NovelToon NovelToon

Masih Menunggumu

halu never ending 01

"happy birthday to you... happy birthday to you...."

Suara nyanyian itu menggema.

riuh tepukan tangan menalun indah di telinga.

Kecupan singkat d keningku

menyempurnakan suasana.

"Tiup lilinnnya sayang... "

Aku tersenyum, hendak meniup lilin.

wuuuus..

"Woi... Ngelamun mulu kerjaan lo ya!. Ngelamunin apaan sih. Seru amat kayaknya. sampek gue panggil dari tadi, nggak denger"

Ambbyyyar.. hilang semua imajinasi gue. pecah berserak seperti runtuhan rengginang di bumi pertiwi, eeeeak gitu amat yak!, Astaghfirulloh.

"Nggak guna banget, sih, emang lo jadi temen. nggak bisa ya, lo diem, nggak gangguin gue pas lagi fokus gini."

"Ya kali.. kalo lo fokusnya sama kerjaan gue nggak bakal ganggu. lha ini, fokus ngehalu! makin lama, makin keriput tau nggak lu. "

"Tuh kan.. doanya makin hari makin nggak bener. kuwalat baru tau rasa lo. sekali-kali kek lu dukung gue gitu. minimal kan gue bahagia di alam lamunan gue dulu. anggap aja gue lagi pemanasan gitu!"

"woooo.. sejak kapan bahagia pemanasannya pakek ngehalu. yang ada nih ya, lo nyamar jadi gembel pinggir jalan. Terus nggak usah makan, biar tahu tuh rasanya kelaperan, kedinginan, sama kepanasan tuh kayak apa! baru deh tu lo tau rasanya bahagia"

"Bener juga tuh ide lo. tapi kan orang kalo ngasi ide tuh harus sesuai pengalaman. Lo udah cobain belum?"

" Gila lo ya, beneran susah emang ngomong sama lo yak!" Novy berulang kali memukul meja dan keningnya bergantian. tampak frustasi terlibat percakapan absurd bersamaku siang ini.

"udah! nyerah gue kalo debat sama lo emang.

mending lambai tangan deh gue, nggak kuat!"

"lebay banget nih bumil sebiji emang"

"anter nih, alamat sejalan sama arah lo balik"

"Ngapain gue sih!. kurir kan ada ."

"Nggak mau. Dia mintanya lo yang anter langsung, pakek bilang mau kasih tips segala lagi orangnya"

"iya,? siapa sih."

"nggak tahu!, mending lo berangkat. daripada kesambet gegara kebanyakan halu"

Novy pergi setelah meletakkan paperbag yang berisi kurma yang harus ku antar.

Usiaku dua puluh tujuh tahun, cukup matang untung masuk ke jenjang perkawinan.

Eits, tunggu dulu, ini sih namanya bukan matang lagi, melainkan hampir gosong gaes, iya kan.

Di umur segini, aku bahkan masih menikmati kesendirian. ya, mungkin beberapa kali sempat lah training kehidupan rumah tangga romantis ala ala drama gitu di dunia halu never ending ala teesya ameena. tapi tetap, keinginan itu belum begiru kuat untuk kujabanin sendiri. Mungkin trauma masalalu ikut andil dalam situasi ini.

Berbanding terbalik dengan ibuk, beliau justru belingsatan karena anaknya tak kunjung menikah. Begitupun dengan novy, dia yang supel dan friendly gampang sekali akrab dengan orang baru. Setelah wisuda dia langsung menikah dengan kekasih nya yang sudah mapan sentosa. errrrr., siapa pula yang mau berpacaran lama kalau calonnya udah bisa menghidupi kita secara layak. Kondisiku yang seperti ini bukan karena tak pernah mencoba berkenalan dengan kaum adam. Justru sangat sering, nggak tanggung tanggung, tujuh kandidat yang di berikan novy demi teman comelnya satu ini. Tapi, dari ke-tujuh kandidat itu, tak satupun yang nyangkut di hati eneng.

Desakan ibu bertambah level setiap harinya. Tapi apa boleh buat, di desak seperti apapun juga kalau nggak pasangannya mana bisa daftar ke KUA coba!?

Ya Allah... Nasib eneng gini amat yak.

sebenarnya, menurut cermin di kamarku, rupaku bukan berada di level buruk rupa. Rupaku ini tertolong oleh senyum manis yang tercipta dari lesung pipi dan gigi gisul, di tambah kulitku yang eksotis ini, cermin kesayangku dari jaman orok ini nggak lagi bohong kan ya. Tapi entah kenapa, sampai hari ini pun, Tuhan belum menjatuhkan kunfayakunnya untukku bertemu jodoh. Be positife thinking, mungkin Tuhan masih menempanya menjadi imam yang tangguh untukku. Seperti doa yang kupanjatkan setiap subuh menyapa. Kenapa doanya setiapa subuh?, nggak tahajjud?. Eneng nggak bohong kawan kawan. Sampai umur segini, aku belum pernah melaksanakan sunnah yang satu ini. Maka dari itu, doaku untuk dapat imam yang baik hati dan sholeh itu benar adanya. Semoga Tuhan meridloi keinginanku dan segera menurunkan kunfayakunnya untukku.

Motorku berhenti tepat di lampu merah, sambil menunggu lampu berganti kelamin eh.. ganti warna ding. Aku melihat sekeliling, Berlagak jadi polisi wanita rupanya, hehehe. eh eh. sebentar, tahan kamera di satu titik, eits, dari pantulan kaca spion ini terlihat sosok yang, duhai rupawannya makhluk tuhan sebiji ini. Dia tersenyum pemirsa.

"Mbak... " Senyumnya menyapaku saat aku menoleh penasaran,aku balas tersenyum dan mengangguk sopan. siapa sih ini orang. Apa kita pernah bertemu, atau malah oernah mengukir cerita?. eeea, pede amat lah anak perawam ibu Alma ini.

lampu berganti, kulajukan motor pelan..

Tii tot tit tot.

"Mbak,, mbak. minggir dulu.. "

mengintip sekilas dari kaca spion. Lah, dia kan yang tadi keciduk lagi senyum pas di lampu meeah. Mau apa sebenarnya, apa dia penagih hutang, tapi kenapa nyamar jadi tukang cilok. lagian aku mana ada hutang sama orang. Aku ini wanita uang menganut menabung pangkal kaya. Kuturuti kemauannya, meminggirkan motor dan berhenti, dia juga berhenti di depan motorku.

"Mbak.. saya dari tadi ngikutin mbak.. saya klakson.. saya teriaki.. mbak nggak denger.. "

" ah masa sih mas.. maaf ya . Saya beneran nggak denger.. tapi ada apa ya mas.. kok sampek ngikutin saya." berbicara sesopan mungkin meski hati bertanya siapa dia gerangan. Bonus kesopanan kali ini adalah memanjakan mata dengan mahluk seksi ciptaan Tuhan.

" saya mau ambil paket yang mbak mau kirim. Tadi saya ke toko mbk. Tapi kata temennya mbk tadi, paketnya sudah di bawa sama mbak. jadi saya buru-buu ngikutin mbak.. eh mbaknya nggak denger pas saya panggil."

" aduh mas.. maafin saya ya.. jauh banget ya ngikutin saya... "

Ku ucapkan maaf berkali-kali dan mengangsurkan paperbag berisi paket yang di mintanya.

"nggak apa mbak, Makasih ya.. tadi bunda yang nyuruh mbak anterin ini.. padahal sudah saya bilang mau saya ambil sendiri, biar nggak merepotkan. "

"nggak apa mas.. inikan searah.. jadi nggak masalah. tapi saya betulan minta maaf ya. tadi beneran nggak denger"

"iya mbk.. tapi lain kali jangan gitu ya.. bahaya mbk.. terus ini.. " dia turun.. mengambil helmku dan memasangkan di kepalaku tanpa izin. eh.. tapi kok malu-maluin banget sih ini. Saking doyannya ngelamun sampek helm cum kugantungin di setir.

"Nah.. ini juga jangan sampe lupa ya," ucapnya ketika memasang helm.

"saya pamit ya. emm, apa mau sekalian saya anter aja?"

ya Allah mas, jangan kebanyakan senyum dong. Ini jantung bisa rontok. mau tanggung jawab emang?.

"Hmm.. nggak nggak mas.. makasih.. saya duluan ya .. "

Aku bergegas melajukan motor, sebelum dia menyadari perubahan pipiku dan mendengar genderang hatiku.

ragam pribumi

Hari ini pesanan kurma membludak. biasanya di jam istirahat siang seperti ini, aku selalu mencari makan yang jaraknya jauh dari toko bersama novi. Kita punya selera yang sama untuk masalah satu ini. Biasanya kita akan mencari tempat makan angkringan yang letaknya dekat sawah. kebayangkan berapa jauh jarak yang harus kita tempuh., tapi demi merefresh pikiran dan mewaraskan jiwa, oke! Kita jabanin.

Tapi hari ini kita bener-bener kewalahan. eh ralat, bukan kita!, lebih tepatnya diriku sendiri. Ya, aku harus mengecek satu persatu pesanan kurma yang harus di kirim. SENDIRI. catat dengan baik, aku melakukan semuanya sendiri. kenapa sendiri?. karena novi harus izin periksa kehamilannya.. mana orderan lagi meledak begini, kadang teebersit keirian di hati jofisa macam saya. Enak punya alasan buat izin seperti itu. Nah, kalo aku yang izin?. izin apa dong. izin sakit kan ngenes banget ya.. sakit juga ngurus sendiri.. mending sehat wal afiat dong...

"Gimana?, Masih banyak yang belum di packing?, sejam lagi mau di ambil kurir ini." Tanyaku pada hesti yang kupercaya menghandle packingan...

" Iya mbk ami.. insyaAllah sejam lagi beres,

Ini tinggal 50 packs lagi kok." dia menjawab sambil sibuk mengunyah makanan.

Lah, kok aku baru sadar ya, Anak-anak packer pada sibuk packing sama ngunyah cilok.

"Kok bisa pada makan cilok, sih, beli dimana?."

" Di depan mbak ami, enak loh ciloknya, tapi harus antri, soalnya babang ciloknya keren. Dita aja tadi cuma pesen, terus di tinggal, minta anterin kesini" jawab hesti

Aku sedikit mengernyit, Sejak kapan di depan ada tukang cilok? aku baru tau. ini saking sibuknya apa emang dia baru mangkal.

Krruk krruuk.. ah, ini lagi, cacing-cacing disiplin ini tak bisa di ajak berkompromi. mereka terbiasa makan tepat waktu. mereka juga tak mengenal jam karet kek kebiasaan waraga +62. makanya, telat makan lima memit saja mereka langsung bereaksi.

" Mbak ami mau ta. biar hesti yang belikan." tawar hesti padaku.

" Iya mau. tapi aku beli sendiri aja deh. kalian lanjut aja packingnya, agak cepet ya, sejam lagi di pick up. nggak boleh telat, apalagi sampek nyuruh sopirnya nunggu dulu." aku mewanti-wanti mereka sebelum pergi.

"Siap mbak ami!!. " Jawab mereka kompak.

Anak packing sebenarnya hanya dua orang, tapi kalau pesenan lagi deres begini, biasanya karyawan bagian lain akan membantu tanpa diminta.

Ini yang selalu aku syukuri, disini kami memang kerja, bisnis, tapi rasanya kayak saudara, kayak keluarga, saling mengerti dan ringan ulur tangan untuk membantu tanpa di minta.

aku dan novi memang sepakat untuk tidak bersikap bossy. meskipun toko kurma ini hasil kerja keras kami. Tapi, kami sadar betul bahwa usaha kami tak akan semaju ini tanpa bantuan mereka.

aku melangkahkan kaki keluar toko. celingukan mencari sesuatu, eh seseorang. tadi kata anak-anak rame, mana? ini malah tinggal gerobaknya aja. Mana babang kerennya?

Apa mungkin yang di bungkus pulang babangnya ya, bukan ciloknya. Sekarang kan gitu kalau punya fans fanatik. Duh, kasian dong.

"Cari apa neng?"

"Astaghfirulloh" aku reflek mengelus dada. kaget bukan kepalang, karena ketauan mengintip di sela pintu toko.

" Cari saya? mau makan cilok, ya?"

" Hmm iya bang . Eh, bentar-bentar" Aku memutar memori. Berusaha mengingat sesuatu yang tampak tak asing.

Wah. aku reflek menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Ya Allah.. bego banget, sih, Ameena, Astaghfirulloh.

" Iya. Saya tukang cilok yang tempo hari ngejar kamu. " Dia menjelaskan tanpa kuminta, sambil terus mengulas senyum.

Aku masih melongo dibuatnya, Ish, Kenapa gini banget, sih, kalau tau dia yang jualan cilok, mana berani aku nampakin batang hidung. Kan baru kering ini malu, kenapa harus di basahin lagi, sih.

"Mau tetep nyempil disitu? kasihan yang mau lewat dong."

" Yuk makan dulu, kasian cacing kamu tuh.

Udah pada demo minta jatah " lanjutnya.

Aku hanya bisa pasrah, berjalan lemas di belakangnya.

" Eh . Tapi saya lebih suka kamu panggil mas ya, kayak kemaren itu, bukan abang kayak tadi "

Dia menoleh ke arahku sambil tersenyum. Lagi!.

Ya ampun, ini orang stok senyumnya berapa giga sih. Unlimited apa gimana?.

"Makan sini aja ya. temenin saya"

" Eh. nggak bisa bang. eh, mas. pekerjaan saya masi belum kelar ini"

" Nggak akan lama kok. Lima belas menit aja. rehat dulu lah. Jangan kebut gitu.. nggak baik buat kesehatan"

Eh, ini orang darimana taunya aku paling nggak bis telat makan.

"Ini. Saya jamin, lima belas menit cilok semangkuk ini bakal tandas, dan kamu bisa kekbali. nikmatin ya. jangan terburu-buru." Dia menyodorkan semangkuk cilok padaku, aku menerima dengan gamang, emang semua pembeli di layani seperti ini ya? Kalau iya, pantes aja sampek ngantri. Lha, gombalnya aja ngabisin waktu banget.

"Iya mas, makasih."

Hmm.. ini sih bukan enak lagi. tapi lezat banget.Nggak seperti yang aku bayangin.

bumbunya enak, kukira cuman saus kecap plus sambel doang, ternyata bumbunya pakek kacang, ciloknya juga enak, rasa

dagingnya kuat, tapi nggak kayak bakso juga, kenyal tapi empuk. Nggak seperti cilok

gerobak kebanyakan.

" Coba deh kamu perhatikan, populasi kita tuh beragam." WDia berbicara di sela kegiatan makan kami, menunjuk ke arah jalan. Dimana banyak orang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. aku paling enggan melihat situasi seperti ini, semua terlihat sibuk dengan urusan masing-masing, seperti tidak punya waktu barang sedetik untuk memedulikan yang lain.

aku menggelengkan kepala tanda tak setuju.

"Saya nggak suka mas. ruwet semua.. pada sibuk sendiri, nggak ada yang bisa bikin saya tenang. makanya saya lebih suka makan di pinggir sawah. tenang, nggak ramai, sesekali liat petani pulang, mereka kelihatan semringah meski kelelahan beradu kuat dengan terik matahari.

" Sesekali kamu juga harus liat sekitar kamu. coba liat deh. edarkan pandangan kamu,

Populasi kita tuh beragam. Disana, ada sepasang suami istri yang sudah renta. Mereka Santai mendorong gerobak sambil sesekali bercanda"

"Nah. Yang disana." Dia menunjuk dua bocil yang sedang asyik main video tik tok di trotoar. Di seberang jalan, aku melihat sepasang kekasih mungkin, atau pengantin baru, dimana si cowok sedang membujuk ceweknya yang tak kunjung mau naik motornya, si cewek ini justru terus berjalan santai tak menggubrisnya sama sekali.

Disisi lain, segerombol muda-mudi yang masih seumuran anak kampus, ada yang sedang mengacak rambutnya frustasi, ada yg fokus dengan bukunya, ada yang justru main game dengan santainya seperti tanpa beban. Tak kurasa seulas senyum terukir di bibirku.

"Hidup ini beragam. Semua orang pasti punya masalah. pasti memikul beban.

Tapi tinggal bagaimana kita mengolahnya . Mau di selesain borongan dengan resiko berat, atau mau diselesaikan satu persatu dengan resiko waktu"

Tuturnya membuatku serta merta menoleh. ada benarnya, semua pasti memikul bebannya masing-masing, dengan kekuatan masing-masing pula.

aku menganggukkan kepala. membenarkan argumennya.

"Baru kali ini saya melihat sekitar. ternyata seru juga, saya baru menyadari bahwa sepelik apapun masalah saya, di luar sana pun banyak yang berjuang melawan kepelikan hidupnya "

" Ini bisa jadi support sistem gratis buat kamu"

dia mangambil mangkok dari tangaku yang sudah kosong. loh, kapan makannya?.

"Berapa mas "Aku bertanya walau masih bingung, nggak mungkin kan kalau mangkoknya bolong.

"Hmm.. bayar pakek janji boleh?"

"Hah?.. "

"Janji untuk nggak ngelamun lagi?,

Bahaya tau nggak"

Dia mengucap sambil tersenyum manis sekali.

"Dah. masuk sana.. 15 menit lewat 30 detik"

Aku membalikkan badan. Menurut, membawa serta kebingungan yang masih mendera.

"Bang, ciloknya makan sini ya. Toga porsi!"

"Wah. Nggak bisa buk. saya cuma bawa dua mangkok. udah kotor lagi."

aku menoleh ke arah gerobak dengan tatapan bingung membingkai muka. Nah, ini maksutnya apa lagi, bingung kuadrat kan, jadinya.

mengintip senyuman

Tiga hari ini, toko kurma kesayanganku mendadak menjelma sebagai penjajah yang mengahruskan aku dan para karyawan kerja rodi, pesanan via online begitu banyak, sampai aku harus ikut turun tangan membantu packing. Di tambah novy yang se-enak jidat mengambil cuti seminggu, karena harus menemani keluarganya liburan di bali.

diri ini kapan pula mau liburan ke luar negri ya Allah.. keluar kota aja kagak pernah.. eh.. dalam kota aja belum semuanya aku checklist, tanda sudah ku sambangi, gimana mau ngunjungin kalo hari libur begini aja, aku masih bercumbu dengan puluhan paket kurma yang harus di kirim.

bersyukur, sih, alhamdulillah usaha yang ku dirikan bersama novy lancar, bisa dibilang kelewat lancar malah. tapi eh tapi, emakku numero uno nangis dong, gegara anaknya gagal nikah maning. ya Allah emak.. kalaupun ada lelaki berkuda yang mampu menggoyahkan. bongkahan hati eneng, pasti langsung eneng ajak nikah kok. nggak lagi pakek pacaran dulu. Kelamaan. bakal kuajak pacaran sampek lemes lunglai abis nikah, suer deh!. janji anak baek ini, beneran deh. Ada yang minat check out eneng hari ini juga?.

beberapa hari lalu ibuk memang menangis pilu meratapi kejombloan anak gadisnya, pas tahu aku pulang kerja kelewat malam. ku kira beliau udah tidur di kamar karena lampu di ruang tamu yang biasa dia pakai untuk duduk manis dan mengaji sambil menunggui anak manisnya pulang kerja itu mati.

eh ternyata pas udah masuk, dan menghidupkan lampu, wah ternyata beliau lagi khusyuk nangis di atas kursi.

" Ya Allah buk kenapa?. ada maling ya?" Aku yang khawatir melihat air matanya yang begitu deras menganak sungai, lekas menghampiri.

"nggak ada, ibuk malah nungguin malingnya ini Am. sampek nangis begini"

"kok maling di tungguin sih buk... ngapain?"

"Ya iya.. barangkali malingnya mau ngambil hati kamu, kan enak, kamu bisa dinikahin sama dia"

"Ya Allah ibuk ini!.. bikin ami takut, nangisnya sampek begitu. Lagian masak Ami disuruh bikah sama maling, sih," aku melengos, gini noh, kalau punya ibu korban sinetron. awas aja kalau ketemu artis yang bikin ibuk nangis. kusuruh dia tanggung jawab dan bersimpuh di depan ibuk, untuk memintaku menjadi gulingnya, eh. pendampingnya.

"kalo kamu takut liat ibuk nangis gini. Makanya nikah ami!, jangan kerja melulu.. ibuk kesepian tau nggak Am. ibuk pengen di jagain mantu.. pengen nggendongin cucu." ibuk mengutarakan keinginannya sambil sesekali menyapu ingusnya menggunakan tissue.

"iya ibuk.. kalo ada yang mau pasti ami siap kok.. besok pagi juga ami siap.. lha tapi ini belum ada ibuk. gimana dong."

"kalo gitu kamu mau ya.. ibuk kenalin sama anak temen ibuk, cakep lo am.. pas kalo sama kamu.. " lah, kenapa tetiba semangat begini. air mata?, lari kemana yak tadi?.

"terserah ibuk aja deh... ami ngikut"

aku menjawab sambil berlalu meninggalkan ibuk.

"beneran ya Am..?

ibuk langsung melonjak senang.. dia menyusul langkahku.

"Am, beneran tapi ya.. besok abis dari toko kamu siap-siap ya.." ibuk berlaku seperti bocah yang menagih janji untuk di belikan lollipop, beliau menggoyangkan lenganku berulang kali dan mengerjap bak boneka barbie. Eneng meleot kan jadinya. Mana tega mau nolak kalau udah begini.

"iya ibuk.. iya.. semoga besok ami nggak lembur lagi ya..."jawabku akhirnya. demi habis air mata terbitlah senyuman. okelah eneng jabanin. semoga aja yang akan laki-laki yang akan di temui ini sebelas dua belas dengan abang chiko jeriko. Amiin.

🌻🌻🌻🌻🌻

huuuft. hari ini aku harus pulang lebih awal dafi biasanya, kalo enggak, pasti ibundaku numero uno ngambek tujuh turunan, karena sudah dua hari ini aku mengingkari janji yang telah meluncur manis dari mulutku.

"hes.. 15 menit lagi tutup ya, saya mau ada acara. Kabari yang lain ya,"

"oke mbak. tirainya tak tutup dulu ya.. biar ndak ada yang masuk."

aku hanya mengangguk dan pergi. bersiap untuk pulang,

duh, kebiasaan kan, ini kaki selalu susah di ajak kompromi untuk hal-hal yang berbau jodoh. Mungkin mata kaki ini mengalami trauma berat karena pernah menyaksikan kegagalanku beberapa kali.

aku melangkah ke arah jendela kaca yang berada di sisi ruanganku, dimana dari sana bisa terlihat lalu lalang kendaraan dan aktifitas manusia yang tiada henti.

ah. jadi keinget mas-mas cilok. dia yang memberitahuku serunya melihat hiruk pikuk aktifitas manusia yang begitu beragam. healing paket hemat katanya.

seseorang melambai, lalu tersenyum padaku.

eh.. itukan mas cilok yang kemaren. Apa dia serupa jin dan komplotannya, yang bila mana di panggil tiga kali langsung muncul di hadapan?. Tapi, kok dia rapi gitu.aku bergegas turun menghampirinya yang sedang melangkah ke teras toko.

"ada apa mas?, rapi gini.? ada yang bisa di bantu?" aku bertanya formal padanya.

"maaf ya, beberapa hari kemaren saya nggak mangkal. lagi repot soalnya. Karena tadi mumpung lewat sini terus keingetan mbak. jadi sekalian bawa makan siang, belum makan kan?"

eh, darimana dia tau kalau aku belum makan siang?

"sini... "

dia sudah duduk di kursi dan menyeret satu kursi yang lain untuk kududuki.

aku melangkah mendekat. Di depan toko memang kusediakan 4 kursi dan 2 meja. Sengaja untuk tamu yang mau bersantai menikmati kurma atau hanya ingin berteduh di saat hujan.

aku duduk dan menurut tanpa protes, uluh uluh, manis sekali. padahal aku bisa saja menolak, tapi hati mana bisa berbohong kan, mana bisa menolak perhatian makhluk tuhan paling seksi ini. Dia mengeluarkan dua kotak makanan. Nah toh, auto kalem begini kalau lagi berdua sama ini orang. kenal aja kagak loh.

"ini sendoknya, hmm, apa mau disuapin sekalian aja?" Kerlingnya menggodaku.

"eh eh. enggak usah. tangan saya sehat kok. bisa makan sendiri."

dia tertawa. MasyaAllah. kirimin satu lagi yang modelan begini dong... buat jodoh saya ya Allah. atau dia aja boleh. asal dia mau aja, hiks.

"jadi nanti kalo tangan mbak sakit.. bilang sama saya, biar saya yang suapin"

"masnya jahat juga ya. doain tangan saya sakit"

Lagi-lagi dia tertawa, lalu mempersilahkanku makan. Mungkin malaikat pencatat amal baiknya kewalahan karena hampir setiap menit dia bersedekah senyum.

".hmm. kok masnya tau saya belum makan?"

"nebak aja. Kalo bener, berarti kita jodoh," jawabnya enteng.

"Modusnya, bisa banget" Lirikku tajam sambil menyendok makanan ke mulut.

Dia tampan sekali hari ini, dengan celana bahan warna hitam dan kemeja merah maroon. Berbeda sekali dengan tampilannya beberapa hari lalu, dengan kaos oblong dan celana pendek, juga topi lusuh yang bertengger manis di kepalanya.

setelah makan dia langsung pamit, aku pun hanya mengangguk dan mepersilahkan, tidak ada alasan untuk bisa menahannya lebih lama disini, lagian aku juga harus lekas pulang.

"ciiiie mbak ami... kenapa nggak bilang, sih, kalo abang ciloknya pacarnya mbk ami."

mereka melempar beberapa pertanyaan yang sama sekali tak kujawab, aku tetap berjalan santai ke lantai atas untuk mengambil tas dan segera pulang. mereka tetap ber cia-cie dan mesam mesem seperti orang gila yang bertebaran di lamou merah. heran ya, kenapa yang kelewat seneng justru mereka., kan aku yang di kasih makan.

aku tersenyum saat melewati kursi yang tadi ku pakai makan bersama mas cilok.. eh. wait. kok aku belum tau namanya ya. kita udah makan bareng dua kali dan aku belum tau namanya?. Ampun deh Ami, untuk hal sekecil itu aku bisa lupa?. Pantesan aja, cucu adam nggak ada yang mau nyangkut.

oke stop ami. udah, lanjutin episode begonya besok lagi. lo harus fokus nyetir sekarang.

aku melajukan motor pelan. meninggalkan sekelumit kenangan membegokkan di depan tokoku sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!