Namaku Jessika, aku baru saja kembali ke tanah air, setelah menyelesaikan sekolah mode ku di paris. Menjadi perancang busana terkenal adalah cita cita ku sedari kecil, apalagi semenjak ayah dan ibu ku bercerai lalu ibu menikah lagi dengan pria berkebangsaan Perancis, aku yang sejak perceraian orangtua ku memilih untuk ikut bersama ibu ku itu akhirnya di boyong oleh ayah tiri ku ke Paris saat aku masih berumur 10 tahun.
Oh iya, aku juga punya kakak perempuan, Jeslyn namanya. Sayangnya kami harus berpisah karena kakak ku memilih untuk ikut bersama ayah ku saat perceraian orng tua kami terjadi.
Padahal sejak kecil kami berdua sangat dekat, apalagi usia kami yang hanya terpaut tiga tahun saja, jadi kami sering bermain bersama saat kecil, namun perpisahan orang tua kami memisahkan kami juga, untungnya kami tak putus komunikasi, sesekali kami masih sering bertukar cerita meski hanya lewat telepon atau pesan, Jeslyn yang memang sangat tertutup itu hanya bisa berbagi cerita dengan ku, meski kami tak pernah lagi saling bertemu karena jarak yang sangat jauh.
jika sebelumnya kami hanya berbicara seekali di telepon, sejak kami remaja apalagi saat ternyata Jeslyn memutuskan untuk menikah, komunikasi kami menjadi lebih intens, Jeslyn sering curhat tentang masalah prahara pernikahannya yang sangat menyedihkan bersama suaminya yang bernama Ibnu, sering kali Jeslyn bercerita dengan ku dengan suara yang menahan tangisnya pilu, atau kadang dia hanya menangis sesenggukan saja saat ku tanya apa yang terjadi, tanpa bicara apapun.
Itu semua membuat ku ikut merasa sakit hati dan selalu ikut menangis dan merasakan kesakitan yang di rasakan oleh kakak perempuan ku itu.
Jeslyn pernah beberapa kali bercerita pada ku kalau pernikahannya sedang di ujung tanduk karena suaminya tergoda oleh seorang perempuan bernama Rossa, bahkan perempuan itu sering di bawa Ibnu sang rumah mereka, sehingga itu semua sangat menyiksa mentalnya.
Sampai pada akhirnya dua tahun yang lalu aku kehilangan kontak dengan kakak ku, dan kabar duka itu aku terima, aku mendapat kabar bahwa kakak ku meninggal karena bunuh diri, tentu saja aku syok, hanya saja karena satu dan lain hal, aku tak bisa datang ke Indonesia untuk sekedar mengucapkan kata perpisahan pada kakak perempuan ku itu, ah,,, jujur itu sangat aku sesali.
Aku akhirnya kembali ke Indonesia, banyak hal yang berubah setelah selama 16 tahun tak menginjakan kaki di tanah air ku ini, termasuk rasa hampa di hati ku ini karena aku tak bisa bertemu dengan kakak dan ayah ku lagi, dua tahun yang lalu, setelah aku mendapat kabar sedih itu, karena kabari kalau Jeslyn meninggal, tak lama berselang, lalu di susul berita wafatnya ayah ku tiga bulan kemudian, karena ayah sangat terpukul dan depresi atas kematian Jeslyn.
Rasa sesal itu datang sekarang, karena saat itu aku tak bisa pulang ke tanah air untuk melihat wajah mereka untuk yang terakhir kalinya, namun keadaan memang tidak memungkinkan, selain aku yang sedang menjalani ujian sekolah, di tambah lagi jujur saja aku agak canggung jika harus bertemu dengan keluarga istri baru ayah ku, ya,,, ayah ku pun sudah menikah lagi, dan sama hal nya dengan Jeslyn yang tak mengenal ayah tiri ku, aku pun tak mengenal ibu tiri ku.
Dendam itu sangat melekat erat di dada ku, bahkan semenjak aku sering mendengar keluh kesah Jeslyn saat menceritakan bagaimana tersiksanya kehidupan rumah tangga dia, aku menjadi seperti merasa teauma, dimana aku tak berkeinginan untuk berpacaran atau menjalin hubungan dengan pria mana pun meski banyak pria yang mendekati ku, namun aku selalu mengabaikan mereka.
Anehnya, aku malah jadi mempunyai keinginan kuat untuk membalaskan semua kesakitan yang di rasakan oleh Jeslyn, kakak ku.
Rasa dendam sungguh sudah menyelimuti ku semenjak Jeslyn menceritakan tentang penderitaan dan penyiksaan batinnya yang di akibatkan oleh ulah jahat suaminya dan juga Rossa si pelakor laknat itu.
Tekad ku sudah bulat, aku harus membalaskan setiap tetes airmata yang jatuh dari mata Jeslyn, aku akan membalaskan dendam itu, bagaimana pun caranya.
Rossa harus merasakan kesakitan yang di rasakan oleh kakak ku.
***
"Selamat siang, apa saya bisa bertemu dengan bapak Niko Mahesa?" Tanya ku pada seorang resepsionis yang bertugas di kantor event organizer Mahesa grup.
Aku memang sengaja datang ke kantor Mahesa grup, event organizer terbesar milik suami Rossa ini, selain untuk menawarkan kerja sama dimana aku ingin memperkenalkan butik yang baru saja ku buka di kota ini, sekaligus sebagai langkah awal ku untuk bertemu dan masuk ke dalam kehidupan Rosaa dan Niko.
"Maaf, apa anda sudah punya janji, nona?" Tanya petugas resepsionis itu ramah.
Aku menggeleng, karena memang aku belum membuat janji apapun dengan pria yang menjadi target ku itu.
Selama di luar negeri aku sudah mengumpulkan data tentang Niko, bahkan aku sampai mencari tau tentang apa saja hoby nya, makanan kesukaannya, tempat favoritnya, aku juga tak segan menggunakan akun palsu untuk menjadi pengikut akun sosial media miliknya.
Sehingga aku sudah tau banyak hal tentang pria yang kalau aku nilai dari foto-fotonya yang perna aku lihat di sosial media miliknya itu lumayan tampan, tapi tak tau kalau aslinya, semoga saja dia tak menggunan filter untuk agar wajahnya terlihat tampan di foto.
"Tuan Niko sangat sibuk hari ini, anda tidak bisa menemuinya tanpa membuat janji terlebih dahulu, bila anda berkenan, silakan membuat janji temu terlebih dahulu, biar saya bantu catatkan dan saya sampaikan ke sekretarisnya agar membuatkan jadwal untuk anda." Urai petugas itu panjang lebar pada ku.
Namun Aku memang orang yang tak sabaran, ketika aku menginginkan sesuatu aku akan benar-benar berusaha sampai aku bisa mendapatkannya.
"Tapi aku ingin menawarkan kerja sama, dan aku harus bertemu dahulu dengan Pak Niko untuk berkonsultasi tentang cara yang akan saya adakan," ucap ku bersikuh setengah memaksa.
"Maaf nona, tapi itu tak mungkin, tuan Niko tidak pernah menemui tamu tanpa membuat janji terlebih dahulu." Petugas resepsionis itu pun sama keukeuhnya menolak keinginan ku untuk bertemu dengan Niko.
Sampai pada akhirnya seorang wanita menginterupsi pembicaraan aku dan petugas resepsionis itu.
"Nona Jessika, bagaimana anda bisa ada di sini?" sapa seorang wanita yang aku tau itu adalah Rima, sekretaris dari Niko, aku memang sengaja menemui resepsionis siang ini, karena menurut apa yang aku pelajari selama ini, biasanya di jam- jam istirahat seperti ini Rima akan turun dari lantai tempat ruangan Niko berada karena dia sangat suka maka di kantin bawah berkumpul dengan teman-temannya yang kebanyakan bekerja di lantai bawah.
Kalau kalian tanya mengapa Rima kenal dengan ku? tentu saja itu bukan suatu kebetulan, aku sudah merancangnya dari semenjak satu bulan yang lalu saat aku mulai membuka butik dengan baju-baju rancanangan ku, aku serng mengirimkan beberapa voucher belanja atau terkadang kupon discount ke tempat kostnya agar dia tertarik untuk datang ke butk ku, dan ternyata itu sangat berhasil, dari sana aku mulai akrab dengannya.
"Ah, kak Rima, anda juga kenapa berada di sini?" tanya ku pura-pura kaget dan tak tau kalau wanita yang usianya beberpa tahun lebih tua dari ku itu bekerja di sana.
"Aku kerja di sini, nona ada perlu apa datang ke sini?" tanya Rima ramah, mungkin karena aku sering memberinya discount dia pun menjadi sangat baik dan sungkan pada ku, padahal itusemua aku lakukan demi lancarnya rencana ku.
"Sudah berapa kali aku bialang, panggil saja aku Jessika, tak usah sungkan seperti itu," ucap ku berbasa basi.
"Begini kak, aku sebenarnya ingin mengajukan proposal untuk mengadakan pagelaran fashion show untuk baju baju rancangan ku, dan aku ingin yang menanganinya EO di sini, karena menurut beberapa referensi teman, Mahesa grup itu paling jago kalau membuat acara-acara seperti itu, dan selalu sukses," aku sengaja memuji kantor tempatnya bekerja ini.
Rima menerima proposal yang aku sodorkan padanya lalu membacanya sekilas.
"Apa kakak bisa menolong ku untuk bertemu Pak Niko, pemimpin perusahaan ini?" tanya ku sambil berharap-harap cemas karena Rima seperti sedang termenung sejenak, dan tak bisa buru-buru menjawab pertanyaan ku.
Rima menerima proposal yang aku sodorkan padanya lalu membacanya sekilas.
"Apa kakak bisa menolong ku untuk bertemu Pak Niko, pemimpin perusahaan ini?" tanya ku sambil berharap-harap cemas karena Rima seperti sedang termenung sejenak, dan tak bisa buru-buru menjawab pertanyaan ku.
"Kebetulan aku sekretaris nya, ntar aku coba bantu deh," kata Rima yang mulai tak memakai bahasa kaku lagi pada ku, sehingga kami terasa lebih akrab, meski sebenarnya ya tak seakrab itu juga.
"O-ya? Mau banget dong kak, di bantu!" jawab ku sok antusias, padahal ya sebenarnya sudah bisa aku bayangkan sebelumnya kalau sepertinya alurnya akan begini, karena semua sudah aku rancang dan aku pikirkan sedemikian rupa, bahkan aku punya 'plan A dan plan B' untuk berjaga-jaga jika kejadian tak semulus rencana ku.
"Coba nanti aku kasiin dulu ke si bos ya,!" Ucapnya seperti terlihat ragu-ragu.
"Tak bisa di kasiin sekarang saja yah, kak?" bujuk ku setengah memohon, dan sepertinya cara ku itu sudah berhasil membuat Rima merasa tak enak hati karenanya.
"Emh,,, gimana ya, bos ku itu agak-agak susah orangnya, dia biasanya gak mau bertemu dengan tamu yang belum mempunyai janji sebelumnya," Rima terlihat seperti kebingungan dengan permintaan ku, namun dia juga sepertinya merasa tak enak hati jika harus menolak permintaan ku, mungkin mengingat aku sering memberinya banyak bonus dan potongan harga saat berbelanja di butik milik ku, ya memang itu tujuan ku, membuatnya merasa tak enak hati dan tak kuasa menolak permintaan ku.
Sedikit terdengar jahat memang, tapi ya sudah lah, semua ini memang sudah ku rencanakan dan ku perhitungkan sebelumnya, toh aku juga memberinya banyak keuntungan.
"Oh, ayolah kak, bantu aku sekali ini saja, aku benar-benar butuh bertemu dengan pak Niko untuk membicarakan acara yang akan aku laksanakan ini, aku butuh bantuannya," rengek ku, lagi-lagi setengah memaksa dan memasang wajah memelas.
Dan yes! Akhirnya usha ku tak sia-sia, aku berhasil membuat Rima mengajak ku naik ke lantai dimana ruangan Niko berada.
Jujur saja saat ini perasaan ku berkecamuk tak karuan, memikirkan bagaimana aku harus bersikap saat bertemu dengan suami dari pembunuh kakak ku itu, yang tak lain merupakan target buruan ku.
Aku sibuk bagaimana dan dengan cara apa aku akan menggodanya, untuk masalah wajah dan body ku, sepertinya aku bisa cukup percaya diri, hampir semua pria yang ku kenal selalu mengatakan kalau aku itu cantik, bahkan teman-teman wanitaku juga banyak yang mengatakan hal itu, apalagi di tunjang dengan gaya busana ku yang selalu fashionable, aku rasa tak akan terlalu susah lah, menaklukan Niko.
Aku duduk di meja Rima yang berada di dekat pintu masuk ruangan bosnya, sementara Rima pamit untuk ke toilet sebentar.
Jantung ku berdegup sangat kencang bahkan rasanya seperti di hantam dengan benda yang sangat keras ketika pintu ruangan yang tertutup rapat itu tiba-tiba terbuka dari dalam.
seorang pria dengan perawakan tinggi putih dengan tubuh yang atletis keluar dari pintu dan menghampiri tempat ku duduk sekarang ini.
"Siapa anda?" Kening pria yang wajahnya masuk dalam kategori tampan itu berkerut.
Jujur saja, wajah asli Niko terlihat lebih tampan dari pada yang aku lihat selama ini di foto.
Sepersekian detik aku malah terbengong, karena belum bisa menguasai emosi dan keterkejutan ku yang ternyata belum begitu siap bertemu dengan Niko meski semua itu sudah aku pikirkan sejak lama sekali dan rencana ini bukan rencana yang aku rancang hanya dalam hitungan sebulan dua bulan saja, tapi sudah memakan waktu sekitar satu tahun lebih aku merencanakan semua ini, sialnya aku masih saja merasa grogi.
'Oh, ayolah, kemana aku yang selalu percaya diri itu? Kenapa tiba-tiba aku merasa grogi hanya karena ditanya seperti itu?' ucap ku dalam batin.
"Ah, maaf, perkenalkan saya Jessika, saya--" aku mengulurkan tangan ku seraya memperkenalkan diri ku.
Namun tanpa di duga, pria itu justru mengacuhkan perkenalan diri ku dan juga mengabaikan uluran tangan ku, yang dia lakukan saat itu memotong pembicaraan ku dengan nada yang terkesan dingin.
"Dimana Rima?"
Aku lumayan tersentak mendapati sikap dingin dan cueknya itu, aku pun menurunkan kembali tangan ku yang tadi terulur, rasa-rasanya baru pernah aku diabaikan oleh seorang pria seperti ini, sehingga membuat ku merasa agak kesal dengan sikapnya itu.
"Sekretaris anda sedang ke toilet, pak!" Jawab ku yang sudah mulai bisa mengendalikan emosi dan perasaan ku.
"Lantas kenapa anda ada di meja kerjanya?" Tanya nya lagi penuh selidik terhadap ku.
"Saya---"
"Maaf bos, ini Jessika, pemilik House of Jess Boutique, beliau ingin bertemu dengan anda, Bos," ucap Rima yang sepertinya berlari sekencang mungkin saat melihat bosnya sedang berbicara dengan ku, terbukti dari nafasnya yang terdengar tersenggal-senggal saat berbicara dengan bosnya itu.
"Jessika?---Niko terlihat sedang berpikir--- Sepertinya aku tak punya janji dengan pemilik butik hari ini," ucapannya terdengar selalu dingin, sangat tidak ramah sama sekali di telinga ku.
"jadi begini bos, pak Anggoro hari ini membatalkan janjinya, jadi sebagai gantinya saya memasukan Jessika dalam antrian pertemuan hari ini," terang Rima yang ternyata mendapatkan celah untuk membuat aku bisa bertemu dengan bos nya hari ini.
"Tapi bukannya jadwal pertemuan ku dengan Anggoro itu jam 4 sore, dan sekarang masih jam satu siang, kenapa dia sudah berada di sini? seharusnya dia bertemu dengan ku sesuai dengan jadwal yang di buat antara aku dan Anggoro, karena saat ini jadwal ku bertemu dengan klien lain, bukan?" kata pria itu setengah mengomel pada sekretarisnya.
Sebenernya aku agak merasa kasihan dan merasa bersalah pada Rima, karena dia menjadi kena semprot bos nya gara-gara berusaha membantu ku.
"Saya bisa menunggu pak, saya akan menunggu sampai jam 4 nanti, karena ini kesalahan saya, tadi saya yang mis komunikasi dengan sekretaris anda, saya yang salah karena datang terlalu cepat, karena saking bersemangatnya." Ucap ku, karena tak ingin Rima terus di persalahkan oleh bos nya.
Dan apa kalian tau bagaimana tanggapan bapak Niko Mahesa pemilik event organizer terbesar dan ternama itu ketika aku mengatakan hal itu? Sungguh membuat ku harus mengelus dada berulang kali, karena pria tampan itu hanya melengos sambil berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada ku, bahkan tak melirik barang sedikit pun.
Manusia macam apa Niko Mahesa ini, kenapa dia terlihat sangat dingin dan angkuh sekali, kalau begini ceritanya, sepertinya aku harus memutar otak dan bekerja lebih ekstra lagi untuk mendapatkan perhatiannya.
Aku tak akan menyerah dan mundur sedikit pun!
Tiga jam lebih menanti, akhirnya Rima mengabari ku kalau bos nya siap untuk bertemu.
Ini gila,aku baru pernah se sabar ini menunggu orang sampai selama ini, ah, betapa sungguh aku patut berbangga pada diri ku sendiri.
Aku memasuki ruangan pemilik Mahesa grup itu setelah di persilahkan oleh si empunya, tentu saja.
Ruangan yang didominasi warna gelap dengan ornamen-ornamen khas pria, terkesan dingin seperti mencerminkan kepribadian sang pemilik rungan.
Tapi tunggu, ada sesuatu yang sangat menarik perhatian ku di sana, sebuah bingkai besar dengan gambar Niko yang sedang memeluk seorang perempuan dengan mesranya, kebahagiaan yang tergambar dalam gambar di bingkai itu sungguh membuat darah ku mendidih seketika.
Ya, itu foto Niko sedang bersama sang istri yaitu Rossa yang selama ini menjadi pengganggu ketenangan ku, aku selalu marah dan dada ku terasa sangat sakit jika mengingat atau mendengar tentang pelakor yang sudah membuat kakak perempuan ku tak lagi ada di dunia ini karena kebiadabannya menyiksa batin kakak ku.
"Apa ada masalah dengan foto itu?" setelah sebelumnya berdeham, Niko menegur ku yang malah berdiri mematung di depan bingkai itu tanpa aku sadari.
Aku menghela nafas sangat dalam, menata hati dan perasaan ku agar semua kembali tenang dan aku bisa menjalankan semua rencana yang sudah ku susun sedemikian rupa itu dapat berjalan dengan sempurna.
"Ah, maaf, saya terpesona melihat kecantikan----" aku sengaja menggantung kalimat ku, berpura-pura tak tau siapa wanita yang ada di foto itu.
"Terimakasih, itu istri ku." Jawabnya datar, namun dari raut wajah nya aku bisa menlai kalau Niko itu sangat menyayangi istrinya, terlihat dari sorot matanya yang bisanya dingin itu tiba tiba menghangat saat berkata 'itu istri ku,' pancaran matanya mengisyaratkan penuh cinta.
Aku bahkan sampai kebingungan sendiri, bukankah seharusnya Rossa menjadi wanita yang sangat beruntung karena mempunyai suami yang tampan, mapan, dan paling penting sangat menyayanginya, namun entahlah, namanya juga manusia terkadang tak ada rasa puasnya, masih saja dia mencari, mengejar, bahkan menghalalkan segala cara dengan merebut kebahagiaan milik orang lain.
Jadi jangan salahkan aku kalau aku pun kini menghalalkan segala cara untuk demi membalas semua rasa sakit yang di rasakan oleh kakak ku.
Kembali ke tujuan awal aku datang ke kantor itu, aku meletakan sebuah proposal yang ku buat di atas meja kerjanya, tak sengaja melihat foto wanita siluman itu di awal kedatangan ku ke ruangan itu tadi mebuat fokus ku sedikit terpecah.
"Saya ingin membuat pagelaran busana untuk pakaian rancangan saya, dan ini profil tentang butik milik saya juga terdapat foto-foto pakaian hasil rancangan ku, untuk lebih detailnya mungkin anda bisa datang ke butik saya," urai ku seraya memajukan proposal yang aku letakan di atas meja kerjanya agar lebih dekat ke hadapannya.
Tak sepatah kata pun keluar dari mulut pria dingin itu, dia hanya menjulurkan tangannya untuk meraih proposal yang tadi aku geserkan menjadi lebih dekat dengan jangkauannya.
Untuk beberapa saat ruangan itu menjadi hening, karena Niko tampak serius membolak-balik kan lembar demi lembar proposal yang kini berada di tangannya, dan aura dingin pun semakin menyeruak di ruangan ini.
Sementara itu, aku menyibukan diri dengan mengedarkan pandangan ku ke setiap sudut ruangan yang lumayan luas itu, namun secara tak sengaja mata ku justru berhenti saat menangkap sosok pria yang akan menjadi mangsa buruan ku itu.
Mata sipit nya, hidung mancungnya, ragag tegasnya, membuat ku seakan betah berlama-lama menatapnya.
'Akh, apa sih, yang sedang yang ku pikirkan ini, wahai hati, tolong bekerja sama lah, ingat,,, ini hanya sebuah misi, untuk menghancurkan wanita itu, agar iblis itu merasakan bagaimana sakitnya jika suami yang di cintainya itu berpaling pada wanita lain,' gumam ku dalam hati, mengingatkan kembali diriku agar tetap fokus pada tujuan utama ku.
"Kenapa memilih kami?" pertanyaan Niko membuat ku sedikit terhenyak kaget, dan pertanyaanya ituu menjadi terkesan ambigu bagi ku.
"Hah? Maaf, maksud anda?" tanya ku, aku yakin wajah ku saat ini pasti terlihat sangat aneh dan terlihat bodoh.
"Kenapa memilih Mahesa grup untuk menggelar fashion show anda nona?" Niko meralat pertanyaan nya, dan terdengar menjadi lebih jelas di telinga ku, atau mungkin tadi karena aku sedang sedikit melamun saja, jadi aku agak loading dalam menerima pertanyaannya.
"Jessika, panggil saya Jessika atau Jess saja." Ucap ku.
"Saya mendapat rekomendasi dari banyak teman katanya tangan dingin anda biasanya selalu sukses dalam membuat suatu acara, dan teman- tean ku yang pernah mmakai jasa Mahesa biasanya merasa sangat puas." Sambung ku memuji, namun harus sedikit berbohong karena aku tak di rekomendasikan oleh siapa pun untuk melakukan kerja sama dengannya, melainkan di dorong oleh rasa dendam ku yang seakan berkarat di hati.
Niko terlihat manggut-manggut mendengar penjelasan ku, meski aku juga tak dapat menebak apa arti dari ekspresinya yang terkesan datar itu.
"Baiklah, proposal anda saya terima untuk di pelajari lebih lanjut, nanti sekretaris saya akan menghubungi anda," pungkasnya mengakhiri pembicaraan.
'What?! Aku menunggu selama lebih dari 3 jam lamanya hanya untuk pembicaraan seperti ini?' kesal ku dalam hati.
Sungguh rasanya ingin sekali aku protes dengan apa yang baru saja di sampaikannya itu, kenapa harus menunggu lagi? bukannya bisa di putuskan saat ini? Lantas kenapa harus di tunda lagi?
"Maaf, berapa lama saya harus menunggu?" akhirnya aku tak tahan untuk tak bertanya padanya, dari pada pertanyaan itu terus mengganjal di hati ku, lebih baik ku tanyakan langsung saja.
"Anda bisa mencari event organizer lain jika anda tidak bisa cukup bersabar dengan cara kerja perusahaan kami, nona Jessika!" jawabnya membuat ku menjadi merasa menyesal karena telah menanyakan hal itu pada pria aneh dan sekarang menjadi sangat menyebalkan itu, bisa-bisanya dia berkata dengan bernada satir seperti itu.
"Bukan seperti itu maksud saya, hanya saja saya sebenarnya ingin segera melaksanakan acara fashion show itu berbarengan dengan ulang tahun saya, jadi biar moment nya pas, hanya saja jika saya harus mencari EO lain saya sepertinya sudah sangat cocok dengan Mahesa grup," kata ku sekuat tenaga menhan diri agar tak terpancing emosi karena sikap tengil yang terus di tunjukan oleh Niko.
Atau mungkin sebenarnya pembawaan Niko memang seperti itu, hanya saja aku yang tidak terbiasa dengan sikapnya yang terkesan menyebalkan itu menjadi merasa agak kesal dalam menghadapinya, terlebih ada embel-embel perasaan benci terhadap istrinya yang membuat semua perilaku Niko tak ada baik-baiknya dimata ku,selin wajahnya yang tampan.
"Tunggu lah, sekretaris saya pasti menghubungi anda!" Lagi-lagi jawabannya membuat hati ku merasa dongkol, dan ingin mencacinya dengan sumpah serapah karena sikap arogant nya itu.
Aku akhirnya memilih untuk berpamitan dan meninggalkan pria yang di awal perjumpaan mereka saja sudah membuat ku beberapa kali naik darah itu.
Entah lah, nasib buruk apa yang akan menimpaku di masa depan, karena kedepannya aku di pastikan harus banyak terlibat dan melibatkan diri dengan pria yang sangat menyebalkan itu.
Tapi lagi-lagi aku bertekad, aku tak akan menyerah semudah itu!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!