NovelToon NovelToon

My Arrogant Woman

Bab 1

"Apa Kau pernah mencintai seseorang?" tanya Richie, pandangannya menatap ke arah depan.

"Aku tidak pernah mencintai seseorang. Aku terlalu takut untuk jatuh cinta. Kau lihat sendiri kan, cinta itu begitu rumit. Dan Aku tidak ingin berada di dalam kerumitan itu," ucap Dea.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita mencobanya?" ucap Richie menoleh ke arah Dea.

"Hahh...."

***

Dea Arsyila, gadis yang tidak pernah jatuh cinta. Dalam hidupnya tidak ada yang namanya prinsip jatuh cinta. Karena itu hanya akan membuang-buang waktu, dan menurutnya cinta hanyalah sebuah kerumitan yang tak pernah berujung.

Di besarkan di sebuah panti asuhan membuat Dea menjadi sosok gadis yang kuat dan tangguh. Walaupun begitu, ia juga seorang manusia biasa yang memiliki sisi rapuh dalam dirinya. Namun ia mampu menutupinya dari orang lain. Dea tidak ingin orang lain meremehkan dirinya yang tak memiliki orang tua.

Dea beruntung karena memiliki seorang sahabat baik, yaitu Moza Atalia. Mereka berteman sejak berada di panti asuhan. Hingga akhirnya Moza di temukan oleh kedua orang tuanya. Mereka begitu bersedih ketika harus terpisah.

Mengetahui Dea adalah teman putrinya, Tuan Arya telah memberikan sebuah harapan indah untuk Dea. Yakni, beliau telah menjamin pendidikan Dea hingga selesai.

Dan berakhirlah Dea saat ini yang mampu mengembangkan karirnya. Ia menjadi kepala bagian administrasi di perusahaan milik Resya A Anggara, yaitu suami sahabatnya.

Tidak hanya itu. Tuan Arya telah mengetahui jika Dea juga turut andil dalam menyatukan putrinya dan juga menantunya, maka Tuan Arya memberikan sebuah hadiah yang membuat Dea begitu senang.

Tuan Arya memberikan salah satu anak perusahaannya yang ada di Indonesia untuk Dea. Awalnya Dea menolak karena ia tulus membantu sahabatnya. Namun karena Tuan Arya terus saja mendesaknya, mau tak mau Dea pun menerimanya.

Dia bertekad akan mengembangkan anak perusahaan itu menjadi lebih maju lagi dalam bidang bisnis. Dea yakin ia akan mampu, apalagi dia sudah bertekad untuk tidak jatuh cinta.

Namun sialnya, seorang aktor favoritnya malah terus saja mengejar cintanya. Hingga membuat Dea menghilangkan aktor itu dari daftar aktor favoritnya.

Ia sedikit lega karena ia akan menetap di Indonesia. Jadi ia tidak akan pernah bertemu dengan Richard Kevin. Aktor yang selalu saja mengejarnya.

***

Enam bulan kemudian.

Pagi itu, Dea melangkahkan kakinya terburu-buru keluar dari kamarnya. Dia merasa pagi ini dia akan terlambat sampai di kantornya.

Dengan mengenakan pakaian mini dress berwarna peach dan juga blazer warna hitam. Juga rambut panjangnya dan bergelombang di biarkan terjuntai dengan begitu indahnya.

Dea tergesa-gesa melewatkan sarapan paginya. Pagi ini ia ada pertemuan penting dengan rekan bisnis barunya.

"Nona tidak sarapan dulu?" tanya asistennya ketika melihat Dea yang berjalan terburu-buru.

"Tidak Mis, nanti di kantor saja. Bawakan saja bekal untuk ku," pintanya dan di angguki oleh Misty, ART di rumahnya.

"Baik, Nona." ucap Misty patuh.

***

Dea berjalan dengan tergesa setelah keluar dari mobilnya. Dirinya hampir saja terjatuh karena tak berhati-hati. Karyawannya yang sudah datang memberikan sapaan hangat kepadanya. Dea membalasnya dengan senyuman yang begitu indah.

"Nona Dea," suara yang tak asing di telinganya membuatnya menghentikan langkahnya sejenak.

"Celine, ternyata Kau sudah datang."

Seorang wanita bertubuh tinggi bak model itu datang menghampiri Dea.

"Tuan Gabriel sudah datang," ucap sang sekertaris. Dea membelalakkan matanya. Bagaimana bisa ia datang terlambat dan membiarkan kliennya menunggunya?

"Baru lima menit yang lalu, Nona," ucap Celine selanjutnya.

Dea bernafas lega, karena ia pikir kliennya sudah menunggunya lama. Untungnya belum begitu lama. "Baiklah, terimakasih, Celine. Tolong bawakan laptop yang ada di meja kerjaku ke ruang meeting."

"Sudah Saya siapkan, Nona."

"Bagus, terimakasih, Celine." Celine mengangguk.

Dea segera melangkah menuju ke ruang meeting, namun langkahnya kembali terhenti. "Celine, bisakah Kau membawakanku beberapa berkas penting kemarin?"

Celine tersenyum. "Saya juga sudah menyiapkannya, Nona."

"Keren, Kau memang sekertaris terhebatku," puji Dea. Ia segera menuju ke ruang meeting untuk menemui klien barunya dan diikuti oleh Celine di belakangnya.

Pelan, Celine mendorong pintu ruangan meeting. Mereka melangkah memasuki ruangan tersebut. Celine mempersilahkan Dea untuk masuk terlebih dahulu, setelah itu baru dirinya.

Dalam ruangan tersebut terlihat tiga orang yang sudah menunggu. Satu di antaranya Dea sudah mengenalnya. Dia adalah Tuan Gabriel. Namun dua orang pria di sebelah Tuan Gabriel belum Dea kenal. Mata salah satu di antara dua pria di samping Tuan Gabriel menatap Dea dengan menyipitkan kedua bola matanya saat menyambut Dea.

"Selamat pagi, maaf karena sudah menunggu," ucap Dea sedikit canggung.

"Selamat pagi, Nona Dea. Tidak apa-apa, kami juga baru saja tiba." Suara Tuan Gabriel memecah suasana dalam ruangan tersebut. Mereka kemudian berdiri dan berjabat tangan.

"Oh ya, perkenalkan Nona Dea. Ini teman Saya Arsen. Dia yang Saya ceritakan waktu itu, Arsen sedang mencari perusahaan untuk diajak kerja sama untuk mengembangkan perusahaan yang baru di bangunnya. Arsen juga baru menyelesaikan pendidikan di London, dan juga memiliki bisnis lainnya sendiri," terang Tuan Gabriel.

"Perkenalkan, Saya Arsen, Nona."

Pria bernama Arsen itu berdiri dan mengulurkan tangannya untuk menjabat Dea. Ia juga tersenyum. Dan itu sungguh membuat Dea terbengong untuk beberapa detik. Pria itu begitu tampan.

Untuk beberapa saat tangan itu masih berjabat tangan. Hingga suara deheman Tuan Gabriel menyadarkan Dea.

"Apa kita bisa memulainya sekarang, Nona Dea?"

"Ah, iya. Kita bisa memulainya sekarang," ucap Dea dan segera melepaskan jabatannya.

***

Bab 2

Dea memulai meeting dengan melakukan presentasi bergantian dengan sekretarisnya. Dea nampak salah tingkah ketika Arsen memperhatikannya tanpa berkedip sedikitpun. Jelas saja, saat ini Dea menjelaskan secara detail tentang perusahaan yang dipimpinnya. Bukankah itu hal yang wajar jika Arsen menatapnya?

Bahkan yang lainnya juga tengah memperhatikannya saat ini.

Arsen adalah pria tampan pertama yang menjadi kliennya. Karena sebelumnya kliennya adalah pria yang seumuran dengan Papa angkatnya. Makanya Dea merasa sedikit canggung.

"Baiklah, Nona Dea. Saya tertarik bekerjasama dengan perusahaan Anda." ucap Arsen.

Dea tercekat mendengarnya. Apakah pria itu benar-benar yakin bekerja sama dengan perusahaanya?

"Tuan Arsen bersedia bekerjasama dengan perusahaan kami?" tanya Dea memastikan.

"Ya, Nona." Jawab Arsen yakin.

"Tidakkah Tuan ingin melakukan observasi terhadap perubahan kami terlebih dahulu? Anda bisa memutuskan sebelum bekerjasama dengan perusahaan kami."

"Saya tidak perlu melakukan observasi. Kebetulan Tuan Arya adalah teman dari papa Saya, jadi Saya sudah mengetahui seluk beluk dari perusahaan yang Anda kelola saat ini."

Dea rasanya tidak percaya kliennya langsung memutuskan untuk bekerja sama dengannya. Ini telah menjadi kebanggaan tersendiri baginya. Karena ia mendapatkan klien tanpa bantuan dari Tuan Arya. Sebelumnya Tuan Arya masih sering sekali membantu dirinya.

Dea segera mengakhiri pertemuannya dengan Tuan Gabriel dan juga Tuan Arsen. Mereka kembali akan bertemu lagi beberapa hari lagi untuk membicarakan masalah kontrak kerjasama.

"Kalau begitu kami permisi, Nona. Sampai jumpa untuk beberapa hari lagi. Senang bisa bekerjasama." ucap Arsen menjabat tangan Dea dan tersenyum padanya. Dan itu membuat tubuh Dea seperti patung.

"I-iya, Tuan. Terimakasih karena sudah mau bekerjasama dengan perusahaan kami."

"Sama-sama, Nona." Arsen segera mengakhiri jabat tangan tersebut. Kemudian ia segera pergi dari ruang meeting tersebut.

Sementara Dea masih menatap pintu yang kini sudah tertutup itu. Ia tersenyum menatap punggung Tuan Arsen.

'Dia tampan sekali, dan juga sangat sopan. Berbeda sekali dengan Richie' batin Dea. Dea tersadar. Ia menggelengkan kepalanya karena tiba-tiba teringat dengan Richie dan membandingkannya dengan Arsen.

"Bukankah Tuan Arsen begitu tampan, Nona?" tanya Celine. Suaranya terkesan meledek Dea.

"Eh, kenapa kita jadi membahas tentang Tuan Arsen, Celine? Ayo cepat selesaikan pekerjaan mu," ucap Dea melenggangkan kakinya meninggalkan ruangan meeting.

***

Dea nampak menatap langit yang nampak terlihat begitu cerah dari jendela ruangannya. Ia memikirkan tentang kejadian beberapa bulan lalu. Tuan Arya dan Nyonya Zara telah menyampaikan kepada publik bahwa ia telah mengangkat dirinya sebagai putri keduanya.

Dea merasa sangat bahagia saat itu. Memiliki sebuah keluarga adalah idamannya. Apalagi dengan Moza sahabatnya yang kini menjadi saudaranya. Ia benar-benar merasa bahagia. Namun, ia masih begitu canggung ketika memanggil mereka dengan sebutan Mama ataupun Papa. Sampai saat ini Dea masih memanggil mereka dengan Tuan dan Nyonya.

***

Arsen mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dirinya terpaksa memberhentikan mobilnya dan menepi sejenak ketika ponselnya berdering.

Arsen meraih ponselnya dan segera mengangkatnya. Nama ayahnya tertera pada layar ponselnya.

"Ya Ayah, ada apa menelpon ku?" tanya Arsen.

"Arsen, Kau ada di mana?"

"Aku di jalan, Ayah. Aku mau ke kantor," ucap Arsen.

"Segera ke Singapore hari ini, Ayah mau mengajakmu bertemu dengan Tuan Arya."

Arsen mengerutkan keningnya. Sebuah nama yang tak begitu asing di telinganya. Tuan Arya, bukankah dia adalah pemilik perusahaan utama di Singapore. Dan perusahaan yang barusan ia datangi adalah anak perusahaannya yang ada di Indonesia. "Tuan Arya yang mana, Ayah?"

"Tentu saja Tuan Arya Prasetyo, pemilik perusahaan terbesar kedua yang ada di Singapore. Beliau ingin mengenalkan putri keduanya dengan mu dalam perayaan kehamilan putri pertamanya nanti." jelas sang Ayah.

"Putri keduanya? Untuk Apa, Ayah?"

"Dia ingin mencarikan jodoh untuk putri keduanya. Putri keduanya itu tidak pernah berpacaran, dan sampai saat ini belum memiliki pasangan. Beliau selalu mengeluhkannya pada Ayah. Jadi Ayah ingin mengenalkan mu pada putri keduanya. Mungkin kalian akan berjodoh." ucap sang Ayah dengan begitu yakin.

"Apa? Tidak! Aku tidak mau, Ayah. Aku tidak tahu bagaimana seluk-beluk dari putri keduanya. lagipula Aku ingin memilih calon istriku sendiri," tolaknya.

"Tapi masalahnya Tuan Arya akan memberikan 1/4 sahamnya jika kalian cocok."

"Aku tidak suka dengan perjodohan, Ayah."

"Kau itu juga belum memiliki pasangan. Siapa tahu saja kalian berjodoh. Ayolah nak, bantu ayahmu kali ini saja." ucap sang Ayah penuh permohonan.

Arsen menghela nafasnya panjang. Papanya selalu saja memaksakan kehendaknya.

"Ayolah nak, jangan kecewakan Ayah."

"Baiklah-baiklah, tapi hanya berkenalan saja ," ucap Arsen yang akhirnya menyetujui permintaan Ayahnya.

"Baiklah, terimakasih nak."

"Hemmm...."

"Kala...." Belum sempat Ayahnya menyelesaikan ucapannya, Arsen sudah memutuskan panggilan secara sepihak. Ia begitu kesal dengan Ayahnya.

Arsen segera memutuskan panggilan tersebut. Ia tidak habis pikir dengan sang Ayah. Ayahnya begitu gila akan saham perusahaan.

Baru beberapa menit ponsel Arsen kembali berdering. Kali ini ia mengangkat tanpa melihat layar ponselnya.

"Iya, ada apa lagi, Ayah?" Arsen mengira Ayahnya kembali menghubunginya.

"Sejak kapan Aku menjadi ayahmu, Bro?" ucap seseorang dari seberang telepon. Dia terdengar terkikik di seberang sana.

Arsen terkejut dengan suara ayahnya yang berbeda. Ia melihat layar ponselnya dan ternyata itu dari Richie.

Melihat nama Richie, kekesalannya sedikit mereda.

"Ada apa? Tumben sekali menghubungi ku. Apakah calon pengantin bosan? Hahaha," celetuk Arsen dengan tawanya.

"Jangan berkata seperti itu. Kau sendiri tahu kalau Aku tidak akan pernah menerima perjodohan dari keluarga ku."

"Oke, Aku tahu itu. Tapi kenapa Kau menolaknya, bukankah calon istri mu begitu cantik?" Arsen menggoda Richie.

Terdengar suara helaan nafas dari seberang panggilan. "Entahlah, tapi hati ini sudah berlabuh pada seseorang," ucap Richie dengan suara beratnya.

"Apakah dengan gadis yang di gosip kan denganmu itu? Kau jangan sampai menjadi pria perebut istri pria lain. Carilah gadis lain."

"Apa Kau gila? Mana mungkin Aku menjadi pria perebut istri pria lain."

"Oh iya, lusa Aku akan terbang ke Singapore untuk menghadiri acara Tuan Arya. Bukankah putrinya itu yang pernah di gosip kan dengan mu? Mereka akan mengadakan pesta syukuran atas kehamilannya. Wah, jangan patah hati ya Bro," ucap Arsen yang kembali menggoda temannya.

"Sial! Aku akan menyumpal mulutmu itu."

"Hahaha... Itu tidak akan pernah bisa. Bukankah Kau saat ini sedang di Korea sedang menjalani perjodohan yang orang tua mu lakukan? Tidak mungkin dalam sekejap Kau datang dan menyumpal mulutku? Hahaha...." Arsen kembali terbahak. Ia sudah membayangkan wajah kesal aktor yang sedang naik daun itu.

Mereka menjadi akrab ketika sepupu Richie yang bernama Deko mengenalkan mereka.

"Kau lihat saja, Aku akan datang untuk menyumpal mulutmu itu nanti."

"Kau pikir Aku takut? Tidak."

"Aku jadi melupakan niat awal ku menelpon mu Bro. Aku ingin bertanya apakah Kau tahu di mana Deko saat ini? Kau atasannya,jadi Aku bertanya padamu."

"Aku tidak bersamanya, sudah tiga hari dia cuti dari kantor. Nanti kalau Aku melihatnya, Aku akan mengabarimu."

"Baiklah, thanks Bro. Sampai jumpa nanti saat Aku datang dan menyumpal mulutmu itu," canda Richie dan segera menutup panggilan tersebut.

Arsen hanya tersenyum menggelengkan kepalanya. "Itu tidak akan pernah terjadi, Bro," gumamnya dan kembali menyimpan ponselnya. Ia kembali menjalankan mobilnya ke kantornya.

***

Sementara di tempat lainnya, yaitu di Korea. Seorang pria menatap ke arah jendela kaca lantai sebelas. Terlihat hujan sedang mengguyur. Pria itu memejamkan matanya sejenak. Ia teringat dengan kehidupannya.

Papanya menyuruhnya untuk berhenti menjadi seorang aktor. Karena Papanya menginginkan dirinya memegang perusahaan keluarganya untuk menjadi penerus sang Papa.

Papanya juga telah menjodohkannya dengan Putri sahabatnya. Namun Richie menolak keras. Hatinya masih tertinggal di Singapore. Namun ia tidak tahu dengan takdir yang akan ia jalani. Gadis yang sudah mencuri hatinya berkali-kali menolaknya.

Gadis itu adalah Dea. Entah bagaimana ceritanya, dia bisa jatuh cinta dengan gadis tersebut. Padahal sebelumnya ia begitu menyukai Moza.

Mungkinkah Richie seperti yang di gosip kan selama ini? Seorang pria tampan pecinta wanita yang ang akan mudah jatuh cinta kepada wanita manapun?

Jawabnya, tidak. Ia memiliki alasan tersendiri karena sudah melabuhkan cintanya pada gadis bernama Dea.

Richie tersenyum mengingat wajah Dea, namun terdapat kesedihan dalam senyumnya. Cintanya tak terbalaskan. Namun sampai saat ini ia juga tidak bisa mencintai gadis lain. Lalu apa yang harus ia lakukan? Richie begitu bingung dengan hatinya.

Hingga sebuah ketukan pintu ruangannya terdengar.

"Annyeong haseyo," ucap seorang gadis yang kini terlihat mulai memasuki ruangannya. Seorang wanita berwajah cantik tersenyum manis di depannya.

Richie tak membalas dengan ekspresi yang sama.

"Ada apa Kau kemari?" tanyanya tanpa menatap kearah wanita bernama Hye jin yang saat ini sedang di jodohkan dengannya. Richie berpura-pura fokus pada berkas di depannya.

Hye jin berjalan mendekat ke arahnya. "Paman dan bibi menyuruh ku untuk mengajakmu pulang," ucap Hye jin masih dengan senyum manisnya.

"Memangnya kenapa mereka menyuruh ku pulang?" tanya Richie yang masih tak mengalihkan pandangannya dari berkas yang ada di depannya.

"Paman dan bibi menyuruh kita untuk memilih pakaian pernikahan. Apa Kau melupakannya?"

"Tidak. Saat ini Aku masih sibuk."

"Tapi Paman dan bibi yang menyuruh ku."

"Katakan pada mereka jika Aku tidak bisa ikut. Pilih semua sesuai keinginanmu saja. Maaf, Aku harus segera meeting." Richie melangkah meninggalkan Hye jin seorang diri.

Hye jin menatap punggung Richie yang mulai menghilang dari balik pintu. "Selalu saja dia bersikap seperti itu kepadaku. Apa dia tak bosan?" ucap Hye jin kesal. Ia segera melangkah keluar dari ruangan Richie.

***

Dea menatap pesan dari Tuan Arya yang menyuruhnya untuk kembali ke Singapore. Tentu saja Dea akan patuh. Temannya telah kembali dari liburannya dan membawa kabar yang begitu membahagiakan untuk semua orang termasuk dirinya.

Ia akan menjadi calon aunty. Membayangkannya saja membuatnya menyunggingkan senyum.

"Celine, Aku ingin Kau menghandle pekerjaan ku selama Aku berada di Singapore. Aku mempercayakan semuanya kepada mu," ucap Dea ketika selesai menandatangani berkas di depannya.

"Baiklah, Nona. Kapan Anda akan berangkat?"

Dea meletakkan bolpoin nya dan menatap Celine. "Aku akan berangkat lusa."

"Tapi bukankah lusa kita akan bertemu kembali dengan Tuan Arsen, Nona. Kita akan menandatangani surat kontrak kerjasama dengan perusahaannya," Celine mengingatkan Dea.

Dea menepuk keningnya. Ia melupakan hal itu. Ia nampak berpikir. "Aku tetap akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan Tuan Arsen, Celine. Baru setelahnya Aku akan berangkat ke Singapore."

Celine tersenyum dan mengangguk.

***

Bab 3

Dea kini telah sampai di Singapore. Ia langsung menemui Moza, ia sudah tidak sabar lagi untuk memeluk sahabatnya itu.

"Za, Aku sangat merindukanmu," ucap Dea. Ia memeluk Moza dengan girangnya. Sudah enam bulan mereka tidak bertemu. Dan itu membuat keduanya merindukan hal-hal konyol yang sering mereka lakukan.

"Selamat ya Za, Aku begitu senang karena akhirnya Aku akan menjadi aunty."

"Ya, Aku juga begitu bersyukur, De. Apa Kau tahu betapa senangnya diriku? Aku sudah menantikan kehamilan ini sejak awal menikah." Moza begitu berbinar mengatakannya.

"Semoga kalian selalu bahagia, Za." ucap Dea tulus.

"Terimakasih, Dea. Lalu kapan Kau akan menikah? Aku dengar, nanti malam Papa akan mengenalkan mu dengan seseorang dari putra temannya. Sepertinya ada yang akan menyusul ku untuk menikah," goda Moza.

Dea mengerutkan keningnya, ia tidak mengetahui tentang hal ini. Dia belum ingin menikah, walaupun umurnya sudah pas untuk menikah, tapi Dea belum memantapkan hatinya. Apalagi sejak kejadian beberapa tahun lalu.

"Apa? Tapi Aku belum ingin menikah, Za. Aku masih ingin menikmati hidup ku."

"Kenapa? Sampai kapan Kau akan melajang, Dea? Dulu ku pikir Kau akan menikah dengan Richie. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kalian berdua. Tiba-tiba saja Richie memutuskan untuk kembali ke negara asalnya, sementara Kau memutuskan untuk menetap di Indonesia. Ya, walaupun Aku senang karena ada Kau yang selalu menemaniku, tapi Aku masih penasaran. Sebenarnya ada apa antara Kau dan Richie?" tanya Moza penuh selidik.

"Tidak ada apa-apa, Kau pikir ada apa?" jawab Dea memalingkan wajahnya. "Kenapa kita harus membahas dia sih, Za?" Dea menjadi terlihat nampak begitu murung.

"Oke-oke, lagi pula Richie juga sudah bertunangan." ucap Moza. Sontak saja membuat Dea langsung tercekat. Tiba-tiba dadanya terasa begitu sesak, entah apa yang ia rasakan saat ini.

"Za, Aku ke kamar ya. Aku ingin istirahat sebentar," pamit Dea.

"Baiklah, istirahatlah. Dan jangan lupa persiapkan dirimu, besok pasti Kau akan bertemu dengan calon suami." ucap Moza terkekeh.

"Apa sih Za," Dea menghela nafasnya. Lalu segera keluar dari kamar Moza.

***

Kini semua tamu mengucapkan selamat kepada Moza dan juga Rey atas hadirnya calon bayi mereka.

"Tuan George...," Papa Arya menjabat tangan Tuan George. Mereka saling berbincang. "Jadi ini putramu, dia sangat tampan, Tuan." puji Papa Arya.

"Terimakasih atas pujiannya, paman." ucap Arsen tersenyum hangat.

"Oh iya, Tuan Arya. Dimana Putri keduamu?" tanya Tuan George. Matanya menelisik ke seluruh orang-orang di sana.

"Sebentar lagi dia akan turun. Putriku itu sedikit pemalu."

Kemudian Mama Zara datang dan membawa Dea bergabung dengan Papa Arya. Arsen terkejut saat melihat Dea.

'Bukankah itu Nona Dea? Apakah dia putri kedua Tuan Arya?' batin Arsen.

Dea pun merasa begitu terkejut ketika melihat Arsen di sana, berbincang-bincang dengan Tuan Arya.

"Wah, Tuan George. Terimakasih sudah datang. Ini Putri kedua kami, Dea." ucap Mama memperkenalkan Dea.

"Jadi Nona Dea ini Putri kedua Paman dan Bibi?" Arsen tersenyum menatap Dea.

"Jadi kalian sudah saling mengenal?" Para orang tua itu terkejut. Arsen mengangguk. Ia masih tersenyum menatap Dea.

Dea membalas senyuman Arsen. Arsen tersenyum begitu hangat. Namun entah mengapa senyum itu mengingatkan dirinya kepada Richie. Pria itu selalu tersenyum hangat ketika mengganggu dirinya.

Dea menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi kenapa dirinya malah memikirkan tentang Richie? Ia segera menepis pikirannya itu.

"Tentu saja Paman, kami baru saja menjalin hubungan kerjasama."

"Sungguh mengejutkan sekali. Kalau begitu kalian bisa mengobrol, karena kami juga ingin membicarakan tentang pekerjaan," ucap Tuan George. Ia sengaja untuk mendekatkan mereka.

"Baiklah, kalau begitu mari Nona Dea." ajak Arsen. Dea segera melangkah mengikuti Arsen. Mereka berjalan-jalan yang ada di taman samping rumah.

"Aku tidak menyangka ternyata kita akan bertemu lagi di sini, Nona."

"Aku pun sama, Tuan Arsen."

"Panggil Aku, Arsen saja. Kita tidak berada dikantor saat ini, Nona." ucap Arsen.

"Baiklah, kalau begitu Kau juga bisa memanggil ku dengan Dea saja, Arsen," jawab Dea. Mereka mulai melangkah sambil berbincang.

***

Dua hari berlalu.

Dea masih berada di Singapore. Ia memutuskan untuk berlibur sejenak dari pekerjaannya. Ia menemani Moza yang juga masih berada di rumah Mama dan Papa.

"Bagaimana hubungan mu dengan Arsen?" tanya Moza. Seketika membuat Dea menjadi tak bersemangat. Bisakah semua orang di rumah ini tidak menanyakan tentang pria yang dekat dengannya?

"Bisakah jangan membahas tentang ini lagi, Za?" ucap Dea memutar bola matanya.

"Ayolah Dea, kapan Kau akan menikah? Kau sudah semakin tua untuk menikah. Kapan Kau akan menyusul ku?" Moza terkekeh.

"Aku tidak ingin menikah, Za. Aku ingin melajang saja." jawab Dea.

Moza terkejut dengan jawaban Dea.

"Tapi menikah itu enak loh, Dea."

" Ya, jika tidak dengan cara di jodohkan."

"Katakan padaku. Kenapa Kau tidak ingin menikah?" tanya Moza. Seketika Dea terdiam. "Apakah ini ada hubungannya dengan Richie?" tanya Moza penuh selidik.

"Kenapa Kau mengaitkan semua itu dengan dia?" Dea segera beranjak dan meninggalkan kamar Moza. Dea keluar dengan mulut yang terus-menerus bergumam.

"Apa Kau takut jika menikah dengan pria yang tidak tepat, Dea?" Pertanyaan Moza membuat Dea menghentikan langkahnya.

"Ya, itu mungkin saja." jawabnya.

"Tapi kata Papa, Arsen pria yang baik. Kau pasti akan berjodoh dengannya," ujar Moza. Membuat Dea memutar bola matanya kembali.

Dea menghembuskan nafasnya, "Aku tidak menyukai Arsen." Dea segera keluar dengan menutup pintu sedikit keras.

"Apakah Dea sedang pms?"

***

Dea turun dari kamar Moza. Ia begitu kesal karena Moza terus saja membahas tentang perjodohan. Sebenarnya Dea sempat mendapati Arsen berjalan beberapa kali bersama perempuan yang berbeda-beda, itu yang membuatnya ragu apakah Arsen Pria yang baik atau buruk.

"Dea, nak...," panggil Papa Arya.

"Eh, iya, Pa." ucapnya. Dea terkejut mendapati seseorang di belakang Papa.

Seseorang itu nampak tersenyum menatapnya.

"Bisa Kau menemani nak Richie untuk menemui Moza? Dia datang jauh-jauh hanya untuk mengucapkan selamat karena Moza sebentar lagi akan memiliki bayi." ujar Papa Arya. Dan itu sungguh membuat Dea seolah mati kutu. Kenapa harus dirinya yang harus mengantarkan Richie. Mau tidak mau Dea menyetujuinya, ia tidak ingin membantah ucapan Papa Arya.

Seulas senyum Richi perlihatkan pada gadis yang selalu bersemayam di dalam hatinya. Menurutnya Dea menjadi lebih manis lagi setelah lama tak bertemu.

Tiba-tiba Dea merasa dadanya terasa begitu sesak. Entah apa yang terjadi dengan hatinya itu.

"Baiklah, Pa." Dea memaksakan senyumnya ketika di depan Papa Arya. Namun setelah Papa Arya pergi dari sana dan hanya menyisakan mereka berdua, Dea memasang wajah ketusnya.

"Tunggulah di ruang tengah, Aku akan memanggil Moza," ucap Dea dan segera berlalu.

"De...," Suara Richie terhenti saat memanggil Dea. Gadis itu sudah menghilang dari penglihatannya.

" Aku sangat merindukanmu, Dea," gumam Richie pelan.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!