Kanazya menuang minuman ke dalam gelas kecil miliknya. Dia menghabiskan isinya dalam sekali teguk. Matanya memicing melihat seorang lelaki yang tiba-tiba duduk disebelahnya.
"Sendirian saja, Nona?"
Kana tersenyum tipis. Saat akan meraih botol minumannya, lelaki itu tiba-tiba mengambilnya dengan cepat.
"Biar aku saja". Ucapnya kemudian menuangkan isi botol ke gelas Kana dan juga gelasnya.
Dia mengangkat gelas kecil miliknya. "Tos, untuk kesendirian kita malam ini". Dengan malas Kana mengangkat gelasnya menyambut gelas lelaki itu.
"Siapa namamu, Nona?"
Belum Kana menjawab, seseorang menyela dari belakang mereka.
"Permisi, dia milikku."
Lelaki itu menoleh ke belakang, seorang wanita dengan pakaian yang sangat terbuka tersenyum padanya.
Lelaki itu melihat Kana dan perempuan itu secara bergantian. Mendengar ucapan perempuan dibelakangnya membuat pria itu berpikir hal aneh tentang keduanya, apalagi gadis disebelahnya tidak menyangkal ucapan wanita itu. Tanpa berkata apa-apa, dia berlalu pergi dengan raut wajah yang merasa jijik dengan keduanya.
Alana terkekeh, lelaki itu pasti mengira mereka punya hubungan gila. Dia lalu duduk di sebelah Kana dan menuang minumannya.
Kana menyalakan rokok. Menghembuskan asap dengan perlahan, pikirannya ikut melayang bersamaan asap yang keluar dari mulutnya.
"Kau kacau sekali".
Kana tidak menjawab. Dia menghisap rokoknya lebih dalam.
"Si Brengsek itu, jangan beri kesempatan lagi!". Alana merebut rokok dari tangan Kana dan mengesapnya.
"Kau selalu saja sulit diberitahu." Omel Alana pada sahabatnya yang sudah berulang kali diselingkuhi kekasihnya.
Kana mengambil rokoknya dari Alana. "Ini yang terakhir". Tuturnya lalu menghisap rokok dan langsung memadamkan apinya.
"Terakhir apanya! Yang kemarin-kemarin juga kau bilang begitu!" Pekik Alana.
Kana bergerak dari kursinya tak memperdulikan ocehan sahabatnya.
"Kau mau kemana? Hei!"
"Cari pria tampan." Jawabnya sembari memakai jeketnya yang ia letakkan di sandaran kursinya. "Dia yang bayar". Katanya pada bartender.
"Apa? Hei, kau ini! Tidak bicara padaku, sekali bicara malah suruh aku bayar!" Omelan Alana tidak didengarkan Kana yang hanya melambaikan tangan tanpa menoleh lagi pada Alana.
Dia keluar dari Bar. Berjalan santai menikmati similir angin malam yang menerpa wajahnya.
Kana mengecek ponselnya. Melihat jam yang baru pukul 9 malam dan tidak ada notifikasi dari seseorang yang dia tunggu permintaan maafnya sejak tadi.
Dia menghembuskan napasnya perlahan. Terlalu dini untuk pulang ke rumah. Kana mengusulkan dirinya berjalan sedikit jauh untuk menenangkan perasaannya yang tak kunjung membaik.
Pagi tadi, dia menghampiri kekasihnya, Noah, di kontrakannya. Dia masuk karena memiliki kunci yang Noah dengan sengaja berikan.
Namun dia terhenti saat melihat sepatu perempuan yang dia yakin bukan miliknya tersusun di atas rak sepatu.
Baru kakinya melangkah, dia mendengar suara mendesah perempuan dari dalam kamar Noah.
Debaran jantung Kana bergetar lebih keras saat dia melihat pergerakan sensitif dari celah pintu yang tidak tertutup rapat.
Tangan Kana bergetar. Dia menahan tangisnya yang akan pecah dan menendang dengan keras pintu itu hingga terbuka lebar. Kana berdiri dengan wajah marah yang akan meledak.
Noah dan perempuan itu terperanjat. Mereka terduduk dan tergesa menyelimuti tubuh yang telanjang.
Begitu saja, Kana memilih pergi tanpa kata. Mau berkata apapun sudah percuma. Pria itu sudah berulangkali selingkuh. Sejauh ini Kana hanya memergokinya mengobrol ria via sosial media. Hari ini, Noah memperjelasnya dengan hubungan diatas ranjang.
Kana menendang kaleng kosong di depannya saat teringat lagi kejadian buruk itu. Ingin sekali dia membakar kenangan itu, tapi terlalu sulit karena sakit hati yang amat dalam membuatnya terus terpikirkan.
Kana terhenti, matanya tertuju pada seorang pria dengan wajah tampan sempurna hingga membuat Kana terperangah.
Pria itu memakai kemeja putih lengan panjang dengan kacamata hitam duduk diantara bunga-bunga depan teras tokonya.
Kana melihat kiri dan kanan, memastikan ia tidak salah jalan. Dia mengenal jalan ini, tetapi baru tahu ada toko bunga disana. Dan malam-malam begini, masih buka.
Melihat pria yang tengah menghirup aroma bunga, Kana tertarik menggodanya.
"Selamat malam, apa masih buka?"
Pria itu tersentak, lalu dengan ramah tersenyum pada Kana, tetapi dia tidak berdiri menyambut.
"Selamat malam, Nona." Sambutnya dengan suara berat yang terdengar seksi di telinga Kana.
"Mencari bunga jenis apa? Disebelah kanan sana ada Anggrek, didepan saya ada mawar, lili, Krisan, dan disebelah kiri saya Anyelir."
Pria itu menunjuk-nunjuk arah bunga yang ia sebut namanya dengan tidak tepat.
Kana mengerutkan dahi. Kenapa penjual bunga tidak tahu jenis-jenis bunga.
"Salah. Disebelah kirimu adalah mawar, di depannya ada daisy dan di ujung ada tulip."
Pria itu terdiam sejenak. "Ah, maafkan saya."
"Tidak apa-apa. Sejak kapan toko ini buka?" Tanya Kana sambil mengambil setangkai mawar.
"Baru 2 hari lalu, Nona."
"Pantas saja". Ucapnya sambil menghirup aroma mawar.
"Tom Ford Lavender"
"Apa?" Kana tidak mengerti ucapan pria itu.
"Parfummu."
"Oh, benarkah? Aku tidak tahu. Hanya membeli karena suka wanginya". Kana menciumi lengannya yang ia semprotkan parfum.
Pria itu tersenyum dan tampak sangat menawan.
"Jadi, mau beli bunga apa?"
Kana duduk dengan santai di depan pria itu. "Aku tidak suka bunga sekarang. Itu mengingatkanku pada pria brengsek yang selalu memberikanku ini." Katanya sambil menunjuk mawar di tangannya.
"Jadi?"
"Aku hanya penasaran saja, karena tidak pernah melihat toko bunga disini dan penjaganya pria tampan pula." Kana menyilangkan kakinya hingga pahanya sedikit tersingkap karena rok pendek yang ia pakai.
"Apa aku tampan?"
"Tentu saja. Apa kaca dirumahmu retak?"
Pria itu tertawa renyah. Dia lalu membuka kaca matanya. "Aku tidak tahu karena tidak bisa melihatnya".
"Begitukah?" Ucap Kana tidak peduli lalu menaruh lagi bunga mawar yang sejak tadi ia genggam.
"H'em. Aku buta."
"Ya, ya, memang lelaki zaman sekarang banyak yang buta. Lihatlah, Kurang apa diriku sampai dia selingkuh." Curhatnya pada pria yang baru ditemuinya itu.
"Pacarmu selingkuh?"
"Ya, dan lucunya, perempuan itu tidak lebih menarik dariku. Bodoh sekali dia memilih perempuan yang lebih rendah sebagai selingkuhan". Oceh Kana yang membuat pria itu tersenyum.
"Memang begitu, laki-laki yang selingkuh sudah pasti memilih perempuan rendahan untuk dijadikan selingkuhan. Karena tidak ada perempuan kelas atas yang melakukan hal rendah seperti perselingkuhan."
Ucapan pria itu membuat Kana mengangguk pasti. "Kau sangat benar!"
"Bisa minta tolong? Ambilkan tanaman yang menggantung disitu". Pria itu menunjuk ke dinding yang di atasnya tergantung sebuah pot putih.
Kana berdiri dan mengambilnya. "Ini?"
Pria itu berdehem tetapi wajahnya tidak mengarah ke arah yang tepat membuat Kana mengerutkan alisnya.
"Itu bunga lili, bagus untuk membangkitkan suasana hati yang baik." Ucapnya sambil tersenyum menatap ke depan.
"Terus?"
"Ambillah. Jangan lupa disiram. Dia akan sangat cantik jika tumbuh ditangan yang tepat." Pria itu lalu berdiri dan berjalan dengan perlahan meraba sekelilingnya.
Kana tertegun, pria itu ternyata benar-benar buta.
"Aku akan tutup. Apa masih ada hal lain?"
"Ah, iya." Kana tergagap. Dia masih mencerna keadaan lelaki itu.
"Oh, berapa harganya?" Kana mengangkat sedikit pot di tangannya.
"Itu gratis untuk perempuan yang sedang patah hati. Asal kau menjaganya dengan baik." Pria itu tersenyum lalu masuk ke dalam toko dan mulai berberes, mengambil tongkatnya lalu keluar lagi.
Pria itu mengunci pintu toko, dan berjalan perlahan dengan tongkatnya.
"Kau masih disana?" Pria itu berhenti di depan Kana.
"Ah, kau tahu?"
"Harummu masih disini"
Kana tertawa. "Kau mau pulang? Apa mau aku antar?"
"Tidak, aku bisa sendiri". Ucapnya lalu berjalan lagi.
Kana ikut berjalan di sebelah pria itu.
"Sebaiknya jangan jalan sendirian di malam hari, tempat ini sepi jika sudah jam segini. Kau tidak takut gelap-gelapan begini?" Celetuk kana yang mensejajarkan jalannya dengan pria itu.
"Apa bedanya siang dan malam. Aku kan, buta". Tukas lelaki itu membuat Kana bungkam.
"Kau sendiri, apa tidak takut?"
"Aku kekasih tuan Yohan. Mana mungkin aku takut."
"Siapa itu?"
"Ah, kau tidak tahu, ya? Dia itu lelaki yang ditakuti di tempat ini. Kau juga harus membayar pajak untuk bisa berjualan disini."
"Kau memacari lelaki seperti itu?"
"Ya"
"Apakah dia yang kau sebut bodoh dan tukang selingkuh?"
"Apa? Bukan!" Sentaknya lalu berhenti dan berbisik "Dia itu bos mafia yang haus darah".
Pria itu tertawa. "Kau menakutiku seperti aku ini anak kecil".
"Hei, aku tidak bercanda tahu!" Ucapnya dengan cemberut.
"Baiklah, Nona. Aku mengerti". Tukas pria itu dengan senyuman di bibirnya. "Siapa namamu?"
Kana sedikit berpikir.
"Kau panggil saja Jia". Dia lalu mengulurkan tangan. "Dan kau?"
"Aku Krishan". Pria itu mengulurkan tangan ke arah yang salah.
Kana tersenyum lalu mengarahkan tangan Krishan ke tangannya.
"Oh, disitu rupanya". Krishan tertawa.
"Jadi, kau sedang galau?" Tanya Krishan sambil mulai berjalan lagi.
"Hm. Begitulah."
"Itu sebabnya kau minum dan merokok?"
Kana berhenti lagi dan menatap ke arah Krishan.
"Kau tahu?"
"Aku bisa mencium baunya".
"Ah, begitu rupanya. Ya, aku hanya merokok jika sangat stres". Akunya sambil tertunduk melihat kakinya yang tengah melangkah.
"Lain kali, kau tanam saja pohon. Itu akan membuatmu lebih baik". Krishan memberi saran sambil tersenyum.
Kana ikut tersenyum mendengar saran Krishan. "Ya, baiklah. Aku sudah sampai di persimpangan rumahku dan belok ke sana". Ucapnya dengan menunjuk jalan. "Maksudku, sebelah kiri."
"Baiklah. Hati-hati di jalan". Ujar Krishan dan melanjutkan jalannya.
"Ya, kau juga. Terima kasih bunganya". Teriaknya pada Krishan yang berjalan tanpa respon.
Kana masih berdiri di tempatnya, memperhatikan Krishan yang berjalan dengan tongkat.
Dia sedikit kasihan, padahal pria itu tampan dan mempesona. Sayang sekali dia buta. Apa dia sudah menikah? Kana menepis rasa ingin tahunya dan melanjutkan perjalanannya.
...🐾...
Kana membuang 2 kantung sampah di depan rumahnya. Pagi-pagi di hari minggu tidak membuatnya bermalas-malasan, dia justru bersih-bersih rumah supaya bisa menghilangkan rasa letih otaknya yang terus memikirkan laki-laki bajingan itu, walau bengkak di matanya belum hilang karena dia begadang sambil membakar semua kenangan mereka.
Noah, laki-laki yang berpacaran dengannya hampir tiga tahun sebenarnya adalah laki-laki yang tampan, seksi dan juga romantis. Tipe yang benar-benar disukai Kana.
Nyatanya, lelaki sepertinya malah sering menggoda perempuan lain dengan alasan mengisi kejenuhan. Lalu entah bagaimana, Kana selalu saja memaafkan lelaki seksinya itu.
"Kana"
Perempuan itu menoleh, terpaku saat Noah menghampirinya.
Lelaki itu tetap tampan dan memikat, pesonanya membuat Kana hampir saja lupa dengan kesalahannya.
"Kana, maafkan aku.." Noah menunduk. Dia mengakui kesalahannya.
"Kau jahat sekali, Noah". Kana meneteskan air matanya lagi.
"Maafkan aku, aku janji tidak akan melakukannya lagi. Aku janji akan menjadi pria yang setia". Lirihnya pada Kana.
"Baiklah".
"Kau memaafkan aku? Kau kembali padaku?" Noah mengkat kepala, dia mulai tersenyum.
"Tidak."
Noah menunduk lagi. "Maafkan aku. Aku janji akan setia."
"Ya, janjilah untuk setia. Tapi tidak denganku, janji pada dirimu sendiri untuk pacarmu yang lain."
Kana berjalan masuk ke dalam rumah.
"Tunggu, Kana. Aku mohon jangan begini". Noah menahan lengan Kana.
"Kau gila, ya? Menyuruhku kembali padamu setelah apa yang kau lakukan?" Pekik Kana sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Noah.
"Aku khilaf, Kana. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."
"Aku bilang lepas!"
PLANG!
Noah merintih memegang kepalanya yang dipukul oleh Alana dengan wajan penggoreng.
Kana melotot melihat adegan di depannya, karena itu ternyata berhasil membuat Noah melepaskan tangannya.
"Cepat masuk!" Alana menarik tangan Kana yang masih bengong di tempatnya.
Noah terjongkok memegang kepalanya yang benjol akibat pukulan Alana tadi.
Alana dengan cepat menutup dan mengunci pintu.
"Alan, Kenapa kau.."
"Ssstt! Aku menyelamatkan kebodohanmu yang akan memaafkannya." Alana mengintip dari jendela sambil memegang wajan.
"Apa!"
"Sudahlah. Kali ini kau harus menurut. Jangan pernah temui dia lagi!" Bentak Alana yang masih mengintip Noah. Laki-laki itu mulai beranjak dari tempatnya sambil meringis kesakitan.
"Rasain!" Lirihnya sambil terkekeh melihat Noah.
"Kana, kau.., Eh?"
Kana sudah tidak ada disana, dia sudah di kamarnya, membaringkan tubuh di atas ranjang.
Yang diucapkan Alana benar, dia memang sudah saatnya berlepas diri dari hubungan yang tidak menguntungkannya. Tetapi melihat wajah Noah yang ia cintai itu membuatnya sedikit luluh.
Lagipula, selama ini Noah memang tidak melirik gadis-gadis. Justru para gadis itulah yang menggodanya dan brengseknya, Noah selalu saja tergoda.
"Kana, ini apa?"
Alana berteriak dari dapur.
"Apa?" Teriak Kana yang malas bergerak.
"Cepatlah kemari!"
Kana dengan berat menyeret langkahnya menuju dapur.
"Oh? Itu tanaman baruku" Kana mengambil air lalu menyiramkannya ke dalam pot.
"Hah? Sejak kapan kau menanam pohon?"
Kana menggantungkannya di sebelah jendela dapur. "Sejak kemarin. Katanya tanaman ini akan membuat mood-ku membaik dan dia akan tumbuh cantik". Ungkapnya lalu tersenyum melihat daun kecil yang mulai melebar.
"Baguslah. Setidaknya kau masih waras." Alana membuka celemeknya. "Cepat makan. Aku sudah terlambat".
"Kau mau kemana?" Kana menarik kursinya dan duduk.
"Aku ada proyek baru. Dan hari ini aku harus segera mengurusnya sampai tuntas".
Kana mengangguk sambil mengunyah, masakan Alana selalu pas di lidahnya.
"Kau jangan sampai bertemu lagi dengan si Brengsek Noah!"
"Ya ya.. baiklah". Jawab Kana pasrah. Karena dia tahu, Alana menyayanginya melebihi apapun.
...🐾...
Kana berjalan-jalan. Cuaca pagi yang hangat membuatnya suntuk berada seharian di kamar.
Dia melewati toko bunga yang tadi malam ia datangi, toko itu masih tutup.
Kana mendatanginya, mengintip dari pintu kaca yang melihatkan isi di dalamnya.
"Oh? Bukankah itu dia?"
Kana mendekati pintu, krincingnya berbunyi saat Kana membukanya.
"Maaf, kami belum buka". Ucap Krishan yang wajahnya menghadap pintu.
Kana tersenyum karena ingin menjahili Krishan. Dia mendekat dan..
"Jia?"
"Eh?"
Kana terperangah. Pria itu mengetahuinya. Apakah dia benar-benar buta?
"Kenapa belum buka?" Kana melirik jam tangannya.
"Aku mendapat pesanan seribu tangkai bunga mawar. Jadi, aku sedang menghitungnya sekarang".
Kana melihat banyak sekali tangkai mawar tergeletak di atas lantai.
"Mau kubantu?" Kana mulai duduk di atas lantai. Dia mengumpulkan satu demi satu mawar di tangannya.
"Jika tidak merepotkanmu". Ucapnya lalu tersenyum. Kana menatap wajah pria yang tersenyum itu. Sangat menawan. Sayang sekali dia sendiri tidak menyadari kalau dirinya begitu tampan.
"Bagaimana kau tahu aku? Kau pura-pura buta, ya!" Seru Kana pada Krishan yang dengan tenang menyusun bertangkai-tangkai bunga mawar di dalam keranjang.
"Harummu masih terasa."
Kana mengendus bahunya kiri dan kanan. Dia mencium sedikit sisa harum di sana.
"Apa tercium? Padahal tidak begitu terasa" tukas Kana.
"Bagiku sangat terasa".
"Benarkah? berarti, itu artinya aku tidak bisa menipumu?"
Krishan tertawa kecil. "Kau diam dulu, aku sedang menghitung". Ucapnya lalu memasukkan lagi satu persatu bunga ke dalam keranjang.
"Sudah seribu. Aku membantumu buka toko, ya." Kana bergerak menuju pintu dan membalikkan plat kecil menjadi Buka.
"Apa kau tidak bekerja?" Tanya Krishan.
"Bekerja. Aku shift malam hari ini." Jawabnya sambil merangkai bunga. "Apa ada toilet di dalam?"
"Ada, masuk saja."
Kana masuk ke dalam dan menuju toilet sementara samar-samar dia mendengar suara lonceng tanda pintu terbuka, sepertinya ada pembeli.
"Apakah sudah selesai?" Suara laki-laki yang kana kenal terdengar.
Kana keluar dan terkejut melihat Noah memeluk satu bucket besar mawar di tangannya.
"Noah?"
"Sayang, kau disini?" Noah tak kalah kaget melihat Kana yang keluar dari dalam toko.
"Sayang, katamu?"
"Sayang, aku sudah minta maaf, kali ini aku membeli seribu mawar, kesukaanmu. Sebagai permintaan maafku padamu." Ungkap Noah lalu memberikan mawar itu pada Kana.
"Aku tidak mau, sudah kukatakan aku tidak mau kembali padamu!" Pekik Kana.
"Sayang. Aku janji padamu.."
"Stop, Noah. Kau membuatku muak. Aku sudah menemukan penggantimu. Jauh lebih baik dan lebih tampan darimu!" Ucap Kana tiba-tiba, supaya Noah berhenti mengganggunya.
"Sayang, ayolah. Aku tahu kau hanya memanasiku. Kau takkan mungkin secepat itu berpaling dariku." Kata Noah dengan percaya diri.
Kana membuang napas dengan kasar, lalu dia melihat Krishan yang terpaku mendengar perdebatan sepasang kekasih di depannya.
"Kau salah, Noah. Justru aku dengan cepat melupakanmu karena kutemukan laki-laki yang jauh lebih baik darimu." Kana lalu menggaet lengan Krishan yang berdiri diantara mereka.
"Maksudmu dia?" Noah tertawa meledek. Dia sama sekali tidak percaya Kana memilih laki-laki buta sebagai kekasih pura-pura. "Are you kidding me, Honey?"
Kana menjadi sedikit ragu karena Noah meledeknya. Dia melonggarkan genggamannya.
Krishan yang menyadari itu, langsung mengeratkan tangan Kana yang melingkar di lengannya.
"Ya, dia kekasihku. Apa ada masalah?"
Kana tercengang, sementara Noah menggeleng tak percaya. "Sudahlah, dia tidak mungkin memilihmu. Kau seharusnya cukup tahu diri."
Krishan membentangkan tongkat yang terlipat dan menghentakkannya ke tembok kaca tepat di sebelah leher Noah.
"Pergi". Kata Krishan dengan penuh penekanan.
Noah tersentak, ujung tongkat itu hampir saja mengenai lehernya.
"Jangan buat aku bicara dua kali".
Walau buta, entah mengapa lelaki itu berbicara dengan aura yang mengerikan hingga membuat Noah sedikit merasa takut.
Noah langsung mencampakkan bucket mawar itu dan keluar begitu saja.
Kana masih terdiam dengan apa yang dia lihat. Bagaimana Krishan bisa semenakutkan itu dengan aura seperti pembunuh.
"Kau baik-baik saja?"
Kana tersadar, dia segera melepas tangannya dari Krishan.
"I-iya. Maaf, aku.."
"Tidak apa-apa. Aku mengerti". Krishan melipat tongkatnya, dia berjongkok dan mulai mengutip mawar-mawar yang berserak tadi.
Kana membantunya mengutip mawar-mawar itu sambil menahan tangisnya, bagaimanapun, dia belum bisa melupakan Noah.
Krishan mendengar samar suara isakan dari perempuan di depannya.
"Diakah pacarmu itu?" Tanyanya memastikan.
Kana mengangguk seolah Krishan bisa melihatnya.
"Kau bisa menggunakanku jika kau mau, maksudku supaya dia tidak mengganggumu lagi". Ucap Krishan. Dia lalu berdiri, meletakkan tangkai-tangkai mawar di atas meja.
"Baiklah". Jawab Kana dengan suara parau.
Krishan tersenyum, dia lalu mengambil spayer dan menyemprotkan bunga-bunga di depannya.
"Mungkin sekarang sedang berat, tapi nanti kau akan merasa lebih baik." Kata Krishan menghibur.
"Kau benar. Hariku sungguh berat sekarang. Aku bersyukur bisa datang kesini dan sedikit tenang karena tanaman dan bunga-bungamu". Kana mengumpulkan mawar-mawar itu dan memasukkannya ke dalam vas besar.
"Datang saja sesukamu, kau sangat diterima disini".
Kana tersenyum cerah.
"Kau berusia berapa, Jia?" Tanya Krishan lagi.
"23, kalau kau?"
Krishan tertawa. "30. Kau jauh dibawahku ternyata, ya".
"Apa aku harus memanggil kakak? Atau Mas?" Ucap Kana lalu dia tertawa.
"Panggil saja senyamanmu". Sahutnya lagi.
TRING!
Pintu terbuka, seorang perempuan paruh baya masuk.
"Selamat datang, ada yang bisa dibantu?" Sambut Kana dengan ramah, membuat Krishan tersenyum.
"Apakah ada bibit bunga lili?"
"Ada disana". Krishan menunjuk satu sudut, dengan cepat Kana berjalan ke arah telunjuk Krishan. Dia melihat satu pot bibit bunga yang sama dengan miliknya.
"Ini, Nyonya". Kana menyerahkan satu pot kecil berwarna putih.
"Berapa harganya?"
Kana melirik Krishan. "Hei, berapa harganya."
"120.000" Jawabnya.
Wanita itu menyerahkan uang dan pergi membawa pot bunga lili.
"Ini duitnya".
"Taruh saja di dalam laci". Ucap Krishan masih terus menyemprot bunga-bunga yang berderet di atas meja.
"Apa kau tidak takut ditipu?" Tanya kana saat setelah memasukkan uang ke dalam laci.
"Apa maksudnya dari pembeli?"
"Apa kau juga mencurigaiku?"
Krishan kembali tersenyum. "Tidak, aku tidak mencium aroma penipu dari dirimu".
Kana tergelak. "Baiklah, tuan penciuman tajam, kau harus benar-benar berhati-hati padaku."
TRING!
Seorang laki-laki masuk, dia memesan bucket bunga mawar putih. Dengan cepat Krishan memberikan pesanannya dan lelaki itu memberikan uangnya dan melangkah pergi. Saat lelaki itu membuka pintu, Krishan menahannya.
"Tunggu, ini bukan uang seratusan".
Mendengar itu, Kana yang tengah membersihkan rumput kecil di pot-pot bunga segera mendekat.
"Aku memberikanmu uang seratusan dua lembar." Ucap lelaki itu.
"Tapi ini bukan seratusan dua lembar." Krisan terus mengelus dan membolak-balikkan uang kertas itu. "Ini sepuluh ribuan dua lembar".
"Benar tuan, itu sepuluh ribu dua lembar". Sambung kana.
"Kau mencoba menipuku, ya!" Lelaki itu membentak dengan suara menggelegar membuat Kana tersentak dan merinding.
"Menipu? Justru saya yang tengah ditipu". Balas Krishan dengan tenang.
"Aku memberimu uang yang pas. Lalu kau menukarnya dari sakumu, kan! Kau buta sialan, beraninya kau berbohong!" Bentak Lelaki itu.
Krishan lalu merogoh seluruh kantong celananya hingga mengeluarkan kain dalamnya.
"Lihat, tidak ada apa-apa di kantongku. Kau memang memberi dua puluh ribu".
Laki-laki itu tampak berang, "Kurang ajar, kau!"
Dia lalu melayangkan pukulan ke arah Krishan lalu dengan cepat Krishan menahan tangan laki-laki itu hingga membuat Kana maupun lelaki itu tercengang.
Krishan menajamkan matanya. "Berikan saja dua ratus ribu dengan benar, tanpa perlu mengotori tanganmu". Tukas Krishan dengan aura yang mengerikan lagi.
Lelaki itu gelagap, dia langsung mengeluarkan uangnya dan berjalan keluar dengan cepat.
"Tunggu, ini uang dua puluh ribumu".
Lelaki itu langsung pergi saja tanpa menoleh.
"Ini kelebihan dua puluh". Ucap Krishan lagi lalu berjalan pelan sambil meraba menuju laci dan menyimpan uangnya disana.
"Jia?"
"Ah, iya?" Kana terdiam sejak tadi melihat aura yang berbeda dari Krishan. Dia sedikit takut pada lelaki itu.
"Kau melamun?"
"Ti-tidak." Kana memulai lagi pekerjaannya yang tertunda.
"Apa kau takut padaku?"
Kana memicingkan matanya, dia melihat Krishan dengan teliti. Lelaki itu masih memakai kacamata hitamnya, apakah dia pura-pura buta? Batin Kana.
"Kau benar-benar buta, kan?" Tanya kana dengan ragu.
Krishan malah tertawa. Dia membuka kacamatanya.
"Kau masih tidak percaya?"
"Jadi, bagaimana kau tahu dia akan memukulmu?"
Krishan duduk di kursinya lagi. "Aku bisa merasakannya. Ada seperti bayang yang lebih hitam mengarah dengan cepat, lalu aku hanya berusaha menggenggam bayang itu. Ternyata itu tangan lelaki tadi". Jelasnya pada Kana dengan tenang.
Kana hanya manggut-manggut. Dia juga merasa lelaki di depannya jujur, lagipula buat apa dia berpura-pura buta?
"Kau tinggal dengan siapa?" Tanya Kana. Dia mulai penasaran dengan Krishan.
"Sendirian."
"Kau bisa melakukan semua sendirian?"
Krishan tersenyum, "Dulu bisa, sekarang sepertinya sulit karena telah mendengar suaramu".
Kana tergelak. "Kau ternyata pandai berbicara ya, tuan Krishan".
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!