"Alhamdulillah lancar ayah, malam ini juga Bia take off ke jakarta" jawab Bianca sembari memberitahu sang ayah tentang kedatangannya
"Baiklah, hati hati di jalan dan tidak perlu membawa oleh oleh. Ingat!" tuan Andre mengacungkan jari telunjuk di hadapan kamera sebagai sebuah peringatan
"Baik ayah" jawab Bianca "Jika tidak khilaf" ucapnya lagi sembari terkikik geli, ia tidak bisa membayangkan wajah ayahnya nanti jika ia membawa makanan dari tempat acara ini sebagai oleh oleh. Pasti wajah tua itu akan kembali berubah masam, membayangkannya saja membuat Bianca tersenyum "Ya sudah ayah, Bia lanjut perform dulu, lagu terakhir"
"Baiklah, ingat jaga kesehatanmu disana. Walaupun hanya satu malam tetap harus jaga kesehatan, jangan lupa shalat" nasehat sang ayah
"Iya ayahku sayang, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam"
Tut
Video call itu terputus, Bianca merapikan penampilannya untuk kembali naik keatas panggung. Ia akan memberikan persembahan terakhir untuk para fans-nya Bialovers.
"Sudah siap?" tanya mba Nini sembari membenarkan bajunya dan berjalan keluar dari kamar mandi
"Siap"
Keduanya berjalan berdampingan menuju panggung. Tak lupa para polisi dan staf keamanan setempat mensterilkan jalan yang akan dilalui Bianca. Bianca sudah tiba diatas panggung, dan mulai menyapa fans-nya yang bersorak seolah tiada lelahnya.
"Bagaimana, dangdut lagi?" tanya Bianca seolah meminta pendapat
"Iya" hanya kata itu yang terdengar nyaring di telinga, sebab para penggemarnya rela tidak pulang sedari tadi hanya untuk melihat penampilan terakhirnya
Musik mulai bermain dengan indahnya, dan Biqnca mulqi mengeluqrkan suara merdunya. Sorak sorai tak hentinya bergema dari lautan manusia yang kini menyaksikan penampilan artis muda itu. Bahkan sorakan penonton yang ikut bernyanyi pun mengalahkan suara Bianca yang saat ini menggunakan mikrofon
"Apa?" Bianca mengulurkan mikrofonnya kearah para penggemarnya, dan para penonton pun melanjutkan penggalan lagu dengan antusias
Semua orang berjoget sesuka hati layaknya pesta di rumah mereka sendiri. Ada yang melompat lompat, ada pula yang mengajak pasangan untuk berjoget berhadap hadapan, dan ada juga rombongan ibu ibu yang memilih mengabadikan moment itu sebagai kenangan.
"Bia, sepertinya kita tidak bisa berangkat malam ini" ucap mba Nini kepada Bianca yang saat ini sedang membersihkan make-upnya di hadapan cermin besar
"Kenapa?" tanya Bianca masih setia mengusap wajahnya dengan kapas
"Kata mas Iwan ada pembatalan penerbangan malam ini, dan menurut informasi dari pihak bandara, penerbangan baru bisa dilakukan besok pagi"
Huh
"Lalu?" tanya Bianca, yang pada akhirnya menatap mba Nini dan melupakan kegiatannya untuk menghapus riasannya
"Mas Iwan memutuskan untuk kita berangkat besok pagi saja, dan malam ini kita bisa istirahat di motel terdekat" jelas Mba Nini
"Yasudah, mba Nini langsung siap siap saja kalau begitu, nanti Bia bisa menyiapkan barang Bia sendiri"
*
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, akhirnya Bianca, mba Nini dan om Iwan sampai di tempat tujuan. Sebuah motel yang menyuguhkan pemandangan laut yang begitu indah dan memanjakan mata siapa saja yang melihatnya. Apalagi jika malam hari seperti ini, pemandangannya tampak begitu asri, dengan dentuman ombak yang bersahut sahutan dan bintang bintang yang tampak bertaburan diatas langit sana
"Mba, tolong fotoin ya" Bianca menyerahkan handphone-nya kepada mba Nini
Mba Nini segera mengambil handphone Bianca dan membidik gambar dengan begitu lihai "Bagaimana, bagus tidak?" tanya Bianca sembari menghampiri mba Nini yang tampak mengutak-atik layar ponselnya
"Bagus kok, kan mba Nini yang foto, jadi pasti bagus" sahut mba Nini menyombongkan diri
"Coba lihat" Bianca mengambil ponselnya dari tangan mba Nini dan mulai menggeser layar ponselnya untuk melihat hasil gambar yang tadi di ambil mba Nini
"Bagaimana?" tanya mba Nini antusias
"Yaa lumayanlah" jawab Bianca sembari mengangguk anggukan kepalanya
Bianca segera membuka sosial medianya, dan membagikan foto yang baru saja ia dapatkan. Tidak lupa ia juga menambahkan emoticon love pada laman stori-nya. Setelah puas melihat lihat bagian luar dari motel ini, kini mereka berjalan menuju kamar yang sudah mereka resevasi sebelumnya
Kedua wanita beda usia itu tampak berjalan santai di depan sana. Melupakan laki laki yang sejak tadi menemani keduanya tengah kesusahan membawa dua koper sekaligus. Yaa dua koper, koper paling besar yang berisi semua barang barang Bianca, dan satu koper lagi yang tidak kalah besar adalah milik mba Nini, segala apa yang di butuhkan Bianca untuk melengkapi perform-nya ada di dalam koper tersebut. Jangan lupakan tas selempang berukuran besar yang saat ini melilit tubuh om Iwan
"Om Iwan dimana mba?" tanya Bianca setelah keduanya tiba di kamar yang nantinya akan Bianca tempati
"Om Iwan?" tanya mba Nini bingung, dan didetik berikutnya "Ahhh mas Iwan"
Mba Nini berjalan tergesa keluar kamar untuk mrncari keberadaan suaminya. Dari pintu kamar ia bisa melihat suaminya yang tampak kesusahan membawa dua koper sekaligus. Mba Nini berjaln menghampiri suaminya yang nampaknya masih beristirahat sejenak
"Maaf mas tadi lupa" ucap mba Nini cengengesan
"Lupa kalau punya suami?" sindir om iwan kesal
"Hehehe namanya juga wanita" ucap mba Nini mencari pembenaran
Om Iwan tampak mengerutkan dahinya mendengar jawaban yang baru saja di lontarkan sang istri "Lalu apa hubungannya?" tanya om Iwan
"Kalau sudah diantar laki laki yang lebih muda, suka lupa kalau punya suami" jawab mba Nini terkikik geli
Om Iwan masih dilanda kebingungan, terlihat dari kerutan tipis di dahinya. Hingga beberapa saat setelahnya ia melihat seorang laki laki muda yang cukup tampan keluar dari kamar Bianca. Tunggu! Siapa laki laki tadi? Om Iwan memindai laki laki itu dari kejauhan, ia pindai dari atas kebawah srlama beberapa menit, hingga akhirnya membuatnya tersadar dengan apa yang di katakn sang istri
"Jadi laki laki tampan yang kau maksud adalah karyawan motel itu?" tanya om Iwan kepada mba Nini
Mba Nini yang sedari tadi membelakangi pintupun membalik badannya, dan melihat pemuda yang tadi bertugas menjelaskan apa saja yang ada di motel itu kini berjalan menjauh. "Iya" jawab mba Nini tanpa dosa
Om Iwan tampak terbakar cemburu, bagaimana bisa istrinya menyukai pemuda yang baru saja keluar itu. Pemuda tampan yang jelas sekali akan menang jika di bandingkan dengan dirinya. Jiwa keposesifannya menguar hebat mengetahui semua itu, hingga tiba tiba terdengar suara Bianca dari dalam kamar
"Dasar Nini Nini tidak sadar diri!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!