Tabrak~
Seorang gadis yang terburu-buru tanpa sengaja menabrak seorang wanita paruh baya yang berjalan dari arah berlawanan.
"Ma... maaf, Bu. Maaf saya tidak sengaja, saya bantu, Bu." Gadis itu membereskan barang yang berserakan di tepi jalan.
"Ini, Bu. Sekali lagi saya minta maaf ya, Bu. Saya tidak sengaja." Ucap seorang gadis dengan lembut dan rambut panjangnya yang terkibas oleh angin.
Wanita paruh baya itu terpesona saat melihat intens wajah gadis yang tidak sengaja menabraknya itu.
"Eh, tidak apa-apa. Gadis sebaik mu jarang lho, biasanya anak muda zaman sekarang jika menabrak seperti ini malah menyalahkan ibu. Maklum saja karena mungkin ibu sudah tua. Tapi kau tidak segan untuk meminta maaf." Ucap Wanita paruh baya itu yang berkisar usia 48 tahun.
"Em... i-iya, Bu. Sekali lagi saya minta ya, Bu. Karena saya yang terburu-buru dan tidak melihat jalan sampai membuat ibu terjatuh dan barang ibu berserakan. Apalagi barang-barangnya terlihat mahal, Jika ada yang rusak saya tidak bisa menggantinya."
"Iya, ibu sudah memaafkan mu, Nak. kau tenang saja. Oh ya sepertinya kau terburu-buru, ada apa?"
"Iya, Bu. Itu masalahnya, saya buru-buru sampai menabrak ibu kan. Maaf ya, Bu."
"Hahah... Kau ini meminta maaf terus. Memang nya ada apa?" Tanya wanita paruh baya itu ingin memastikan.
"Karena saya terlambat masuk kuliah, Bu. Jadi, saya terburu-buru."
"Owh iya... ini sudah pukul 07.45. Itu tandanya sudah terlambat, ibu juga memiliki anak di rumah seusia mu dan biasanya dia masuk kuliah itu pukul 07.15, itu tanda nya kau terlambat 30 menit." Ucap Wanita paruh baya itu malah mengajaknya berbincang.
"Iya, Bu." Balas Dini, Nama gadis itu, yang merasa gundah ibu itu terus berbicara panjang lebar, namun dia berusaha menanggapinya karena tidak baik menyela pembicaraan orang yang lebih tua menurutnya.
"Memangnya rumah mu di mana? Apa kau tidak diantar oleh orang tua mu."
"Tadi saya diantar oleh bapak saya dan sudah sampai di tempat kuliah, namun saya kembali lagi pergi keluar menuju tempat fotocopy, Bu."
"Kenapa??" Tanya ibu itu yang masih mengajak gadis itu berbincang.
"Saya lupa mencetak tugas saya, Bu. Maka dari itu saya pergi ke tempat fotocopy. Dan sekarang sepertinya saya sudah sangat terlambat. Saya permisi dulu ya, Bu. Ibu hati-hati dan sekali lagi saya minta maaf." Gadis itu berlari tergesa-gesa meninggalkan ibu itu karena sudah tidak memiliki banyak waktu lagi.
"Hei... tunggu dulu, Nak. Siapa nama mu?" teriak wanita paruh baya itu berusaha mengejar, namun gadis itu sudah terlalu jauh dan sepertinya gadis itu tidak mendengar dan terus berlari.
"Kasihan sekali gadis itu, Semoga saja aku bisa bertemu kembali dengannya." Gumam wanita paruh baya.
"Nyonya, mobil anda sudah siap." Ucap supir di sampingnya.
"Baik." Wanita paruh baya itu pun masuk ke dalam mobilnya, sembari matanya tidak lepas dari pandangan kosong pada seorang gadis yang sudah menghilang.
...***...
Universitas~
"Permisi... Maaf, Pak, Saya terlambat." Bicaranya dengan nafas yang belum stabil.
"Dini, kau ini yah! Sudah saya peringatkan masuk kelas tepat waktu, tapi ini yang kedua kalinya kau terlambat." Marah dosen pada Dini yang sedang mengajar saat Dini datang dan malah mendapati kedatangan Dini yang terlambat.
"Maaf, Pak, Saya mengaku salah, Tap..." Bicaranya terhenti.
"Sudah cukup! Hari ini kau tidak ada alasan, saya sudah bosan mendengar alasan mahasiswa di sini. Sekarang juga saya beri hukuman padamu untuk membersihkan seluruh toilet kampus!!" Titah dosen tegas dengan nada mengancamnya.
"Ba-baik, pak." terima Dini dengan lapang dada tanpa mengelak.
"Dan tugasmu, kemari berikan pada saya!" Perintah dosen diakhir.
"Ini, pak." Dini berbalik dan berjalan menghampiri dosen memberikan tugasnya.
"Dan ya, sebelum semua toilet bersih kau tidak boleh masuk kelas." peringatan Dosen.
"Baik, Pak, saya mengerti." jawab Dini pergi melengos meninggalkan kelas.
"Rasakan itu, hahaha..." Ucap teman sekelas Dini yang tidak menyukai Dini dan selalu mengusiknya, ia bernama Luna.
"Kasihan Dini, padahal tadi dia mengatakan pada kita jika ia lupa mencetak tugasnya. Padahal dia terlambat demi mengumpulkan tugas itu. Kita saja tidak tahu alasan dia terlambat seperti ini, bisa saja dia mengalami masalah bukan lama menunggu tugasnya selesai tercetak. Tapi dosen itu malah menghakimi tanpa mendengar alasan." ucap teman Dini bernama Rania, ia cukup kesal dengan keputusan dosennya.
"Pendapatku sama, Aku juga kasihan melihatnya." jawab Prisha. Sama-sama teman Dini dan mereka bertiga selalu bersama menjadi teman baiknya.
"Sudah semuanya diam!! Lanjutkan praktek kalian!!" ucap dosen yang meninggikan suaranya karena mahasiswa di ruang itu ribut.
Disela semua mahasiswa sedang melangsungkan proses pembelajaran, di sisi lain Dini pun sedang menjalankan hukumannya dengan membersihkan semua toilet yang lumayan cukup kotor.
Dari pagi sampai siang ia belum selesai menyelesaikan hukumannya, itu artinya ia tidak mengikuti semua mata pelajaran kuliah hari ini. Tidak masuk akal memang, tetapi dosen itu seketika merubahnya seperti office girl yang bekerja membersihkan bagian lingkungan universitas, bukan sebagai mahasiswa yang tugasnya mengikuti semua proses pembelajaran.
"Eh, Din. Kita bantu yah." Ucap Rania, dia dan Prisha mendatangi Dini yang masih berkutik dengan alat kebersihannya.
"Iya, Din. Kita bantu yah." timpal Prisha.
"Tidak apa-apa, kalian tidak perlu membantu, semuanya di sini kotor. Kalian pulang saja yah." Jawab Dini. Bukan apa, hanya saja ia tidak ingin merepotkan orang lain.
"Tidak apa-apa, Din. Lagipula kau sudah dari pagi membersihkan toilet, kau tahu juga bukan jika kampus ini besar sekali. Membersihkan satu toilet saja sudah lelah, lalu bagaimana bisa membersihkan semuanya hanya seorang diri." ucap Prisha.
"Iya, Din. Hari ini kita pulang lebih awal lho pukul 10.00. Seharusnya kita memanfaatkan waktu, kita bisa pergi ke mall untuk bersenang-senang." Ucap Raina.
"Tidak apa, aku sudah terbiasa. Kalian pulang saja. Supir kalian pasti sudah menunggu di luar untuk menjemput kalian."
"Iya juga sih, Ran, Supir ku pastinya sudah menunggu di luar." Ucap Prisha.
"Iya juga yah. Ibuku sudah menelepon ku juga. Aku lupa memberitahu supir untuk jangan menjemput ku dulu. Tapi Din, bagaimana dengan mu? Kau tidak apa-apa di tinggal sendiri?" tanya Rania.
"Sudah tidak apa-apa. Lagipula sebentar lagi akan selesai. Kalian pulang lebih dulu saja."
"Yasudah... jika seperti itu, kami pulang lebih dulu ya, Din. Maaf tidak jadi membantu mu." ucap Rania.
"Kau yakin, Din? Kau ditinggal sendiri di sini?" tanya Prisha tidak tega.
"Iya, aku sangat yakin." jawab Dini dengan senyum manisnya.
"Baiklah, kami pulang mendahului mu ya, Din. Sampai jumpa besok, ingat jangan sampai terlambat lagi!" ucap Prisha.
"Iya. Kalian hati-hati." jawab Dini.
"Ok, Sampai jumpa besok ya, Din." ucap Rania.
.
.
.
Tidak lama kemudian hukuman yang dikerjakannya telah selesai dikerjakan. Toilet menjadi bersih, dan Dini lolos dari amarah dosen yang marah jika hukuman yang diberikan tidak diselesaikan dengan baik oleh mahasiswanya.
"Syukurlah... akhirnya selesai juga." ucap Dini sembari menghela nafas panjang dan mengusap keringatnya.
Dini pun meninggalkan universitas di pukul 12.00. Tidak seperti yang lainnya langsung pulang ke rumah, setiap hari setelah kuliah selesai ia langsung pergi ke restaurant tempat ia bekerja. Di sana ia bekerja sebagai pengantar makanan atau delivery.
"Dini, untunglah kau akhirnya datang. Pesanan hari ini banyak sekali, sampai-sampai delivery yang lain hari ini kewalahan, dan untungnya kau datang juga. Sekiranya cukup membantu untuk mengantar sebagian makanan lain." Ucap Shinta pemilik restaurant sederhana itu.
"Maaf ya, Kak Shinta. Tadi aku mengerjakan tugas kuliah ku dulu." ujar Dini berbohong.
"Iya, tidak apa-apa, kakak tahu kok, tugas itu sebagian dari tugasmu sebagai mahasiswa juga. Yasudah kau ganti pakaian mu terlebih dahulu! Setelah itu, ini sebagian makanan kau yang antarkan yah. Alamatnya sudah ada. Kakak ingin mengurus yang lain di belakang."
"Baik, Kak." Dini pun bergegas mengganti pakaiannya yang bau kerak toilet di ruang ganti.
Restaurant tempat Dini bekerja tidak begitu besar dan bukan restaurant mewah. Pemiliknya yang bernama Shinta itu baru membuka restaurant tersebut. Dan sebuah keberuntungan yang luar biasa restoran tersebut ramai di kunjungi orang penting meskipun hanya restoran biasa. Mereka datang karena masakannya yang enak.
Dini mulai mengerjakan pekerjaannya sebagai delivery makanan ke tempat orang-orang bekerja di perusahaan ataupun luar perusahaan.
Setelah menjelajah beberapa perusahaan yang dia antar pesan makanan siangnya, Pesanannya pun tinggal satu tempat perusahaan lagi yang perlu ia antar.
"Perusahaan AMB Pratama group!! Ini kan perusahaan terkenal itu yang sudah lama berdiri, apa tidak salah perusahaan ternama dan berkelas memesan makanan di restaurant kami yang biasa. Kak Shinta mengatakan makanan ini harus sampai sebelum pukul 13.00 dan sekarang pukul 13.05 dan itu artinya aku terlambat lima menit mengantar makanan dan kopi ini." Dini pun langsung tancap gas melajukan motornya.
"Semoga saja waktu berubah seketika dan hari ini keberuntungan di pihak ku. Jika sampai pemilik perusahaan marah bisa-bisa mereka mengadu komplain pada kak Shinta dan kak Shinta kehilangan satu pelanggan. Aku harus cepat!" Sekali lagi dia menarik gasnya cepat, tidak peduli meskipun nyawanya akan hilang menabrak pengendara lain karena kecepatan tinggi.
Pukul 13.10~
Sampai di alamat perusahaan AMB Pratama Group dan langsung masuk membawa pesanannya.
"Permisi... Permisiii..." Dini terburu-buru masuk sampai menabrak karyawan di sana yang sedang berlelangan berjalan di koridor perusahaan.
"Heh dasar tukang delivery, Tidak sopan ya anda." Marah karyawan yang tertabrak sampai jatuh.
"Maaf... maaf." Teriaknya dengan sambil terburu-buru.
Di Ruang Presdir~
Seseorang tengah marah dan memarahi Asistennya.
"Mana pesanan hari ini? Apa kau sudah mengurus semuanya, hah? Sebagai CEO di perusahaan ini selain mengurus semua pekerjaan mengenai perusahaan, Aku harus menjunjung tinggi seorang karyawan yang bekerja. Mereka harus menerima asupan makanan dan minuman disela-sela bekerja." ucapnya marah besar meneriaki sang asisten.
"Maaf Presdir,,, Kami sudah memesan makanan tersebut dan pesanan itu sudah diantar dan diperkirakan akan sampai pukul 13.00 sesuai yang Presdir inginkan." jawab Asisten pribadinya menunduk, namun di sisi lain ia harus membela dirinya dengan menjawab atasannya.
"Kau tidak lihat ini sudah pukul berapa?!! Waktu sudah menunjukkan pukul 13.35! Di mana sekarang makanan itu, heuh?? Apa kau pikir aku bodoh?!" Bentaknya.
"Tidak. Bukan seperti itu, Presdir." ujar Asisten yang tertekan.
"Sudah batalkan pesanan itu, dan pesan di restoran lain!" Titahnya.
"Tunggu-tunggu,,, Pesanan kalian sudah datang. Maaf jika aku lancang sudah masuk tanpa seizin kalian." Gadis pengantar makanan itu barulah datang menuju ruangan Presdirnya langsung dengan menyelonong.
"Siapa kau? Beraninya masuk tanpa seizin ku. Siapa yang menyuruhmu masuk?" Kecam CEO itu yang geram orang sembarangan seenaknya menyelonong masuk ke ruangannya dengan pakaian lusuh.
"Em... Sa-saya, saya pengantar makanan. Kalian memesan makanan di Restaurant Shinta, kan? Itu adalah tempat kerjaku. Dan ini pesanan kalian, maaf atas keterlambatannya." jawab gadis itu cukup takut melihat tatapan elang dihadapannya.
"Apa kau tidak waras, heuh? Atau kau buta angka? Sampai kau tidak bisa melihat jam sudah menunjukkan pukul berapa sampai kau terlambat mengantarkan makanan kami!!" Hardik pria angkuh dan menyeramkan itu.
"Saya tahu, Tuan. Ini memang kesalahan saya. Saya tidak melihat pesanan harus sampai sebelum pukul berapa."
"Ternyata kau mengakuinya. Asal kau tahu sifat tidak disiplin dan bekerja malas mu ini pasti turun dari ayahmu. Gen orang tua bisa menurunkan sikap dan perilaku anaknya. Karena ayahmu yang pemalas, memungkinkan mu bekerja di usia mu yang masih terlihat muda seperti ini."
Dini yang semula menunduk seketika menatap lawan bicaranya dengan menatap tajam. Tentu saja Dini marah mendengar ayahnya diolok-olok orang lain, bahkan tidak ada satu orangpun yang mengenal baik ayahnya daripada dirinya sendiri.
"Anda boleh menghina saya, Tuan. Terserah anda ingin mengatakan apa pada saya. Tapi jangan pernah anda menghina orang tua saya apalagi ayah saya sesuai Tuan sebutkan tadi. Andai anda tahu ayah saya adalah ayah yang paling berjasa untuk saya. Walaupun memang kami adalah orang miskin, siang dan malam ayah saya selalu bekerja tanpa mengeluh panas atau hujan ayah saya tidak pernah merasa itu bencana. Dia tidak pernah bermalas-malasan seperti itu. Anda pikir ayah saya pengangguran, sehingga sifat pemalas turun pada anaknya? Anda salah, Tuan. Ayah saya memang berbeda seperti ayah lainnya, dia bukan seorang CEO perusahaan atau manager perusahaan. Tapi ayah saya adalah orang yang memiliki kuadrat tinggi dimata saya apapun itu pekerjaannya. Anda saja hidup sebagai pria angkuh yang merendahkan orang. Bagaimana jika anda memiliki anak dan anak tuan merendahkan ayahnya sendiri?"
"Dan sekarang terserah anda ingin memakan atau membuang pesanan anda, saya tidak peduli. Permisii..." Pergi dengan perasaan marah dan sedih bercampur aduk.
Orang yang mendengarnya pun tertegun.
"Em... Maaf, Presdir. Lalu, kita apakan makanan dan minuman ini?" Tanya Asistennya memecah keheningan.
Sorot mata yang sedang diajaknya bicara itu sangat tajam dan memerah, tangannya mengepal menahan amarah. Berani-beraninya ada seorang wanita yang meninggikan suara dihadapannya.
"Bagikan semua pada karyawan! Kita sudah membelinya. Jangan gara-gara wanita itu kita membuang uang untuk makanan sampah ini."
"Baik, Presdir." ujar Asisten itu pergi membawa makanan tersebut untuk dibagikan pada karyawan.
Asisten presdir yang bernama Damar itu adalah orang tersabar yang menanggapi semua permasalahan atasannya yang arogan.
Presdir utama atau CEO perusahaan AMB Pratama group itu bernama Arya Razvan Pratama, ia menginjak usia 27 tahun, ia adalah anak pertama sekaligus pewaris perusahaan ayahnya yang bernama Barma Pratama. Arya dikenal sebagai pria yang angkuh, kejam, keras kepala, cuek dan dingin. Awalnya perusahaan ini dibentuk dan dipimpin oleh ayahnya tapi hanya 5 tahun melakoni. Setelah itu, ia memberikan tanggung jawab sepenuhnya pada Arya, anak pertamanya untuk memimpin.
"Pelayan!" Panggil seorang sambil melambaikan tangan.
"Eh, Din. Aku meminta bantuan darimu, ya." Ucap teman serekan kerja.
"Apa??" Jawab Dini.
"Tolong layani dulu ibu-ibu itu! Dia meminta menu. Kau hanya tinggal memberikan menu ini, lalu nanti kau tulis apa yang dia pesan saja." Ucap temannya, bernama Vani.
"Kenapa tidak kau saja yang melakukannya, Vin?" Tanya Dini bukan tidak ingin, namun hanya mengganjal saja.
"Sudah kau saja, ya! Aku meminta bantuan darimu. Aku sering ribet jika harus berurusan dengan ibu-ibu yang memesan, mereka sangat tidak jelas. Sudah tua bukannya diam di rumah malah berkumpul arisan." Cela Vina.
"Hussh... Kau ini tidak boleh mengatakan hal itu. Kau harus ingat jika kau juga memiliki seorang ibu. Ya sama saja walau bagaimanapun seorang ibu dan mereka bukan ibu kita, ibu itu yang lebih tua dari kita, kita harus hormat pada mereka." Ucap Dini.
"Aku setuju dengan apa yang kau katakan itu, Din. Tapi kan ibu ku berbeda. Sudahlah kau saja yah, aku mohon." Ucap Vina menangkupkan tangannya.
"Iya, Baiklah." Ucap Dini sambil pergi membawa menu dan alat tulis.
"Permisi, ibu. Ini menu nya! Silakan dilihat! Ingin pesan apa?" Ujar Dini.
"Saya lihat dulu yah." Jawab ibu itu.
"Eh, Jeng, Kapan situ bawa menantu? Dengar-dengar Arya sudah memiliki kekasih, cantik lagi. Katanya sih artis sekaligus model ya, kapan nikahnya? Memangnya tidak ingin cepat memiliki menantu yang bisa diajak ikut berkumpul arisan bersama seperti kita nih. Iya kan..." Bicara teman anggota arisan itu.
"Iya, Jeng. Cepat nikahi anaknya! Nanti terburu terlambat lho, Jeng. Bisa-bisa nanti jadi perjaka tua loh." Ucap Jeng lainnya.
Dari tadi Dini berada di sana dan mendengar semua perbincangan mereka. Ia merasa kurang nyaman dan ingin segera pergi agar tidak mengetahui perbincangan orang lain. Sedangkan ibu yang didesak masih melihat daftar menu dan tidak menggubris perkataan teman sebayanya.
"Aduh, Jeng. Maaf yah lebih baik pesan makanan saja dahulu, nanti dulu mengobrol nya." Ucap ibu itu memberitahu.
"Iya deh, Jeng. Maaf yah."
"Mba, saya pesan... aaa, lho kau?!" Ibu itu mengenali Dini dan menyapanya.
"Ibuu... Ibu yang kemarin tidak sengaja saya tabrak, kan?" Ucap Dini memastikan.
"Iya itu ibu,,, kau bekerja di sini?" Tanya ibu itu.
"iya, Bu. Saya kebetulan kerja di sini, untuk tambahan biaya kuliah, bu." Jawab ramah Dini.
"Owh... Hebat sekali kau yah. Kuliah sambil bekerja itu sulit. Ibu salut denganmu. Jarang sekali ada anak muda yang seperti dirimu, biasanya kan kebanyakan hanya meminta kepada orang tuanya. Kau perempuan mandiri."
"Semua anak pasti memiliki perjalanan dan takdir sendiri, Bu. Sebagian pertama terlahir sebagai anak yang berasal dari keluarga kaya, dan sebagian kedua terlahir dari keluarga yang biasa saja yang harus berjuang menaikkan derajatnya, dan saya termasuk dari anak sebagian ke dua."
"Ibu salut denganmu, kau tidak pernah mengeluh dan berprinsip yang kuat. Orang tuamu pasti bangga memiliki anak seperti mu."
"Aamiin, Bu. Terima Kasih."
"Owh ya, Jika seperti itu, ibu pesan steak nya ya minumnya es jeruk saja. Karena kebetulan ibu denger restoran ini baru buka dan makanannya pun enak-enak. Apalagi steak nya dikatakan banyak yang membicarakan dagingnya empuk, dan rasanya pasti juara."
"Owh iya... Baik, Bu." Dini pun segera menulis di catatan pemesanan.
"Jika seperti itu kita pesan itu saja deh, Jeng." Ucap ibu-ibu dan menantu mereka serempak memesan makanan yang sama.
"Owh, yasudah steak dan es jeruknya 9 berarti."
"Baik, Bu. Ditunggu pesanannya." Dini pun pergi agar pesanan mereka segera diproses.
"Siapa itu, Jeng? Akrab sekali dilihatnya." Tanya salah satu jeng.
"Owh, Itu gadis kemarin yang tidak sengaja menabrak saya di tepi jalan. Dia anak yang baik dan sopan, kemarin entah berapa kali dia meminta maaf terus menerus."
"Owh, Saya kira siapa." Mereka pun tidak heran lagi dan terlihat raut bersikap bodo amat.
Pesanan pun datang dan mereka menyantap makanannya. Setelah selesai, Semua orang pamit pulang terkecuali ibu-ibu yang tidak sengaja bertabrakan dengan Dini.
"Hei, Nak. Kemari sebentar!"
"Saya Bu?" Tanya Dini memastikan.
"Iya kau...Ayo kemari!"
Dini menghampiri dengan perasaan tidak tenang, "Ada apa ya Bu?" Tanya nya
"Dari kemarin ibu terus memikirkan mu, ibu berharap bisa bertemu denganmu kembali, dan akhirnya ibu bertemu denganmu di sini."
"Memangnya ada apa ya Bu? barang-barang ibu tidak rusak kan? Jika ada yang rusak saya akan mencoba untuk mengganti saja, Bu."
"Bukan, bukan itu, kau ini... Hhhh. Ibu ingin bertanya, Siapa namamu?" Ungkapnya.
"Oh, Nama saya Dini, Bu."
"Owh Dini, Akhirnya ibu tahu nama mu. Bagus dan cantik, sederhana namanya persis seperti orang nya."
"Terima kasih, Bu." Ujar Dini tidak nyaman menerima pujian.
"Jika ibu, Amira." Ucap ibu itu mengenalkan diri
"Oh iya baik, Bu Amira."
"Apa kau memiliki handphone?"
"Ada, Bu." Jawab Dini
"Ibu boleh meminta nomor telepon mu?"
"Em... Untuk apa ya, Bu?" Tanya Dini
"Kau tenang saja ibu orang baik kok, ibu dengar orang tuamu seorang petani yang menjual bunga mawar kan? Nah siapa tahu nanti ibu pesan dan membutuhkan bunga dan tinggal klik memanggil dirimu saja, ia kan?"
"Oh seperti itu ya, bu. Tapi dari mana ibu tahu?"
"Ibu baca dari kertas kemarin yang jatuh waktu bertabrakan, Maaf ya ibu lancang membaca informasi mu."
"Tidak apa-apa, Bu. Baiklah jika seperti itu, ini nomor saya." Ucap Dini menunjukkan handphone yang sudah ditampilkan nomor handphone miliknya.
"Ibu simpan ya. Nanti ibu telepon jika ibu ada perlu denganmu." Kata Bu Amira sambil mencatat nomor Dini.
"Iya, Bu. Dengan senang hati."
"Yasudah karena sudah selesai, Ibu pamit pulang dulu yah, yang semangat kerjanya." Ucap Bu Amira.
"Pasti, Bu. Terima Kasih atas dukungannya." Jawab Dini sambil tersenyum.
Di Ruang Makan~
Keluarga Pratama yang terdiri dari 5 anggota inti: Ayah, Ibu, Anak Pertama (laki-laki), Anak Kedua (Laki-laki), Anak ketiga (Perempuan), dan beberapa pembantu dan pekerja di sana.
Pak Barma, Bu Amira dan Arya sedang sarapan pagi sebelum melakukan aktivitasnya. Di tempat meja makan tersebut hanya terdiri tiga orang, dua anak Pak Barma yang lain, salah satunya sudah tiga tahun ini berkuliah di luar negeri, dan satu lainnya anak ketiga sudah berangkat kuliah pagi sekali.
"Arya, Kau ini kapan menikah, Nak? Ayah dan Ibu ingin cepat menggendong cucu." Ujar Pak Barma di sela sarapan mereka.
"Ibu juga iri dengan teman-teman ibu yang kemana-mana mereka pergi ditemani menantu perempuan nya, ibu juga menginginkan hal itu." timpal Bu Amira juga.
"Kalian tenang saja sebentar lagi impian kalian akan tercapai." Jawab Arya dengan dingin.
"Siapa wanita itu?" Tanya Pak Barma.
"Valerie!!" Jawab Arya yang masih dingin.
"Ayah tidak setuju jika kau menikah dengan wanita itu." Gertak Pak Barma.
"Ibu juga tidak setuju." Jawab Bu Amira.
"Tapi kenapa? Ada apa dengan kalian? Bukankah kalian memintaku untuk menikah? Lalu setelah menemukan calonnya kalian malah tidak setuju." Marah Arya sedikit terdengar gusar.
"Pada intinya kami tidak merestui hubungan kalian, ayah yakin kekasih mu itu tidak serius, dia artis dan dia tidak akan bisa mengurus mu, Arya." ketus Pak Barma.
"Iya Arya, kau lihat saja sekarang dia malah sibuk syuting dan sibuk mengikuti kontes, kau pikir dia akan fokus pada mu?"
"Tapi ayah, ibu, Valerie sudah berjanji padaku jika dia sudah merasa bosan dia akan meninggalkan semua itu dan terfokus hanya padaku. Lagipula itu adalah cita-cita nya sejak kecil, wajar saja jika dia mengejar impiannya."
"Terus saja membela wanita itu. Asal kau tahu memang kau ingin dianggap dan hanya dijadikan sebagai pelampiasan ketidakbosanan nya. Seenaknya kau menjelaskan pada kami jika dia bosan, dia akan terfokus denganmu. Bagaimana jika hal ini tidak terjadi pada pekerjaannya, namun terjadi pada pernikahan kalian. Setelah dia bosan denganmu, dia ingin mencari laki-laki lain pergi meninggalkanmu."
"Lalu, kalian ingin apa? Kalian ingin aku menikah dengan seorang office girl di perusahan ku. Karena tugasnya dia bisa melayani para karyawan di perkantoran untuk memudahkan pekerjaan. Sehingga setelah menikah denganku, ia bisa melayani ku dengan baik. Begitu maksud kalian?" Emosi Arya memuncak.
"Itu lebih baik, sekiranya walaupun derajatnya rendah, Dia memiliki tanggung jawab terhadap suaminya. Tidak seperti Valerie, dia memiliki ego tinggi yang pasti terus membuatmu agar bisa memberikan apa yang dia inginkan, sekaligus memanfaatkan kekayaan mu." Jawab ayahnya.
"Ayah dan ibu ini, ada apa dengan kalian? Aku sudah dewasa, dan tidak perlu pendapat kalian lagi, aku bisa menentukan mana yang buruk dan baik untukku sendiri. Tidak seperti waktu kecil yang hanya menuruti keinginan kalian." Arya kesal, dan mengakhiri makannya yang belum habis, lalu pergi untuk berangkat ke perusahaan.
"Kau sudah berani membentak ayah dan ibu." Marah pak Barma.
Handphone Arya berdering~~
Arya pun segera mengangkat.
"Hallo, Valerie. Apa kabar?" Mulai Arya menyapa dalam telepon.
"Hallo, sayang. Aku baik, dan kau sendiri bagaimana?"
"Aku baik, malah semakin baik setelah mendengar suaramu."
"Kau ini gombal yah. Ternyata CEO yang dingin dan angkuh itu bisa menggombal juga."
"Untuk mu apa yang tidak!"
"Owh ya Arya, hari ini aku pulang. Kau temui aku yah, aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
"Baiklah... untuk dirimu aku pasti akan datang."
"Aku tunggu, nanti aku akan mengirimkan alamat di mana kau bisa menemui ku."
"Baiklah." Menutup telepon.
"Lihat Bu, tidak ada sopan-sopan nya dia sekarang, orang tua nya sedang mencoba memberikan hal terbaik untuknya sendiri, dia malah sibuk berbincang dengan wanita yang tidak benar itu." Kesal Pak Barma melihat Arya berteleponan dengan Valerie.
"Yang sabar saja, Pak. Arya sendiri mengatakan jika dia sudah dewasa, dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Setelah mendengar pernyataannya tadi kita tidak bisa melakukan apapun, karena anak kita yang kita rawat dan timang pada saat kecil, dia sudah beranjak dewasa dan akan segera menikah."
Dengan menghiraukan orang tuanya Arya pun pergi setelah mendapat tempat pertemuannya yang di berikan Valerie padanya untuk bertemu.
Skip sampai di suatu tempat di mana Arya dan Valerie melakukan pertemuan.
"Arya, Aku rindu sekali padamu!" Valerie berlari kecil dan menerjang dengan pelukan pada Arya langsung.
"Sama halnya dengan mu, Aku juga sangat merindukanmu." Ucap Arya sambil membalas pelukannya.
Menyudahi pelukannya~
"Apa yang ingin kau katakan padaku?" Tanya Arya langsung.
"Emm... Sebenarnya aku berat mengatakan hal ini padamu, tapi bagaimana lagi aku terlanjur sudah membuat keputusan dan keputusan ku ini sudah bulat." Ucap Valerie yang semakin membuat Arya penasaran.
"Maksud mu?" Tanya Arya.
"Arya, ini sudah saatnya kita akhiri saja hubungan ini!" Pernyataan Valerie sontak membuat Arya terkejut.
Arya berdiam diri masih mencerna, dan tak menjawab.
"Maksud ku, Ayo kita berpisah saja!!" Ucap Valerie sekali lagi menegaskan.
"Kau ini mengatakan apa Valerie? Kau pasti sedang membuat kejutan."
"Aku serius Arya, Aku tidak sedang bercanda! Aku sudah memikirkan hal ini dengan matang, dan ini adalah keputusan ku."
"Tapi apa, apa alasannya??" Tanya Arya.
"Manager ku mengatakan, performa keaktrisan dan semua film, sinetron, drama yang aku bintangi itu selalu sukses dibintangi, tidak ada yang gagal, dan saat ini aku ditawari untuk menjadi model Brand Ambassador milik perusahaan fashion terkenal di luar negeri, dan andai kau tahu namaku sedang naik daun, dan aku memenangi banyak penghargaan dari awal debut sampai saat ini. Dan aku pikir aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini, kesempatan tidak datang dua kali. Jadi, aku ingin meminta putus darimu dan biarkan aku pergi mengejar cita-citaku dan menekuni karirku di luar negeri."
"Kenapa kau semudah itu mengatakan semuanya?" Tanya Arya yang masih tak menyangka.
"Iya, Aku tahu pasti kau pasti kecewa. Tapi ini demi kebaikan kita bersama. Jika sampai nanti kita menikah kau juga yang akan bangga, orang lain akan mengatakan kau beruntung menikahi seorang artis terkenal dan model terkenal luar negeri, iya kan?"
"Aku tidak membutuhkan itu semua, aku sangat kaya, aku bisa memenuhi semua kebutuhan mewah mu itu. Yang aku butuhkan hanya kau Valerie! Aku sudah menjadi CEO hebat yang terkenal dan ternama kau tahu itu kan, dan kau adalah nyonya CEO Arya Razvan Pratama itu sudah cukup. Setelah itu, kau bebas ingin melakukan apapun selama kau menjadi istriku, kau bebas ingin menghabiskan uangku dalam satu hari, aku tidak masalah dengan hal itu. Tapi jangan sampai kau pergi meninggalkan ku."
"Maaf Arya, Keputusanku sudah bulat, aku tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini hanya untukmu. Aku tidak bisa. Aku tidak ingin dicap sebagai wanita yang menumpang hidup denganmu. Maaf..." Valerie pergi begitu saja dan melepaskan eratan genggaman tangan Arya.
Arya pun masih mematung dan menahan sakit yang dialami kini kekasih yang dambakan pergi meninggalkannya karena sebuah cita-cita yang harus dia kejar dan lebih diprioritaskan. Yang membuat dirinya saat ini sakit hati akibat putus cinta.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!