NovelToon NovelToon

Pesona Lelaki Beristri

Tekanan Dari Orang Tua

“Shena!” panggil wanita paruh baya saat melihat anaknya masuk ke dalam rumah setelah seharian berkutat dengan kerjanya.

Shena tak mengindahkan panggilan mamanya yang tengah duduk di ruang tamu bersama dengan suami, serta rekan kerjanya. Dia justru berlalu begitu saja menaiki tangga satu persatu. Langkahnya dibuat tergesa-gesa seolah tak sabar ingin cepat sampai di kamarnya.

Sandra—mamanya Shena gegas mengekori sang anak, langkahnya tak kalah cepat, terlihat seperti setengah berlari.

“Shena, tunggu!” Lagi-lagi, Sandra memanggilnya dengan suara tinggi agar Shena memberhentikan langkahnya. Gadis itu pun langsung mematung dan sedikit melirik ke belakang melihat sang mamanya, meskipun masih enggan mengeluarkan barisan kata.

Sandra tampak menahan emosi. “Apa Mama pernah mengajarkanmu bersikap urakan seperti ini?”

“Ma, Shena capek. Shena mau istirahat, suruh aja tamu Mama itu pulang. Percuma, Shena juga tidak akan mau menemui pria bau tanah itu!” Shena melanjutkan langkahnya lagi menuju kamar.

“Shena, jaga ucapanmu kamu! Bagaimana kalau dia dengar kata kasarmu itu!”

Shena langsung menutup rapat mulutnya, dia menghela napas panjang seolah oksigen di bumi hampir habis. Telinganya pun seperti mendapat kobaran api, mendengar sang mama terus mengomel.

Shena melanjutkan langkahnya menuju kamar. Daun pintunya sengaja dibuka kasar, seolah menunjukkan bahwa dirinya kini tengah marah. Sebelum pintu tertutup dengan sempurna, Sandra masuk ke dalam kamar anaknya—Shena.

Wanita tersebut, berusaha berbicara baik-baik dengan sang anak. Biasanya, Shena tak pernah bersikap kurang ajar dan minim tata krama. Namun, kali ini dia benar-benar tak kuasa menahan amarahnya karena terus mendapat tekanan dari kedua orang tuanya.

“Mau sampai kapan kamu akan seperti ini terus, Sayang?” tanya Sandra yang mulai bisa mengatur intonasi bicaranya. Dia mulai paham dengan perasaan anaknya yang merasa terganggu dengan perintah paksanya.

“Apanya yang sampai kapan, Ma?” Bukankah dari awal Shena sudah bilang, Shena tidak akan menyetujui perjodohan gila ini!”

“Shena, apa kamu mau jadi perawan tua? Di luar sana, banyak teman Mama yang bahkan sudah punya dua cucu. Tapi, kamu harapan Mama satu-satunya malah belum menikah sampai sekarang, wanita di umur 27 tahun itu sudah waktunya untuk menikah, sudah terlalu matang, Shena.” Sandra menghampiri Shena yang tengah merebahkan tubuhnya di bed empuk miliknya. Dia mengusap pelan kepala Shena, berusaha menenangkan sang putri.

“Ma, Shena akan menikah. Tapi bukan dengan dia. Apa Mama bisa bayangin, saat Shena menikah dengan lelaki tua itu, bagaimana nanti gunjingan orang, Ma? Ingat, anak Mama ini wanita karier, sukses, cantik, dan seksi. Bagaimana mungkin menikah dengan bandot tua, perut buncit, rambut aja udah ubanan. Masih gantengan juga Papa. Pokonya Shena nggak mau. Titik!”

“Shena, dengerin Mama dulu! Pak Lucky itu rekan bisnis Papa, dia penanam saham paham paling tinggi di perusahaan Papa. Kamu pasti akan menjadi wanita paling bahagia jika menikah dengannya, kamu akan jadi ratu, Sayang,” bujuk Sandra sambil mengelus rambut panjang pirang putrinya.

“Nggak peduli, mau jadi princess, ratu atau bahkan mau jadi presiden sekali pun, Shena tidak akan tertarik.”

“Papamu akan marah, Shen. Apa kamu bisa menghadapi Papamu yang keras kepala itu?”

“Itu urusan Mama. Lagian, Shena sudah ada kekasih, dia tampan, kaya, baik, dan yang pastinya masih muda, belum bau tanah!” sindir Shena melirik ke arah sang mama yang terus memaksanya menikah dengan bujang lapuk.

“Sejak kapan kamu punya pacar? Kenapa nggak pernah cerita sama Mama?”

“Sejak Mama dan Papa terus memaksaku untuk menikah,” jawab Shen singkat.

“Ma, panggil Shena suruh turun!” Teriakkan dari bawah terdengar lantang di telinga kedua wanita di dalam kamar tersebut.

Perjodohan

“Ma, panggil Shena suruh turun!” Teriakkan dari bawah terdengar lantang di telinga kedua wanita di dalam kamar tersebut. 

Shena yang tadinya berniat untuk beristirahat, kini gagal akibat perintah papanya yang tidak bisa dibantah. 

“Ayo, turun, Sayang. Kamu tahu sendiri, kan, Papa pasti akan ngamuk kalau kamu nggak nurut,” tutur Sandra mengajak turun Shena.

Mau tidak mau, Shena menurut dan mau untuk turun, menemui tamu yang sejak tadi menunggu dirinya. Padahal matahari sudah mulai tenggelam, berganti dengan senja yang keindahannya bahkan tak dapat menggantikan suasana hati Shena untuk saat ini. 

Kaki jenjangnya menuruni tangga dengan malas, aura wajah yang semula kesal, kini malah berkumpul menjadi amarah yang menggelapkan kecantikannya. 

Bagaskara—papa Shena menyuruhnya untuk mengobrol dan saling mendekatkan diri satu sama lain. Akan tetapi, mata Shena masih enggan menatap sosok lelaki berperut buncit di hadapannya. Mulutnya pun terkunci rapat, dia akhirnya melirik ke arah papanya, napasnya diembuskannya kasar seolah membuang kekesalan. Namun masih sama, kesal itu malah semakin tak berujung. 

“Shena, ajak ngobrol Lucky, dia sudah lama menunggumu sejak tadi. Hargailah, dia sudah jauh-jauh datang untuk menemuimu. Kamu beruntung, diia mau menerima kamu, Shena.”

Lucky tersenyum, memperlihatkan barisan giginya yang bahkan tidak ada rapinya sama sekali. Lelaki itu mengulurkan tangannya berniat untuk menjabat tangan Shena. Akan tetapi, Shena enggan menerima uluran tangan hitam nan kekar tersebut. Dia menarik napas panjang, menumpulkan keberaniannya, menyusun kata per kata membentuk kalimat dalam otaknya. Segera, dia mengeluarkan unek-uneknya yang sudah dipendam cukup. 

“Pa, maaf, Shena nggak mau kurang ajar sama Papa, tapi, tidak bisakah Papa mengerti perasaan Shena? Aku nggak mau dijodohin, Pa. Apalagi sama dia, Shena sudah punya kekasih, Pa. Please, jangan paksa She—“

Belum selesai Shena bicara, Bagaskara mendaratkan tamparan ke pipi putrinya itu. Padahal, selama ini lelaki itu sangat menyayangi anaknya walau dia mendidiknya dengan  sangat tegas demi attitude yang harus dia punya.

“Hati-hai kalau berbicara Shena! Kau tahu sekarang sedang berbicara dengan siapa, hah? Mana sopan santun kamu, anak kurang ajar!” 

Seketika, Shena memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan keras yang diterimanya. Baru pertama kali ini, dia merasakan sikap kasar papanya. Dia memang anak yang tidak pernah melawan, kesuksesannya sekarang pun, atas didikan Bagaskara. Sejak sekolah, kuliah, bahkan training di luar negeri pun, dia dituntut untuk menjadi yang terbaik, sehingga dia selalu patuh apa pun keputusannya. 

“Pa, sudah, jangan emosi, harusnya Papa tidak perlu menampar Shena,” ungkap Sandra berusaha mendinginkan suasana yang sudah terlanjur membara.

“Tidak apa-apa, Pak Bagas. Mungkin Dek Shena sedang capek, lain kali saja saya akan datang lagi. Bagas pun berpamitan, Namun, sebelum lelaki itu pergi, Shena lebih dulu meninggalkan ruang tamu dan bergegas keluar rumah, Dia membuka pintu lalu membantingnya keras5 saat menutup.

Shena menaiki mobil merah kesayangannya, dia mulai menancap gas dengan kencang meninggalkan rumahnya. Pikirannya tengah kalut, bahkan dia  tak tahu harus ke mana. Jika dia mendatangi butiknya pun, sudah dipastikan akan menjadi pertanyaan semua karyawan, karena dia datang di saat hari sudah mulai gelap dan tak seharusnya dia berada di butik itu malam hari.

“Shena! Mau ke mana kamu!” teriak Bagaskara yang berusaha mengejar Shena hanya sampai depan rumah.

Kecelakaan

Kehidupan Shena Dea Alondra bisa dikatakan berhasil membuat iri setiap kaum hawa yang terobsesi padanya, wanita karier yang sukses dengan butik ternama membuat dia cukup dikenal banyak orang. Namun, dibalik kesuksesannya, dia mengalami satu hal yang membuat diirinya merasa belum sempurna. 

Bagaimana tidak, di masa jayanya saat ini, dia bahkan bisa membeli apa pun yang dia mau, kecuali cinta. Ya, dia  merasa gagal menjadi wanita sempurna akibat kesendiriannya selama beberapa tahun.

Bukan karena dia penyuka sesama jenis atau pun yang lainnya. Namun, akibat patah hati yang berlarutlah, yang membuat dirinya trauma dalam percintaan. Goresan luka yang ditinggalkan sang mantan begitu membekas dalam relung hatinya, sehingga luka itu sulit terobati. Gagal tunangan karena perselingkuhan mantan calon suami adalah trauma terbesarnya, belum lagi, mantan tunangannya adalah lelaki yang kasar, over protektif dan juga suka bermain wanita. 

Bukan hal mudah menerima kenyataan saat dirinya harus berpisah dengan lelaki yang dicintainya, namun, saat semuanya terbongkar dan dia mengetahui tabiat mantan tunangannya itu menjadikannya bersyukur karena gagal menjadi seorang istri lelaki biadab. Semua yang terjadi memang sudah digariskan, sekarang hanya asa yang berbentuk doa yang menjadi penyemangat hidupnya. 

Mobil merah yang dikemudikan Shena melaju kencang tanpa haluan. Hatinya sakit mengingat perlakuan papanya, ditambah lagi, kini pipinya masih terasa perih. Dia menatap kosong jalanan yang ada di depannya, gas yang dia injak pun kini semakin tak beraturan, mengakibatkannya hilang kendali. Fokusnya mulai buyar saat dia hampir saja menabrak seorang pengendara motor yang ada di depannya. Shena dengan cepat membanting setir ke kiri, di mana ada barisan pohon basar berjejer di tepian jalan. 

Mobil itu melaju kencang, dia pun panik saat dirinya tidak bisa membedakan rem dan gas karena semuanya terjadi secara cepat dan mendadak. 

“Aaa!” teriak Shena begitu mobilnya berhenti saat dia menabrak pohon tersebut.. “

Banyak orang bergerombol menghampiri tempat terjadinya kecelakaan. Beruntung, dia selamat dari kecelakaan tersebut. Mobilnya pun masih bisa dikendarai karena dia berhasil menginjak remnya, sehingga benturannya ke pohon tidak begitu kuat dan tidak mengakibatkan cedera parah. 

Shena pun masih bengong dan terkejut dengan kejadian tersebut, tak di sangka, dirinya masih bisa menghirup oksigen dengan sadar. 

“Ah, syukurlah, aku masih hidup. Telat rem sedikit saja, mungkin aku sudah berada di alam lain, sayang sekali belum ngerasain nikah!” gumamnya seorang diri, pandangannya masih menatap pohon yang baru saja ditabraknya. Tanpa dia sadari, banyak orang di luar mobilnya mengintip dan mengetuk pintu serta jendela mobil, memastikan apakah pengendara selamat atau tak sadarkan diri.

Shena yang terkejut pun kini mulai mengatur napasnya, di mengembus napas lega, lalu dia keluar menemui beberapa orang yang bersimpati dengan kecelakaan tersebut. 

“Mbak, nggak apa-apa?” tanya seorang wanita asing yang iba terhadapnya. 

“Saya tidak apa-apa, kok, Bu. Terima kasih atas perhatiannya.”

Shena mengecek mobil bagan depannya lalu berkata, “Ah hanya penyok sedikit.”

“Perlu bantuan, Mbak?” tanya seorang lelaki. 

“Ah, tidak perlu, Pak. Nanti saya akan membawanya ke bengkel. O iya, bengkel terdekat yang masih buka jam segini mana, ya?” tanya Shena yang berniat menyerviskan mobilnya, dia melihat jam ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30.

“Oh, ada di sana, Mbak. Sekitar 300 meter dari sini, kiri jalan, cari saja papan namanya, ‘Bengkel Harvey’, tapi sepertinya sebentar lagi akan tutup.”

“Baik, terima kasih, Pak. Terima kasih semuanya, kalau begitu, saya permisi dulu.”

Shena kembali masuk ke mobil dan meninggalkan segerombol orang di sana dan menuju bengkel sesuai dengan informasi yang Shena dapat barusan.

Beberapa saat kemudian Shena sampai di bengkel, dia memberhentikan mobilnya tepat di depan pagar besi besar berwarna hitam, halamannya sangat luas dan bersih, lantainya pun berkeramik. Banyak mobil berjajar di sana, jika dilihat, tempat itu hampir mirip dengan show room karena terlalu mewah.

Penerangannya minim, menandakan tidak ada lagi bau kehidupan di dalam sana. Shena terus mengamati bagian dalam, berharap ada sesosok manusia yang ditemuinya. Setelah menunggu beberapa saat, dia pun melihat ada bayangan yang lewat. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!