Pagi yang cerah serta sinar matahari yang mulai tampak walaupun terhalang embun yang tebal membasahi bumi.
Di kamar yang gelap yang tampak seperti malam hari Revan masih tertidur pulas dengan selimut yang melilit di Bandan serta bantal yang menutupi mukanya.
Pintu kamar yang selalu tak terkunci tiba tiba terbuka lebar, dari arah luar Hanna masuk mendapati kamar putra semata wayangnya masih gelap gulita serta empunya kamar masih tertidur.
"Astaga ini anak masih molor aja, sekarang udah tahun berapa liat tu teman teman seumuran kamu udah pada gendong anak, lah kamu masih aja tidur Ampe tua begini." omel Mama Hanna yang ngawur kehabisan kata-kata serta membukakan tirai yang tertutup rapat dan saat terbuka menampakkan ruangan kamar yang terang benderang.
"Bentar lagi mah, Lima menit janji." lirih Revan yang menyeka liur yang tak sengaja meleleh serta mata yang masih berat di buka.
"Gak ada lima menit, sekarang bangun mandi beres beres mama tunggu dibawah." mama Hanna geram menarik selimutnya hingga Revan berguling jatuh dari kasur nya.
" Ahh... jahat banget ni mama, untung aja ni muka gak rusak kalau rusak bisa bisa hancur nih masa depan." Revan bangun tertatih lesu menuju kamar mandi.
Hanna menggeleng kan kepalanya setelah merapikan tempat tidur ia turun ke bawah menuju meja makan.
"Revan udah bangun." tanya Yonatan papa Revan di sela makanya.
"Udah, kebiasaannya libur malam bergadang paginya kesiangan." ujar Mama Hanna yang sudah terbiasa dengan sifat anaknya itu.
Selang beberapa menit Revan turun dari lantai atas menghampiri Mama dan papanya dengan tergesa-gesa meraih susu di meja meneguknya dengan cepat.
"Pa ma Revan pamit." meletakkan gelas ke meja dan bergegas pergi.
"Gak sarapan dulu." tanya Mama Hanna.
"Gak sempet, di sekolah aja." revan terus melangkah menuju teras.
Di teras sudah terparkir motor kesayangannya CBR 250RR yang di modifikasi warna hitam mendominasi.
Setelah memanaskan mesin motor beberapa menit motor pun berjalan dengan mulus keluar dari halaman rumah Revan.
Di depan rumah sebelah seperti biasa Ferro sudah siap dan rapi dengan seragam SMA menunggu Revan berangkat bareng.
Revan berhenti sengaja agak melewati posisi Ferro berdiri serta memasang senyum polos tanpa dosa.
"Ih sengaja banget deh ni anak Yonatan udah bikin janji pake acara telat lagi, bentar lagi masuk ni!" Ferro kesal.
"Udah mirip mama aku aja, pagi pagi ngegas aja tu mulut , untung aja ni telinga bahannya bagus gak gampang rusak." jawab Revan dengan plesetan.
"Nye Nye Nye....!" ejek Ferro kesal naik ke atas motor serta memasangkan helm nya.
"hem...!" Revan sengaja belum menghidupkan motor nya.
"Apaan sih ni anak tetangga, buruan oi jalan." teriak Ferro walaupun gak terlalu kencang.
"Pegangan dulu kali sini." Revan menunjukkan pinggang nya.
"Ogah!"
"Pegangan dong Ferro putri ananda, nanti jatuh biaya rumah sakit sekarang mahal, udah gitu nanti nyusahin teman teman yang lain buat nyiapin oleh oleh jenguk lo di rumah sakit, kasihan gua juga ntar terus gua tangung jawab nikahin Lo yg gak laku laku karena muka lo burik nyium aspal." kata Revan yang senyum senyum liatin reaksi Ferro dari spion.
"Banyak alasan ni gua pegang." Ferro tertawa lepas mencubit pinggang Revan dengan keras.
"Ah...! sakit tau." Revan meringis karena salah satu kebiasaan sahabat nya itu.
"Udah Ayok jalan..!" seru Ferro.
motor melaju mulus menuju ke salah satu SMA terfavorit di kota tersebut.
Sesampainya di parkiran sekolah Ferro turun dari motor dan seperti biasa manja meminta Revan membukakan pengait helm nya.
"Udah berumur masih aja susah bukain barang beginian." Revan mengejek.
"Bodo...!" Ferro memonyongkan bibirnya.
"Hu...!" Revan menutup kembali kaca helm Ferro dengan sengaja setelah melepaskan pengait nya.
"Ih jail banget sih ni anak." Ferro sebel melepaskan helm nya.
"Udah lama banget sih buruan ke kelas bentar lagi upacara bendera." Ferro menarik tangan Revan yang masih aja duduk di atas motor.
Mereka berjalan di koridor sekolah bersebelahan dan sekali kali Revan sengaja menjegal kaki Ferro yang hampir membuat nya terjatuh serta tak segan Ferro mengejar Revan untuk mencubit nya kalau bisa hingga kulit nya robek saking geramnya Ferro.
Ferro dan Revan tumbuh bersama, menghabiskan waktu bersama, sampai sekolah pun dari SD, SMP hingga sekarang duduk di bangku SMA mereka selalu satu kelas.
Hari ini merupakan hari pertama mereka menjadi siswa siswi kelas sebelas mereka telah bekerja keras belajar demi bisa naik kelas dan terbukti mereka bisa naik kelas Tampa ada yang mengulang.
Sekitar satu jam lebih berlalu upacara bendera pun berakhir para murid berhamburan meninggalkan lapangan upacara menuju kelas masing-masing.
Di kelas 11 MIPA 2 suasana gaduh dari beberapa siswa yang bergurau, Revan duduk di barisan ke dua paling belakang barisan meja guru, ia duduk semeja dengan Vian sedang kan di seberang sebelah kanannya ada Ferro duduk semeja dengan Ara.
"Eh pas gua ke kantor gua gak sengaja loh dengar wali kelas kita Bu yuni ngobrol sama siswa baru, pas gua liat oh my God ganteng banget....!" Ara senyum gemes menyipitkan matanya.
"Seriusan ..!" tanya Ferro yang biasa aja.
"Sumpah." Ara mengangkat dua jarinya.
Ferro hampir melanjutkan obrolan nya tiba tiba wali kelas mereka masuk dan di ikuti murid pindahan di belakang nya.
"Selamat pagi murid murid." Bu Yuni tersenyum semangat.
"Pagi Bu." saut murid bersamaan.
"Ok hari ini kita kedatangan murid baru, ayo silahkan
perkenalkan nama nya." Bu Yuni mempersilahkan.
"Nama saya Aslan Nelson saya murid pindahan dari SMA xxxx." Aslan memperkenalkan diri.
Para siswi memasang muka imutnya serta histeris melihat Ketampanan nya.
"Ganteng kan si Aslan." Ara berbisik.
"Iya ganteng." Ferro mengangguk tetapi gak begitu lebay seperti siswi yang lain.
Dari arah sebrang Revan sengaja melontarkan karet gelang yang entah dari mana ia mendapat nya ke arah lengan Ferro, walaupun gak terlalu sakit tetapi berhasil membuat Ferro geram menyipitkan matanya.
"Ganteng ganteng pala lu, lebay oi." Revan sewot.
"Apaan sih lu, iri yah bilang bos." Ferro menjulurkan lidahnya.
"Makanya waktu dalam kandungan jangan banyak gerak Napa, jadi gitu deh muka Lo gak jelas mirip masa depan." ejek Ara kepada Revan.
Merasa gak adil melihat Ferro mendapat bantuan mengejeknya, Revan kembali menarik gelang karet nya yang di arahkan ke kening Ara.
Hal tersebut di lihat Bu Yuni.
"Revan junior berhenti bermain, atau mau ibu suruh belajar di luar." Bu Yuni melototi Revan.
"Beneran Bu." Revan melihat setitik cahaya harapan bolos hari ini.
"Saya ikut!" Gilang dan Edo yang duduk dibelakang bangkunya Revan angkat tangan penuh semangat.
"Saya juga ikut Bu, saya akan menemani para sahabat saya mengikuti eksekusi ini walaupun waktu belajar di kelas saya pertaruhan." Vian mengangkat kan tangan nya dengan memasang wajah meyakinkan dan pura pura sedih.
"Bilang aja kalian berempat mau bolos." ceplos Ara.
"Eh gigi tupai, jangan menuduh dan berfikir negatif yah ini baru yang namanya teman yang setia." Vian dengan rasa bangga.
"Udah udah berhenti berdebat, Revan rapikan baju mu duduk dengan benar." Bu Yuni menengahi kebiasaan anak didiknya yang selalu aja berdebat.
"Aslan silahkan duduk bangku kosong di sebelah sana yah," Bu Yuni menunjuk bangku kosong tempat di depan meja Ferro.
"Baik Bu!" Aslan mengangguk dan langsung menuju kursi nya.
"Ibu ke kantor dulu kalian jangan ada yang keluar kelas apa lagi sampai ribut." kata Bu Yuni yang berlalu keluar meninggalkan kelas.
Setelah berkenalan dengan orang yang di sebelah nya Aslan menoleh ke arah Ferro dan menjulurkan tangannya.
"Aslan..!"
Saat Ferro hendak menyalami Aslan tiba tiba tangan Revan terlebih dahulu menggenggam tangan Aslan.
"Ini Ferro dan gua Revan." Revan tersenyum dengan dengan mata melotot.
"Ih kebiasaan." Ferro mencubit pinggang nya Revan.
"Anjir sakit oi, lama bisa bocor ni pinggang di cubit terus." Revan meringis kesakitan.
Aslan menarik kembali tangannya dan tersenyum kaku, ia memandang ke arah Revan dan heran dengan kelakuannya.
Bel istirahat berbunyi seperti biasa para siswa siswi berhamburan lari keluar kelas seperti ketakutan gempa, keluar dari kelas berbondong bondong tergesa-gesa menuju kantin.
Di area kantin suasana begitu ramai siswa siswi melakukan aktivitas nya masing-masing.
Di meja paling pojok Edo, Gilang, Vian dan Revan duduk bersebelahan di meja yang cukup panjang.
Sedangkan di depan mereka berempat ada Ferro dan Ara yang duduk sambil menikmati semangkuk bakso.
"Eh gila Aslan ganteng banget tau!" Ara gemes.
"Iya emang ganteng tapi gila." Vian membalikkan kata kata Ara.
"Ih.. bilang aja iri." Ara menjulurkan lidahnya.
"Eh yang gila datang tuh!" sindir Edo menyunggingkan bibir nya ke arah Aslan yang memegang Napan dengan sepiring nasi goreng dan segelas es jeruk menuju ke arah mereka.
"Oh my God baby." Ara semakin histeris.
"Gua boleh gabung gak?"
Aslan berdiri memegang Napan berisi pesanan nya, menoleh ke arah Ferro lalu tersenyum.
"Oh.,.. boleh banget!" Ara bersemangat.
Terdiam sejenak beberapa di Antara mereka ada pura pura mengisi mulut dengan penuh, agar memperlambat memberikan Jawaban.
"boleh kok silahkan duduk aja." Ferro tersenyum ramah.
"heh kok kalian gak jawab sih!" kesal Ara mengayunkan kakinya menendang kaki Vian.
"Ah ....!" Vian menoleh ke arah Ara meringis kesakitan.
Ara melotot ke arah Vian dan Kawan-kawan.
Ferro melotot ke arah Revan supaya membuka suara, tetapi Revan tampak bodo amat dan pura pura gak liat.
"Oh.. gabungan aja silahkan pilih tempat yang bebas Duduk duduk ....!" Vian tersenyum pasrah sambil mengangguk angguk.
Tampa pikir panjang Aslan mengambil tempat dan langsung duduk di tempat di sebelah Ferro.
Ferro tersenyum sambil mengangguk kepalanya pelan, ia merasa jantung nya berdetak.
Revan yang di depan nya sedikit melototi ke Arah Ferro sambil mengaduk nasi goreng nya hingga menimbulkan bunyi sendok beradu dengan piring.
Suasana yang tampak kaku dan hening terpecah mendengar suara bising dari sendok Revan.
"Lu makan apa mengaduk semen, gak pernah makan pake sendok yah." protes Ara.
"Ha haha ....!" garing Gilang yang hampir selesai dengan nasi nya.
"Ferro lu tinggal di mana?" tanya Aslan basa basi.
"Di rumah...!" Revan menjawab tetapi tak melihat ke arah Aslan.
"Bukan lu", Ara protes.
"Kan gua bantu Jawab, kasihan kan Ferro lagi makan di ajak ngomong." bantah Revan.
"Sensi banget sih", Ara sebal.
"bodo!" Revan kembali acuh tak acuh.
Aslan terdiam sejenak dan mulai menikmati nasi goreng nya dengan santai sambil melihat kelakuan para teman teman baru nya.
"Eh lan boleh minta kontak WA nya gak!" Ara menyodorkan hp nya.
"Boleh kok." Aslan mengetik nomor hp nya ke hp milik ara.
"Eh Ferro lu gak sekalian." tanya Aslan mengeluarkan ponselnya.
"Boleh boleh!".
Ferro hendak meraih hp milik Aslan, tiba tiba Revan terlebih dahulu meraih ponselnya Aslan.
"Revan... apaan sih." Ferro kesal.
"Lu lagi makan, fokus aja tu abisin dulu ni biar gua yang ngetik." Revan melotot.
Aslan terdiam melihat sifat jail nya Revan yang selalu menggangu saat ia hendak mencoba akrab dengan Ferro.
Tetapi tak di sangkal bawa Aslan merasakan ketertarikan nya pada Ferro, bah kan mungkin ada rasa cinta pada pandangan pertama.
Aslan terpesona melihat kecantikan Ferro yang menggemaskan serta gigi ginsul yang menambah efek senyuman nya.
"Udah ni", Revan hendak mengembalikan hp milik Aslan.
"Beneran sini gua liat", Ferro penuh selidik.
"Apaan sih ini udah, gak percaya banget sama gua", Revan melotot ke arah Ferro lalu cepat cepat memberikannya ke Aslan.
Aslan menjulurkan tangannya mengambil kembali hp milik nya.
*Ferro jelek*
Aslan tersenyum melihat nama kontak WA yang di ketik Revan, lalu menatap ke arah Revan.
"ngapain liat liat naksir yah, sorry gue kaki laki!" Revan kesal terlebih lagi saat Aslan duduk di sebelah Ferro.
Ferro yang menerima tatapan jelek Revan menjulurkan lidahnya.
Tak terasa waktu berlalu kini mereka sudah selesai dengan makanan nya, waktu tinggal lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.
Ferro dengan Ara terlebih dahulu beranjak meninggalkan kantin menuju ke toilet, setelah membayar makanan nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!