NovelToon NovelToon

Unperfect Wedding

Ch.1 Tiba di London

Ayesha yang baru saja tiba di bandara Heathrow, London, berjalan dengan anggun menuju mobil Buggati Chiron Pur Sport berwarna birunya yang sudah terparkir cantik di tempatnya. Sopir yang membawa mobil tersebut kesana segera turun dan membukakan pintu untuk Ayesha. Setelah Ayesha masuk, sopir tadi pun kembali menutup pintunya. Ayesha menurunkan kaca jendela dan mengucapkan terima kasih seraya tersenyum manis sebagai sopan santun kemudian menutup kembali kaca tersebut dan setelahnya ia melajukan mobil keluar dari area bandara menuju apartemennya.

Ayesha menang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Namun, tak jauh dari posisinya, ada sebuah mobil lagi yang berisi dua orang yang memang diutus Aglian untuk menjaga putri kesayangannya selama di sana.

"Hufth, lelahnya!" keluh Ayesha sesaat setelah membaringkan tubuhnya di atas kasur queen size miliknya.

"Astaga, hampir lupa!" gumam Ayesha saat baru mengingat ia belum menghubungi orang tuanya sama sekali.

Ayesha pun segera mengambil ponselnya kemudian menekan tombol panggil pada sang ayah yang ia yakini pasti telah menunggu kabarnya dari tadi.

"Assalamu'alaikum, Pi," ucap Ayesha girang saat panggilannya diangkat Aglian.

"Wa'alaikum salam, princess. Sudah sampai?"

"Alhamdulillah, sudah Pi."

"Sayang, video call aja. Mami kangen liat kamu," ujar Luna setelah merebut ponsel di tangan suaminya.

"Oke, Mi."

Ayesha pun segera mengalihkan panggilan suara menjadi panggilan video.

"Duh, anak mami kok langsung tiduran aja! Mandi dulu, sayang! Emang kamu nggak risih hampir 17 jam nggak ganti pakaian," tegur Luna saat melihat Ayesha masih mengenakan pakaian yang kemarin ia pakai sebelum berangkat.

Ayesha terkekeh, lalu ia berpura-pura menghidu aroma bagian ketiaknya.

"Ah, kayaknya nggak usah deh, Mi. Masih wangi juga. Kalau nggak percaya, sini deh cium!" ujar Ayesha seraya pura-pura mendekatkan ketiaknya di layar ponsel.

Aglian terkekeh kecil, sedangkan Luna mendengus.

"Dasar jorok!" cibir Luna dengan sorot mata mendelik tajam.

"Tapi wajar sih princess kita jorok, mami nggak ingat, waktu hamil mami suka ogah-ogahan mandi. Kalau nggak papi yang mandiin mami, pasti mami nggak mau mandi!" ledek Aglian membuat mata Luna mendelik tajam.

"Nggak usah sembarangan ngomong ya, mas! Nggak kasih jatah baru tahu rasa!" ancam Luna membuat Aglian gelagapan.

"Duh, jangan dong, Mi! Ampuni papi, ya! Please!" mohon Aglian dengan wajah memelas.

Dari seberang telepon, Ayesha tergelak melihat interaksi kedua orang tuanya. Memang begitulah orang tuanya, selalu terlihat romantis. Tak pernah berubah. Kadar cinta mereka tak pernah lekang oleh waktu. Bila di luar sana banyak yang sudah mulai memasuki fase hambar saat menginjak tahun pernikahan di atas sepuluh tahun, maka tidak dengan orang tuanya. Begitu pula dengan keluarga saudara kembar sang ayah. Selalu akur dan saling mencintai. Ayesha harap, kelak ia pun mendapatkan pasangan seperti orang tuanya.

Memang tak ada pernikahan yang sempurna. Setiap rumah tangga pasti ada dibumbui sedikit pertengkaran ataupun selisih paham, namun itulah seni dalam berumah tangga. Terkadang perselisihan itu justru bisa menjadi pengerat hubungan antar pasangan. Tidak semua pertengkaran harus diasumsikan sebagai hubungan rumah tangga yang buruk. Dan tidak semua perselisihan dan pertengkaran harus diakhiri dengan perpisahan.

Namun, satu yang takkan pernah Ayesha toleransi seumur hidupnya, yaitu perselingkuhan. Pilar dalam membangun rumah tangga diantaranya adalah kejujuran, kesetiaan, dan kepercayaan. Sedangkan orang berselingkuh artinya mereka orang yang tak jujur, tak setia, dan tak dapat dipercaya. Jadi, tak ada toleransi bagi peselingkuh.

"Ekhem ... " Ayesha berdeham untuk menyadarkan orang tuanya kalau ia masih berada di depan layar telepon dan melihat perdebatan mereka yang menurut Ayesha sangat menggemaskan. "Duh, romantisnya!" goda Ayesha sambil mengulum senyum.

"Eh, duh, kan, ini gara-gara papi sih!" Luna tampak salah tingkah karena hampir lupa kalau sang putri masih ada di sana memperhatikan perdebatan mereka.

Berbeda dengan Luna yang tampak salah tingkah, Aglian justru bersikap santai. Tak ada yang salah pikirnya. Ia justru senang mempertontonkan keharmonisan mereka pada anak-anaknya. Berharap, mereka bisa dijadikan teladan dalam berumah tangga. Berharap, putra-putri mereka pun kelak dapat seperti mereka, saling mencintai dan menyayangi tak lekang oleh waktu.

"Memangnya papi kenapa? Princess kita aja muji kita romantis banget, iya kan sayang!" Aglian mencari dukungan membuat Ayesha terkekeh sambil mengerlingkan sebelah matanya.

"Yoi, Pi. Yesha malah senang lihat mami dan papi akur terus kayak gini. Romantis banget, bikin iri," ujarnya seraya membalikkan badannya menjadi tengkurap. Lalu ia menyandarkan ponselnya di kepala ranjang agar kedua tangannya bisa ia lipat menjadi tumpuan dagunya.

"Kalau iri, buruan cari pasangan terus menikah biar bisa kayak mami papi juga," goda Aglian membuat Ayesha mencebikkan bibirnya.

"Ih, papi, kok malah nyuruh Yesha cepat-cepat nikah sih! Yesha kan masih kecil, Pi," sahut Ayesha seraya memutar bola matanya malas membuat Aglian tergelak.

"Masih kecil dari mananya? Mami kamu aja umuran segitu udah punya anak 3 kalau-kalau kamu lupa," tukas Aglian membuat Luna terkekeh.

"Nggak mau, pokoknya Yesha nggak mau nikah cepat -cepat. Kan Yesha mau nunjukin kemampuan Yesha dulu di perusahaan papi."

"Iya deh, terserah princess-nya papi aja. Kalau papi sih, udah nggak sabar nimang cucu," ujar Aglian seraya mengulum senyum. Senang sekali rasanya membuat putri kecil mereka yang sudah beranjak dewasa itu tampak kesal hingga bersungut-sungut.

"Mami juga, sayang. Mami juga pingin gendong bayi mungil cucu mami. Kalau mau ngarepin Algara dan Algatra kan mereka baru lulus SMA, nggak mungkin kan mami sama papi ngarepin mereka," timpal Luna membuat wajah Ayesha makin ditekuk.

Aglian dan Luna pun tergelak melihat ekspresi sang putri kesayangan.

"Ya udah, jangan cemberut ih! Entar cepat keriput. Entar malah mami yang dikirain anak kamu," ledek Luna membuat Ayesha seketika melotot. "Udah nggak usah melotot, buruan mandi dulu ya sayang. Udah itu makan, baru lanjut istirahat. Kamu dengar kan pesan mami?"

"Siap, laksanakan titah mami!" ucap Ayesha seraya terkekeh.

"Kalau gitu, papi tutup dulu ya teleponnya! Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Tut Tut Tut ...

Panggilan pun ditutup. Baru saja Ayesha hendak meletakkan ponselnya, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Tapi kali ini panggilan dari seseorang yang dikenalnya di London.

"Halo," sapa Ayesha saat panggilan itu ia angkat.

"Halo, Sha, how are you? Apa kau sudah kembali ke London?" tanya seseorang yang bernama Ramon itu.

"Iya, kenapa?" tanya Ayesha tanpa basa-basi.

"Apakah aku tak boleh menyapamu lagi, cantik? Aku tahu, kita sudah putus. Tapi bukankah katamu, kita masih bisa berteman?"

Ayesha menghembuskan nafas panjang, "aku baru tiba, Min. Aku masih lelah, belum sempat istirahat. Jadi, ada apa? Katakan saja, nggak usah basa-basi," ucap Ayesha membuat Ramon mengehela nafas panjang.

"Oke, maaf kalau ganggu kamu. Aku cuma mau minta kamu temenin aku ke pesta pernikahan sepupu aku lusa malam. Anggap saja sebagai acara perpisahan kita. Bukankah, keesokan harinya, kamu mau kembali lagi ke Indonesia, mau ya, please!" bujuk Ramon.

Ayesha menimbang-nimbang, tak ada salahnya pikirnya. Mungkin ini kali terakhir ia menikmati harinya di London sebab sepulangnya ke Indonesia, ia akan segera diangkat menjadi CEO Angkasa Grup. Ia pasti akan menjadi super sibuk nanti dan takkan ada waktu lagi untuk main-main. Ia pun menyetujui permintaan Ramon membuat Ramon teriak kegirangan. Setelah berbicara, Ayesha pun segera menutup teleponnya dan segera membersihkan diri sesuai perintah sang ibu.

...***...

**Hallo kak, selamat datang di novel terbaru othor!

Semoga suka ya! Mohon dukungannya dengan memberikan 5 bintang 🌟, like, komen, bunga, kopi, hati, dan votenya.

Terima kasih. 🥰🥰🥰

...Happy reading 🥰🥰🥰**...

Ch.2 Jebakan

Keesokkan harinya, Ayesha telah bersiap untuk pergi ke universitas dan menyelesaikan segala urusannya. Sepulangnya dari universitas, Ayesha menyempatkan diri mampir Harrods, yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di London dan juga Eropa. Dikatakan terbesar di Eropa sebab luasnya mencapai 5 hektare dan banyak rak belanja yang tak terhitung jumlahnya. Toko fashion mewah seperti Tom Ford hingga Christian Louboutin pun bisa ditemukan di sana.

Ayesha berkeliling mencari sesuatu yang menarik yang bisa ia jadikan buah tangan untuk orang-orang tercintanya. Ayesha menghampiri satu persatu store yang terdapat di sana. Ayesha sama seperti perempuan lainnya yang gemar berbelanja. Tetapi ia masih bisa mengontrol pengeluarannya. Padahal Aglian tak pernah membatasi keuangan Ayesha. Ia justru diberi kartu tanpa batas yang bisa ia gunakan semaunya.

Puas berbelanja, kini Ayesha mulai merasakan perutnya yang berdendang ria ingin dimanjakan dengan berbagai kuliner di sana. Selain dikenal sebagai pusat ritel dan barang bermerek terbaik di London, Harrods juga punya pusat kuliner yang berlimpah! Kita bisa menemukan makanan apa saja di sini. Salah satu pemandangan menakjubkan di mall ini adalah eskalator Mesir yang ikonik dengan patung khas dewa Mesir. Tak jauh dari situ, ada air mancur yang digunakan untuk mengingat mendiang Putri Diana dan Dodi Fayed.

...***...

"Cantik, kau dimana? Aku biar aku jemput," ujar Ramon melalui sambungan telepon.

Ayesha meletakkan ponselnya di atas meja rias setelah meloudspeaker panggilan itu. Kemudian tangannya meraih anting mutiara yang tekahbia siapkan dan memakainya.

"Biar kita berangkat sendiri -sendiri aja, Mon! Entar share aja lokasinya," jawab Ayesha sembari menelisik penampilannya.

"Ayolah, kenapa sendiri-sendiri sih! Apa salahnya aku jemput," protes Ramon tak terima dengan keputusan Ayesha.

"Ya atau tidak sama sekali?" tegas Ayesha tanpa penolakan.

"Hufth ... " Ramon menghela nafas panjang. "Ya ya ya, kau memang tak pernah bisa dibantah. Oke, fine. Aku tunggu di Shangri-La the Shard. Aku akan segera berangkat," ujarnya sebelum menutup panggilan telepon.

Tak butuh waktu lama, Ayesha kini telah sampai di Shangri-La the Shard hotel. Ia pun segera menghubungi Ramon agar menjemputnya di lobi hotel. Beberapa menit kemudian, Ramon pun muncul dengan setelan jas berwarna hitam dipadukan dengan kemeja berwarna biru muda dan pantofel hitam. Rambutnya tertata rapi membuatnya tampil memesona dan tampan. Tapi hal tersebut tidak membuat Ayesha tertarik sama sekali. Ayesha bukanlah tipe gadis yang mudah jatuh hati. Sekali jatuh hati, hatinya akan terus tertawan dan sulit melupakan. Ia menjalin hubungan dengan Ramon pun tak lebih sekadar untuk bersenang-senang. Merasakan euforia memiliki seorang kekasih.

Melihat Ayesha yang tampil menawan dengan dress berwarna marun dan rambut tergerai dengan bagian ujung dibentuk ikal, membuat Ramon menyunggingkan senyum manis. Ia sebenarnya sungguh-sungguh menyukai Ayesha, tapi sayang Ayesha hanya menganggapnya teman biasa saja. Pria bule itu sudah berusaha mendapatkan hati Ayesha, tapi hati Ayesha tak kunjung bisa ia luluhkan. Entah apa kurang dirinya, yang pasti Ayesha gadis yang tak mudah untuk ditaklukkan.

"Tak percuma aku memanggilmu cantik karena kau memang sangat cantik. Bahkan makin hari makin terlihat cantik. Huh, sungguh beruntung lelaki yang bisa meluluhkan hatimu, cantik," puji Ramon dengan sorot mata penuh kekaguman dan pemujaan pada Ayesha.

Ayesha hanya berdecak malas. Padahal ia sama seperti gadis lainnya yang senang dipuji, tapi entah kenapa pujian Ramon tak pernah bisa menyentuh dasar hatinya. Pujian Ramon baginya tak lebih seperti pujian laki-laki lainnya. Biasa saja.

"Ck ... nggak usah basa-basi. Ayo, masuk!" ajak Ayesha membuat Ramon mendesah lirih.

Lalu Ramon pun mengajak Ayesha masuk ke ballroom hotel tempat dilaksanakannya pesta pernikahan saudara sepupu Ramon.

"Kenapa kau tidak mengajak kekasihmu saja?" tanya Ayesha saat telah duduk di salah satu meja bundar yang posisinya sedikit menyudut.

"Kami sudah putus sehari sebelum kau tiba di sini," ujar Ramon santai membuat Ayesha geleng-geleng kepala.

"Kau berganti kekasih seperti berganti pakaian, dasar pria gila," umpat Ayesha membuat Ramon tergelak.

"Mau bagaimana lagi, tak ada yang sepertimu, cantik. Kau bukan hanya cantik, tapi istimewa. Cerdas, berwawasan, anggun, menawan, ah apalagi ya ? You're so perfect. Apa kau tak mau jadi kekasihku lagi, cantik?" tanya Ramon sembari menopang dagunya dengan kepalan kedua tangannya yang terjalin.

Ayesha terkekeh membuat Ramon kian terpesona. Lalu Ayesha mengalihkan tatapannya pada Ramon yang masih terpaku memandang wajah cantik Ayesha.

"I'm so sorry, Mon. Aku nggak bisa. Aku tak memiliki perasaan apapun padamu. Lagi pula, aku besok akan kembali ke Indonesia dan entah kapan akan kembali lagi," ujar Ayesha membuat Ramon terdiam.

"Okay. Aku ke toilet dulu," ucap Ramon kemudian segera berlalu dari sana meninggalkan Ayesha yang tampak sedang menikmati lantunan musik.

"Permisi nona, minum?" Seorang pramusaji menawarkan minuman yang dibawanya pada Ayesha. Gelas-gelas itu berisi beraneka jenis minuman dalam satu baki. Ayesha mengernyit dahi, khawatir itu minuman beralkohol.

"No alkohol, nona. Ini sari buah. Ada raspberry, strawberry, apel, leci, Anda mau?" jelas pramusaji itu seakan tahu keraguan Ayesha.

"Oh, strawberry saja kalau begitu," ujar Ayesha lalu ia pun menerima minuman berwarna merah itu dan mengucapkan terima kasih. Setelah pramusaji itu pergi, Ayesha segera menyesap minumannya sedikit demi sedikit.

"Ah, maaf lama!" ujar Ramon saat ia kembali.

Ayesha hanya tersenyum tipis. Ramon meliriknya sembari memperhatikan gesture tubuh Ayesha yang mulai merasa tak nyaman. Diam-diam, Ramon menyeringai.

'I'm so sorry, cantik. Aku terpaksa melakukan ini. Aku tidak ingin kehilanganmu. Kau terlalu istimewa. Aku harus menjadikanmu milikku seutuhnya,' batin Ramon bermonolog.

"Kau kenapa, cantik? Apa kau sakit?" tanya Ramon berpura-pura tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Ah, kepalaku mendadak pusing, Mon? Tubuhku juga terasa panas. Bisa kau antar aku keluar. Aku harus segera pulang. Sepertinya aku akan jatuh sakit," ucap Ayesha seraya memijit pelipisnya.

Dalam hati Ramon tersenyum, rencananya sepertinya akan berjalan lancar.

"Astaga, mungkin karena efek kelelahan. Kau kan baru tiba di sini kemarin malam. Bagaimana kalau aku saja yang mengantarmu? Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu," ujarnya dengan tatapan khawatir.

"Mungkin saja. Baiklah kalau itu tidak merepotkan mu," sahut Ayesha seraya berdiri.

Dengan cepat, Ramon merangkul pundak Ayesha dan menuntunnya berjalan keluar dari area pesta yang masih dipadati tamu karena acara masih berlangsung.

"Tidak ada kata merepotkan untukmu, cantik. Kapanpun aku akan selalu ada untukmu," tukasnya dengan smirk devil di bibirnya.

Tanpa ia sadari, perubahan ekspresi wajahnya tertangkap ekor mata Ayesha. Ayesha mengepalkan tangannya. Ia yakin, laki-laki di sampingnya ini tengah berusaha memperdayainya. Diam-diam, Ayesha menekan tombol darurat di ponselnya. Berharap agar bantuan segera datang untuk menolongnya.

...***...

Halo kakak-kakak semua. Sekali lagi makasih ya atas supportnya. Semoga kakak semua sehat selalu dan dimurahkan rejekinya.

...Happy reading 🥰🥰🥰...

Ch.3 Tertelan gelombang

Tak lama setelah Ayesha menekan tombol panggilan darurat, ia segera membalikkan badannya hingga ia dan Ramon saling berhadapan kemudian dengan secepat kilat ia mengangkat lututnya hingga menghantam tepat ke tengah selang*kangan Ramon membuatnya seketika menjerit kesakitan.

"Awww ... s h i t! What are you doing, *****!" pekik Ramon dengan wajah merah padam. Urat-urat di leher dan lengannya mengencang seiring rasa sakit yang kian menjalar. Tangannya bahkan masih berada tepat di kejantanannya yang meradang kesakitan.

"Apa yang aku lakukan? Tentu saja memberikanmu pelajaran, breng-sek! Kau pikir aku tak tahu apa yang telah kau campurkan dalam minumanku?" hardik Ayesha dengan memasang wajah tenang. Sekuat tenaga ia menahan gejolak panas yang kian merambati sendi-sendinya. Ia tak mau menunjukkan kalau sebenarnya efek obat itu telah hampir menguasai dirinya.

Kedua tangannya mengepal kuat. Dalam hati ia berharap, orang yang selalu mengawasinya berada tak jauh dari sana. Entah berapa lama ia bisa bertahan pura-pura tidak dalam pengaruh obat lucknut itu. Ia harap, orang-orang ayahnya bisa tiba tepat waktu.

"Sorry cantik, aku ... aku terpaksa melakukannya karena aku tak mau kehilanganmu," ujar Ramon seraya meringis menahan nyeri yang tak kunjung reda sebab Ayesha mengeluarkan segenap tenaganya saat menghantamkan lututnya tadi.

"Sorry? No, asal kau tahu, aku bukanlah orang yang pemaaf dan perbuatanmu itu sudah sangat keterlaluan. Kau ingin melecehkanku? Dasar baji-ngan!" maki Ayesha pada Ramon.

Tak jenuh, datang sebuah mobil range Rover berwarna hitam. Kemudian turun dua orang berpakaian serba hitam dari dalamnya.

"Anda butuh bantuan, nona?" tanya salah satu orang itu.

"Kau," tunjuk Ayesha pada salah satu dari kedua orang itu. "Beri pelajaran yang tak terlupakan pada baji-ngan itu. Dan kau," tunjuk Ayesha pada satu orang lainnya, "antar aku ke apartemen, cepat!" tegas Ayesha yang langsung diangguki kedua orang tersebut.

Lalu mereka berdua pun bergerak sesuai perintah.

Kini Ayesha telah berada di dalam mobil. Tubuhnya sudah kian gelisah. Hawa panas keluar dari sekujur tubuhnya. Titik-titik peluh mulai membasahi dahi hingga leher dan bagian tubuh lainnya. Nafasnya kian memburu. Wajahnya telah memerah hingga ke telinga dan leher. Pria yang tengah menyopiri Ayesha memperhatikan dari rear vision mirror. Ia merasa aneh melihat gerak-gerik Ayesha yang tampak aneh. Apalagi wajah Ayesha yang putih bersih tampak memerah dengan bibir yang digigit seolah sedang menahan sesuatu yang tak tertahankan.

Mata Ayesha memicing tajam saat pria di depannya memperhatikannya. Ia tak mau ada yang tahu kalau ia kini sedang dalam pengaruh obat perangsang. Bagaimana pun, suruhan papanya itu laki-laki. Ia tak mau jadi santapan aji mumpung karena keadaannya saat ini. Ingat, kejahatan bukan hanya ada karena niat pelakunya, tapi juga ada kesempatan. Ia tidak mau, memberikan celah pada siapapun untuk mengambil kesempatan pada dirinya.

'Astaga, aku sudah tidak tahan lagi!' gumamnya dalam hati.

Sedangkan di lain tempat, Ramon telah dibawa salah seorang bodyguard Ayesha ke tempat yang cukup sepi. Kedua tangan dan kakinya diikat pada sebuah kursi. Dengan sorot mata penuh intimidasi, pria itu menuntut jawaban atas apa yang sebenarnya telah ia lakukan sehingga putri kesayangan atasannya itu terlihat begitu murka. Padahal setahu mereka, hubungan Ayesha dan laki-laki itu cukup baik dan tak pernah ada masalah.

Ramon tidak ingin mengaku, tapi bodyguard Ayesha tak tinggal diam. Ia menghajar Ramon hingga babak belur.

"Masih tidak mau mengaku, hm? Yah, sepertinya kau lebih memilih meregang nyawa di tempat yang sepi ini. Aku yakin, takkan ada yang menemukan jasad mu jika mati di sini. Kau akan mati dengan keadaan mengerikan. Tubuhmu akan digerogoti belatung sedikit demi sedikit hingga menyisakan tulang belulangmu saja. Bagaimana? Masih tidak mau membuka mulutmu?"

Pria itu mencoba menekan mental Ramon membuat Ramon bergidik sendiri membayangkan ia mati tanpa ada yang menemukan jasadnya. Ramon sampai kesulitan menelan ludahnya membayangkan tubuhnya dikerubuti belatung yang sedikit demi sedikit menggerogoti daging tubuhnya.

"Baiklah, kalau itu pilihanmu!" ucap pria itu seraya mengedikkan bahunya acuh.

Baru saja pria itu hendak beranjak dari sana, tiba-tiba Ramon mengeluarkan suaranya.

"Aku ... aku tadi memasukkan bubuk afrodisiak ke ... ke minuman Ayesha. Aku ... aku tidak bermaksud buruk padanya. Aku ... aku hanya ingin memilikinya sebab aku mencintainya," ujar Ramon terbata membuat bodyguard Ayesha itu membelalakkan matanya. "Tapi sepertinya dia tidak sempat meminumnya karena telah lebih dahulu menyadarinya," ucapnya ketakutan saat melihat sorot mata tajam bodyguard Ayesha yang sudah seperti laser yang siap melubangi jantungnya.

Lalu dengan secepat kilat, bodyguard Ayesha itu menghantamkan tinjunya tepat di wajah Ramon hingga kursi yang didudukinya terpelanting ke belakang. Jerit kesakitan menggema di ruangan pengap dan lembab itu.

"Bajing-an! Matilah kau!" pekik laki-laki itu seraya mengangkat kaki kanannya hingga Ramon terpental lagi ke samping membuat kursi tersebut patah dan Ramon seketika kehilangan kesadarannya.

Sementara itu, mobil yang membawa Ayesha telah tiba di lobi apartemennya. Dengan segera, Ayesha membuka pintu kemudian berjalan tergesa memasuki lobi apartemen menuju lift meninggalkan pengawalnya yang masih digelayuti tanda tanya.

Nafasnya kian memburu, jantungnya berdegup kencang tak beraturan, pandangannya kian membayang Ayesha sampai berpegangan di dinding agar tak jatuh.

Plakkk ...

Ayesha menampar pipinya sendiri untuk mempertahankan kesadarannya.

"Sadar Yesha! Sadar!" ucapnya sambil mencubit-cubit lengannya sendiri. Tubuhnya sudah basah dengan peluh yang tak henti-hentinya mengucur deras dari setiap pori-pori kulitnya.

Tring ...

Pintu lift terbuka, dengan sempoyongan, Ayesha keluar dari dalam lift. Kesadarannya sudah nyaris hilang. Matanya telah berkunang-kunang dengan rasa panas yang sudah tak mampu ia kendalikan.

"Hah, akhirnya sampai!" gumamnya saat melihat angka 69 di depan pintu apartemennya.

"Ckk ... kenapa nggak bisa dibuka? Sial!"

Ayesha bingung saat sidik jarinya tidak terbaca di sensor apartemennya. Diputar-putarnya handle pintu hingga berkali-kali, tapi tak juga bisa ia buka. Lalu ditengah kesadaran yang nyaris hilang, ia mencoba memasukkan passcode apartemennya secara manual. Diputarnya kembali handle pintu itu, baru sekali putar, pintu terbuka, lalu ia segera saja mendorong tubuhnya masuk.

Saat pintu tertutup, tanpa membuang waktu, Ayesha melucuti semua pakaiannya hingga hanya menyisakan pakaian dalam saja. Lalu dengan langkah gontai sambil berpegangan pada dinding, ia mencari kamar mandi. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah merendam seluruh tubuhnya dengan air dingin, berharap efek obat itu bisa segera ia singkirkan.

Tapi belum sempat ia masuk ke dalam kamar mandi, sebuah tangan kekar menyentaknya hingga tubuhnya terhuyung ke belakang dan menabrak dada bidang orang itu.

"Akhirnya kau datang, sayang!" ujar orang itu sambil mendekap tubuh Ayesha yang kesadarannya kini telah benar-benar hilang ditelan oleh gelombang gairah yang tak tertahankan.

...***...

**Syukurlah masih sempat up. Dari pagi sampai sore sibuk soalnya. Malam ini mau lanjut isi ketupat biar besok tinggal rebus. 😄

...Happy reading 🥰🥰🥰**...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!