NovelToon NovelToon

Hati Yang Kau Lukai

Bab 1. Pernikahan

"Sah!"

Bulir-bulir bening jatuh satu persatu dari kedua jendela hati milik seorang gadis berusia dua puluh tahun dengan balutan kebaya modern berwarna putih tulang itu. Semua rasa bercampur menjadi satu. Rasa bahagia, rasa haru seakan kian menyeruak, memenuhi rongga-rongga dada yang membuatnya semakin tergugu. Kini, status lajang yang sebelumnya ia sandang berubah menjadi seorang istri dan bisa jadi sebentar lagi akan berubah menjadi seorang ibu.

Seorang pria berusia dua puluh tujuh tahun yang duduk di samping sang gadis juga tak kalah berbahagia. Rona penuh suka cita terlihat membingkai wajah tampan sang pria. Pada akhirnya tepat di hari ini, ia bisa mempersunting seorang wanita yang sudah lama menjadi incaran hatinya.

Adinda Rahma yang kerap disapa dengan Dinda itu menggeser sedikit tubuhnya untuk bisa menghadap langsung ke arah sang suami. Sejenak, ia tatap kedua bola mata lelaki di hadapannya ini dengan teduh dan kemudian ia menunduk dengan takdzim seraya meraih telapak tangan lelaki itu dan mencium punggung tangannya dengan lekat.

"Terima kasih sudah menjadikanku wanita paling bahagia di hari ini, Mas. Bantu aku untuk bisa senantiasa berbakti kepadamu dan pastinya untuk bisa berjalan bersamamu meraih surgaNya."

Air mata Dinda kian mengalir deras saat teringat akan kedua orang tuanya yang telah tiada. Seharusnya, kedua malaikat tak bersayap itu turut mendampingi dan menjadi saksi akan kebahagiaan yang ia rasakan di hari ini. Namun suratan takdir berkata lain, di mana ia harus kehilangan keduanya secara bersamaan tepat di saat ia mengikuti acara wisuda SMA. Dan kini, tiada yang dapat ia lakukan selain berlapang dada untuk menerima segala bentuk ketetapanNya.

Bayu Adi Brata tersenyum penuh makna. Ia kecup pucuk kepala Dinda yang berhias mahkota kecil itu dengan penuh perasaan. Mencurahkan segenap rasa kasih dan sayang yang ia miliki untuk seorang gadis yang sudah sejak lama ia cinta. Tidak ada perasaan lain yang melaju, mengaliri setiap aliran darahnya selain rasa bahagia tiada terkira.

"Begitu pula dengan aku, Din. Aku juga menjadi lelaki paling bahagia di hari ini. Terima kasih karena kamu sudah bersedia untuk menjadi istriku. Aku berjanji akan membahagiakanmu seumur hidupku."

Seutas senyum simpul terbit di bibir Dinda. Mendengar rangkaian kata yang terucap dari bibir sang suami, semakin membuatnya percaya bahwa lelaki inilah yang akan senantiasa menjaga dan membahagiakannya.

Surga itu telah berpindah. Surga yang sebelumnya berada di bawah telapak kaki sang ibu dan di atas bahu sang ayah kini beralih dalam ridho sang suami. Tidak ada hal lain yang dapat ia lakukan selain mempergunakan seluruh hidup dan juga nafasnya untuk berbakti kepada laki-laki bergelar suami ini.

Perlahan, tangan kokoh Bayu menegakkan bahu Dinda hingga kini netra keduanya saling bersiborok. Menghantarkan binar cinta yang terasa hingga ke dalam palung jiwa. Mengunci dan mematri tanpa adanya seorang pun yang bisa mengusiknya. Mengikrarkan janji setia hingga ajal memisahkan.

Kecupan hangat mendarat di kening Dinda. Setelahnya, Bayu sematkan cincin berlian bermata biru ke dalam jari manis sang kekasih. Sebagai simbol dan pertanda bahwa ia telah mengikat Dinda dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Ia kecup buku-buku jemari sang istri dengan lembut pula.

"Dinda ... di hadapan wali dan saksi, aku, Bayu Adi Brata berjanji untuk menjadikanmu satu-satunya ratu di dalam istana hatiku. Dan tidak akan pernah aku biarkan wanita lain menggeser posisimu sebagai istriku."

Air mata bahagia menggenang di jendela hati milik perempuan berusia dua puluh tahun itu. Menetes, membasahi wajah ayunya yang dibalut oleh makeup tipis dengan konsep flawless. Tidak terlalu menor namun masih sanggup memancarkan kecantikan alami yang dimiliki oleh Dinda secara sempurna. Wanita mana yang tidak bahagia bisa bersanding di hadapan penghulu untuk mengikrarkan janji setia sehidup semati bersama lelaki yang dicinta? Wanita mana yang tidak bahagia dijadikan ratu di dalam istana hati pria yang mempersuntingnya? Bagi Dinda, dua hal itu sudah cukup untuk menjadi alasan untuk senantiasa bersyukur atas kasih sayang Tuhan yang telan diberikan kepadanya.

"Aku juga berjanji Mas. Berjanji untuk senantiasa berada di sisimu, apapun keadaan dan kondisimu. Yang akan senantiasa membersamai langkah kakimu, pastinya untuk meraih surga Allah."

Cup!!!

"Aku percaya bahwa kamu adalah wanita setia Sayang. Dan karena itulah aku memilihmu untuk menjadi pendamping hidupku. Yang selalu berada di sisiku, apapun keadaanku."

Sebuah kecupan penuh sayang mendarat tepat di kening milik Dinda. Mengalirkan kehangatan di sekujur tubuh dan memeluk erat layaknya hangat sinar mentari yang menyapa bumi di pagi hari. Wanita itu tersenyum penuh arti sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih untuk lelaki yang saat ini menjadi imam dalam meniti hari demi hari.

"Semoga Allah senantiasa memberikan kebahagiaan untuk kita lahir maupun batin, sampai maut memisahkan kita Mas."

"Aamiin, aamiin..."

.

.

. bersambung...

Assalamu'alaikum kakak-kakak tersayang... Bertemu lagi nih dengan tulisan saya, semoga tidak bosan ya, hihihihi hihihihi...

Bercerita tentang apa sih novel Bidadari yang Terluka ini? Hehehehe agar tahu, tetap ikuti kelanjutan ceritanya ya🥰🥰 Seperti biasa, berikan dukungan kakak-kakak semua dalam novel ini dengan meninggalkan jejak like, komentar, favorit, gift ataupun vote yah.. Juga dengan doa, semoga author kebelet pemes ini bisa segera pemes dan gak hanya jadi author PMS melulu🤣🤣

Wassalamu'alaikum wr.wb

Salam love, love, love❤️❤️❤️

Bab 2. Ibu Mertua

Pesta telah usai, namun semua aktivitas masih terekam jelas di luar sana. Nampak beberapa orang berlalu lalang, membongkar tenda yang sebelumnya terpasang di depan kediaman Bayu.

"Bagaimana? Kamu bahagia bukan pada akhirnya bisa menjadi istri putraku satu-satunya?"

Gelombang suara seorang wanita merembet masuk ke dalam indera pendengaran membuat Dinda yang tengah berdiri di balik gorden, terperanjat. Pandangan mata yang sebelumnya ia arahkan ke arah sang suami yang sedang berada di depan teras berbincang-bincang dengan koleganya, kini ia arahkan ke arah samping. Sonya, wanita yang masih nampak cantik di usia paruh bayanya itu berjalan mendekati Dinda.

Dinda mengangguk pelan seraya tersenyum simpul. "Iya Bu, aku bahagia bisa menjadi istri mas Bayu. Karena pada akhirnya, kisah cinta kami berakhir di dalam ikatan pernikahan."

Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang wanita lajang selain rajutan kisah asmara yang telah terjalin selama tiga tahun itu berakhir dalam sebuah pernikahan. Sejak Dinda berusia tujuh belas tahun dan duduk di bangku kelas dua SMA, Bayu membuktikan rasa cinta yang dimiliki dengan bekerja keras untuk nantinya bisa menghidupi Dinda dengan layak.

Kini, semua terbukti dengan diangkatnya Bayu sebagai kepala cabang pabrik kayu yang berada di kota ini. Dan pembuktian itu juga dilakukan oleh Bayu dengan menikahi gadis yang sudah sejak lama ia cintai.

"Ya, ya, ya, siapapun pasti akan bahagia menjadi istri putraku. Dia seorang kepala cabang pabrik kayu terkenal di kota ini. Penghasilannya besar dan pastinya siapapun yang menjadi pendamping hidup putraku akan bergelimang dengan harta."

Meskipun halus, namun entah mengapa ucapan Sonya terdengar sedikit mencubit seonggok daging benyawa yang bersemayam dalam dada milik Dinda. Tutur kata wanita paruh baya ini seakan menggiring sebuah opini bahwa Dinda beruntung menjadi istri seorang Bayu karena lelaki itu memiliki jabatan tinggi dan membuatnya akan hidup dengan gelimang harta juga kemewahan.

"Tapi Bu, aku bersedia menjadi istri mas Bayu bukan karena jabatan ataupun harta yang ia miliki. Aku menikah dengan mas Bayu karena sudah sejak lama kami merajut jalinan kasih dan aku juga sudah berjanji akan menunggu mas Bayu sampai ia siap untuk menikahiku."

Senyum tipis terbit di bibir Sonya. Wanita itu juga tengah sibuk memperhatikan orang-orang yang tengah berlalu lalang di depan halaman.

"Tapi seandainya Bayu tidak menjadi seorang kepala cabang, aku rasa kamu juga tidak akan pernah mau menikah dengan putraku. Benar begitu bukan?"

Dinda menggelengkan kepala. "Tidak Bu, itu sama sekali tidak benar. Aku menunggu mas Bayu sampai ia benar-benar siap menikahiku bukan sampai ia sukses dalam kariernya. Andaikan saat ini mas Bayu menikahiku dalam posisi sebagai karyawan biasa akupun juga tida mengapa. Aku bisa menerima apapun keadaan mas Bayu."

Entah apa yang ada di dalam pikiran Sonya. Sang ibu mertua seakan meragukan apa yang menjadi ketulusan dan kesetiaannya kepada Bayu. Padahal selama ia menjalin hubungan dengan Bayu, ia tidak pernah menuntut apapun dari lelaki itu.

"Ya, semoga apa yang kamu ucapkan itu bukan hanya pemanis bibir semata. Zaman sekarang, mana ada seorang wanita yang tidak memandang calon suaminya dari materi yang ia punyai? Tak terkecuali kamu, bukan?"

"Bagiku, yang paling penting mas Bayu bisa bertanggung jawab terhadap keluarganya, Bu. Meskipun tidak memiliki jabatan tinggi, asalkan ia gigih dalam bekerja, itu semua sudah cukup bagiku. Karena jabatan tinggi hanya merupakan bonus yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya yang telah bekerja keras."

Kekehan lirih terdengar dari bibir Sonya. Ia menutupi mulutnya dengan jemarinya seakan menertawakan apa yang diucapkan oleh Dinda.

"Ucapanmu ini sungguh terdengar sangat menggelitik telinga. Tapi sudahlah, semoga apa yang terlisan dari bibirmu itu bukanlah omong kosong belaka. Dan semoga putraku tidak keliru dalam memilihmu sebagai istrinya. Padahal aku rasa, dia seharusnya bisa mendapatkan seorang istri yang lebih segala-galanya daripada kamu. Lebih cantik, lebih kaya dan pastinya lebih memiliki background pendidikan yang jauh lebih tinggi daripada kamu."

Sonya menghentikan ucapannya. Wanita itu kemudian melenggang pergi meninggalkan Dinda yang masih dalam mode terdiam, terpaku dan membeku. Otak dan hatinya seakan dipaksa untuk mencerna setiap kata yang keluar dari bibir sang ibu mertua. Mencari makna dan maksud apa yang tersirat di dalam ucapan wanita yang kini juga menjadi orang tuanya itu. Namun, semakin ia mencoba untuk menyelaminya, justru hanya ada kebuntuan yang temukan.

Dinda menghela napas dalam dan kemudian ia hembuskan perlahan. Tidak ingin membebani hati dan juga pikirannya dengan apa yang diucapkan oleh sang ibu mertua, ia pun memilih untuk mengabaikan saja. Ia kembali menatap ke arah beranda di mana sang suami masih larut dalam obrolannya bersama kolega. Gurat-gurat ketampanan terukir jelas di wajah suaminya itu.

Aku benar-benar bersyukur menjadi istrimu, Mas. Aku benar-benar bersyukur. Saat ini akulah yang menjadi wanita yang paling bahagia di dunia karena dipersunting oleh sosok lelaki sepertimu.

.

.

.bersambung...

Bab 3. Salah Di Mata Mertua

Hembusan angin menggoyangkan tirai putih bermotif bunga sakura. Membuatnya meliuk-liuk laksana sang penari yang tengah memperlihatkan kemampuannya dalam menggerakkan tubuhnya. Raja siang yang seharian mentransfer energi panasnya kini berganti dengan cahaya lembut sang rembulan. Menerangi kanvas langit yang temaram.

"Kopinya Mas," ucap Dinda sembari meletakkan secangkir kopi hitam tepat di hadapan sang suami. Ia menggeser kursi makan yang berada di samping Bayu, dan ia daratkan bokongnya di sana.

"Terima kasih Din," tutur Bayu seraya menyeruput kopi hitam buatan sang istri yang seketika membuat tubuhnya terasa lebih rileks dari sebelumnya. "Kopi buatan kamu memang selalu nikmat Sayang. Pas di lidah," sambung Bayu memuji.

Dinda hanya bisa tersipu malu. Ternyata hanya mendapatkan pujian kecil dari seorang suami benar-benar bisa membuat hatinya sebahagia ini.

"Kamu ini ada-ada saja Mas. Padahal aku sama sekali belum pernah membuatkan kopi untukmu. Karena setiap kali kamu bertandang ke rumahku, selalu aku suguhi wedang sekoteng."

Gelak tawa lirih terdengar dari bibir Bayu. Lelaki itupun kemudian menatap wajah sang istri dengan intens. "Jika memang benar seperti itu, berarti kamu memang istri yang hebat Din. Tanpa aku beritahu bagaimana rasa kopi kesukaanku, kamu bisa menyajikannya dengan sempurna. Aku benar-benar beruntung mendapatkanmu Sayang."

"Iya Mas, iya. Aku pun juga beruntung bisa menjadi istrimu."

Sonya yang duduk di hadapan anak dan menantunya ini hanya bisa menatap jengah wajah keduanya. Ia serasa geli sendiri kala mendengar sepasang suami istri yang sedang saling memuji ini. Entah, apa yang membuat telinganya seakan panas kala mendengar sang anak melontarkan pujian untuk istrinya sendiri. Wanita itu seperti iri hati dengan kemesraan yang terpampang jelas di depan matanya.

"Jangan banyak-banyak minum kopi Bay. Ingat darah tinggimu," ucap Sonya memberikan sebuah peringatan.

"Iya Bu, tenang saja. Aku sangat jarang bahkan hanya sesekali saja meminum kopi, jadi Ibu tidak perlu khawatir," ujar Bayu mencoba untuk memupus segala kekhawatiran yang dirasakan oleh sang ibu.

"Kamu juga Din, sebagai seorang istri seharusnya kamu tahu bahwa suamimu ini punya riwayat hipertensi, jadi jangan sering-sering membuatkannya kopi."

Sebuah ultimatum Sonya layangkan kepada sang menantu yang sukses membuat Dinda terhenyak seketika. Kedua bola matanya membulat sempurna kala mendengar peringatan yang diucapkan oleh sang ibu mertua. Dari kata-kata yang terucap, Sonya seperti sedang menyalahkannya.

"Bu, aku ini belum genap satu hari menjadi istri mas Bayu. Mana tahu aku perihal hipertensi yang dialami oleh mas Bayu. Mas Bayu juga sama sekali belum menceritakannya kepadaku."

Sonya mencomot roti panggang dengan selai kacang untuk kemudian ia masukkan ke dalam rongga mulutnya. Perlahan, ia kunyah roti panggang itu sembari tersenyum kecil mendengarkan pembelaan yang coba dilontarkan oleh Dinda.

"Maka dari itu aku beritahu kamu tentang hal itu. Seharusnya kamu berterima kasih kepadaku karena dengan begitu kamu bisa segera tahu."

"Tapi Bu maaf, perkataan Ibu tadi bukan seperti seorang mertua yang sedang memberitahu menantunya. Melainkan seperti seseorang yang tengah menyalahkan dan menyudutkanku."

Sonya mengangkat kedua alisnya. Ia heran, bisa-bisanya si menantu memberikan jawaban yang terkesan berani dan menggurui.

"Lihatlah Bay, istrimu ini benar-benar tidak punya tata krama. Seharusnya sebagai seorang menantu dia tidak menjawab ataupun menyanggah perkataan Ibu. Tapi yang terjadi apa? Dia malah dengan lantang menyanggah ucapan Ibu."

"Tapi Bu, aku tidak bermaksud untuk ...."

Brak!!!

"Hentikan Din. Aku tidak ingin mendengar ocehanmu lagi. Sebagai menantu seharusnya kamu tidak menyanggah ataupun melawan apa yang menjadi perkataanku. Atau apakah ini yang diajarkan oleh orang tuamu? Tidak patuh dengan apa yang menjadi perkataan mertua? Justru seharusnya kamu berterima kasih karena sudah aku beritahu perihal riwayat hipertensi yang ada dalam diri putraku."

Suara gebrakan meja makan membuat Bayu dan juga Dinda terkejut setengah mati. Baru kali ini mereka melihat amarah sang ibu yang begitu memuncak. Padahal mereka sama sekali tidak tahu kesalahan apa yang mereka lakukan.

Tanpa banyak kata, Sonya melenggang pergi meninggalkan ruang makan. Wanita paruh baya itu menaiki tangga untuk menuju kamar pribadinya. Bahkan wanita itu juga membanting daun pintu dengan kasar yang justru semakin membuat air mata Dinda meleleh tiada terkendali.

"Sayang ... maafkan perkataan Ibu ya. Mungkin dia hanya khawatir akan kesehatanku."

Bayu menarik lengan tangan Dinda untuk kemudian ia rengkuh tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. Ia usap punggung Dinda dengan lembut, mencoba untuk membuat hati sang istri sedikit lebih tenang.

"Apakah yang aku ucapkan itu salah Mas? Aku sama sekali tidak menyanggah perkataan ibu karena kenyataannya ucapan ibu itu seperti menyudutkanku."

"Ssstttt ... sudah Sayang, kamu tidak bersalah. Mungkin ibu sedikit kelelahan karena acara pernikahan kita ini, sehingga membuatnya salah arti." Bayu merenggangkan sedikit pelukannya, ia usap kristal bening yang berjatuhan dari bingkai netra Dinda. "Lupakan semua perkataan ibuku ya Sayang. Sekarang kamu tunggu aku di dalam kamar, biarkan aku menemui ibu terlebih dahulu. Bukankah sebentar lagi kita akan menunaikan ibadah rohaniah?"

Kerlingan mata Bayu yang terlihat menggoda membuat senyum kecil terbit di bibir Dinda. Ia sadar bahwa mungkin sang ibu mertua memang sedang kelelahan sehingga membuat ucapannya tiada terkontrol. Dan tidak seharusnya malam pengantinnya ini ia lewati dengan kesedihan dan derai air mata.

"Baik Mas, aku tunggu kamu di kamar!"

.

.

. bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!