NovelToon NovelToon

DERITA ISTRI KETIGA

BAB 1 BAHAGIA BERUBAH DUKA

Isabella gadis 22 tahun. Ia begitu bahagia, sebab pernikahan yang ia impikan sebentar lagi tiba. sepanjang malam ia tidak bisa tidur menunggu calon suaminya datang ke rumah

Saat tidak bisa tidur ia keluar dari kamarnya, rupanya di ruang tengah masih ada sang ayah dan tamunya yang berasal dari kota. Tamu ayahnya tersebut adalah murid sang ayah saat SMA. Pria itu datang bermaksud untuk menghadiri acara pernikahannya. ia tersenyum sedikit canggung saat melihat pria dewasa di depan Ayahnya.

Sejenak Bella melihat orang-orang yang sedang bermalam di rumahnya sambil membantu menyiapkan acara pernikahannya.

“Ayah, belum tidur?” tanyanya sambil berjalan menghampiri sang ayah lalu duduk di sampingnya.

“Kamu sendiri kenapa belum tidur?”

“Gak bisa tidur, Yah!”

“Oh Iya, ini kenalkan. Ini murid Aah waktu mengajar di kota.” Pria itu mengulurkan tangannya dan di sambut Isabella.

“Alexander.”

“Isabella, panggil saja Ibel. Ayah sering cerita tentang Abang dan prestasi Abang waktu sekolah,” ujar Bella saat melepaskan jabatan tangannya. Ayahnya memang sering sekali bercerita tentang Alex.

“Abang Alex ke sini sama siapa?” tanya Bella.

“Sendiri.”

“Oh ... Saya pikir istri dan anak Abang diajak.”

Alex hanya tersenyum tipis mengingat dua istrinya belum memberikannya keturunan. Ya ... Alex memang mempunyai dua istri, istri pertamanya wanita karier dan mereka dijodohkan hanya untuk kelangsungan hubungan perusahaan dan mereka tidak saling mencintai. Sementara istri kedua Alex adalah istri yang sangat Alex cintai. Mereka pacaran semasa sekolah dan Istri keduanya juga tidak keberatan menjadi istri kedua. Istri keduanya pun tahu jika Alex menikah dengan Istri pertamanya hanya karena dijodohkan. Ya, cinta memang buta, tidak peduli jika seseorang itu sudah menjadi milik orang lain. Tetap saja mau menjadi yang kedua.

“Istri Abang juga bekerja, jadi sibuk, tidak bisa ikut kemari,” Tut Alex.

“Oh ... enak ya Bang, wanita kota. Walau sudah menikah masih bisa bekerja dan berkarier. Kalau di kampung sini pasti di omongin tetangga. Sudah punya suami kok, kerja. kurang duit ya.” ketiganya pun tertawa.

“Kamu sendiri kalau sudah menikahi mau tetap bekerja atau jadi ibu rumah tangga?” tanya Alex.

“Kalau saya pribadi, jadi ibu rumah tangga saja. Nunggu suami pulang kerja, siapin keperluan suami, masak, ngurus anak. Tapi nanti bagaimana dengan anak didik saya di sekolah TK. Saya kan guru TK di sini.“

Alex tertawa kecil melihat Bella. Alex tidak menyangka keinginan gadis di depannya itu begitu sederhana.

“Ibel ... sudah sana istirahat. Besok hari pernikahan kamu.” Ayahnya menyuruhnya istirahat.

“Ya sudah ... Ayah juga istirahat ya. Abang juga. Ibel ke kamar dulu. ” Bella bangkit dari duduknya dan tersenyum ke arah Alex lalu menuju kamarnya.

Pagi harinya Bella bersiap berdandan layaknya pengantin. Walau riasan sederhana dan menggunakan kebaya sederhana, ia tampak begitu cantik.

Sang Ayah tersenyum melihat putrinya yang mengenakan baju pengantin. Akhirnya tugasnya menjaga sang anak sudah hampir selesai, sesuai janjinya pada almarhum istrinya.

Waktu terus berlalu. Namun, calon pengantin pria tak kunjung datang. Bella berulang kali menghubungi ponsel calon suami dan keluarganya, Namun tidak ada yang mengangkatnya. Bella dan sang Ayah mulai gelisah, begitu juga para tamu yang ada di rumah Bella. Alex yang juga melihat kecemasan Ayah Bella, ia pun mencoba menenangkannya.

“Sabar, Pak. Mungkin di jalan macet.” Alex mengusap pundak Pak Husain. Pria tua itu memang sangat gelisah.

“Iya, Nak Alex. Bapak tidak apa-apa.”

Tak lama terdengar jeritan Bella di kamarnya. Pak Husain yang mendengar jeritan putrinya itu pun semakin gelisah dan buru-buru lari ke kamarnya diikuti Alex dan sebagian tamu.

“Gak mungkin...! Gak mungkin..!” teriak Bella.

“Ada apa ini. Bella kenapa?” tanya pak Husain saat melihat putrinya menangis di pelukan sahabatnya Aisyah.

Bella tidak menjawab pertanyaan sang Ayah. Ia terus menangis. Pak Husain mendekati putrinya.

“Ada apa Ais?” tanya pak Husain pada sahabat Bella.

“Itu Wak , rombongan Mas Hadi kecelakaan ditabrak kereta api. Semua anggota keluarga terseret jauh. Semuanya meninggal dan jasad hampir tidak di kenali.” Aisyah menyampaikan dengan sangat hati-hati. Namun Pak Husien seketika terkena serangan jantung dan langsung tidak sadarkan diri.

“Ayah ...!” Panggil Bella merengkuh sang Ayah. Alex yang pun spontan menghampiri Bella dan pak Husain.

“Tolong jangan berkerumun. Panggil dokter atau tenaga medis!” ujar Alex pada semunya, ia juga ikut panik melihat gurunya pingsan.

Aisyah mencoba menghubungi tenaga medis di desa lewat ponselnya. Alex mencoba memberi pertolongan pertama. membuka kemeja pak Husain dan menekan dada Pak Husain beberapa kali.

“Sebentar lagi pak mantri datang kemari,” ucap Aisyah saat selesai menghubungi dan mengirim pesan pada mantri desa.

“Apa rumah sakit di sini jauh?” tanya Alex.

“Lumayan Pak. Sekitar tiga jam perjalanan menggunakan mobil.”

“Ah ... Shit!” umpatnya dan terus memberi CPR di dada pak Husain.

“Ayah ... bangun! Jangan tinggalkan Ibel, Yah ....” Bella menangis pilu melihat ayahnya belum sadarkan diri.

Tak lama Pak Husain tersadar dan membuka matanya. Dengan lemah ia meraih tangan Bella.

“Ayah ... Ayah sudah sadar.” Bella sedikit bingung melihat ayahnya karena sang ayah juga meraih tangan Alex.

“Hidup Ayah tidak lama lagi.” Pak Husain sekilas melihat Bella lalu pandangannya beralih ke arah Alex.

“Alex ... Bapak serahkan putriku padamu. Nikahi dia dan jaga dia.”

“Tapi pak. Saya sudah....”

“Bella tidak mempunyai siapa-siapa, Nak Alex. Janji pada Bapak untuk terus menjaga Ibel.” Pak Husien menarik nafasnya.

“Ayah ... Jangan tinggalkan Ibel, Ibel sama siapa kalau Ayah pergi.” Ibel menarik kepala pak Husain di pangkuannya dengan hati-hati dan terus menangis.

Alex sejenak menatap Bella, ia juga kasihan tapi mana mungkin ia menikahi gadis cantik itu untuk jadi istri ketiganya. Mustahil?

“Nak Alex ... janji pada Bapak. Bapak tahu kamu sudah mempunyai is-istri. Jaga Bella dan nikahi Bella di depan jenazah Bapak.” Pak Husain meremas tangan Alex meminta persetujuan.

“Baik, Pak. Saya akan menikahi Bella.” Hanya itu yang bisa terucap dari bibir Alex. Pak Husien pun seketika menghembuskan nafas terakhirnya dan meninggal dipangkuan Bella.

“Ayah...!” terik Bella memeluk tubuh Ayahnya.

“Ayah...,” lirih Bella yang tak lama juga tidak sadarkan diri.

“Bella,” pekik Aisyah lalu menopang tubuh Bella.

Alex bangkit lalu ia keluar untuk berfikir apa ia harus menikahi Bella atau tidak. Tapi jika tidak, ia sudah terlanjur berjanji dengan Almarhum pak Husain.

Pak mantri yang baru sampai pun langsung di arah tamu yang datang ke kamar Bella. Mantri tersebut memeriksa Pak Husain. Mantri tersebut tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan dalam diri pak Husain dan hanya menghela nafas pasrah.

“Pak Husain sudah meninggal.”

“Innalilahi...,” ucap semua orang yang ada di kamar Bella.

Hari bahagia Bella berubah menjadi duka. Ia harus menyaksikan sang ayah meninggal disaat hari pernikahannya. Duka semakin bertambah tatkala calon suaminya juga meninggal dunia. Ia hanya bisa pasrah dengan semuanya.

BAB 2 PASRAH DENGAN TAKDIR

Pada Akhirnya Alex menikahi Bella di depan jenazah Ayah Bella. ia juga sudah meminta izin istri pertamanya. Entah terbuat dari apa hati istri pertamanya sehingga mau mengizinkan sang suami menikah lagi. Akan tetapi, ia tidak meminta izin istri keduanya karena tahu istri keduanya pasti akan mengamuk.

“Saya terima nikah dan kawinnya Isabella binti Bapak Husain dengan mas kawin uang lima juta di bayar tunai.” Satu kalimat tersebut sudah membuat Bella sah menjadi milik dan tanggung jawab Alex. Mau tidak mau cinta tidak cinta mereka sudah menepati janji pak Husain.

Masih dengan Isak tangis Bella menyalami Alex, akan tetapi ia juga tidak sepenuhnya sadar sudah jadi istrinya. Tangisan Bella terdengar pilu ditelinga semua orang termasuk ditelinga Alex. Dengan ragu Alek memeluknya, ia mencoba memberi ketenangan dan pelukan agar merasa tenang.

Setelah prosesi pernikahan mereka selesai, Jenazah pak Husain langsung di makamkan di pemakaman setempat yang tidak jauh dari rumanya. Bella terus menangis di dalam dekapan suaminya. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ia juga belum sepenuhnya sadar berada di pelukan pria dewasa yang usianya terpaut cukup jauh.

“Ayah ... mungkin aku bisa kehilangan Mas Hadi, tapi kehilangan Ayah, jiwaku rasanya hilang separuh, yah. Ayah bangun...!” Isak tangis itu tidak berhenti membuat yang menyaksikan ikut meneteskan air mata.

“Maaf Nak Alex. Sebaiknya kita pulang. sebagian warga sudah pulang. Biar Nak bella juga istirahat,” ajak sesepuh desa pulang dari pemakaman.

“Iya, pak.” Alex melihat istrinya yang kondisinya begitu lemah.

“Bella ... kita pulang ya. Sudah sore,” ajak Alex lembut.

“Gak mau, Ibel mau sama ayah. Ibel mau nemenin Ayah.”

“Ibel ....”

“Gak mau! Ibel gak mau Ayah sendirian. Ibel mau sama Ayah!” Ibel begitu histeris.

“Bella!!” Suara tinggi Alex mulai terdengar.

“Ayah sudah tidak ada! Biarkan beliau tenang!” Ibel mematung dan langsung tidak sadarkan diri, ia jatuh di pelukan suaminya.

Alex membopong Bella dan membawanya sampai ke rumah. Sesampainya di rumah Alex membaringkan Bella di tempat tidurnya dan di temani Aisyah, sementara Alex menemui tetangga yang masih berada di rumah mertuanya.

Mereka semua menyiapkan pengajian tahlil sampai selesai, setelah itu Alex masih berkumpul dengan para tamu, ada juga yang membereskan hiasan yang seharusnya menjadi hiasan saat pernikahan.

“Nak Alex, apa rencana Nak Alex ke depannya. Ingin menetap di sini atau membawa Ibel ke kota?” tanya salah satu sesepuh. Alex menghela nafas panjang dan menatap satu persatu tetangga istri barunya itu.

“Belum tahu, Kek. Nanti akan saja bicarakan lagi dengan Ibel dan isteri pertama saya. Saya juga tidak tahu, Ibel mau atau tidak kalau saya bawa ke kota.”

“Sebaiknya dibawa saja Nak Alex. nanti kalau di sini, Ibel pasti kesepian dan terus teringat Ayahnya dan calon suaminya yang sudah meninggal. Kalau istri pertama Nak Alex sudah setuju ya tidak apa-apa di bawa. Tetapi saran kami. Tolong jangan di satukan dalam satu rumah, takutnya suatu saat nanti timbul masalah,” sambung sesepuh lainnya.

“Iya Pak. Terima kasih sarannya. Kalau begitu saya mau melihat Ibel dulu.” Alex bangkit dari duduknya dan melihat Bella di kamar.

Saat di ambang pintu Alex melihat Bella duduk diam meringkuk di atas tempat tidur dan sang sahabat berusaha menyuapi makan.

“Ibel ... makan dulu ya. Kamu dari pagi belum makan.” Bella hanya menggeleng lemah lalu semakin erat memeluk lututnya. Ia kembali mengingat sang Ayah dan menangis.

“Aish,” panggil Alex memberi tanda agar Aisyah keluar. Aisyah mengangguk mengerti lalu memberikan piringnya pada Alex.

Aisyah keluar lalu menutup pintunya, Biar Alex sendiri yang menangani Bella. Alex meletakkan piringnya di meja di dekat tempat tidur, lalu ia duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu ia meraih tangan Bella.

“Bella ... Jodoh, rejeki, kematian itu sudah ada yang mengatur. Suka tidak suka, mau tidak mau kita sebagai ciptaannya harus menjalani dengan sabar.”

“Aku tau Bang. Tapi itu tidak mudah buat Bella. Semua terjadi dalam waktu bersamaan. Siapa yang sanggup Bang! Di tambah aku sekarang istri Abang, apa kata orang Bang. Saya saja benci dengan diriku sendiri. Kalau bukan karena Ayah. Aku juga tidak mau menikah dan jadi orang ke tiga dalam rumah tangga Abang.” Bella menyeka air matanya lalu menarik kain selendang yang sedari tadi menempel di kepalanya.

Alex mengambil piring dari atas meja dan mencoba menyuapi istrinya.

“Makan ya,” ucapnya lembut.

“Bella gak lapar Bang.

“Sedikit saja. Kalau kamu tidak ak mau makan nanti sakit.”

Dengan ragu Bella menerima suapan dari tangan suaminya. Sekilas ia melihat Alex penuh arti dan masih belum percaya laki-laki di depannya itu sudah sah menjadi suaminya.

“Besok Abang pulang ke kota dan kamu harus ikut. Abang tidak bisa lama-lama di sini, karena ada kerjaan yang harus Abang kerjakan.”

Bella tidak menjawab, ia hanya diam. Ia berfikir apa harus mengikuti suaminya atau tidak. Tapi sebagai istri memang harus mengikuti suami, bukan. Tapi bagaimana dengan anak didiknya.

“Abang tahu, kamu pasti tidak mau ikut, karena kamu pasti memikirkan anak-anak TK kamu di sekolah. Semua sudah Abang bicarakan dengan kepala sekolah, kalau kamu ikut sama Abang. Jadi Abang mudah mengawasi dan menjaga kamu.”

Lagi-lagi Bella hanya diam sambil mengunyah makanannya dan memikirkan ucapan suaminya. Bagaimana pun ia juga harus patuh dengannya.

“Terserah Abang!” Bella hanya pasrah kemana takdir membawanya. Sudah tidak ada pilihan lain. Otaknya juga tidak bisa berpikir harus berbuat apa dan melakukan apa.

“Ya sudah. Sekarang kamu istirahat, kalau ada apa-apa, Abang ada luar,” ucap Alex saat Bella selesai makan dan minum.

Alax keluar dan membiarkannya Bella istirahat sedangkan dirinya sendiri juga menuju kamarnya dan membereskan barang bawaannya untuk kembali ke kota.

“Bagaimana kalau Iren tahu aku menikah lagi. Pasti dia mengamuk. Tapi kalau Bella tidak aku bawa, nanti di sini pasti jadi bahan omongan. Kalau aku bawa ke kota, kalau ketahuan Iren bagaimana. Apa aku bawa dulu ke rumah Anna, Ya ... ke rumah Ana dulu. Tapi... baiknya aku Carikan rumah sendiri saja.” Alex juga bingung harus membawa Bella kemana. Jika istri keduanya si Irene tahu sudah pasti mengamuk. Tapi jika ia bawa ke rumah istri pertamanya, Anna. Apa kata orang rumah.

“Baiknya aku hubungi Ronald.” Alex kemudian menghubungi asistennya untuk mencarikan rumah beserta isinya.

“Halo, tuan Alex," Suara di seberang sambungan ponselnya mulai terdengar.

“Ronald, besok aku pulang ke kota. Tolong carikan rumah jangan terlalu besar, Carikan satu pembantu rumah tangga.”

“Hah? Untuk siapa tuan?”

“Tidak perlu bertanya. kerjakan saja perintahku. Besok jemput aku di bandara. Dan aku mau setelah sampai, rumah itu sudah ada dan lengkap dengan isinya. Jangan beritahu hal ini pada siapa pun.”

“Baik tuan, laksanakan.” keduanya lalu memutuskan sambungan ponselnya.

BAB 3 RASA CEMBURU

Alex dan Bella sampai di bandara. Di pintu keluar bandara Mereka sudah di sambut oleh Ronald, asisten Alex.

“Selamat malam, Tuan. Akhirnya Anda sampai.” Ronald memberikan salam dan sekilas melihat gadis cantik di samping Alex.

“Malam, sudah kau siapkan semuanya?”

“Sudah, tuan.” Ronald melihat Bella dengan penuh selidik apakah Bella istri sang tuan yang baru.

“Jaga pandanganmu. Dia istriku.” Seketika Ronald menunduk dan Bella melihat Alex penuh arti.

“Ayo...,” ajak Alex meraih jemari tangan Bella dan asisten serta sopirnya membawakan barang bawaan mereka.

Bella terus melihat Alex dengan segala pemikirannya. Kenapa ia tidak malu mengakui dirinya istri. Padahal ia hanya gadis kampung.

Sopir membukakan pintu mobil untuk mereka. Bella masuk lebih dulu diikuti Alex. Ronald kemudian masuk di bagain samping kemudi.

“Dimana rumah itu?” tanya Alex.

“Di dekat apartemen nona Anna, tuan. Tidak begitu besar sesui permintaan tuan.”

“Hem... langsung ke sana.” Alex terus menggenggam jemari Bella karena Bella seperti orang ketakutan.

“Jangan takut. Mereka sopir dan orang kepercayaanku," ucap Alex melihat Bella sekilas.

“Bella pikir Abang mau jual Bella,” cicit Bella sambil menunduk melihat tangannya di genggam suaminya. Alex tertawa kecil lalu mengusap lembut rambut Bella.

“Abang mana mungkin jual istri Abang yang cantik ini. Orang lain melihat kamu saja bisa Abang bunuh!” balas Alex merangkul Bella.

“Siapa tahu, kan.”

“Tidk Bella. Abang kan sudah janji sama Ayah kamu untuk menjaga kamu, masak mau dijual. Kamu akan selalu sama Abang, hem.”

Seulas senyum terlihat dari bibir Bella, ia tahu saat ini hidupnya tergantung pada Alex, ia juga tidak tahu harus bagaimana jika tidak ada Alex. Hanya Alex lah sandarannya saat ini.

Sesampainya di rumah, mereka sudah di sambut satu orang pembantu rumah tangga. Barang-barang mereka diturunkan sopir dan Ronald.

“Selamat datang, Tuan, Nyonya. Saya Mbok Imah. Pembantu baru Nyonya dan Tuan.“

“Terima kasih Mbok, sudah menyambut kami,” balas Alex tersenyum begitu juga Bella.

“Mari Tuan, kamar Tuan dan Nyonya sudah saya siapkan.” Alex dan Bella masuk ke dalam rumah diikuti Mbok Imah.

“Mari Tuan. Kamarnya di sini.” Mbok Imah mendahului mereka dan membukakan pintu kamarnya.

“Terima kasih Mbok," balas Bella sopan.

Bella masuk dan melihat sekeliling kamarnya. Kamar yang tidak besar dan juga tidak begitu kecil. Kamarnya termasuk luas di banding kamarnya yang ada di rumahnya.

“Kamu istirahat. Abang ada di kamar sebelah,” ujar Alex sambil meletakkan tas milik Bella di samping pintu. Bella mengangguk dan melihat Alex, seolah ia tidak mau sendirian tapi ia tahu dan sadar diri, ia hanya istri kedua. Tanpa tahu jika ia adalah istri ketiga .

Alex menutup pintu kamarnya, namun ia tidak sepenuhnya menutupnya. Alex melihat Bella dari celah pintu.

“Aku harus bagaimana, harus ngapain.” Bella merebahkan tubuhnya. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Pikiranya melayang mengingat almarhum Ayah dan kekasihnya. Tidak terasa air mata itu mengalir tanpa henti. kenangan manis bersama Ayah dan kekasihnya menari dipikirannya.

“Ayah ... Mas Hadi. Aku harus apa? Aku sendirian, aku sudah menjadi istri, tapi istri kedua. Apa enaknya jadi istri kedua. Pasti jadi bahan gunjingan tetangga yang tidak suka. Pasti nanti sering di tinggal kerja, terus Abang ke istri pertama. Cita-cita jadi istri satu-satunya kayaknya hanya mimpi,” lirih Bella di sela tangisannya.

Bella tidak tahu jika Alex mendengar dan melihat Bella menangis. Ia juga ingin menenangkan gadis itu. Tetapi ia memilih membiarkan Bella sendiri dulu dan membiarkan ia menangis meluapkan segala kesedihan di hatinya, mungkin itu akan membuat dirinya lebih baik.

Alex kemudian menuju kamarnya lalu membersihkan badannya dan mengganti semua apa yang melekat di tubuhnya. Alex melihat jam dinding. Jarum jam menunjukkan jam 10 malam, ia teringat Bella belum memakan apapun lalu ia keluar menuju kamar Bella.

Alex mengetuk kamar pintunya beberapa kali baru Bella membukanya. Bella juga baru selesai mandi dan mengganti bajunya dengan baju tidur lengan pendek dan celana di atas lutut.

Saat Alex melihat Bella ia sedikit meremang. Melihat kulit putih alami, rambut basah dan betis putih mulus. Namun Alex type pria yang masih bisa mengontrol hasratnya, walau sebenarnya sah-sah saja jika meminta haknya.

“Ada apa Bang?”

“Makan yuk! Abang lapar.” Alex mengusap lembut rambut Bella.

“Tapi gak mau nasi, mau mie.”

“Ya sudah, Kita masak atau kamu mau masakin Abang.”

“Em ... boleh. Tapi Bella taruh handuk dulu.” Bella masuk kembali lalu meletakkan handuknya di tempatnya kemudian ia keluar menuju dapur bersama-sama.

“Wah, dapurnya bagus banget Bang.” Bella melihat dapurnya begitu takjub, semua serba modern dan baru.

Alex tersenyum sambil membuka lemari gantung mencari persediaan mie lalu membuka lemari pendingin untuk mengambil telur dan sayur dan pelengkap lainnya.

Bella juga mengambil panci yang menggantung dan meletakkannya di atas kompor yang menurutnya bagus dan modern.

“Ini mienya, coba masak buat suami kamu ini. Abang mau coba masakan istri baru Abang. Rasanya bagaimana ya?” goda Alex membuat semu merah di wajah Bella.

Bella membuang pandangan lalu ia mencuci sayur dan mencuci cabe serta bawangnya. setelah ia menuangkan air kedalam panci ia menyalakan kompornya. Akan tetapi masih tidak menyala.

“Bang ini ba–” ucapan Bella belum selesai Alex sudah di belakangnya dan menghidupkan kompornya.

“Sudah, kamu masak. Abang siapkan mangkuknya.” Alex tersenyum lalu mengambil mangkuknya.

“Eh ... Non ,Tuan. Kok gak manggil Mbok!” ujar Mbok Imah melihat Bella dan Alex memasak.

“Tidak apa-apa Mbok. Mbok istirahat saja. Kami hanya buat mie kok. Mbok mau?” balas Bella menawari.

“Tidak Non. Terima kasih, ya sudah Mbok tinggal ya. Takut ganggu.” Mbok Imah tertawa kecil melihat Pasangan pengantin baru itu, di matanya Alex sangat perhatian pada Bella. Ia masuk kembali ke dalam kamarnya.

Bella mulai memasak mie instan sesui seleranya dan Alex hanya mengikuti apa yang membuat senyum di bibir Bella.

“Wah ... enak kayaknya ini.” Alex berdiri di belakang Bella membuat Bella sedikit terkejut.

“Ini kan cuma mie Bang.”

“Tapi kalau istri yang buat pasti rasanya lebih wenak...,” goda Alex membuat Bella salah tingkah.

“Abang dari tadi godain terus. aku kasih cabe banyak ni.”

“Jangn dong, nanti perut Abang mules.” keduanya tertawa kecil hingga tawa mereka terhenti ketika ponsel Alex berdering.

“Sebentar!” Alex berjalan ke meja makan dan melihat siapa yang menghubunginya.

“Anna,” batinnya lalu mengangkat ponselnya.

“Ya, Na.”

“Mas ... Mas sudah di Jakarta?”

“Sudah.” Alex melihat Bella.

“Kamu bawa kemana Bella. ke apartemen atau ke rumah.”

“Ke rumah.”

“Ke rumah kita?”

“Tidak. Aku bawa di rumah baru yang di dekat apartemen kamu.” Alex duduk sambil melihat Bella meletakkan mangkuk di meja. Bella hanya diam tidak berbicara.

“Ya sudah... besok atau lusa aku ke sana.”

“Iya, nanti aku izin Bella dulu.”

“Ok! have fun ya!”

“Hem ...” Mereka berdua memutuskan sambungan ponsel masing-masing.

“Siapa Bang?Mbak Anna?Abang disuruh pulang? Ya udah Abang pulang saja. Aku tidak apa-apa sendiri.” ujar Bella membuat Alex tertawa.

“Kayaknya ada yang cemburu!”

“His ... gak! ” Bella kemudian makan mienya diikuti Alex yang tersenyum melihat ekspresi sang istri yang seolah menunjukkan rasa cemburu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!