"Jangan lari kau," kejar beberapa anak buah Rubben.
Zanna terus berlari dan sesekali dia menembakkan senjata ke arah mereka.
Dooor….
Dooor….
Dooor….
Zanna terus berlari dengan cepat, saat melewati keramaian, dia menyelinap dan berlari terus. Sedangkan anak buah Rubben juga masih mengejar nya dan menerobos keramaian itu.
"Minggir…minggir!" Mereka mencoba mengusir orang-orang itu untuk segera menyingkir dan tidak menghalangi jalan nya.
Zanna yang melihat itu tersenyum, setelah berlari kembali dengan cepat. Sesampai nya di sebuah halte bus, Zanna langsung masuk dan mencari tempat duduk. Semua mata melihat kearah nya karena menurutnya gadis yang baru saja masuk itu sungguh sangat berantakan dan juga terdapat beberapa luka di tubuhnya.
Zanna yang melihat pandangan aneh mereka tidak memperdulikan, ia duduk di kursi dengan diam, dan tak lama seorang gadis datang dan duduk di sampingnya. Zanna hanya melirik gadis itu, setelahnya melihat ke arah luar jendela.
Di lihat nya beberapa anak buah Rubben masih mengejar nya. Ia merasa was-was takut mereka mengetahui dimana dia berada. Zanna berharap bus yang di tumpangi nya segera berangkat dan pergi meninggalkan tempat itu.
Anak buah Rubben melihat sekeliling, Zanna yang ada di dalam bus, menunduk bersembunyi agar mereka tidak menemukan nya. Saat ini tubuh nya begitu lemah karena pertarungan nya dengan Mega dan Rubben. Dan saat ini tidak mungkin baginya untuk membunuh mereka semua.
Gadis yang ada di samping Zanna yang melihat itu mengerutkan kening, ia berfikir, mungkinkah gadis ini sedang tidak sehat sehingga dia meringkuk memeluk lututnya sendiri.
"Kau baik-baik saja?" Tanya gadis bernama Nana.
Zanna yang mendengar hanya menoleh, tidak menjawab pertanyaan itu. Dia kembali meringkuk bersembunyi di balik kursi depan nya.
Nana yang melihat gadis di sampingnya tidak menjawab pertanyaannya, menggaruk kepala nya yang tak gatal dan sesekali membenarkan kacamata tebal nya yang melorot.
_
_
Mobil bus yang mereka tumpangi pun akhirnya meninggalkan kota itu menuju kota tetangga. Namun saat di jalan yang melewati jurang, tiba tiba bus itu oleng dan akhirnya terjun ke jurang.
Mengetahui bus yang di tumpangi nya mengalami kecelakaan, Zanna memecahkan kaca sampingnya. Dia tidak memperdulikan jeritan penumpang lainnya, karena dia berpikir pasti semuanya akan mati.
Namun saat dirinya hendak melompat, matanya melihat ke arah gadis yang ada di sampingnya sedang ketakutan dan menangis. Melihat itu entah kenapa dia tidak tega dan akhirnya menarik gadis itu dan melemparkan nya keluar dari bus. Namun sial nya Zanna melempar gadis itu tepat mengenai bebatuan besar dan kepala nya terbentur dan akhirnya tak sadarkan diri.
Sedangkan dirinya kini sudah terlambat untuk menyelamatkan diri, bus yang di tumpangi nya meledak dan terbakar.
..
..
Beberapa menit kemudian, petugas pemadam kebakaran datang ke lokasi kecelakaan untuk menyelamatkan para korban kecelakaan.
Namun saat seorang petugas menyelamatkan seorang korban, dia terkejut karena nadi di tangan nya masih berdenyut walaupun begitu lemah. Dan dengan cepat petugas itu menyelamatkan seorang korban yang kulit dan wajah nya terbakar dan langsung membawa nya ke Ambulance untuk segera dibawa kerumah sakit.
Gadis yang selamat itu adalah Zanna, seorang wanita berusia 26tahun, ketua Mafia ZANNALOA. Gadis cantik dengan sikap dingin nya.
Zanna di bawa kerumah sakit, dan langsung di bawa keruang operasi. Namun saat beberapa dokter melihat keadaan Zanna yang begitu mengerikan, mereka semua begitu terkejut. Mereka tidak menyangka jika gadis dalam kecelakaan itu masih selamat dalam keadaan luka bakar yang parah.
Beberapa dokter bingung menangani Zanna karena di kulit wajah dan tubuh gadis itu benar benar hancur terbakar.
Salah seorang dokter wanita yang melihat itu sungguh tidak tega melihat keadaan Zanna yang mengerikan.
Dokter wanita itu keluar, dan menghubungi seseorang.
"Apakah ada yang selamat dari kecelakaan itu?"
"Ada seorang gadis yang selamat dokter, dan saat ini masih dalam perjalanan menuju rumah sakit." Jawab seorang di seberang telepon.
"Baiklah." Jawab nya dan memutus panggilan.
Tak berselang lama orang di katakan itu sampai di rumah sakit. Namun saat dokter wanita itu mengecek denyut nadi, hadis itu telah meninggal.
"Apa kalian menemukan identitas hadis ini?" Tanya dokter wanita itu.
"Kami menemukan tas ini, dok," ucap Suster memberikan tas milik gadis itu.
Di bukanya Tas itu dan di cari nya kartu identitas milik gadis itu. Tangan nya mengambil saat menemukan nya dan di bacanya nama yang tertera di kartu identitas diri itu. "Nana Mirdad."
Dia tersenyum kecil, setelah itu memerintahkan suster itu membawa mayat Nana kedalam ruang operasi Zanna.
Beberapa dokter yang melihat bingung. pikirnya, kenapa dokter itu membawa seorang pasien lain dalam satu ruangan.
"Kenapa anda membawa pasien lain dok?" Tanya dokter lain.
"Aku butuh bantuan kalian, lakukan apa yang ku minta. Kita akan mengoperasi gadis itu sekarang juga."
"Maksud anda apa?" Tanya salah seorang dokter bingung.
"Kita akan mengoperasi hadis itu dengan wajah gadis ini," tunjuk nya pada mayat Nana.
"Apakah pihak keluarga sudah menyetujui dok?"
"Tidak! Aku yang akan bertanggung jawab."
"Tapi, bukankah itu menyalahi prosedur rumah sakit?"
"Aku ini pemilik rumah sakit, jadi anda semua hanya perlu tutup mulut saja."
Mendengar itu semua nya diam. Dan setelah itu menyetujui perintah itu dengan berbagai penjelasan yang di berikan oleh dokter wanita itu.
Beberapa jam kemudian. Operasi besar-besaran yang di lakukan beberapa dokter itu akhirnya selesai dan berjalan lancar, seluruh tubuh Zanna kini telah di balut perban karena sehabis operasi kulit di sekujur tubuhnya.
Setelah menjalani operasi itu, kini Zanna berada di ruang intensif atas perintah dokter wanita itu.
Setiap hari dokter itu memantau perkembangan Zanna tanpa absen sekali pun. Entah apa yang membuat dokter itu mau membantu Zanna, dan itu hanya dokter wanita itu sendiri yang tahu apa niat nya membantu gadis yang baru ia temui itu.
Beberapa bulan kemudian, Zanna masih belum sadarkan diri. Dokter wanita itu berdiri menatap nya. "Aku kau memiliki semangat hidup yang tinggi, ku harap kau jangan mengecewakan ku. Aku sudah menolong mu, dan ku harap kau juga akan menolong ku," gumam dokter itu dan setelahnya pergi meninggalkan Zanna.
Satu Tahun kemudian.
Zanna yang ada di ruangan itu pun bangun, dan setelahnya dia pergi meninggalkan rumah sakit itu tanpa di ketahui oleh siapa pun.
Sebelum pergi Zanna menulis sebuah surat dan di tinggalkannya di meja, sebuah surat bertuliskan tanda terimaksih kepada orang yang telah menyelamatkan nya. Dan kika ada kesempatan bertemu di kemudian hari, dia akan mengucapkan secara langsung dengan orang baik yang telah sudi menolong nya.
.
.
.
Bersambung
Zanna yang telah pergi dari rumah sakit kini berjalan dengan santai, sambil mengenakan topi di kepala nya. Dia bingung mau kemana, karena tidak tahu arah tujuan yang akan ia tuju.
Sedangkan di rumah sakit, seorang suster yang ingin melihat keadaan Zanna terkejut karena pasien yang di jaga nya hilang dan hanya meninggalkan sepucuk surat di atas meja.
Dokter yang menerima surat itu membaca dan setelah itu melipat kembali dan memasukkan nya kedalam saku.
"Biarkan dia pergi," jawab dokter wanita itu dan pergi dari ruangan tempat Zanna di rawat.
.
.
Di lain tempat, di sebuah bangunan mewah. Seorang wanita baya dan seorang gadis sedang menyiksa seorang gadis remaja dengan kasar.
"Pergi kau dari sini! Kami tidak sudi melihatmu lagi di rumah ini!" Marah wanita baya bernama Sonia Mirdad menendang tubuh gadis itu.
"Ayo ikut aku," seret nya dengan kasar.
"Ma, maafin Dena ma. Dena tidak akan melakukan kesalahan lagi, Dena mohon ma," Dena berusaha melepas tangan Sonia yang menariknya keluar.
"Aku sudah muak mendengar mu terus-terusan minta maaf. Telinga ku sudah sakit setiap hari kau meminta maaf," jawab Sonia kesal karena Dena selalu menghancurkan barang barang mahal nya.
Setiap kali Dena membersihkan rumah, Dena selalu membuat masalah dan berakhir dengan siksaan.
"Usir saja dia ma. Jika mama terus-terusan membiarkan dia tinggal di rumah ini, bisa-bisa kita rugi karena semua barang antik kita pecah karena ulah nya," kata Rebecca.
Rebecca Mirdad, gadis berusia 25 tahun, kakak tiri Nana Mirdad dan Dena Mirdad, putri tunggal Sonia Mirdad, istri pertama Tuan Jhon Mirdad.
Dena yang mendengar menoleh ke arah kakak tiri nya, memohon agar tidak membuat mama nya marah dan berakhir mengusirnya. "Kak, jangan katakan itu. Dena tidak ingin diusir. Jika Dena diusir, Dena mau kemana?" Jawab Dena dengan berlinang air mata.
"Sudah, ayo ikut," seret Sonia dengan kasar.
"Tidak, Dena mohon ma, jangan usir Dena. Dena tidak memiliki siapa-siapa lagi selain mama dan Kakak Rebecca. Kakak Nana sudah tidak ada. Jika mama mengusirku, aku harus tinggal di mana ma," Dena terus memohon agar mama nya tidak jadi mengusirnya.
"Diam kau! Sangat berisik," seretnya menuju pintu gerbang.
"Pak satpam…." Teriak Sonia memanggil.
Dengan tergopoh-gopoh satpam itu menghampiri, "Ada apa nyonya?"
"Buka pintu gerbang nya," perintahnya dengan nada keras, kesal karena Dena selalu membuat ulah.
Sebenarnya Sonia tidak tega, hanya saja ia selalu kesal jika melihat dua wajah anak tiri nya itu. Entah kenapa dia selalu teringat dengan ibu mereka berdua, sehingga membuat ia emosi dan akhirnya selalu menyiksa kedua nya.
Alasan nya karena ayah dari kedua anak itu selalu lebih sayang dengan istri kedua nya dan mencampakkan dirinya, karena istri kedua lebih muda dari nya.
Sebenarnya sudah lama ia ingin mengusir kedua anak itu, hanya saja saat mengingat permintaan istri kedua yang meminta dirinya untuk merawat Nana dan Dena, Sonia akhirnya tidak tega. Tapi setiap kali melihat mereka berdua darah tinggi nya selalu naik dan akhirnya membuat mereka hidup di rumah itu bagai di neraka, sebagai pelampiasan kekesalan dan kemarahan suami dan madu nya itu.
Setelah pintu gerbang dibuka, Sonia menyeret lagi tubuh Dena dan mendorongnya hingga tersungkur.
Dena yang diperlakukan seperti itu menangis, ia tidak memperdulikan tangan nya yang lecet, dena merangkak dan memohon kepada Mama tiri nya agar tidak mengusirnya.
"Ma, Dena mohon ma, jangan usir Dena, hiks…hiks…"
Sonia tidak memperdulikan itu, ia tetap melipat tangan nya di dada, tidak sudi menatap Dena yang menangis. Jika sampai di melihat, pastinya dia kembali tidak akan tega.
"Singkirkan tanganmu itu," tendang nya dan membuat Dena kembali tersingkir.
Rebecca yang dari dalam langsung menghampiri mereka berdua, dan melempar tas berisikan pakaian itu di samping Dena.
Buk…
"Sekarang kau pergi dari rumah ini. Kami tidak sudi menampung mu lagi, bila perlu ikut sekalian kakak mu di alam baka sana," ucap Rebecca yang benci kepada Dena, karena menurutnya Ibu Dena adalah penghancur rumah tangga Mamanya.
"Hiks…hiks…kak, ku mohon jangan usir Dena," Dena terus menangis sambil memohon kepada Sonia dan Rebecca secara bergantian.
.
.
Tidak jauh dari kediaman Mirdad, Zanna yang berjalan santai melihat keributan di depan pintu gerbang langsung menghampiri.
"Ada apa ini?" tanya Zanna dan menolong Dena.
Mereka bertiga tidak mengenal suara itu karena begitu asing di pendengaran nya.
Rebecca yang melihat wanita asing menolong Dena, hidungnya kembang kempis menahan kesal, "Jangan ikut campur urusan orang."
Zanna tidak memperdulikan ucapan Rebecca, dia mengabaikan nya, dan malah menolong Dena untuk segera berdiri.
"Ayo bangun Dek," tolong Zanna memapah.
Sambil sesenggukan, Dena menoleh untuk mengucapkan terimakasih. Namun saat mata itu melihat siapa yang menolong nya, betapa terkejutnya Dena melihat wanita yang ada di depan nya.
"Ka-kak, kak Nana."
"Nana!" Gumam Rebecca dan Sonia saling pandang.
Sedangkan Zanna yang mendengar gadis kecil itu memanggilnya kakak, hanya diam. Ia bingung karena tidak mengenal sama sekali gadis itu. Tapi jika dilihat dari wajah gadis kecil di depan nya, sepertinya gadis itu mengenal dirinya. Tapi nama nya kan Zanna bukan Nana, Pikir Zanna dalam hati.
"Maaf, kau sepertinya salah orang," jawab Zanna.
"Tidak-tidak! Aku tidak mungkin salah orang. Kamu kakak ku, Kak Nana. Kakak ku yang hilang satu tahun ini," jawab Dena langsung memeluk Zanna.
Eh…
Sonia dan Rebecca yang melihat itu begitu penasaran, apakah benar gadis itu Nana pikirnya, karena mereka berdua yang tidak terlalu jelas melihat keseluruhan wajah Zanna yang tertutup Topi.
Sonia yang penasaran langsung menarik topi yang dipakai Zanna. Saat melihat itu betapa terkejutnya mereka melihat Nana yang mereka kira mati dalam kecelakaan itu ternyata masih hidup, dan saat ini ada di depan mata mereka semua.
"Na-na," Sonia tergagap melihat kenyataan itu.
Sedangkan Rebecca menutup mulutnya dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang di lihat nya.
Zanna yang melihat mereka tidak sopan, menarik topi nya langsung menatap tajam dua wanita yang ada di depan nya. "Tidakkah kalian memiliki sopan santun terhadap orang lain?" Ucap Zanna dengan nada penekanan.
Sonia dan Rebecca yang mendengar langsung merinding, apalagi saat melihat tatapan tajam yang seperti ingin mengulitinya. Namun sedetik kemudian, mereka menormalkan ketakutan nya, berpikir, Nana tidak berhak membuat mereka takut.
"Ehem….Kau belum mati?" Tanya Sonia membuat Zanna bingung, ia mengerutkan kening bingung dengan apa yang di ucapkan Wanita baya itu.
"Mati? Apa maksud nya?" Batin Zanna berpikir. Ya, Zanna saat ini belum mengetahui jika wajah nya adalah milik Nana Mirdad.
"Apa kau mengharapkan ku mati?" Tanya Zanna balik bertanya.
"Hei anak nakal, aku ini bertanya kenapa kau malah balik bertanya!" Kesal Sonia dan langsung menjewer telinga Zanna dengan kuat.
"Apa yang kau lakukan wanita tua?" marah Zanna dan menepis tangan lancang itu.
"Apa kau bilang? Wanita tua! Dasar anak tak tahu diri, berani nya kau mengatai ku wanita tua," marah Sonia meledak. Dia tidak mengira Nana seberani itu padanya.
Nana yang biasanya tidak pernah melawan nya, kini menjadi wanita yang begitu berani. Dan hal itu sungguh membuat Sonia dan Rebecca kesal pada anak yang di asuh nya itu.
Bersambung
Sonia yang begitu marah langsung melayangkan tangan nya hendak menampar pipi Zanna, namun sebelum itu terjadi, Zanna menangkap tangan itu sebelum menyentuh pipinya. "Jangan berani-berani menyentuh ku wanita tua, aku bisa membuat mu lumpuh dalam sekali tendang," ucap nya dengan nada mengerikan.
"Apa? Dasar gila, berani kau mengancam ku. Lepas!" Sonia mencoba melepaskan tangan nya dari cengkraman Zanna.
"Berani kau ber-ulah aku akan membunuh mu," tatap nya dengan mata tajam dan menghempaskan tangan lancang itu.
Rebecca yang melihat tatapan mengerikan itu, menarik-narik baju Sonia. "Ma, dia sangat menakutkan," bisik nya melihat pandangan tajam itu.
"Apa yang perlu di takutkan dari gadis sialan itu," kesal nya menatap Zanna dan Dena dengan sengit.
Dena yang melihat tatapan tajam Sonia semakin mengeratkan cengkraman nya di baju Zanna. Zanna yang melihat gadis yang memanggilnya kakak nampak ketakutan, menatap sebentar, setelah itu kembali menatap dua wanita gila, menurutnya.
"Jangan membuat nya takut, wanita Tua. Aku benar benar bisa membuat mu menyesal jika berani kau ber-ulah dengan ku," ucap Zanna.
Mendengar itu, Sonia menatap remeh. Memang apa yang bisa di perbuat oleh gadis di depan nya ini. Berani sekali dia mengancam Nyonya Mirdad.
"Jika kau masih berani dengan ku, pergi kalian dari sini," usir Sonia dengan lantang.
Zanna yang mendengar menoleh ke arah Dena, Dena menggeleng, berharap jangan melawan lagi agar mereka bisa tetap tinggal di rumah itu bersama dengan ibu tiri mereka.
"Kenapa? Tidak mau pergi?" Tanya Sonia sinis.
"Ma, ku mohon jangan usir kami. Kami akan menuruti semua apa yang Mama mau. Kami tidak tahu harus kemana lagi jika Mama mengusir Aku dan Kakak, hanya kalian yang ku punya," mohon Dena menggenggam tangan Sonia.
Zanna yang melihat hanya diam, ia benar benar bingung dengan semua nya. Sedangkan Sonia yang terus mendengar rengekan itu akhirnya menghela napas, "Mama akan mengizinkan kalian tinggal tapi dengan syarat, jangan pernah membuat masalah dan melawan ku."
Mendengar itu, Dena tersenyum. Ia mengusap air matanya. Ia tahu Sonia sebenar nya baik, tapi hanya saja jangan pernah membuatnya jengkel dan kesal.
"Terimakasih Ma," ucap Dena ingin memeluk.
"Ish, jangan coba coba kau memeluk ku," kesal nya dan pergi meninggalkan mereka mereka.
Rebecca yang melihat Mama nya tidak jadi mengusir adik tirinya menjadi kesal. Ia menghentakkan kaki nya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi sebelum itu dia mengancam mereka berdua.
"Awas saja jika kalian membuat ulah, dan melawan kami."
"Kami tidak akan berani kak," jawab Dena.
Setelah Rebecca dan Sonia pergi, Dena menarik tangan kakak nya. "Kak, ayo kita masuk."
"Masuk! Kemana?" Tanya Zanna.
"Tentu saja ke rumah Mama kak. Bukankah tadi kakak dengar bahwa kita sudah diperbolehkan lagi untuk tinggal dengan Mama sonia? Jadi ayo kita masuk, sebelum Mama kembali marah," ucap Dena dan menarik tangan Zanna masuk kedalam rumah besar itu.
Zanna hanya menurut, mengikuti langkah kaki Dena yang terus menariknya. Sesampainya di ruang tamu, melihat Sonia melipat tangan nya sambil duduk di kursi menatap mereka berdua dengan kesal. Sedangkan Rebecca acuh, malas melihat dua adiknya yang menyebalkan.
"Apakah kalian itu siput? Cepat pergi ke kamar kalian dan buatkan makanan untuk makan malam," perintahnya tanpa mau di bantah.
"Baik Ma, kami permisi dulu," jawab Dena dan menarik Zanna. "Ayo kak."
Em…"
Sebenarnya Zanna ingin sekali membenturkan kepala wanita itu, wanita yang seenaknya jidat menyuruh seorang Ketua Mafia ZANNALOA.
.
.
Sesampainya mereka di kamar, Zanna melihat sekeliling kamar itu, sempit itulah yang di pikirkan nya.
"Apakah ini kamar mu?" Tanya Zanna sambil duduk di kasur yang keras.
"Iya kak, ini kamar ku, kamar kakak juga," jawab Dena menata kembali pakaian di tas yang di lempar Rebecca tadi ke dalam lemari kecil.
"Kenapa kecil sekali?"
"Hah, kita bersyukur masih bisa tinggal disini Kak, dari pada kita di luar mengeluarkan biaya, lebih baik disini gratis. Yah, walaupun kita hidup seperti pembantu," jawab Dena menunduk.
"Maksud mu?"
Mendengar Kakak nya yang sepertinya bingung, Dena menatap kakak nya. "Kak, sebenarnya ada apa dengan mu? Kanapa aku merasa kakak sangat aneh?"
"Em, itu….."Zanna menggaruk kepala nya yang tidak gatal, mencari alasan untuk Dena. "Sebenarnya kakak lupa ingatan, jadi kakak tidak mengingat apapun, termasuk diri mu."
"Apa? Kakak lupa ingatan!" Dena menutup mulutnya tidak percaya. Sedetik kemudian dia langsung memeluk dan menangis. Dena tidak menyangka jika kakak nya mengalami hal itu setelah kecelakaan Bus yang di tumpangi kakak nya.
Namun Dena bersyukur ternyata kakak nya masih hidup dan kini ada di depan nya. Zanna yang melihat Dena menangis dalam pelukan nya perlahan mengusap kepala itu dengan lembut. "Sudah jangan menangis lagi."
"Ya, Dena tidak boleh menangis lagi, kakak sudah ada bersama ku. Dan aku tidak akan kesepian lagi," jawab Dena mengusap air matanya, dan setelah nya memberikan senyum manisnya.
Zanna hanya tersenyum kaku, karena ia sebenarnya jarang sekali tersenyum yang ada hanya wajah datar dan dingin.
Zanna menoleh ke arah lemari rias kecil di kamar itu. Saat melihat pantulan wajah nya, betapa terkejutnya dia melihat wajah asing itu.
"Wajah siapa ini?" Batinnya bertanya dan ia pun berdiri ke arah cermin, mengelus wajah yang di milikinya.
"Apa yang terjadi? Kenapa seperti ini. Kemana wajah ku sebelumnya?"
Zanna terus berpikir dalam hati tanpa memperdulikan Dena yang menatap nya bingung
"Ada apa Kak?" Tanya Dena menghampiri.
"Apakah wajah ku seperti ini?" Tanya Zanna
"Em iya, tapi kalau sekarang kakak lebih cantik. Karena tidak memakai kacamata tebal dan rambut kepang."
,"Oh ya tuhan, kenapa seperti ini? Kenapa wajah ku bisa berubah. Dasar dokter sialan! Awas saja kalian," kesal nya yang seenak jidat Dokter itu menempelkan wajah orang lain di wajahnya. "Eh, tapi tunggu! Bukankah wajah ini sama dengan wajah gadis yang ada di Bus itu? Jika itu benar… Sial!" Kesalnya karena harus menjadi orang lain.
Setelah mengetahui perubahan pada dirinya. Zanna pun meminta Dena untuk menjelaskan semuanya. Tentang Sonia, Rebecca dan hal lainnya.
Dena pun menceritakan semuanya, termasuk kedua wanita itu yang sering menyiksanya jika membuat kesalahan sedikit saja. Zanna yang mendengar semua nya mengepalkan tangan. Tidak menyangka jika Nana jika dan Dena diperlakukan layaknya pembantu dirumah itu. Yah walaupun kenyataannya mereka hanya numpang gratis. Tapi Sonia masih memperdulikan mereka dengan menyekolahkan dan menguliahkan Dena dan Zanna. Tapi dengan timbal balik mereka harus menjadi pelayan dan mematuhi semua apa yang mereka katakan.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!