Di sebuah terminal, seorang gadis turun tergesa dari sebuah angkutan umum. Ia berlari ke sembarang arah, di belakangnya ada tiga orang pria berbadan kekar yang mengejar.
Gadis itu terus berlari, keringat sudah membajiri tubuhnya. Hingga tibalah ia di jalan lintas, tanpa takut tertabrak kendaraan yang lalu lalang. Gadis itu memberanikan diri untuk menyeberang, menuju tempat keramaian yang ada di sebelah jalan.
“Hey! Jangan lari!” teriak tiga pria berbadan kekar itu.
Gadis itu panik, ia tidak ingin tertangkap. Ia pun terus berlari dan pada akhirnya.
Brak!
Gadis itu terjatuh dan hilang kesadaran dengan kepala yang mengeluarkan darah, juga kaki dan tangan yang terluka. Mobil Ferarri berwarna merah yang menabraknya itu segera berhenti.
Seorang pria kisaran umur 32 tahun, turun dari mobil mewah nan mahal itu. Pria itu segera melihat keadaan sang gadis, dan segera membopongnya masuk kedalam mobil.
“Gimana? Cewek itu kecelakaan?” Pria A panik setelah melihat kejadian naaz yang menimpa gadis yang ia dan rekannya kejar.
“Ah, udah biarin aja. Mungkin dia udah mati,” kata Pria B.
“Tapi, kalo nanti Bos nanyain. Gimana?”
“Ya, bilang aja. Cewek itu udah mati!”
.
.
.
“Suster! Dokter!” teriaknya. Kini, pria yang membawa gadis korban tabraknya itu telah berada di rumah sakit.
Dokter dan kedua suster berlari ke arahnya dengan mendorong brankar.
“Tuan muda Arkan, siapa yang anda bawa?” tanya Dokter kepada pria yang di sebut dengan panggilan Tuan muda Arkan itu.
“Jangan banyak bicara! Segera bawa dan tangani dia!” perintah Tuan muda Arkan sembari menatap tajam pada Dokter itu.
Dokter dan kedua perawat itu hanya bisa patuh pada Anak dari pemilik rumah sakit itu.
“Semoga wanita itu baik-baik saja,” gumannya sembari mendudukkan bokongnya di kursi tunggu.
Jas hitam serta kemeja putih yang ia kenakan sudah berlumuran darah.
Ia pun teringat pada pekerjaannya, ia segera menghubungi asistennya.
“[Er, tunda pertemuannya. Aku sedang berada di rumah sakit!]”
“[Kau kenapa? Apa yang terjadi?]” sahut seseorang di seberang telpon. Yaitu Asisten pribadinya yang bernama Erlan.
“[Aku tidak apa-apa. Hanya saja, wanita yang ku tabrak masih di tanganni oleh Dokter,]”
“[Kau menabrak orang?]”
“[Ya! Jangan beritahu Mama dan juga Papaku!]”
Arkan segera mematikan sambungan telpon itu. Ia pun duduk di kursi tunggu dengan memangku dagunya dengan kedua tangan.
Dua puluh menit kemudian, Dokter keluar dari UGD. Arkan segera menghampirinya.
“Bagaimana keadaanya, Dokter?” Arkan segera bangkit dan berjalan ke arah dokter.
“Dia baik-baik saja, luka di kepalanya tidak begitu parah. Mungkin tidak lama lagi, dia akan segera sadar,” jelas Dokter. “Suster juga sedang memindahkannya ke ruang rawat!”
Arkan segera meninggalkan Dokter itu, dan segera masuk ke dalam ruangan rawat gadis yang telah ia tabrak.
“Maafkan saya, saya tidak sengaja,” ucap Arkan pada gadis yang tidak sadarkan diri itu. Ia duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien.
Dokter yang melihat dari balik pintu kaca ruangan rawat itu, merasa heran. Pasalnya, baru kali ini ia melihat Arkan bersikap lembut pada seseorang. Biasanya, ia selalu bersikap dingin dan angkuh. Terlebih lagi, jika orang itu adalah seorang wanita.
“Siapa perempuan itu? Kenapa Tuan muda Arkan bisa perhatian seperti itu. Bahkan rela menunggu perempuan itu sadar dengan pakaian kotor yang melekat di tubuhnya seperti itu,” guman sang Dokter.
Sedangkan Arkan yanf berada di ruangan rawat gadis yang menjadi korban tabraknya itu, terus berbicara sendirian.
“Bangunlah, saya ingin berkenalan sama kamu,” kata Arkan. Ia tidak tahu, kenapa ia mau menunggu gadis itu sadar.
“Kalau kamu tidak juga bangun, saya akan pulang!” ujar Arkan.
Tiba-tiba saja, tangan gadis itu perlahan bergerak. Pupil matanya juga ikut bergerak dan perlahan terbuka.
“Kamu sudah sadar?” teriak Arkan dengan girang. Pria dingin itu tersenyum pada gadis yang tidak ia kenal itu.
“Kamu siapa? Saya ada di mana?” tanya gadis itu sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.
“Saya Arkan. Saya yang sudah menabrak kamu tadi pagi,” kata Arkan.
“Mereka, mereka di mana? Apakah mereka akan mengejar saya sampai di sini?” tiba-tiba, gadis itu berubah panik dan ketakutan. Ia hendak turun dari atas ranjang dan bersembunyi. Tapi, dengan cepat, Arkan mencegahnya.
“Tidak akan ada yang berani mengejar dan menyakiti kamu, di sini!”
“Laras takut, mereka pasti akan membawa Laras kembali ke kota itu.”
“Kota? Kota mana? Kenapa mereka mengejarmu?” tanya Arkan pada gadis itu. Gadis yang menyebutnya dengan nama Laras.
“Kota, kota. Tidak, Laras tidak bisa memberi tahu. Laras tidak ingin, kamu membawa Laras ke tempat itu!”
“Hey, jangan takut. Aku tidak mengenal mereka, aku orang baik. Percayalah!” Arkan mencoba menenangkan. Di genggamnya jemari gadis itu, hingga gadis itu berenti berontak.
“Ceritakan padaku pelan-pelan. Siapa tahu, aku bisa membantu,” ucap Arkan pelan. Ia tidak tahu, kenapa ia mau berdekatan lama-lama dengan orang lain.
“Aku dari kampung Marang, daerah bagian pesisir selatan Lampung. Aku kabur dari tempat itu dengan bantuan sepupuku Hesti. Karena, aku tidak ingin di nikahkan dengan Juragan tanah yang sudah tua dan memiliki tiga istri.”
Gadis itu menceritakan semuanya pada Arkan.
Flashback on
“Laras gak mau, Bi. Laras gak mau di nikah kan sama juragan itu!” tolak Laras.
“Hesti juga gak setuju, kenapa harus Laras. Kenapa gak ibu aja yang jadi istri juragan Karto!” ujar Hesti, sepupu Laras.
“Kamu jangan belain dia, Hesti!” bentak Anita, Kakak dari Hesti juga sepupu Laras.
“Dia ini yatim piatu. Bakalan baik kalo kita nikah kan dia sama juragan Karto, semua hutang kita akan lunas. Dan kamu, Hesti. Kamu bisa melanjutkan sekolah kamu ke bangku Universitas seperti Kakak kamu, ini!” Ibu Hesti dan Anita yang bernama Yanti itu, berbicara panjang lebar.
Laras hanya bisa diam dan menangis, ia tidak berani melawan. Untung saja, Hesti sepupunya itu berani melawan.
Bu Yanti dan Anita pergi meninggalkan Hesti dan Laras masuk kedalam rumah.
“Hes, aku gak mau nikah sama juragan Karto. Dia udah tua, bahkan anak pertamanya lebih tua dari kita,” kata Laras dengan air mata yang berderai.
Hesti memeluk sepupunya itu, “Maafin Ibuku, ya. Aku janji, bakal bantuin kamu. Besok, aku bakal bantu kamu pergi dari desa ini!” Hesti terus mengusap punggung Laras dengan lembut.
Keesokan harinya, Hesti benar-benar mengatarkan Laras pergi menuju terminal.
“Ini ongkosnya, ini pegangan kamu!” Hesti memberikan ongkos dan juga beberapa lembar uang seratus ribuan pada Laras.
“Aku punya, aku bongkar celengan aku semalam,” kata Laras. Ia menolak uang pemberian sepupunya itu. Karena ia tahu, gaji seorang pelayan toko tidaklah besar.
“Ambilah aja! Jakarta bukan kaya kota Pesbar ini, di sana lebih besar,” kata Hesti. “Oiya, ijazah kamu, gak ketinggalan, kan?” Hesti mengingatkan pada Laras, jika tertinggal di rumah. Tidak akan bisa mengambilnya.
“Makasih ya, Hes. Kamu adalah sepupuku yang paling baik,” kata Laras. “Aku berangkat, ya. Semoga, semuanya membaik setelah ini.”
“Kamu hati-hati! Semoga, kamu beruntung di Jakarta. Jangan lupa, hubungi aku setelah sampai!” teriak Hesti pada Laras yang sudah berada di dalam bus.
Hesti bernapas lega setelah melihat Bus yang di tumpangi Laras berjalan meninggalkan terminal. Ia pun segera mencari ojek untuk mengantarnya ke tempatnya bekerja. Yaitu, toko kosmetik.
Begitu juga, dengan Laras. Ia bisa menghirup udara bebas. Tapi, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Karena, Bu Yanti dan Anita mengetahui bahwa Laras kabur, mereka segera menghubungi Juragan Karto. Juragan Karto pun, segera mengutus anak buahnya untuk mengejar Laras.
Hingga tibalah Laras keesokan paginya, di Jakarta. Anak buah Juragan Karto masih mengejarnya hingga kota Jakarta itu. Ia pun panik dan ketakutan, hingga akhirnya, Laras berakhir pada mobil Ferarri Arkan yang menabraknya.
Flashback off
“Jagi gitu!” Arkan manggut-manggut setelah mendengar cerita gadis yang bernama Laras itu.
“Siapa tadi, nama kamu?” tanya Arkan.
“Laras, Larasati,” kata Laras.
Arkan mengulurkan tangannya pada Laras yang selalu bertatapan sendu itu. “Nama saya, Arkana Sudrajat. Kamu bisa panggil Arkan,” kata Arkan memperkenalkan dirinya.
“Gadis yang malang.” Batin Arkan sembari menatap wajah sendu Laras.
“Maaf sebelumnya, apa saya udah boleh pergi dari sini?” tanya Laras. “Saya gak punya uang untuk bayar biaya rumah sakit ini,” kata Laras.
“Hey, kamu masih sakit. Kamu gak boleh pergi dari sini, lagi pula, rumah sakit ini milikku. Jadi, kamu gak perlu khawatir!” ujar Arkan.
Larasati tersenyum setelah mendengar Arkan mengatakan bahwa rumah sakit ini adalah miliknya.
“Aku tau, kamu orang baik. Tapi, aku gak mau habisin uang kamu,” kata Laras.
“Aku serius loh!” ujar Arkan.
“Aku juga serius, aku baik-baik aja. Aku mau keluar dari rumah sakit ini,” ucap Laras sembari mencoba bangkit dari ranjang pasien itu.
Tapi, sesaat kemudian Laras merasakan sakit pada bagian kepala dan juga kakinya.
“Aucchhh, sakit.” Pekik tertahan Laras.
“Udah, aku bilang. Masih aja ngeyel!” Arkan membenarkan posisi Laras seperti semula.
Setelah itu, Arkan memanggil perawat dan Dokter.
“Ada apa, Tuan muda Arkan?”
“Cepat obati dia lagi, jangan biarkan dia kesakitan!” perintah Arkan pada Dokter.
“Rasa sakitnya itu hal yang biasa, Tuan. Tadi, kami sudah memberinya obat,” kata Dokter itu. Ia bingung, apanya lagi yang harus di obati. Laras kan memang baru saja selesai di obati kan?
“Obati gadis ini! Atau aku akan memecatmu!” ancam Arkan.
Dokter dan pada perawat menjadi ketakutan, sedangkan Laras. Ia hanya menatap heran pada Arkan, Dokter dan juga kedua orang perawat yang ada di hadapannya.
.
.
.
BERSAMBUNG!
“Bodoh kalian!” maki seseorang. “Kerja begitu saja tidak becus!”
“Maafkan kami, Tuan. Kami lengah, saat kami mengejarnya. Tiba-tiba saja, gadis itu berlari ke arah jalan raya dan ia tertabrak oleh mobil,” ucap salah satu dari tiga orang yang ada di hadapan Tuan nya.
“Lalu, dimana gadis itu sekarang?” tanya sang Tuan yang tak lain adalah Juragan Karto.
“Dia di bawa oleh orang yang menabraknya, mungkin di bawa ke rumah sakit,” kata salah satu anak buah Juragan Karto itu.
“Mungkin, dia sudah mati, Tuan!” ujar Anak buah yang lainnya. “Karena, gadis itu terluka di bagian kepala dan juga kaki tangannya. Saat di angkat dari jalanan, tubuhnya sudah di penuhi oleh darah.”
“Gagal sudah aku menjadikan gadis itu sebagai istriku!” umpat Juragan Karto.
“Kenapa Tuan begitu khawatir, bukankah wanita itu masih memiliki dua anak gadis? Dan semuanya tidak kalah cantik dari gadis itu.”
“Cih! Aku hanya ingin gadis itu, dia begitu cantik dan juga lembut. Berbeda dengan dua gadis yang lainnya,” kata Juragan Karto. Ia membayangkan sosok cantik Larasati yang menjadi istri mudanya. Gadis baik, cantik dan juga lemah lembut itu yang menunggunya di atas ranjang besar dan juga empuk. Sungguh benar-benar bandot tua yang mesum.
Ketiga anak buah Juragan Karto saling melempar pandang. Sudah tua, sudah punya dua istri dan banyak anak. Masih saja mencari daun muda. Bahkan dengan cara paksa, karena hutang.
“Hubungi Yanti, katakan padanya. Bahwa keponakannya mengalami kecelakaan, dan sekarang tidak tahu bagaimana keadaannya!” perintah Juragan Karto kepada anak buahnya. Ia meminta anak buahnya memberi kabar pada Yanti. Bibi dari Larasati.
.
.
.
“Arkan, kemari sayang!” panggil Mama Arkan, yang bernama Rita.
“Ada apa, Ma?” Arkan dengan wajah dinginnya mendekat pada Mama Rita yang duduk di sofa ruang tengah.
“Sini!” Mama Rita menepuk sofa yang ada di sebelahnya. Nampak ada seorang gadis yang duduk di hadapan Mama Rita, gadis itu senyum-senyum pada Arkan yang berdiri tidak jauh darinya.
“To the point aja, Mama mau apa? Gak usah basa-basi,” ucap Arkan dengan malas.
“Mama mau kenalin kamu sama anak dari temen arisan, Mama,” kata Mama Rita. Mama Rita tersenyum ke arah gadis itu, dan memberi kode.
Gadis itu segera bangkit dari sofa, dan dengan percaya diri. Ia mengulurkan tangannya pada Arkan.
“Kenalin, namaku Maya!” ujar gadis itu.
“Arkan!” tanpa membalas uluran tangan gadis itu. Arkan menyebutkan namanya, lalu, ia hendak pergi meninggalkan Mama nya dan gadis itu.
Gadis itu tersenyum masam, karena baru pertama kalinya ia di acuhkan oleh seorang pria.
“Arkan!” Mama Rita menghentikan langkah Arkan yang hendak menjauh itu.
“Maaf, Ma. Arkan harap, ini yang terakhir kalinya, Mama membawa seorang gadis ke rumah ini!” Arkan menoleh sejenak pada Mama nya. Setelah itu, ia segera berjalan dan menaiki anak tangga.
“Maya, tolong maafkan Arkan, ya! Dia emang begitu orangnya,” ucap Mama Rita pada Maya.
“Gak apa-apa, Tante. Maya ngerti kok, Maya bakal deketin Mas Arkan pelan-pelan. Maya yakin, Mas Arkan pasti bakalan suka sama Maya,” kata Maya.
Mama Rita memeluk tubuh gadis itu. Ia mengusap rambut Maya dengan lembut. Ia harap, Maya bisa meluluhkan hati putranya yang sekeras batu.
“Semoga saja, Maya bisa meluluhkan hati Arkan.” Batin Mama Rita.
“Udah tajir, cakep pula. Aku harus bisa dapetin Arkan dan masuk ke keluarga ini, apapun caranya.” Batin Maya. Gadis itu tersenyum licik.
Pertama melihat Arkan, Maya sudah menyukainya. Bukan hanya mengingkan Arkan, tapi juga harta keluarga Sudrajat.
“Selama ini, Arkan itu emang dingin sama siapa aja. Tapi, sebenarnya dia baik dan perhatian kok!” ujar Mama Rita. Ia mencoba untuk membuat Maya betah dan mau mendekati putranya.
“Iya, Tan. Maya bakal usaha buat deketin Mas Arkan, Maya percaya kalau dia itu cowok yang baik,” kata Maya.
“Kalo gitu, Maya pamit dulu ya, Tan. Takut di cariin Mama.” Maya segera pamit kepada Mana Rita. Karena niatnya untuk melihat sosok Arkan sudah terpenuhi. Tinggal berpikir lagi bagaimana cara mendekati pria itu.
.
.
.
BERSAMBUNG!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!