NovelToon NovelToon

Cinta Di Tengah Permusuhan

Bab 1 - Zafran Vs Lika

...༻⊚༺...

Di sebuah lapangan basket indoor, terdengar suara sorak sorai penonton. Sekelompok remaja tampak saling adu kehebatan di lapangan basket.

Sebagian besar atensi kaum hawa hanya tertuju kepada sang kapten basket. Zafran Laksana namanya. Dikenal sebagai anak dari keluarga crazy rich, berprestasi dalam bidang olahraga, dan yang terpenting dia sangatlah tampan.

Zafran tidak hanya berbakat di olahraga basket, dia juga dikenal menguasai karate dan anggar. Tidak heran, tubuhnya sudah atletis di usia muda. Hal itu menambah nilai ketampanan yang dimiliki Zafran.

Wasit meniup peluit dengan nyaring. SMA Elit Permata menjadi pemenang pertandingan antar sekolah kali ini.

Zafran dan timnya lantas melakukan selebrasi. Guru olahraga mereka bahkan ikut-ikutan kegirangan. Bagaimana tidak? Atas kemenangan hari itu, mereka berhasil membawa nama baik sekolah.

Di antara banyaknya pendukung Zafran, ada satu-satunya gadis yang sedari tadi mematung. Dia tampak tidak senang terhadap kemenangan Zafran. Padahal sudah jelas gadis itu juga bersekolah di SMA Elit Permata.

Marlika Arlena Baskara. Begitulah nama panjangnya. Orang-orang sering memanggilnya Lika. Dia merupakan anggota keluarga crazy rich yang tidak lain adalah musuh dari keluarga Laksana. Karena itulah Lika tidak senang atas kemenangan yang diraih Zafran. Dia benci menyaksikan musuhnya kegirangan.

Sejak kecil Lika diberitahu oleh tantenya Selia, kalau keluarga Laksana sudah membuat kesalahan besar terhadap keluarga Baskara. Meski tantenya itu tidak menyebut detail kesalahan keluarga Laksana, tetapi kebencian sudah berhasil ditularkan kepada Lika. Begitupun Zafran. Dua remaja tersebut hanyalah korban masalah yang pernah terjadi di masa lalu.

Zafran melangkah ke pinggir lapangan. Dia mengelap keringat dengan handuk kecil. Cowok itu memasang raut wajah datar, walau para siswi berteriak dan mengelu-elukan namanya.

Zafran tipe lelaki dingin yang tidak tertarik memalsukan senyuman kepada semua orang. Namun justru karena sifatnya itulah para kaum hawa semakin tergila-gila. Apalagi Zafran memiliki tatapan elang yang mampu menggetarkan hati siapapun.

"Bro! Para cewek manggil-manggil nama lo tuh!" sentil Galih. Teman sekelas sekaligus sahabat baik Zafran. Galih kebetulan juga ikut dalam bagian tim basket.

Zafran mendengus kasar. Dia malah menepuk kepala Galih. Hingga temannya itu sedikit terhuyung ke samping.

"Kenapa gue dipukul coba?" protes Galih sembari mengusap kepalanya.

"Mending lo aja yang ladenin semua cewek itu. Udah biasa kali mereka begitu," tanggap Zafran. Bola matanya melirik seorang siswi. Cewek yang tidak lain berasal dari sekolah lawan tim basketnya tadi.

Namanya Ramanda. Sahabat kecil sekaligus gadis yang sudah berhasil membuat Zafran jatuh hati. Tetapi sayang, hingga sekarang Ramanda tidak tahu tentang perasaan Zafran. Cewek itu bahkan telah memiliki pacar.

"Idih... udah biasa katanya? Kepedean banget," komentar Galih. Dia sadar kalau Zafran sedari tadi sibuk memandangi Ramanda.

"Ya iyalah. Lo tahu kan kalau gue ganteng," ucap Zafran percaya diri.

Galih sontak memutar bola mata jengah. Dia memang tidak bisa membantah ketampanan yang dimiliki Zafran.

"Ganteng sih. Tapi cintanya bertepuk sebelah tangan," bisik Galih seraya merangkul Zafran. Dia tahu kalau temannya itu diam-diam menyukai Ramanda.

"Apaan sih! Diam nggak lo. Nanti di dengar orang!" Zafran balas merangkul Galih. Dia bicara pelan namun penuh akan penekanan.

Karena pertandingan telah berakhir, orang-orang segera pergi meninggalkan lapangan indoor. Termasuk Zafran dan tim basketnya. Mereka tetap mengenakan pakaian olahraga tanpa lengan.

Saat hendak keluar dari lapangan indoor, Zafran mencari Ramanda terlebih dahulu. Akan tetapi dia tidak dapat menemukan cewek itu dimana-mana.

Pencarian Zafran berakhir, ketika dia mendapat pesan dari Ramanda. Ternyata gadis tersebut sudah menunggu di parkiran.

Zafran bergegas keluar dari lapangan. Atensinya langsung tertuju ke arah kedai yang menjual minuman. Dia berinisiatif membeli minuman rasa cokelat untuk dirinya dan Ramanda.

"Zaf, kami duluan ya!" seru Galih. Dia dan tim basket yang lain beranjak lebih dulu. Zafran lantas membalas dengan anggukan dan lambaian tangan.

Selepas membeli minuman, Zafran berderap menuju parkiran. Dia tersenyum senang sambil menatap dua gelas minuman segar di tangannya. Zafran yakin, pasti Ramanda suka.

Bruk!

Tanpa diduga seseorang menabrakkan diri ke hadapan Zafran. Hingga menyebabkan dua minuman segarnya tumpah. Mengenai pakaian serta sepatu mahal Zafran. Mata cowok itu langsung mendelik kepada sosok yang sudah menabraknya tadi.

"Ops! maaf ya... gue nggak sengaja. Beneran deh." Orang yang menabrak Zafran tidak lain adalah Lika. Gadis itu meminta maaf. Tetapi dengan nada mengejek dan penuh kepura-puraan. Jelas apa yang dilakukannya terhadap Zafran atas dasar disengaja.

"Lo kurang kerjaan ya?!" timpal Zafran sambil menghempas gelas minuman yang sudah tumpah. Dia melangkah lebih dekat ke hadapan Lika. Memberikan tatapan tajam yang mengancam.

Lika sama sekali tidak ciut. Dia mendongak untuk membalas tatapan Zafran. Badan Zafran memang beberapa senti lebih tinggi dibanding Lika. Keduanya memancarkan tatapan penuh kebencian yang sukses membuat orang sekitar geleng-geleng kepala.

"Kan gue udah bilang, kalau gue nggak sengaja." Lika berucap sambil memasang ekspresi menyesal yang dibuat-buat.

"Bilang aja lo iri sama kemenangan gue hari ini!" Jari telunjuk Zafran dengan berani mendorong jidat Lika. Ulahnya berhasil membuat Lika reflek melangkah mundur.

Mulut Lika menganga lebar. "Berani ya lo dorong kepala gue?!" geramnya. Dia mendorong Zafran dengan dua tangannya sekaligus.

Zafran tak bergeming. Dorongan Lika hanya seperti sentuhan kapas baginya.

"Berani ya lo sengaja nabrak gue?! Lo pikir gue nggak tahu?!" balas Zafran. Pertengkarannya dan Lika kali ini lebih memanas dibanding yang kemarin-kemarin.

"Buktiin dong kalau gue emang sengaja! Pindah sekolah gih lo sana! Muak gue lihat muka lo tahu nggak!" balas Lika.

"Emang lo pikir gue nggak muak lihat muka lo?! Dasar kecebong manja!" Zafran tak sudi kalah.

"Lo tuh ayam borokokok!"

Zafran terdiam sejenak. Dia mencoba mencari kata ejekan yang dapat mengalahkan Lika dalam sekejap. Satu ingatan di kepala, perlahan membuat Zafran mengukir seringai.

"Eh, Lik. Celana olahraga lo kemarin mana? Lagi dijahit ya? Emang sanggup tukang jahitnya ngejahitin celana sobek lo? Sobekannya gede banget kan? Gue yakin sih celananya udah di buang ke empang." Zafran sukses menyudutkan Lika. Dia ingat kabar tentang insiden celana sobek Lika saat melakukan olahraga tempo hari. Insiden itu menjadi topik yang banyak dibicarakan di sekolah selama berhari-hari.

Mendengar ejekan Zafran, wajah Lika langsung memerah bak tomat matang. Matanya meliar ke segala arah. Dia melihat ada beberapa orang yang tertawa.

"Awas ya lo!" ancam Lika. Kemudian benar-benar pergi meninggalkan Zafran. Berjalan cepat sambil di iringi dua temannya.

"Lo pikir gue takut?!" balas Zafran masih berdiri di tempatnya. Menatap sebal ke punggung Lika yang kian menjauh.

"Ya ampun, Zaf. Lo sama Lika masih begitu aja." Suara teguran Ramanda membuat Zafran langsung menoleh. Cowok itu tersenyum hangat menyambut kedatangan Ramanda.

"Dia yang mulai duluan kok. Gue juga nggak mau kalah kali," sahut Zafran. Dia baru sadar kalau pakaian olahraganya masih basah.

"Lo bawa baju ganti?" tanya Ramanda. Ia menatap baju Zafran yang basah.

"Enggak." Zafran menjawab sambil melepas pakaian atasannya. Sebagai lelaki, dia memanfaatkan kesempatan untuk tebar pesona kepada Ramanda.

Kini tubuh atletis Zafran terpampang nyata. Akan tetapi bukan Ramanda yang terpesona, melainkan siswi-siswi yang kebetulan belum pulang. Mereka berteriak histeris dan kegirangan.

"Ya udah, kita cepat-cepat pulang aja kalau gitu." Ramanda berbalik badan. Dia malah sibuk berkutat dengan ponsel. Cewek tersebut tidak peduli.

Sementara itu, Lika reflek menoleh ketika mendengar para siswi berteriak. Dia yang hampir masuk ke dalam mobil, menyempatkan diri meringiskan wajah.

"Apaan deh. Jijik banget!" gerutu Lika seraya masuk ke mobil. Akibat saking kesalnya, dia membanting pintu mobil dengan keras.

Bab 2 - Primadona Sekolah

...༻⊚༺...

Lika menghela nafas panjang. Dia duduk menyilangkan kaki sambil memasang ekspresi cemberut. Sungguh, ejekan Zafran tadi terus terngiang di telinga.

"Apa kita akan langsung pulang, Non?" tanya Pak Arman, selaku sopirnya Lika.

"Pulang aja!" jawab Lika. Pak Arman lantas menganggukkan kepala.

Setibanya di rumah, Lika istirahat sebentar. Lalu menghabiskan waktu dengan belajar. Keahlian Lika memang berada di bidang akademik. Sejak kecil dia selalu meraih juara satu. Baik itu di kelas bahkan kejuaraan umum. Namun sayang, Lika sangat bebal dalam pelajaran olahraga. Karena itulah insiden celana sobek bisa terjadi.

Lika jadi malu sendiri saat mengingat kejadian celana sobek tersebut. Kala itu dia dan teman-temannya melakukan olahraga lompat tinggi. Lika yang asal lompat saja malah tidak sengaja merobekkan celananya sendiri. Untungnya dia memakai celana pendek. Sehingga celana dallamnya tidak terekspos di mata semua orang.

"Andai mesin waktu itu ada, hal pertama yang gue lakukan adalah menghentikan insiden celana sobek itu." Lika merebahkan kepala ke atas tangan yang terlipat di meja. Perlahan dia jatuh ke dalam lelap.

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Selia muncul dari balik pintu. Dia mendengus kasar saat menyaksikan Lika yang lagi-lagi tertidur di meja belajar. Hal itu memang selalu terjadi hampir setiap hari.

"Mas Tama!" Selia memanggil sang suami. Dia menyuruh suaminya untuk memindahkan Lika ke kasur.

Dengan hati-hati Tama mengangkat badan kurus Lika. Kemudian merebahkannya ke atas ranjang. Selanjutnya, barulah Selia dan Tama beranjak dari kamar.

Keesokan harinya, Lika pergi ke sekolah seperti biasa. Dia selalu di antar jemput oleh Pak Arman.

Lika mempunyai dua sahabat dekat. Nama mereka adalah Nadia dan Chika. Kebetulan mereka berada di kelas yang sama.

Ulangan akhir semester baru saja selesai. Sekarang para siswa hanya tinggal menunggu kabar dari guru. Mereka harus ke sekolah agar bisa mengetahui bagaimana nilai hasil ulangan. Jika berada di bawah KKM, maka murid yang bersangkutan wajib melakukan remedial.

Kini Lika dan dua temannya sedang duduk di depan kelas. Ketiganya saling mengobrol sambil menikmati minuman boba.

"Lik, lo nggak mau terima Kak Ari jadi pacar? Dia ganteng benget kan. Kenapa lo nggak mau?" tukas Chika. Dia segera menyedot minuman boba-nya.

"Hah? Kak Ari? Ganteng sih iya. Tapi cowok berandalan kayak gitu bukan tipe gue. Apalagi bodoh dalam bidang akademik. Nggak banget." Lika menolak mentah-mentah.

"Dih... jangan ngomong gitu, Lik. Nanti kemakan omongan sendiri gimana? Mampus lo!" sahut Nadia. Dia merasa Lika terlalu berlebihan.

"Gue cuman mengungkapkan isi hati gue doang kok." Lika mengangkat dua tangannya ke udara. Heran dengan respon dua sahabatnya.

"Tapi nggak perlu nyebut bodoh juga kali," balas Chika.

"Iya, iya deh... lagian orangnya juga nggak bakalan dengar," tanggap Lika sembari mengaitkan anak rambut ke daun telinga.

"Lika! Kak Raka bilang i love you!!" tiba-tiba terdengar seruan siswa dari kelas dua belas. Para kakak tingkat tersebut mengungkapkan secara gamblang ketertarikan mereka terhadap Lika.

Mendengar pernyataan itu, Lika mengembangkan senyuman tipis. Membuat para kakak tingkatnya bersorak kegirangan. Terutama Raka, yang sepertinya benar-benar menyukai Lika.

Pintar, cantik, dan kaya raya, itulah Lika. Dia menjadi primadona sekolah. Namun hingga sekarang, tidak ada satu pun cowok yang berhasil membuat Lika jatuh cinta.

...***...

Pak Surya baru saja menempelkan hasil ulangan Matematika ke papan pengumuman. Satu per satu para murid berdatangan. Termasuk Zafran dan kawan-kawan.

Di saat semua orang saling berdahuluan untuk menyaksikan nilai masing-masing, Zafran dan ketiga temannya tampak tenang saja. Mereka akan menunggu sampai semua orang bubar.

Setelah kerumunan mulai mereda, barulah Zafran menghampiri papan pengumuman. Dia langsung menemukan dirinya mendapat nilai rendah. Bahkan lebih rendah dibanding teman-temannya.

Zafran mendengus kasar. Dia memang sering mendapat nilai rendah dibidang akademik. Zafran termangu menatap papan pengumuman.

"Kenapa gue dapat nilai 95 sih." Ketika Zafran sedih dengan nilai rendahnya, seseorang justru mengeluh dengan nilai yang nyaris sempurna itu. Dia tidak lain adalah Lika. Siswi paling berprestasi di bidang akademik, tetapi bobrok dalam bidang olahraga.

"Lo dapat 95, Lik? Tinggi banget itu loh," ucap Chika. Dia terkesima saat mengetahui betapa tingginya nilai ulangan Matematika Lika.

"Tapi nilainya lebih rendah dibanding ulangan semester dulu tahu nggak. Kemarin tuh gue dapat 98," sahut Lika dengan raut wajah masamnya.

"Nggak usah pamer deh lo! Sengaja banget ya?" Zafran menimpali. Mata dan telinganya panas melihat tingkah Lika.

"Apaan sih. Gue nggak ngajak lo ngomong tuh," balas Lika sinis. Diam-diam dia memeriksa nilai Matematika milik Zafran. Lika langsung terkekeh ketika melihat nilai rendah cowok itu.

"Percuma kalau punya otot doang tapi nggak punya otak," sindir Lika. Membuat Zafran sontak merasa tersinggung.

"Jaga mulut lo ya!" sungut Zafran.

"Apa lo?! Lo pikir gue takut?!" tantang Lika seraya memasang pose berkacak pinggang.

"Mulut lo itu busuk tahu nggak!" cibir Zafran. Sebelum Lika sempat membalas, dia beranjak pergi lebih dahulu. Di ikuti oleh ketiga teman-temannya.

Lika mengepalkan tinju di kedua tangannya. Interaksinya dengan Zafran memang selalu dikelilingi oleh aura kebencian.

"Ish! Orang begitu kenapa masih sekolah di sini sih!" keluh Lika sambil menghentakkan salah satu kakinya.

"Tapi dia ganteng loh, Lik. Gue heran lo bisa segitu bencinya sama Zafran," ucap Nadia.

"Hah?! Kalian nggak salah? Nyebut cecunguk itu ganteng?" Lika terperangah tak percaya. Menatap dua temannya secara bergantian.

"Nadia benar kok. Kami udah capek tahu, lihat kalian berantem terus. Kayak nggak ada habisnya. Ada aja yang diperdebatkan," ungkap Chika.

"Ihhh... udah deh. Gue nggak mau ngomongin berandal gila itu lagi!" Lika segera pergi meninggalkan dua temannya. Ia berjalan menuju toilet.

Langkah Lika terhenti, ketika ada seorang cowok tiba-tiba memanggil namanya. Dia tersenyum sambil menyembunyikan salah satu tangannya ke belakang punggung.

Nama cowok itu adalah Yogi. Dia tampak percaya diri dan terus menatap lekat ke arah Lika.

"Hai Lik! Lo tahu gue kan?" sapa Yogi.

Lika tersenyum kecut. Walau berada di sekolah yang sama, Lika tidak mengenali Yogi.

"Gue nggak tahu." Lika menggelengkan kepala.

"Masa nggak tahu? Gue sering lihatin lo dari jauh. Gue juga tahu tanggal lahir lo, makanan dan minuman favorit lo. Pokoknya semuanya," ujar Yogi panjang lebar. Dia tidak sengaja memperlihatkan tangannya yang sejak tadi disembunyikan dari balik punggung.

Lika dapat melihat ada setangkai mawar merah. Dia yakin, Yogi pasti berniat menyatakan cinta. Dan Lika tidak mau mendengar hal seperti itu. Dirinya sudah bosan. Lagi pula Lika selalu mengutamakan belajar dibanding hubungan asmara.

"Sorry ya... Gue udah kebelet nih." Lika berkilah. Yogi lantas tidak punya pilihan selain membiarkan Lika pergi.

Karena tidak mau bertemu dengan Yogi, Lika memilih berlama-lama di toilet. Ketika bel pertanda masuk berbunyi, barulah dia keluar.

Tidak disangka, Lika malah berpapasan dengan Zafran. Mesikpun begitu, dia tidak peduli dan melangkah maju.

Akan tetapi Zafran sigap menghalangi jalan Lika. Kebetulan jalan dekat toilet agak sempit. Jadi Lika tidak bisa lewat jika ada orang yang menghalangi.

"Minggir lo!" hardik Lika.

Zafran hanya diam. Ia melipat tangan di dada. Lalu melangkah lebih dekat ke hadapan Lika.

Raut wajah Zafran terlihat sangat serius. Dia memasang tatapan elangnya. Entah kenapa tatapan itu berhasil membuat Lika merasa getir.

Bab 3 - Pembuli Baik Hati

...༻⊚༺...

"Apaan sih lo!" geram Lika, saat Zafran kian mendekat. Hingga akhirnya cewek itu tersudut ke dinding.

"Berani lo dekat-dekat, gue gampar muka lo ya!" ancam Lika sembari mengangkat salah satu tangannya.

Zafran tetap tidak menjawab. Ia justru mengabaikan ancaman Lika dan terus memasang tatapan serius.

Lama-kelamaan Lika mulai terancam. Dia merasa ada yang aneh dengan Zafran. Lika takut cowok itu akan mengamuk. Mengingat Zafran menguasai bela diri karate serta anggar.

Zafran berusaha keras untuk tidak tertawa. Dia memang sengaja mempermainkan Lika. Kebetulan Zafran terlampau kesal atas sikap gadis itu terakhir kali.

Setelah menemukan waktu yang pas, Zafran bersiap untuk beraksi.

"Duaaarrr!!!" pekik Zafran tiba-tiba. Teriakannya sukses membuat Lika kaget sampai berjengit.

"Bwahahaha..." puas mengerjai Lika, Zafran tertawa terpingkal-pingkal.

Lika yang melihat tentu dibuat emosi. Dia menggertakkan gigi. Lalu menginjak kaki Zafran. Selanjutnya, gadis itu cepat-cepat beranjak pergi.

"Apaan sih. Injakan lo nggak ada tenaganya sama sekali," ujar Zafran di sela-sela tawanya. Dia selalu puas ketika melihat Lika kalah telak.

Zafran meneruskan kegiatannya dengan menjalani remedial. Untung saja ada Hendra yang juga ikut. Dia salah satu teman dekat Zafran selain Galih dan Ervan.

Sudah berulang kali Zafran menghela nafas panjang. Kertas yang dipenuhi dengan soal Matematika membuatnya mengantuk. Zafran sudah tiga kali lebih menguap.

Berbeda dengan Hendra, dia terlihat sudah serius menjawab soal Matematika. Setidaknya cowok itu berusaha keras.

Waktu terus terlewat. Zafran belum sama sekali menjawab satu pun soal. Sesekali dia akan memeriksa arloji yang melingkar di pergelangan tangan.

"Hendra! Pssst!" panggil Zafran. Dia menunggu temannya itu memberikan jawaban.

Hendra otomatis menoleh. "Bentar lagi," sahutnya. Ia tentu paham maksud dari panggilan Zafran. Hendra bergegas menyelesaikan jawabannya. Kemudian segera memberikannya kepada Zafran.

"Jangan lupa traktirannya ya," ucap Hendra seraya menyodorkan kertas jawabannya.

"Itu gampang." Zafran langsung mengambil kertas jawaban milik Hendra. Tanpa pikir panjang, dia buru-buru menyalin jawaban tersebut.

"Sumpah, Zaf. Bukannya lo ikut banyak les ya? Kenapa masih belum bisa juga ngerjain soal beginian?" tukas Hendra sambil menopang kepala dengan satu tangan. Memandangi Zafran yang sibuk menyalin jawaban.

"Nggak usah banyak bacot deh. Lo kan tahu kapasitas otak gue sama pelajaran eksak kayak gimana? Belajar sedetik aja gue udah pusing," jawab Zafran.

"Makanya kalau punya les tuh dijalanin aja. Ini bolos mulu. Kalau bokap nyokap lo tahu gimana coba?"

"Udah... mereka nggak bakalan tahu," tanggap Zafran santai. Dia memang sering melewatkan jadwal les yang diberikan oleh ayah dan ibunya.

Tidak lama kemudian bel berbunyi. Menandakan kalau kesempatan untuk menjawab soal telah habis. Kebetulan juga Zafran baru selesai menyalin jawaban Hendra.

Tanpa rasa bersalah, Zafran mengumpulkan hasil jawabannya kepada Pak Surya. Gurunya itu baru saja masuk ke dalam kelas.

Usai melakukan remedial, Zafran dan kawan-kawan pergi ke kantin. Seperti biasa, mereka duduk sambil menikmati minuman.

Kedatangan Zafran selalu menjadi pusat perhatian para siswi. Tetapi dia hanya menampakkan raut wajah datar. Dirinya memesan makanan dan duduk ke meja yang kosong.

Helat satu buah meja, ada Lika dan dua temannya yang kebetulan sedang makan. Hanya Lika yang tidak peduli dengan kedatangan Zafran. Dia asyik membaca buku.

Lika tidak tahu, kalau Chika dan Nadia sebenarnya tertarik dengan Zafran. Mereka menutupi semua itu dari Lika.

Zafran duduk dalam keadaan satu kaki yang bertengger ke atas lutut. Dia memanggil salah satu siswa yang selalu bersedia di suruh-suruh. Sebagai orang yang menduduki kelas paling atas di sekolah, Zafran memanfaatkannya sebaik mungkin.

"Eh, Dono. Sini!" panggil Zafran. Panggilannya terhadap siswa sepantarannya itu membuat orang-orang tertawa.

"Anjir! Namanya bukan Dono, kampret!" kata Galih seraya tergelak lepas.

"Terserahlah siapa namanya," sahut Zafran tak acuh. Dia bangkit dari tempat duduk. Lalu merangkul siswa yang tadi dipanggilnya dengan sebutan Dono. Meskipun cukup sering bertemu dengan siswa itu, Zafran tidak pernah tahu namanya. Jika diberitahu pun dia akan lupa. Sebab pesuruh Zafran ada banyak.

"Nama gue Riswan, Zaf." Lelaki yang dirangkul Zafran memberitahukan namanya.

"Oh, oke. Belikan gue gorengan ya. Kalau lo juga mau, bisa beli buat lo sendiri. Nih uangnya." Zafran memberikan selembar uang seratus ribu kepada Riswan.

"Siap, Zaf." Riswan mengacungkan jempol. Kemudian segera bergerak untuk membelikan makanan yang di inginkan Zafran.

"Lo itu pembuli baik hati tahu nggak," komentar Ervan.

"Emang gue baik." Zafran menarik kerah bajunya dengan gaya arogan.

"Ah! Kesal gue lihat mukanya begitu. Jangan dipuji lagi dah," tanggap Galih. Bermaksud bercanda. Dia langsung mendapatkan dorongan di kepala dari Zafran.

Walau sering menyuruh orang lain untuk membelikan sesuatu, Zafran tetap berada dalam batasan. Jika dilihat secara selintas, dia memang tampak seperti pembuli. Padahal orang yang jadi pesuruhnya tersebut menikmati.

Sikap Zafran dalam mengelola uang sangat mirip dengan ayahnya. Dia tidak pelit. Zafran seringkali memilih orang yang tidak mampu untuk dijadikan pesuruh. Cowok itu juga tidak pernah menyakiti ke ranah fisik. Hal tersebut atas dasar didikan kedua orang tuanya sendiri.

Selagi menikmati gorengan yang baru saja diberikan Riswan, seorang siswa kelas tiga mendadak menjadi pusat perhatian.

Namanya Ari. Kemunculannya dibarengi dengan sorakan teman-temannya. Mereka mendukung Ari yang ingin memberikan sebatang cokelat kepada Lika.

"Nih buatmu, Lik. Kamu suka cokelat kan?" tanya Ari sembari menyodorkan cokelat yang dibawanya. Sekali lagi keberaniannya membuat semua orang bersorak. Aksi Ari sekarang menarik banyak pasang mata.

Lika menurunkan buku yang sedari tadi dibacanya. Dia mendengus kasar. Entah kenapa dalam setiap minggu ada saja cowok yang berusaha mendekatinya. Ada yang tidak menyerah dan ada yang langsung menyerah.

Salah satu cowok yang tidak pernah lelah mendekati Lika adalah Ari. Ini bukan pertama kalinya dia menyatakan ketertarikan kepada Lika.

"Kak Ari. Maaf ya... aku lagi diet." Lika menolak cokelat Ari dengan baik-baik. Dia terpaksa melakukannya karena tidak mau memberi harapan fana.

"Udah deh, Kak Ari. Cari cewek lain aja. Dia kayaknya berniat pengen menjomblo sampai jadi fosil tua!" Zafran tiba-tiba angkat suara. Ucapannya sukses membuat sebagian orang tertawa.

"Nggak usah ikut campur deh lo!" balas Lika sambil mengarahkan jari telunjuk ke arah Zafran.

Ari yang melihat segera menenangkan. Dia tentu tahu bagaimana hubungan sengit di antara Lika dan Zafran.

"Jangan diladeni, Lik. Aku tetap nggak akan nyerah kok." Ari menarik salah satu tangan Lika. Lalu meletakkan cokelatnya ke tangan cewek itu. "Nih, kamu bisa kasih cokelatnya ke adikmu atau siapapun," sambungnya. Kemudian pergi seraya menyempatkan diri untuk tersenyum.

Lika hanya menatap datar. Dia terpaksa menerima cokelat pemberian Ari. Matanya segera mendelik ke arah Zafran. Cowok itu mengacungkan jari tengah sambil terus tertawa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!