Disebuah tempat yang menjadi jantung kota kecil disebelah timur laut dari perbatasan antara wilayah Hamoursh dengan bangsa Elfair, suara bising orang-orang yang beraktivitas disana terus saja terdengar saling bersahutan. Kepadatan ditempat tersebut terus meningkat seiring berjalannya waktu. Itulah pasar. Dimana banyak pedagang yang menawarkan barang dagangannya, untuk ditukar dengan beberapa keping Ruby yang memang menjadi sebuah mata uang di benua Magire Kivanal ini.
Matahari semakin meninggi sejak tadi, namun hal itu sama sekali tak menghalangi mereka untuk terus mencari sekantung uang. Dibalik semua itu, tak pernah luput juga dari yang namanya 'Tikus Jalanan' atau bisa dikatakan sebagai berandal jalanan yang setiap harinya mencuri apa saja yang memuaskan kedua mata kotor orang-orang seperti itu. Melakukan keahlian mereka, bermain dengan kedua tangan hina itu untuk mengelabuhi dan memanfaatkan keramaian dari setiap situasi yang ada.
Tempat itu memang tak akan pernah lepas dari orang-orang seperti itu. Dan yang lebih dikenalnya lagi adalah para bedebah yang hidup didalam sebuah Guild perampok yang jaraknya sekitar kurang dari dua kilometer dari pasar itu.
Siang hari ini, seorang pria berambut cokelat gelap tengah mengibaskan pandangannya ke segala arah, memperhatikan kerumunan yang terjadi disekitarnya, sembari mencari sebuah celah yang tepat untuk beraksi. Ini memang bukan pertama kalinya mereka melakukan hal seperti itu. Mencuri memang sudah menjadi sebuah pekerjaan bagi orang-orang seperti dirinya.
Siang hari yang cerah diantara kerumunan yang tengah tenggelam dalam kesibukan masing-masing, pria itu tak sendirian. Ia bersama para komplotan tengah menjalankan sebuah rencana yang sebelumnya telah mereka susun ketika pertemuannya disebuah ruang makan yang kecil dan hangat di Guild mereka itu. Hari ini adalah hari dirinya bertugas bersama keempat rekannya yang lainnya.
Dia bersama seorang anak berusia sebelas tahun tengah menyusuri jalan umum. "Kau siap, Fyerith?" Tanyanya pada bocah berambut pirang disampingnya tersebut. Bocah itu spontan mengangguk, diwajahnya tak terlukis sedikitpun tentang keraguan yang menghiasi wajah kalem itu.
Fyerith memang adalah seorang anak yang lebih tenang, berkat sebuah didikan yang dilakukan oleh Horald, sukses membuat sosok Fyerith tumbuh menjadi seorang bocah berkepala dingin. Berpikir sebelum bertindak adalah salah satu nasehat yang selalu diucapkan Horald padanya.
"Apa yang lain akan mengetahui keberadaan kita, Edgar?" Kini balik Fyerith yang bertanya pada dirinya. Edgar kembali mengibaskan pandangannya mencari kedua sosok temannya tersebut, meskipun tak ada satupun orang yang dicarinya itu ada dalam pandangannya, namun setelah beberapa detik kemudian, ia melihat sosok Liza bersama Fyon yang tengah berada didekat sebuah pertunjukan atraksi kecil diujung jalan yang mereka lalui saat ini.
Intinya hari ini, apapun caranya mereka harus berhasil mendapatkan rampasan sebelum kembali ke Guild mereka. Red Raven adalah sebuah nama Guild yang sudah didirikan sejak lama sekali. Edgar sama sekali tak tahu dimana nama itu dibuat. Tapi, semalam Liza membuat sebuah nama untuk kelompok mereka. Karena dua hari yang lalu Dryzell telah memberikan sebuah perintah kepada seluruh anggota Guild untuk membuat regu beranggotakan minimal empat orang, demi mempermudah pekerjaan.
Kemudian Liza memilih lalu mengusulkan sebuah nama untuk keempat anggota yang berisikan Edgar, gadis berambut kuncir kuda itu, Fyerith si bocah pirang, dan juga Fyon. Liza menyebut kelompok itu dengan sebutan 'Aegis of the Sun'. Awalnya Fyon sangat terbahak setelah mendengar nama itu yang baginya terdengar aneh, namun setelah lama kelamaan pria berbadan tegap tersebut menjadi semakin akrab dengan sebutan itu. Bukan karena terpaksa ia harus menyetujuinya, tapi karena juga Liza telah mengancamnya jika menolak dan mencoba memberi nama baru.
Sedangkan Edgar ataupun Fyerith sama sekali tak pernah mempermasalahkan hal tersebut, karena bagi Edgar secara pribadi, ia memang sangat menyukai kata itu. Seperti sebuah makna yang lebih besar dari sekadar beberapa kata yang terucap.
Maka dari itu, Edgar berinisiatif membuat sebuah logo dalam semalam, untuk menjadikan sebuah lambang dari komplotan mereka dengan menggabungkan logo Guild dengan logo Aegis of the Sun tersebut, perpaduan antara Burung hantu yang merupakan logo Red Raven, dengan sebuah lingkaran matahari yang menjadi sebuah Aegis bagi sang Burung Hantu kebanggaan Guild.
Edgar menyimpulkan kalau Aegis of the Sun juga sebagai sebuah pertahanan untuk Guild yang mereka cintai itu. Disitulah Fyon mulai menyukai kata Aegis of the Sun tersebut. Matahari seolah adalah mereka berempat dan Burung hantu itu diibaratkan sama seperti semua orang yang ada di Guild. Mereka berempat akan berusaha menjadi seperti sang Surya yang memberikan kehangatan setiap harinya. Maka dari itu, meski matahari adalah cahaya terkuat, tapi sewaktu-waktu bisa saja berubah menjadi sebuah kegelapan, dan cahaya emasnya tak terlihat lagi dikala malam hari.
Edgar dan Fyerith menyelinap diantara kerumunan orang-orang yang tengah melakukan jual beli barang. Edgar berjalan kedepan sambil buru-buru dan berpura-pura tersandung sesuatu sampai menabrak seseorang yang menjadi targetnya, demi mengalihkan sebuah perhatian.
Setelah semua orang terfokus pada dirinya, disitulah kecepatan kedua tangan mungil Fyerith beraksi. Bocah itu dengan sangat cepat menjambret sebuah kantung berisikan kepingan Ruby. Edgar bersandiwara supaya tak ada satupun orang yang mencurigai perbuatan itu. Memang harus cukup pintar untuk melakukan hal tersebut, apalagi ditempat umum seperti itu.
Jika sedikit saja gagal, bukan menjadi sebuah risiko lagi ketika sampai harus babak belur karena dihajar habis-habisan oleh orang-orang dipasar karena ketahuan mencuri. Jika mereka berhasil lolos, beda lagi ceritanya. Biasanya orang-orang akan membiarkan tikus jalanan itu kabur dibanding harus bersusah payah mengejar lari mereka yang memang sangat gesit seperti kelinci liar di hutan.
Banyak sekali umpatan ataupun ujaran kebencian yang mereka terima dari setiap aksi yang mereka lakukan. Tapi itu bukanlah sebuah masalah. Uang adalah nomor satu dibenua manapun bagi mereka.
Fyerith melempar kantung itu pada Edgar dan pria itu merampas benda tersebut dengan sangat cepat dari tangan Fyerith sehingga memang betul-betul tak ada orang yang menyadari hal tersebut. Setelah berjalan cukup jauh, barulah target mereka tersadar bahwa uangnya telah dicuri. Dan benar saja dugaan Edgar sebelumnya. Mereka akan langsung menyatakan mereka berdua sebagai pelaku kejahatan tersebut dan anehnya orang-orang disekitar itu langsung percaya begitu saja.
Edgar memiringkan senyumnya. "Kita harus cepat, Fyerith. Beri kode itu pada mereka berdua." Ujar Edgar pada Fyerith. Anak itu mengangguk mengerti dan langsung berlari menjauhi Edgar. Fyerith berlari kearah tempat Liza dan Fyon yang memang sejak tadi pertunjukan kecil itu sempat tertunda karena sebuah ucapan mengejutkan dari seorang laki-laki yang tadi baru saja jadi korban pencopetan.
Fyerith ikut berteriak, "Pencuri!" Sambil menunjuk tangannya kearah Edgar. Sedangkan Edgar mulai berlari kearah yang berbeda, sambil mengarahkan sebuah ibu jarinya kearah komplotannya yang berjarak beberapa ratus meter saja. Fyerith berkata seperti itu, karena hanya untuk membuat keadaan menjadi riuh saja, sehingga membuat Liza dan Fyon meluncurkan aksinya tanpa diketahui sama sekali oleh orang-orang disekitar itu.
......................
Edgar berlari menuju sisi pasar dan melalui jalan yang sangat sempit karena banyaknya barang dan semacamnya yang membuat keadaan jalan itu menjadi sesak. Belum lagi ditambah dengan banyaknya kerumunan ditempat itu, membuat Edgar sukses mengutuk tempat tersebut.
Pria itu pun berlari tanpa memperdulikan apapun yang ada didepannya. Dia menoleh kebelakang sebentar, dan rupanya apa yang sempat ia duga sebelumnya memang akan terjadi. Ia menduga kalau kejadian yang akan ia hadapi selanjutnya adalah, menjadi seorang tikus yang dikejar beberapa kucing yang tengah kelaparan di pasar.
Ada beberapa orang yang mengejarnya demi bisa menangkap bedebah yang menjadi kotoran di pasar itu. Orang-orang di pasar memang tak akan pernah luput dari anggapan seperti itu jika bertemu dengan orang semacam Edgar ditempat umum. Pencuri atau perampok memang adalah seperti hama tanaman yang menggangu dan harus dihapuskan. Namun semua itu tak akan mudah untuk Edgar dan ketiga komplotannya.
Edgar terus mempercepat langkahnya sembari terus menggenggam kuat sebuah kantung berisikan Ruby hasil curiannya barusan. Ia tak ingin benda itu hilang hanya karena dirinya menjadi tak fokus dengan apa yang terjadi saat ini. Orang-orang itu bukanlah sesuatu halangan yang sulit dihadapi.
Dalam situasi yang terlalu ricuh begitu Edgar harus berpikir bagaimana dirinya bisa berhasil keluar dari semua kekacauan yang tengah mengepungnya. Kedua telinganya dapat mendengar dengan jelas orang-orang dibelakangnya itu meneriaki dirinya dengan berbagai macam umpatan yang sudah sangat akrab sekali dia dengar.
Dan untungnya orang-orang disekitarnya juga tak terllau memperdulikan semua ini, Edgar tahu kalau tidak akan ada banyak orang lain yang memperdulikan semua ini karena mereka memang tak terlalu peduli dengan apapun. Mereka akan bertindak jika sesuatu terjadi pada diri mereka sendiri saja. Bahkan ketika Edgar berlari ditempat itu, ada banyak sorot mata yang mengacuhkan dirinya. Padahal bisa saja Edgar tertangkap dengan mudah jika ada orang yang tiba-tiba saja ikut campur dan memergokinya. Namun seperti yang telah dikatakan tadi, orang-orang disekitarnya tak akan peduli.
Edgar masih terus mendengar suara langkah kaki yang seolah tak menyerah mengejar dirinya. Lalu pria Hamoursh tersebut pun meraih tumpukan kotak kayu yang tersusun dihadapannya, kemudian melemparkannya benda itu kebelakang langkahnya berniat menghalau orang-orang yang mengejarnya sejak tadi. Dan begitu pun dirinya melakukan hal serupa pada apa saja yang ada dihadapannya. Bahkan sampai ketika ada seseorang yang tengah berjalan membawa sebuah barang dagangannya, kemudian pencuri itu melakukannya demi bisa selamat dari kejaran maut para Hamoursh yang memburunya.
Edgar tersenyum kecut, sambil berlari dengan kegesitannya, pria itu akhirnya melihat sebuah pagar kayu yang tingginya sekitar setengah badan pria dewasa, jadi itu tidak masalah baginya dan tak akan menghalangi langkahnya. Dalam hati, ia sudah menebak kalau saat ini dirinya sudah berhasil tiba di bagian belakang pasar.
Edgar pun melompati pagar pembatas antar pasar dengan sebuah jalan yang sedikit lebih besar daripada jalan setapak yang tadi dilaluinya. Dihadapannya pun terdapat sebuah tembok bangunan yang berdiri mengapit jalan itu. Edgar menoleh kiri dan kanan. Keadaan disitu memang terlihat sepi. Untuk saat ini, dirinya berhasil Kabur dari orang-orang yang mengejarnya itu setelah ia berhasil juga keluar dari tempat ramai dan sesak tersebut.
Edgar melanjutkan langkahnya dan kembali berlari kearah kanan menuju suatu tempat. Karena ia bersama para komplotannya sudah merencanakan ini sejak awal. Jika dirinya berhasil mendapatkan hasil pada hari ini, mereka akan bertemu disebuah gang sepi yang letaknya tak terlalu jauh dari pasar untuk sebuah pertemuan sebelum akhirnya kembali bersama ke Guild mereka.
Dalam hatinya, Edgar juga sangat percaya kalau mereka bertiga juga akan berhasil lolos. Tapi jika lebih dibandingkan lagi, justru kekacauan tadi terjadi karena semua orang terfokus pada dirinya yang seolah-olah sebagai buronan yang sesungguhnya, namun Fyon dan Liza juga melakukan hal serupa setelah orang-orang disekitar mereka berdua tak sadar dengan apa yang dilakukan keduanya.
Dan barulah Fyerith akan mengisyaratkan untuk segera kabur menemui dirinya ditempat yang sudah dijanjikan.
Menjadi seorang pencuri memang bukanlah sebuah hal yang nyaman dilakukan. Orang-orang seperti Edgar memang hanya tak memiliki pilihan lain untuk terus bertahan hidup. Namun karena dirinya telah dibesarkan disebuah Guild perampok, jadi mau tak mau Edgar harus menerima latar belakangnya ini.
Pia itu telah sampai disebuah tempat yang sangat sepi, bahkan ia sendiri pun tak mendengar apapun selain udara disekitarnya yang berseru serta suara langkah kakinya yang masih berlari diatas sebuah jalan beton yang sedikit memiliki kerusakan disepanjang langkahnya.
Hal itu membuat dirinya tenggelam dalam kekosongan sejenak. Ia seperti merasakan ada sesosok yang melintas dikepalanya. Tergambar jelas wujudnya, namun sayangnya ia tak tahu rupa dari sosok misterius dalam ingatan barusan. Bak seperti sebuah kilatan diatas cakrawala, sosok itu kembali pudar begitu saja. Edgar sangat terkejut, bahkan dirinya sampai menabrak sebuah tembok didepannya.
Tubuhnya pun tersungkur ketanah setelah mendapatkan sebuah hantaman keras dari sebuah benda yang memang telah terdiam ditempatnya. Pria itupun berdecik sambil mengutuk dinding batu tersebut karena telah menghalangi langkahnya. Namun tetap saja dirinya yang salah karena tak berhati-hati. Tembok itu adalah sebuah rumah yang berdiri di sepanjang jalan tersebut. Dan seharusnya Edgar langsung berbelok kearah kiri karena itu merupakan sebuah persimpangan jalan.
"Sialan! Kenapa aku melamun begini?!" Desisnya sembari mengusap bahunya. Dia pun segera bangkit kembali untuk melanjutkan langkahnya supaya bisa cepat sampai pada tempat tujuannya. Mungkin saja ketiga rekannya sudah menunggunya disana. Jarak ketiganya tak terlalu jauh jika dibandingkan dengan dirinya yang harus mengambil jalan memutar begini.
Pasar yang mereka kunjungi itu adalah sebuah tempat umum yang sangat tidak asing bagi pencuri manapun meluncurkan aksinya disana. Banyak sekali pencopet yang memang melakukan tindakan sesuai kemampuan yang dimiliki oleh setiap pencuri dimana pun. Dan itu juga memang sudah pasti tak akan bisa diabaikan oleh para anak buah Dryzell tersebut.
Edgar telah tiba disebuah pertigaan jalan, dan dia memilih jalur sebelah kanan. Jalan itu sudah semakin lebar dan orang-orang disekitar jalan itupun sudah terlihat. Ada lumayan banyak pejalan kaki yang sedang menyisir langkah mereka, dikala matahari semakin terik bersinar.
Pria berambut cokelat gelap tersebut pun sudah terlihat berkeringat karena harus berlari sejak tadi. Dan ia pun sudah merasakan bahwa kedua kakinya telah mati rasa karena rasa pegal pada kedua dipergelangan kakinya yang sudah tak tertahankan.
Saat ini, pria itu sudah tak harus berlari karena sudah berada ditempat yang aman dan orang-orang di pasar yang mengejarnya tadi tak akan tembus sampai tempat seperti itu. Mungkin saja mereka telah kehilangan jejak Edgar.
Edgar pun hanya tinggal meniti langkahnya menuju tempat yang telah dijanjikan untuk segera bertemu dengan ketiga teman-temannya yang lain.
......................
Matahari masih bersinar dengan terik. Pria berusia dua puluh empat tahun yang sedang berjalan disebuah jalan kota harus mati-matian menahan rasa panas dari sorotan langsung cahaya emas sang Surya. Ia melihat dengan jelas bayangan dirinya yang bergerak mengikutinya tepat dibawah langkah kakinya yang masih saat ini terus bergerak, menuju sebuah tempat yang telah dijanjikan bersama komplotannya.
Ia berharap Liza, Fyon dan juga Fyerith sudah berada disana setelah bergegas angkat kaki dari keramaian yang penuh kesesakan itu. Sejak pagi dirinya bersama komplotan Aegis of the Sun itu pergi dari Guild mereka demi menjalankan sebuah pekerjaan yang mereka ambil sejak dua hari yang lalu.
Juildith lebih memilih merampok sebuah bank di luar kota, yang ditemani oleh Horald lima hari yang lalu. Edgar berharap mereka berdua juga berhasil.
Pria itu berjalan sembari menengadah kepalanya ke langit. Memandangi cerahnya keadaan cakrawala siang ini. Padahal ini bukanlah musim panas, tapi keadaan sangat terasa pengap dan membuatnya sangat kehausan. Ia berjanji pada dirinya sendiri jika telah tiba di Guild, hal yaang akan pertama kali ia lakukan adalah meneguk segelas air putih demi menghilangkan rasa dahaganya yang menyerangnya.
Pandangannya kembali terfokus pada sebuah kantung kain yang berisikan Ruby yang lumayan banyak didalamnya. Edgar bisa merasakan hal itu ketika mencengkeram kantung tersebut ditangan kirinya. Orang itu adalah target yang tepat bagi dirinya. Tidak, sebelumnya memang Fyerith lah yang mengusulkan padanya. Bahwa pria yang telah menjadi korban pencurian dipasar siang hari ini adalah orang yang cukup kaya rupanya.
Atau jangan-jangan orang itu hanya seseorang yang berasal dari keluarga peternak atau petani yang memang kebetulan telah mengumpulkan uang untuk modal bisnis kecilnya, mengembangkan usaha dari hasil usahanya selama ini. Namun sialnya orang itu harus mengalami kesialan hari ini. Edgar tersenyum puas, dan pria berambut cokelat gelap tersebut sama sekali tak peduli tentang dugaannya yang sempat melayang bak angin lalu.
Edgar kembali memasukkan kantung itu kedalam saku celananya. Dan pandangannya kembali terpaku pada langkahnya. Wajahnya benar-benar menghadap kedepan, kedua matanya menangkap keadaan yang tenang dijalan itu. Ia pun juga sejak tadi telah melihat adanya aktivitas dari orang-orang yang tinggal disekitar tempat ini.
Edgar saat ini berada disebelah timur Ortania. Ia sangat sudah tak asing dengan semua keadaan yang terjadi pada kota ini. Sudah sejak kecil dirinya menjelajah tempat kumuh seperti itu, demi memuaskan keinginannya dalam mencuri. Bersama seseorang yang pernah ada dalam hidupnya kala itu. Dan saat ini, sekarang rasanya malah begitu janggal, dan memang harus ada sesuatu yang bisa mencungkil kembali semua kejanggalan tersebut.
Edgar seperti telah melupakan sesuatu yang semu. Pria itu menarik nafasnya sembari menghembuskan dengan berat. Dia pun merasakan rongga dadanya telah dipenuhi oleh angin musim semi disekitarnya.
Setelah berjalan cukup lama, Edgar akhirnya melihat sebuah pohon yang lumayan besar berdiri dibibir jalan yang ia pijaki saat ini. Dan kedua matanya mengibas pandangan disekitar tempat itu seperti mencari sesuatu. Ketika dirinya sempat menduga bahwa sama sekali tak ada orang satu pun yang berada disana, namun di detik berikutnya dugaannya telah tersangkal karena ada seorang gadis dengan rambut kuncir kudanya yang tak asing bagi Edgar.
Dan ia pun melihat ada seorang anak berambut pirang yang tengah berjongkok memainkan sebuah ranting kecil diatas tanah seraya menopang dagunya dengan malas. Sedangkan seorang pria yang berdiri tak jauh dari keduanya itupun tengah bersandar dibalik pohon, membelakangi jalan.
Wajah lelah Edgar berubah seratus delapan puluh derajat begitu melihat siapa sosok ditempat itu tersebut. Dia pun akhirnya mempercepat langkahnya untuk segera tiba disana.
Seorang gadis yang terlihat menyapu pandangannya kesekitar baru menyadari kehadiran pria berusia dua puluh empat tahun itu.
"Akhirnya kau tiba, Edgar." Katanya yang membuat kedua orang didekatnya seketika mengalihkan pandangannya pada sosok yang memang sejak tadi ditunggu kehadirannya. "Maafkan aku membuat kalian menunggu terlalu lama.
Bocah berambut pirang yang baru bangkit dari tempatnya itu menggeleng kearah Edgar. "Enggak, kok. Kami juga sebetulnya baru tiba disini lima menit yang lalu." Katanya.
"Bagaimana kau bisa lolos dari kejaran orang-orang dipasar tadi, Edgar?" Tanya seorang pria yang satu tahun lebih muda darinya. Edgar menjawab sembari menyunggingkan senyumnya. "Itu gampang, Fyon. Mereka sebetulnya memang bukan apa-apa bagi kita, iya kan?" Katanya dengan menyombongkan diri.
Gadis berkuncir kuda yang berdiri dihadapannya juga itu ikut tersenyum, "Baiklah, coba lihat apa yang telah kami dapat disana tadi." Katanya sembari memamerkan sebuah benda yang mengkilap seperti cahaya fajar dipagi hari yang menyilaukan mata. Gadis itu memegang dua buah perhiasan ditangannya.
"Itu bagus sekali, Liza!" Seru Edgar memuji gadis itu. "Kalau bukan berkat kegaduhan tadi, aku dan Fyon juga tak akan bisa mendapatkan benda ini." Jawab gadis itu. "Aku hanya dapat ini." Balas Edgar. Pria itu melempar sebuah kantung yang berisikan Ruby tadi yang telah ia rogoh dari dalam sakunya, melemparkan benda itu kearah Fyon. Pria itu sempat terkejut, namun untungnya ia berhasil menangkapnya meskipun nyaris saja mengenai wajahnya.
"Ini?" Kata pria berambut hitam kusam tersebut. Edgar mengangguk. "Itu lebih dari cukup." Sambar Fyerith. "Kau benar." Timpal Edgar sembari mengacak-acak rambut pirang Fyerith gemas. Bocah itu sebetulnya sudah tumbuh dengan cepat. Dulu Edgar mengira kalau Fyerith adalah bocah yang cengeng. Ia bahkan sempat lupa kenapa Fyerith bisa mengalami perkembangan dengan cepat seperti itu. Apa karena didikan dari Horald atau memang pengaruh orang-orang di Guild. Kalau Dryzell sudah pasti.
Pria itu tak akan memandang siapapun orang yang tinggal didalam Guild, jika bandel ataupun bersikap manja, pria yang tak muda lagi itu pasti tak akan segan-segan menghajar siapapun habis-habisan. Edgar sebetulnya tersenyum getir mengingat kejadian itu. Namun disaat situasi yang berbeda ada kalanya Dryzell memainkan perannya seperti seorang ayah pada anak-anaknya. Pria itu terkadang sangat perhatian dalam mewujudkan kasihnya pada anggota Guild Red Raven itu.
"Baiklah, kita harus segera kembali ke Guild sekarang." Perintah Edgar pada komplotannya. Semua orang didekatnya itu langsung menuruti perkataannya tanpa harus menjawab ucapan Edgar.
Mereka berempat beranjak dari tempat mereka, untuk segera bergegas menuju rumah tua yang menjadi tempat mereka berteduh.
Guild Red Raven berada dibelakang pusat kota yang langsung berdekatan dengan pepohonan yang menjadi penghias tempat itu. Ditambah dengan hutan belukar yang berjarak beberapa ratus meter dari halaman belakang Guild, kemudian jika siapapun yang menerobos tempat itu, maka pemandangan selanjutnya yang dilihat adalah sebuah hamparan danau dengan perairannya yang tenang disana.
Edgar pernah melihat diseberang danau bahwa ada sebuah desa yang sama sekali belum pernah ia pijaki seumur hidupnya. Desa itu bukan Hold Widden yang pernah ada dalam ingatannya selama hidupnya ini.
......................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!