"Bangunlah! Satomi Adney!"
Seseorang memanggil dan menyuruhku untuk bangun, dia adalah seorang pria bertinggi badan sekitar 185 cm dengan wajah yang menyeramkan. Aku sangat yakin kalau tidak segera bangun, maka hukuman yang berat menantiku.
Dengan terpaksa aku segera menggerakkan dan membangunkan tubuhku dari kasur.
"Waktumu 10 menit, segera bersiap-siap dan pergi!"
Pria ini menyuruhku dengan tegas.
"Siap laksanakan!"
Aku menjawab lantang dengan postur tubuh tegap walaupun agak goyah.
"Bagus!"
Selesai mengatakan itu, dia pergi keluar kamar.
Sekarang aku harus mandi lalu bersiap pergi ke sekolah. Aku hanya mandi selama kurang dari 5 menit, lalu aku membuka lemari dan berpakaian seragam olahraga.
Hanya ada tiga seragam di sekolah ini, pertama seragam olahraga wajib, kedua seragam khusus beladiri, dan ketiga seragam klub.
Saat ini aku hanya mempunyai seragam olahraga wajib, itu dikarenakan aku belum memilih untuk mengikuti beladiri yang mana dan klub apa yang harus diikuti.
Selesai bersiap-siap, aku tidak sarapan dan langsung pergi ke sekolah karena makanan disediakan oleh pihak sekolah.
Sesampainya di sekolah aku langsung memasuki kelas. Aku sendiri berada di kelas 1-E, ini adalah kelas dengan kemampuan terendah berdasarkan hasil tes ujian masuk sebelumnya.
Disinilah aku harus menguji seberapa kuat diriku dibandingkan siswa lainnya, tapi bagiku lebih sulit untuk menahan diri daripada mengeluarkan seluruh kekuatan.
Ayahku berkata padaku, kalau bakat dikembangkan maka hasilnya akan menjadi baik. Dia juga mengatakan kalau kemampuan bukan untuk dipamerkan tapi lebih baik digunakan disaat yang tepat. Untuk itu dia menyuruhku untuk selalu menahan diri dan hanya akan serius saat mempunyai saingan ataupun orang yang kemampuannya setara.
Jika mereka bisa membuatku serius dan mengeluarkan seluruh kemampuanku, itu sangat bagus untuk dinantikan.
Sudah kuduga banyak siswa di kelas ini yang tidak memiliki niat untuk bersekolah, mereka hanya bermain-main dan terlalu yakin dengan kemampuannya hingga ada beberapa yang menyombongkan diri.
Jika dibandingkan dengan kelas lain, sudah jelas kelas 1-E adalah yang terburuk. Dibandingkan dengan kelas 1-A, mereka terlihat seperti atlet yang siap menjuarai berbagai pertandingan.
Di kelas ini terdapat 31 siswa, 16 laki-laki dan 15 perempuan. Suasana di kelas tidak terlalu ribut karena hanya para laki-laki yang mengobrol, sementara perempuan hanya diam dan hening sambil menunggu guru datang.
Disaat mengamati kelas aku melihat seorang perempuan duduk di sampingku. Wajahnya terlihat sangat cantik bagiku, tapi ekspresinya terlihat datar dan hampir tidak menunjukkan ekspresi apapun. Aku hanya berharap agar bisa akrab dengannya sebagai teman sebangku.
Karena terlalu lama mengamatinya, tatapan mata kami akhirnya bertemu dan dengan canggung aku melambaikan tanganku. Namun dia tidak melambai balik dan ekspresinya tetap datar sambil menatapku.
Beberapa menit setelah momen canggung, seorang guru datang dengan tinggi menjulang, lebih tinggi dari pria yang membangunkan ku tadi pagi, jika dilihat tingginya sekitar 195 cm. Beliau langsung duduk di kursi guru dan memperkenalkan diri.
"Salam kenal semuanya, namaku Smith Afton, kalian bisa panggil Smith. Sebelum ke topik penting, ada baiknya kalian semua memperkenalkan diri terlebih dahulu!"
"Baik!"
Para siswa termasuk aku menjawab pernyataannya dengan lantang.
Situasi kelas saat ini cukup tenang dan sesi perkenalan pun dimulai.
"Dimulai dari kau, sebutkan nama, hobi, dan cita-cita!"
Smith menunjuk jarinya ke siswa paling depan bagian kanan.
Aku sendiri berada di paling belakang, jadi giliran ku masih cukup lama.
"Halo semuanya, namaku Barry Danna, kalian bisa memanggilku Danna, hobi ku hanya berlari, cita-citaku sudah jelas ingin menjadi pelari. Aku akan terus berlari sampai kakiku tidak sanggup lagi. Salam kenal semuanya!"
Murid laki-laki periang ini bernama Barry Danna, panggilannya Danna, dilihat dari caranya berbicara, dia tipe orang yang mudah bergaul dan sepertinya akan menjadi populer di kelas ini.
"Perkenalan yang bagus Danna, selanjutnya!" Smith kembali menunjuk seorang perempuan di samping Danna.
"Umm.... namaku Ollie Siena, dipanggil Ollie, hobi berenang, cita-cita menjadi atlet renang, sekian!"
Perempuan di samping Danna ini bernama Ollie Siena, panggilannya Ollie, perkenalannya begitu singkat dan cara bicaranya juga malu-malu.
Banyak laki-laki yang melirik ke arahnya, mungkin itu karena mereka terpesona dengan kecantikannya. Menurutku wajahnya memang cantik, tapi dia masih kalah jauh dengan perempuan di sampingku.
Sesi perkenalan terasa cukup lama, barusan hanya 2 dari 31 orang yang sudah melakukannya.
Aku mulai mengantuk karena tidak tidur nyenyak malam tadi hingga akhirnya tidak lagi menyimak perkenalan selanjutnya.
Aku memilih untuk meletakkan kepalaku di meja dan hanya perlu waktu beberapa detik sebelum aku ketiduran.
"Selanjutnya kau, hei! Apa kau dengar?!"
Samar-samar aku mendengar suara guruku, yaitu Smith.
Aku membuka mata perlahan dan melihat banyak siswa menatapku, aku juga melihat Smith yang jari tangannya juga sedang menunjuk kearah ku.
Dilihat dari ekspresinya dia memang marah, tatapan matanya yang tajam juga terlihat sangat jelas.
“Anu.. maaf! Tanpa sadar saya sudah tertidur..”
“Alasan macam apa itu?! Jangan membuat gurumu marah di hari pertama!”
Ini gawat, aku terlalu mencolok dan bahkan membuat guruku marah. Untuk mengatasi situasi ini mungkin aku akan meminta maaf secara tulus dan mengakui kesalahanku.
“Maaf! Saya berjanji tidak akan melakukannya lagi...!”
Sambil menundukkan kepala, aku meminta maaf kepada Smith.
“Ya.. untuk kali ini aku maafkan, tapi tidak ada kesempatan kedua! Sekarang, perkenalkan dirimu!”
Akhirnya giliran perkenalanku tiba, aku memutuskan untuk melakukan perkenalan yang singkat dan membosankan.
“Namaku Satomi Adney, dipanggil Satomi, hobi ku memancing, aku bercita-cita untuk menjadi nelayan. Hmm.. salam kenal!”
Itulah perkenalannya, terasa sangat membosankan dan penuh kebohongan.
“Satomi ya? Aku akan mengingat nama itu, jika kau melakukan kesalahan lagi maka aku akan benar-benar marah!”
"Baik!"
Aku menjawab dengan nada pelan agar terlihat seperti menyesali perbuatan ku.
“Pastikan kau memegang kata-katamu Satomi! Baiklah, sekarang aku akan menjelaskan topik pentingnya!”
Sesi perkenalan akhirnya selesai, aku hanya mengetahui dua orang nama teman sekelas ku. Cukup menyedihkan walaupun sebenarnya aku tidak peduli.
Para siswa terlihat sangat ingin mendengarkan topik penting yang dibicarakan sejak awal.
Aku sendiri tidak begitu yakin apakah aku bisa menebak topiknya, karena ini adalah sekolah penuh kejutan.
“Topik selanjutnya adalah tentang sistem sekolah ini, aku hanya akan memberitahu satu hal hari ini. Untuk hal lain akan dibahas besok, yang terpenting kalian dapat menyelesaikan salah satu sistem sekolah hari ini juga!”
“Siap!”
Para siswa kompak menjawab, tapi aku hanya diam saja.
Smith lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya dan membagikan ke semua siswa.
“Akan ku jelaskan sedikit, jadi untuk hari ini kalian akan mencari dan mendapatkan pasangan lawan jenis, sesama jenis tidak diperbolehkan! Dan juga kalian harus berpasangan dengan teman sekelas, dilarang berbeda kelas! Waktunya hanya satu hari ini, jadi pergunakan waktu kalian dengan baik! Untuk penjelasan lengkapnya silahkan baca lembaran kertas yang dibagi tadi!”
“Hah..?!! Pasangan?!.”
Banyak siswa yang terkejut dan bingung dengan pernyataan Smith.
“Mencari pasangan dalam waktu satu hari? Seriusan..!?”
Ekspresi mereka terlihat jelas berkata seperti itu.
“Kalau begitu semoga beruntung! Tidak ada pelajaran untuk hari ini, kalian boleh berkeliaran di sekolah ini tapi jangan sampai ada yang kembali ke asrama sebelum pukul 3 sore!”
Selesai mengatakan itu, Smith pergi keluar kelas.
Situasi gaduh ini membuatku ingin tidur lagi padahal sekarang masih pagi hari. Aku bahkan tidak peduli dengan pasangan, jika aku bisa sendiri kenapa harus berpasangan, itulah yang kupikirkan.
Tapi mungkin saja hal seperti itu akan berguna untuk kedepannya, tidak ada yang tahu.
Walaupun diperbolehkan keluar kelas, banyak laki-laki yang masih berada di sini. Mungkin penyebabnya karena mereka ingin berpasangan dengan Ollie. Dapat dilihat dari mereka yang mengerumuni Ollie dan saling menawarkan diri untuk menjadi pasangannya.
Aku yang tidak terlalu peduli hanya membaca selembar kertas yang dibagikan guruku tadi. Dibagian depan terlihat penjelasan tentang sistem pasangan dan juga aku harus mengisi formulir di bagian belakangnya, dari nama, kelas, dan dengan siapa aku ingin berpasangan.
Inti dari penjelasannya mengatakan kalau tidak mendapatkan pasangan, maka ada hukuman yang harus siap diterima. Selain itu, dikatakan kalau hanya bisa mengganti pasangan sebanyak satu kali.
Selesai membacanya, aku memutuskan untuk keluar kelas dan hendak pergi ke toilet. Tapi saat mendekati pintu keluar, seorang siswa menghalangi jalanku.
"Permisi.. biarkan aku lewat!"
"Jangan sok memerintahku! Jika ingin lewat maka kau harus bayar dulu!"
"Apa yang dibayar? Aku tidak mengerti"
"Tentu saja berikan uangmu, dasar bodoh!"
"Oh, uang ya? Tapi aku tidak punya, jadi tolong menyingkirlah!"
"Sudah kubilang jangan memerintahku!"
Dia marah setelah aku mengatakan itu lalu mengayunkan tangannya ke wajahku, tapi serangannya sangat mudah untuk dihindari dan aku menangkap genggaman tangannya setelah serangannya tidak mengenai sasaran.
"Plak....!!"
Suara tepukan berbunyi dengan keras mengisi seisi kelas ini. Pukulannya memang cukup kuat, tapi lupakan hal itu.
Dia tadi memaksaku untuk memberikan uang, yang berarti disekolah ini terdapat beberapa toko dan mungkin saja terdapat pusat perbelanjaan seperti Mall. Namun sangat disayangkan aku tidak mempunyai uang sama sekali karena aku tidak mau membebani orang tuaku.
Lagipula sekolah ini sudah menyiapkan beberapa kebutuhan siswa, jadi kurasa aku akan baik-baik saja tanpa uang.
Karena keributan ini aku mendapat cukup mendapat banyak perhatian terutama dari dalam kelas, bahkan dari luar juga.
"Adu-duh sakit! Lepaskan aku..!"
Aku tidak sadar kalau masih mencengkram tangannya dan dengan cepat aku melepaskannya. Padahal aku merasa seperti hanya memegang tangannya saja, tapi dia malah merasa kesakitan. Menahan diri memang terasa sulit, itu adalah kebenaran untuk diriku.
"Maaf, aku tidak sengaja.."
"Sial! Akan kulepaskan kau kali ini!"
Dia mengatakan itu sambil memegangi tangannya lalu pergi setelahnya, sepertinya itu masih terasa sakit.
Dengan ini aku bisa keluar kelas dan segera pergi ke toilet. Sebenarnya panggilan alam ini sudah kutahan sejak awal masuk kelas tadi dan akhirnya aku merasa lega setelah membuangnya.
Selepas dari toilet awalnya aku berniat untuk berkeliling sekolah, tapi saat keluar aku malah mendapati sepasang laki-laki dan perempuan memasuki toilet yang sama.
Bukankah toilet laki-laki dan perempuan seharusnya dipisah, kenapa perempuan ini memasuki toilet laki-laki bersamanya. Ini membuatku bingung.
Niat itupun kuurungkan untuk sesaat, lalu aku kembali memasuki toilet untuk menjawab rasa penasaranku, hingga akhirnya aku bisa mendengar suara mereka.
"Ayolah, tidak ada orang disini!"
"Tidak, aku tidak mau!"
"Kumohon sebentar saja!"
"Tidak, jangan!"
Dari yang kudengar mungkin mereka akan berbuat hal mesum dan rasa penasaranku sudah terjawab sekarang. Untuk itu aku kembali ke niat awalku yaitu berkeliling sekolah.
Ini sudah hal biasa bagiku, aku biasanya memilih untuk tidak ikut campur masalah orang lain. Jika ada satu pihak yang meminta pertolongan dan satunya lagi terlihat seperti pelaku kejahatan, setelah mengetahui apa yang terjadi, aku akan membiarkannya.
Jika aku menolong mereka, itu hanya akan membuang waktuku. Sungguh, aku hanya ingin lebih bebas dan bersantai, hanya itu.
Berkeliling di sekolah atletik yang sangat luas membuatku sedikit terpukau, aku berpikir bisa saja banyak siswa baru yang tersesat dan tidak bisa kembali ke asramanya, itu karena sekolah ini benar-benar luas.
Baru sebentar berkeliling, bel berbunyi dan menyuruh para siswa untuk berkumpul di ruang makan. Sudah jelas ini waktunya untuk makan pagi atau biasa disebut sarapan.
Tidak memiliki pilihan lain, aku mendatangi ruang makan yang berada di samping kelas 1-A.
Ruang makan setiap kelas 1,2 dan 3 itu berbeda, jadi saat waktu makan tiba para siswa kelas 1 akan berkumpul di ruang makan samping kelas 1-A. Begitu juga dengan kelas 2 dan 3, mereka akan berkumpul di ruang makan samping kelas 2-A dan 3-A.
Menurutku kelas A mendapatkan keuntungan karena ruang makan berada tepat di sebelah kelas mereka. Itu juga membuat mereka dapat menikmati makanannya lebih awal.
Sesampainya di ruang makan, aku diberikan kertas kecil bertuliskan angka oleh guru yang menjaga di depan, aku melihat kertasnya dan mendapati angka 84.
Saat hendak menanyakan maksud dari kertas ini, beliau langsung menjelaskan secara singkat.
"Angka yang ada di kertas itu adalah nomor urut untuk mengambil makanan dan tempat dimana kau akan duduk"
Aku hanya bisa mengangguk agar dianggap mengerti olehnya, jadi setelah itu aku langsung masuk ke dalam dan melihat banyak siswa yang sedang duduk di meja makan menunggu sarapannya.
Memang benar terdapat angka di kursi itu, dengan segera aku mencari kursi nomor 84 dan mendapatkannya di bagian tengah lalu duduk disana dan menunggu.
Seorang pelayan lalu datang kearahku dengan menyajikan oatmeal pisang dan susu. Aku menyantap sarapanku dengan santai dan tak lama kemudian aku sudah menghabiskannya.
Tidak memiliki alasan lagi untuk berada disini, aku memutuskan untuk melanjutkan perjalananku. Namun saat hendak beranjak dari meja dan melanjutkan niatku, tiba-tiba aku mendengar suara keributan di belakangku.
"Dia itu milikku! Kau tahu? Aku sudah berbicara dengannya sejak awal, memangnya siapa kau mendadak ingin berpasangan dengannya?!"
"Tapi dia belum memutuskan untuk berpasangan dengan siapa bukan? Apa salahnya jika aku mengajaknya juga?!"
Berbeda dengan banyak siswa yang menonton keributan, aku sendiri memutuskan untuk langsung keluar.
Saat diluar ruangan aku dipanggil oleh seorang guru dan beliau menyuruhku untuk mengembalikan kertas yang diberikan. Selesai mengembalikan, beliau langsung masuk ke dalam karena mendengar laporan tentang keributan yang terjadi.
Kejadian ini memang sesuai dengan pemikiranku, paling tidak ada beberapa siswa yang berselisih karena berebut pasangan. Mungkin mereka takut dihukum jika tidak mendapatkan pasangan.
Seperti yang sudah diketahui, terdapat 31 siswa di setiap kelas yang terdiri dari 16 laki-laki dan 15 perempuan. Semua perempuan sudah pasti mendapatkan pasangan, namun berbeda dengan laki-laki yang menyisakan satu orang tanpa pasangan.
Bagiku sendiri tidak terlalu penting untuk mendapatkannya atau tidak, justru aku malah penasaran hukuman apa yang diberikan jika tidak mendapatkan pasangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!