NovelToon NovelToon

MUA Buruk Rupa

Si Buruk Rupa

"Aaarrggghhhhh"

Satu suara terdengar melengking di kamar mandi, sebuah apartement kelas menengah. Aracelli Anjani, hampir terjengkang ke belakang melihat wajahnya sendiri.

"Oh my God..apa yang terjadi wajahku?" teriak gadis yang biasa dipanggil Celli itu. Dia memberanikan diri menatap cermin. Lagi-lagi wajah mengerikan itu yang terlihat disana. Dia hampir berteriak sekali lagi. Ketika kemudian satu pikiran aneh mampir ke otaknya.

"Apa aku mengalami pertukaran jiwa seperti di film-film itu?" gumamnya pelan. Dia langsung membuka bajunya. Menampilkan tubuh seksi gadis berusia 24 tahun itu.

"Ini benar tubuhku." Ucapnya lagi sambil meraba dadanya sendiri yang tidak berpenutup. Sekaligus melirik ke bawah dimana underwearnya masih sama dengan yang ia pakai semalam.

"Lalu ini wajah siapa?" lagi dia bermonolog, menatap wajah di pantulan cermin. Dia sedikit memundurkan langkahnya. Melihat wajah di cermin yang dipenuhi jerawat-jerawat besar dengan warna kemerahan. Merata hampir di seluruh wajahnya.

"Oh tidak! Ini mimpi buruk. Disaster...bencana. Mati aku...habis sudah karirku." Keluh Celli.

Dia coba mencoba menyentuh jerawatnya.

"Iisshh, ini sakit juga perih. Aduuh aku harus bagaimana ini. Mana besok aku ada audisi untuk jadi make up artist-nya Julian lagi. Begini caranya mau ketemu orang aja sudah tidak berani. Apalagi menghadapi si Julid eh Julian yang super nyebelin itu."

"Tahu dari mana kamu, kalau Julian itu menyebalkan. Ketemu juga belum."

Satu sisi dirinya bicara.

"Iya juga ya?" jawab Celli sendiri.

"Aduuuhhh ini gimana ngilanginnya?" kembali Celli menyentuh jerawatnya, dan malah semakin perih serta sakit saat dia mencoba memencetnya. Celli lalu mencucinya menggunakan pembersih wajah.

Gadis itu hampir menangis. Ketika sebuah solusi terlintas di benaknya.

"Kak Ardi...dia pasti tahu solusinya." Ujar Celli cepat. Gadis itu lantas mandi. Tanpa menyentuh kembali wajahnya. Setelah memakai baju. Celli langsung melesat keluar dari apartemennya. Tentunya, setelah sebuah masker menutupi hampir separuh wajahnya.

***

"Bagaimana dengan MUA yang baru?" seorang pria berparas oriental dominan Cina bertanya sambil memejamkan matanya.

"Aku akan memilihnya besok. Audisinya besok." Jawab si MUA yang tengah memakaikan concelar dibawah mata pria itu.

"Katanya kau punya kandidat yang hebat." Tanya pria itu lagi.

"Ya, aku memang punya kandidat yang boleh dibilang dia adalah muridku. Tapi aku masih ingin mengadu skill-nya."

"Kau ini terlalu ribet May." Pria itu mendengus kesal.

"Itu penting Julian. Aku ingin semua orang menilai pilihanku. Aku ingin dia terpilih karena kemampuannya. Bukan karena nepotisme." Balas May.

Pria yang dipanggil Julian itu hanya bisa menarik nafasnya. Julian Argantara, seorang model papan atas. Berusia 28 tahun. Tampan, tinggi, tubuh sempurna idaman kaum hawa. Boyfriend material banget.

Karirnya sedang berada di puncak popularitas sekarang. Meski dia lebih memfokuskan diri pada modeling, tapi sebutan artis tersemat pada dirinya. Mengingat banyak fans yang menggilai dirinya.

"Sudah selesai." Kata May. Pelan May memperhatikan hasil kerjanya. Julian tersenyum puas dengan karya sang MUA. Hampir empat tahun May menjadi MUA Julian. Dan bulan ini, May memutuskan untuk berhenti. Karena dia ingin fokus pada kehamilannya yang baru berumur dua bulan.

"Kau yang terbaik May." Puji Julian.

May terkekeh. "Terima kasih. Kalau begitu kau juga harus memuji penggantiku. Dia hebat untuk usianya. Juga...cantik."

"Aaahh apa sih Tante ini."

"Nah baru keluar panggilan sopannya kalau menyinggung soal wanita. Aku rasa sudah saatnya kamu mengambil keputusan.Tidak mungkin kamu selamanya menunggu dia sembuh kan. Apalagi dokter bilang kemungkinannya kecil."

May sebenarnya adalah Tante Julian. Lalu menikah dengan Jo, sang manager.

"Tapi Tan, dia begitu karena aku." Jawab Julian sendu.

"Aku rasa bukan. Lian apa kamu pernah menyelidiki soal Irene selama ini?" tanya May.

"Dia itu lumpuh Tan. Mau diselidiki apanya lagi."

"Kamu tidak kepikiran kalau dia menipumu soal kelumpuhannya?" May mengutarakan isi kepalanya.

"Aku sudah menyelidikinya, Tan. Dia beneran lumpuh. Bahkan ke kamar mandi dia harus digotong. Semakin aku menyelidikinya. Semakin membuatku bersalah padanya." Guman Julian.

"Padahal karena dia kalian kecelakaan."

"Sudahlah Tan...jangan dibahas lagi. Bikin tambah pusing."

"Lalu kamu akan tetap menjadi suporter untuknya. Membiayai semua kebutuhannya. Bahkan mungkin menikahinya." Kali ini May benar-benar ingin tahu jawaban Julian.

Julian terdiam sejenak. Dia tidak tahu akan seperti apa hidupnya kedepan.

"Tidak tahu, Tante." Jawab Julian sendu.

"Kalau begitu Tante yang akan bertindak. Papa dan Mamamu sudah ribut pengen kamu nikah. Kamunya masih au ah gelap. Nungguin si tuti itu. Yang benar saja." Gerutu May dalam hati.

"Tante yakin soal MU-ku yang baru, orangnya bisa dipercaya?"

"Tante yakin. Dia anak baik. Tidak neko-neko. Kamu jangan judes-judes amat sama dia. Jangan galak-galak amat." May mulai mengoceh lagi. Dia tahu Julian tipe yang menyebalkan pada orang asing. Dingin, judes dan galak.

"Ya kita lihat saja dulu. Tante saja harus tes dia. Apalagi aku."

"Jangan keterlaluan ngetesnya Lian."

"Isshh segitu amat ngebelanya. Jadi penasaran seperti apa sih orangnya." Canda Julian.

"Dia cantik...juga seksi. Kamu jangan macam-macam ya sama dia!" May memperingatkan Julian.

"Kita lihat saja nanti. Aku pergi dulu" Pamit Julian ketika melihat Roy sang bodyguard sudah membuka pintu kamarnya.

"Ya...ya...pergi sana. Konsultasi yang benar. Siapa tahu ada keajaiban." Ucap May penuh misteri.

***

"Astaga, Celli ini mah parah!" Ardi berteriak begitu Celli membuka maskernya. Melihat bagaimana jerawat yang besar-besar, juga banyak merata di wajah Celli.

"Terus aku harus gimana?" rengek Celli.

"Kamu harus konsultasi ke spesialis kulit. Sebentar aku hubungi dia dulu. Mungkin bisa memasukkanmu dulu sebelum pasien yang lain."

"Cepetan kak. Lusa aku harus audisi untuk MUA Julian."

Ardi hanya memutar matanya jengah mendengar rengekan sang adik. Tak berapa lama disinilah mereka berdua. Duduk di hadapan dokter Darwis. Rekan sejawat Ardi. Dokter spesialis kulit.

"Bagaimana?" tanya Ardi ikutan cemas.

"Aku rasa dia alergi." Jawab Darwis sambil memeriksa wajah Celli.

"Alergi bisa separah itu?"

"Bisa saja. Kamu ingat kulit kamu alergi sama apa?"

"Coconut Oil."

"Apa kamu pakai skincare yang ada kandungan coconut oilnya?"

"Aku tidak..."

"Diingat dulu. Kamu itu suka tidak teliti waktu membeli." Potong Ardi cepat.

Celli lantas mengingat. Dia tidak membeli skincare baru akhir-akhir ini. Tapi kemarin si Vita memberinya satu wadah kecil krim malam. Katanya oleh-oleh dari Bali.

"Aku memang memakai krim malam baru kemarin. Dan aku tidak melihat komposisinya." Cengir Celli sambil menggaruk kepalanya.

"Tu kan. Dasar ceroboh." Maki Ardi.

"Sudah Di. Kasihan...dia sudah begini masih kamu marahi." Darwis menengahi.

Dan Ardi langsung mendengus kesal mendengar pembelaan temannya itu.

"Terus ini bagaimana Kak?" tanya Cell dengan wajah putus asa.

"Ya sudah terlanjur terjadi, mau apalagi. Ditungguin aja, nanti dia sembuh sendiri." Kata Darwis santai.

"What?!!! Are you serious? Kak...aku ada kerjaan lusa." Rengek Celli.

"Yang kerja kan tangan kamu, bukan wajahmu!" Ardi menjawab ketus. Masih kesal dengan sikap ceroboh sang adik yang tidak berubah dari dulu.

"Tapi wajah kan mendukung. Nggak ada cara apa biar jerawatku kabur semua besok pagi?" Celli bertanya penuh harap.

"Elu kate kartun Upin Ipin yang pakai pin pin pom...boom, jerawat elu ilang semua."

"Kakak..." Celli hampir menangis mendengar ucapan dari Ardi.

"Sudah Di. Nanti dia tambah down lo...bisa bahaya. Yang seperti itu nggak ada. Karena kulitmu sudah bereaksi, ya kita tinggal tunggu kapan dia selesai. Sembuh kok...jangan khawatir."

"Berapa lama Kak?"

"Paling cepat sebulan untuk jerawatnya. Itu jika tidak ada susulan lagi. Untuk bersih sempurna mungkin dua bulanan."

"Mati aku!"

"Dan selama masa penyembuhanmu...no make up at all. Itu akan memperparah keadaan kulit wajahmu."

"What?!!!"

"Oh tidak...tidak.Ini cuma mimpi kan?"

Celli mencubit pipinya sendiri. Sakit...berarti ini nyata.

"Betul tidak ada cara lain Kak?" Celli memastikan dan Darwis mengangguk.

Tubuh Celli lemas seketika. Habis sudah masa depannya.

"Cuma dua sampai tiga bulan kok kamu jadi si buruk rupa." Canda Darwis.

"Iya..aku adalah si buruk rupa sekarang" Batin Celli nelangsa.

***

Hai...ketemu lagi nih sama karya author yang baru..semoga kalian suka...selamat membaca readers.

Happy reading 🤗🤗

****

Julian, Naga Penyembur Api

"Aduuh!!!"

Celli langsung mengusap bahunya yang sedikit sakit karena bersenggolan dengan seseorang.

"Jalan pakai mata dong!" Salak orang bersenggolan dengan Celli.

"Eh masnya....situ yang jalan, harusnya situ dong yang pakai mata. Wong jelas-jelas aku dari tadi berdiri di sini. Gak gerak-gerak juga." Protes Celli.

Orang yang menabrak Celli langsung mendelik kesal.

"Berani sekali perempuan ini. Belum tahu siapa aku." Batin orang itu yang tidak lain adalah Julian.

Celli menunggu di depan ruang praktek Darwis. Menunggu Ardi membeli obat tahan nyeri, anti iritasi dan anti inflamasi. Untuk mengurangi efek alergi yang bisa menyebabkan kulit terasa terbakar. Juga menimbulkan radang yang bisa membuat jerawat Celli bertambah parah.

Celli sebenarnya sedikit melamun di depan pintu ruang praktek Darwis. Hingga tidak menyadari jika ada pasien yang ingin masuk.

"Malah melamun. Minggir! Kau menghalangi jalanku!"

"Situ kan lega. Main nyuruh-nyuruh aja. Mentang-mentang badan gedhe terus sok mengintimidasi gitu. Gak takut!" Tantang Celli.

"Kamu belum tahu siapa saya ya. Saya bisa tuntut kamu atas perbuatan tidak menyenangkan kepada saya."

"Alamak! Julian Argantara!" batin Celli terkejut. Melihat Julian yang membuka masker juga kacamatanya.

"Bagaimana kamu kenal siapa saya?"

Celli langsung menunduk begitu melihat wajah Julian. Hilang sudah kemarahan Celli. Menguap, berganti dengan rasa cemas yang melanda.

"Takut sekarang?" ledek Julian.

Celli kembali hanya bisa diam. Dia pikir kenapa juga hidupnya jadi begitu sial dua hari ini.

Mimpi buruk apa aku kemarin malam. Sudah jadi si buruk rupa. Bertemu si Julid yang kemungkinan akan dia hadapi tiap hari. Mana ternyata galak banget lagi orangnya. Satu rentetan keluhan panjang terucap dihati Celli. Sungguh dia merasa menjadi orang paling sial sedunia.

"Diam saja! Minta maaf!" satu suara Julian terdengar begitu dekat di telinga Celli. Ketika dia menoleh ternyata pria sudah berbisik di telinganya.

"Astaga...ngagetin aja sih!" pekik Celli tanpa sengaja.

Julian langsung mendelik mendengar ucapan Celli.

"Berani kamu?" tanya Julian.

Sedetik kemudian entah keberanian dari mana. Celli langsung menatap manik mata Julian.

"Siapa takut? Seharusnya kamu yang takut. Saya tahu siapa kamu. Lalu ngapain kamu ke sini. Ini kan spesialias dokter kulit dan kelamin. Pasti kamu kenapa-kenapa sampai harus periksa ke sini. Saya bisa bocorin ke akun gosip yang itu tu..." Ancam Celli balik.

Julian langsung mengedipkan matanya beberapa kali. Tidak percaya jika gadis di depannya berani padanya. Pakai acara mengancam lagi. Padahal memang benar kalau dia ke sana secara sembunyi-sembunyi.

Melihat Julian yang diam, giliran Celli yang merasa menang.

"Diam saja? Berarti benar omonganku. Jadi penasaran apa yang kamu sembunyikan dari publik." Kata Celli sambil membuat mimik seperti berpikir.

"Bukan urusanmu kalau aku berada di sini." Jawab Julian ketus.

"Memang bukan urusanku sih. Tapi sikapmu membuatnya jadi urusanku." Celli kembali menjawab.

"Kau ini menyusahkan sekali. Minggir aku sudah ada janji dengan dokter Darwis." Ucap Julian. Mendorong ke samping tubuh tinggi semampai Celli. Hingga gadis itu terhuyung hampir jatuh.

"Dasar njelehi!" satu umpatan keluar dari bibir Celli.

"Astaga, belum juga mulai bekerja dia sudah buat aku darah tinggi." Gerutu Celli.Lantas memutuskan menyusul sang kakak. Karena merasa kesal di sana.

"Bertengkar dengan siapa kamu?" tanya Darwis, yang baru keluar dari kamar mandi di ruang prakteknya.

"Tidak tahu." Julian menjawab sambil mendudukkan dirinya di kursi pasien.

"Dia pakai kemeja warna biru sama celana jeans. Pakai masker?" tanya Darwis.

"Kok tahu?" heran Julian.

"Itu Celli, adiknya Ardi."

"Ardi.... wait...adik kelas kita?"

Darwis mengangguk.

"Ngapain dia ke sini?" Julian kepo. Mengingat dia begitu ingin membalas gadis itu jika bertemu lagi. Dan entah kenapa Julian punya feeling kalau dia akan sering bertemu dengan gadis itu.

"Oh dia baru saja mendapat mimpi buruk untuk seorang gadis. Dia salah memakai skincare hingga wajahnya penuh dengan jerawat." Jelas Darwis singkat.

"Ha? Yang benar?"

Darwis mengangguk.

"Iya dia habis konsultasi denganku. Makanya kamu bisa lebih santai ke sininya"

"Sudah jelek, ya jelek saja." Gerutu Julian.

"Eits...kamu salah. Dia cantik lo aslinya. Ni fotonya." Ucap Darwis sambil mengulurkan ponselnya di mana foto Celli terpampang di sana.

Kredit Instagram.com

Kenalkan mbak Celli ya guys..

Julian melongo sekilas. "Cantik juga." Batinnya singkat.

"Aku pikir dia lebih cantik dari Irene lo." Goda Darwis melihat wajah Julian yang sepertinya tertarik dengan Celli.

"Kau jangan mengada-ngada. Apa jerawatnya parah?" nah kan Julian jadi kepo dengan urusan Celli.

"Untuk sekarang iya. Tapi masih bisa pulih. Meski ya dua atau tiga bulan lagi baru bisa mulus kayak di foto itu." Jelas Darwis.

"Dia ceroboh atau bagaimana. Tahu alergi tapi masih tetap dipakai juga skincare-nya."

"Dia memang tipe ceroboh kata Ardi. Tapi aku pikir dia dikerjai temannya. Skincare itu pemberian temannya. Dan dia memang salah tidak memeriksa kandungan skin care itu. Jadi ya begitulah."

"Dikerjai?" tanya Julian. Lah kok dia jadi penasaran banget soal urusan Celli sih.

"Iya, atau mungkin dia tidak suka dengan Celli. Oh ya kalau aku tidak salah dengar. Dia akan ikut audisi untuk jadi MUA-mu. Celli seorang make up artist."

"Yang benar?" Julian jelas terkejut dengan fakta itu.

"Well sepertinya kesempatan untuk membalasmu benar-benar datang padaku." Batin Julian sambil tersenyum.

Entah dia tertarik pada Celli atau hanya sekedar iseng pada gadis itu, Julian tidak tahu. Tapi ketika dia menatap foto Celli ada hal aneh yang dia rasa dalam hatinya.

"Sudah soal Celli-nya?"

"Eh...

"Kita mulai konsultasimu."

Julian langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sepertinya dia ketahuan kalau tertarik pada Celli.

****

"Aku mundur saja ya Kak." Rengek Celli.

Dia sudah duduk bersama May di sebuah restoran, dekat kantor agensi dimana Julian bernaung.

"Parah sih Cell. Tapi jangan mundur dong. Kamu doang harapan kakak satu-satunya." Pinta May setengah memohon.

"Tapi tu orang judes banget. Celli nggak yakin bisa ngadepin dia. Kalau tiap hari dia nyemburin api dari mulutnya itu." Ucapan Celli langsung membuat May melongo. Tapi detik berikutnya dia tertawa terbahak-bahak.

"Kamu pikir Julian naga." Ucap May sambil memegangi perutnya.

"Iya dia naga. Naga penyembur api. Tapi bukan karena itu juga. Kakak nggak lihat wajah buruk rupa aku." Celli berucap sambil menunjuk wajahnya sendiri.

"Itu kan wajah. Tanganmu masih bisa bekerja dan otak kamu masih bisa berpikir kan?" tanya May mulai ke mode serius.

"Iya sih. Tapi kan wajah buat aku tambah percaya diri."

"Memang iya. Tidak masalah, dua bulan lagi kan sembuh. Buruk rupanya nggak selamanya."

"Tapi..."

"Kamu mau kalah sama Vita?"

Mendengar nama Vita disebut. Celli langsung menggeleng.

"Nggak. Celli nggak mau kalah sama Vita." Tegasnya.

"Kalau begitu jangan menyerah. Lagipula kok Kakak curiga kalau Vita sengaja ngerjain kamu."

"Iya tadi Kak Ardi sama dokter Darwis juga bilang begitu."

"Nah kalau begitu tunjukkan kemampuanmu. Meski buruk rupa...sementara...skill kamu masih tetap luar biasa." Ujar May menyemangati Celli.

Celli menghela nafasnya. Sejenak berpikir.

"Pikirkan juga soal reputasimu. Meski kamu menyebut Julian naga penyembur api, tapi dia akan menjadi batu loncatan untukmu. Siapa sih yang nggak mau jadi MUA-nya Julian Argantara. Pamormu bisa naik kalau kamu bisa mengatasi Julian. Lagipula dia kan ganteng, body uhuy, populer, tajir....."

"Terusin....tak bilangin om Jo lo nanti." Potong Celli. Dia tahu Jonghyun, suami May sangat cemburuan bahkan dengan Julian sekalipun.

"Uuppss sorry, jangan dilaporin nanti aku kena hukum sama dia." Mohon May cepat. Meski Celli tidak tahu, hukuman yang dimaksud May adalah bercinta sepanjang malam.

"Ya...ya...jangan mundur, please."

May harus bisa meyakinkan Celli. Hanya gadis itu yang bisa May percaya sekarang. Meski May cukup pesimis keduanya bisa bekerjasama dengan baik. Mengingat bagaimana Celli menyebut Julian naga penyembur api.,

"Diluar naga tapi kamu belum tahu kalau hatinya hello kitty."

Batin May membayangkan kalau Celli dan Julian bisa jadi Tom and Jerry yang saling mengerjai atau malah bisa menjalin hubungan yang manis seperti kekasih.

***

Itik Sebelum Angsa

Hari berikutnya, Celli nampak bolak balik menarik nafasnya di balik masker yang dipakainya. No make up at all, pesan dari dokter Darwis selalu terngiang di telinganya.

Jadi dia, sama sekali tidak memakai make up hari ini. Sempat bergidik ngeri melihat wajahnya di cermin tadi pagi. Jerawatnya lebih mengerikan tanpa make up yang menutupinya.

Okelah ambil sisi positifnya. Dua bulan ini bisa ngirit soal skincare. Boleh deh nabung buat beli ponsel yang sejak dulu diinginkannya. Ponsel warna keunguan dengan logo boyband asal Korea Selatan yang lagi hype saat ini. Dia ngefan habis sama itu boyband. Meski cuma mendengarkan lagu mereka. Tapi mengaku fans. Kurang yakin disebut fans jadinya..🤣🤣

Sekali lagi Celli menarik nafasnya. Saat melihat Vita berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Senyum penuh ledekan. Celli yakin, gadis itu pasti tahu apa yang terjadi padanya.

"Hai...kamu Celli kan? Aku hampir tidak mengenalimu kalau kamu pakai masker begini. Masih pandemi ya?" Sapa Vita. Sambil mengulum senyumnya.

"Aku lagi pilek. Takut nularin kalian." Celli beralasan.

"Ooo ...oke deh kalau begitu. Semoga pilekmu gak ganggu percaya diri kamu. Sampai ketemu didalam. Bye Celli..."

"Sialan! Muka plastik! Kutu kupret!"

Celli memaki Vita tanpa henti. Sampai gadis itu menghilang dibalik pintu toilet. Bersama dua orang temannya.

"Elu yakin sudah ngerjain dia?" tanya seorang teman Celli setengah berbisik. Mereka tengah men-touch up make up mereka di toilet.

"Sudah. Aku yakin dia alergi dengan coconut oil. Dan aku yakin dia menyembunyikan jerawat segede-gede gaban di balik masker sama poninya itu." Jawab Vita balik berbisik.

"Aku heran deh sama kamu. Emang salah Celli ke kamu apa?" tanya yang lain.

"Aku sebal sama dia. Ingat dia yang terpilih menjadi MUA-nya Clarissa, padahal aku sudah mengincarnya lama. Tahu kan follower dia banyak banget jadi aku bisa ikut menaikkan follower aku. Terus Fabian juga.....pokoknya aku kesal sama dia. Dia itu selalu dapat artis papan atas. Makanya kali ini, aku tidak boleh kalah dari si buruk rupa itu. Julian harus jadi artis-ku." Tekad Vita.

"Buruk rupa?" Dua temannya melongo mendengar Vita menyebut Celli buruk rupa.

"Iya aku yakin sekali. Kalau dia sekarang itu jadi si buruk rupa. Rasain dia!" lagi Vita memaki Celli. Membuat dua temannya itu saling pandang.

Tanpa mereka sadari sebuah ponsel merekam semua pembicaraan mereka.

**

"Semua siap?" tanya Jo pada May, sang istri. Meski statusnya suami istri. Tapi mereka tetap profesional saat bekerja.

"Sudah, Pak. Apa Julian telah datang? Dia kemarin bilang tidak mau datang. Tapi tadi dia mengatakan otewe ke sini setelah pemotretan dengan si Liu." Tanya May balik.

"Kata Roy sih tadi sudah sampai...nah itu dia." Ucap Jo melihat anak asuhnya datang langsung mendudukkan diri di kursi. Lelah jelas terlihat di wajah tampannya.

Kredit Instagram @xuzhibinbin1

Kenalkan Julian Argantara 😍😍😍

"Kalau lelah, istirahat saja." Saran Jo. Dia tahu shedule Julian cukup padat akhir-akhir ini.

"Aku sedang cari hiburan disini." Jawab Julian sambil memejamkan matanya. Menyandarkan tubuh kekarnya di sofa ruang kerja Jo.

Jo dan May saling pandang. Tidak tahu maksud ucapan Julian. Mereka baru mau bertanya ketika suara Mirna, asisten May menyela.

"Kak, mereka sudah siap."

"Oke kita kesana sekarang." Jawab Jo.

"Kamu kesana sekarang apa nanti?" tanya May.

"Nanti aku menyusul." Jawab Julian singkat.

Jo dan May akhirnya meninggalkan Julian yang masih asyik memejamkan mata. Diikuti Mirna dan Rudi, asisten Jo.

"Aracelli Anjani." Guman Julian.

"Aku penasaran seberapa buruk wajahmu sekarang." Batin Julian absurd.

Menatap pada ponselnya yang sekarang terpampang wajah Celli.

Sementara di sebuah ruang hampir seperti aula. Keempat orang itu langsung disambut staf yang ada disana.

"Silahkan Pak, Kak." Sambut seorang staf. Mempersilahkan dua orang itu duduk pada tempat yang sudah disediakan. Meski May langsung berdiri lagi begitu menerima microphone. Bersamaan dengan lima orang yang masuk ke dalam ruangan itu dari sisi sebelah kanan. Satu diantaranya Celli yang terlihat jelas memakai maskernya.

"Oke, saya tidak perlu berbasa-basi lagi. Kalian ada disini karena satu diantara kalian akan menggantikan posisi saya sebagai MUA dari Julian Argantara." May menjeda ucapannya.

Melihat betapa antusiasnya keempat peserta itu. Tapi tidak dengan Celli. Gadis itu hanya memutar matanya malas.

"Tampan sih iya. Tapi kalau ucapannya kayak naga lagi nyemburin api. Mending enggak deh." Batin Celli.

Jika bukan bujukan dari kak May plus iming-iming bonus dari gurunya itu. Celli lebih memilih melamar ke artis lain.

"Baik, kita tahu fungsi make up adalah menutupi kekurangan dari siapapun yang menggunakannya. Tanpa mengubah aslinya. Nah untuk itu, ujian kalian adalah bagaimana kalian bisa mengcover kekurangan dari model kita yang akan menjadi trial kalian. Model silahkan masuk." Seru May.

Dan lima orang dengan wajah tertutup topeng langsung masuk dan berdiri di depan masing-masing para kontestan.

"Sudah seperti miss universe saja ujiannya." Batin Celli.

"Miss Universe mana ada ujian memake up orang lain, Non."

Satu sisi diri Celli menimpali. Sepertinya Celli ini punya dua sisi dalam dirinya.

"Oh iya, ya. Miss universe kan dikasih pertanyaan terus dijawab." Batin Celli lagi.

Dia malah asyik dengan dirinya sendiri. Hingga ucapan May mengembalikan fokusnya lagi.

"Waktu kalian 30 menit, plus 10 menit untuk final touch. Semua alat sudah dipersiapkan karena Julian memakai rangkaian make up dari Estee Lauder atau paling tidak Maybeline." Ucap May. Dan lima orang langsung menunjukkan sebuah meja di samping masing-masing kontestan.

"Okay...pada hitungan ketiga kita mulai dengan para model untuk membuka topengnya. Satu...dua...tiga..."

Keempat peserta langsung ternganga melihat modelnya masing-masing. Tapi tidak dengan Celli. Dia cukup tenang menghadapi modelnya. Seorang pria dengan bekas luka sepanjang lebih kurang tiga senti tepat dibawah mata kirinya.

Keempat peserta yang lain langsung bingung. Mereka juga mendapat model dengan bekas luka yang berbeda tempat di wajahnya. Mereka tidak pernah melakukan make up pada orang dengan bekas luka diwajahnya.

Celli sejenak menatap modelnya.

"Haloo..kenalkan aku Celli. Mohon kerjasamanya." Kata Celli sambil membungkukkan badannya. Memulai perkenalan dengan modelnya. Bagi Celli menyapa model itu penting, agar mereka berdua merasa nyaman dalam bekerja. Dan perkenalan itu membuat model Celli tersenyum.

"Baik aku mulai ya." Celli berucap dan sang model mengangguk. Sejenak Celli mengamati wajah modelnya. Itu penting untuk mengetahui karakter wajah modelnya. Hingga Celli bisa menentukan jenis make up apa yang cocok dengan karakter wajah modelnya.

"Apa ini asli?" tanya Celli pelan sambil menyapukan concealar di bekas luka modelnya.

"Aku kecelakan dua bulan lalu. Dan terluka dibagian itu." Jawab pria itu lirih.

Celli hanya ber-ooo ria. Disaat bersamaan kehebohan terjadi. Empat peserta lain ikut berteriak heboh, melihat siapa yang datang. Julian masuk ke ruangan itu, langsung duduk di sisi Jo, sang manager.

Mata yang masih tertutup kacamata hitam itu memindai ke arah depan. Mengabaikan teriakan histeris keempat calon MUA-nya. Mata Julian langsung terfokus pada Celli yang wajahnya tertutup masker. Tapi terlihat jelas jika sedang berkonsentrasi pada model yang tengah di-make up-nya.

Seulas senyum tipis terukir di bibir Julian.

"Ada yang menarik perhatianmu" Tanya Jo yang sudah hafal dengan sifat Julian.

"Sedikit." Jawab pria itu sambil melipat kedua tangannya didepan dadanya. Menatap ke arah May yang baru saja menepuk pelan bahu Celli. Karena wanita itu baru saja dari tempat Celli untuk menilai cara kerja gadis itu.

"Bagaimana?" tanya Jo.

"Kau akan lihat nanti." May menjawab penuh teka teki.

"Dan kau.... akan ada kejutan untukmu." Ucap May ke arah Julian.

"Apalagi?" tanya Julian sedang May hanya mengedikkan bahunya.

"Karena kau menyiapkan MUA buruk rupa itu untukku. Aahhh, dia tidak buruk rupa. Hanya seperti itik sebelum berubah menjadi angsa. Jelek sebelum cantik kembali." Batin Julian.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!