NovelToon NovelToon

My Boss My Enemy My Husband

Bab 01. Interview

...🌿🌿🌿...

...•...

...•...

...•...

Arimbi

Seorang wanita manis berkemeja putih, mengenakan rok span, serta bersepatu pantofel berjalan sedikit terburu-buru manakala jam yang melingkar di pergelangan tangannya telah menunjukkan waktu, yang jelas-jelas mengindikasikan jika dirinya terlambat.

Arimbi, gadis berusia 21 tahun itu mau tidak mau harus mengikuti interview di sebuah bandara, atas keinginan ibunya yang menginginkan dirinya bekerja menjadi staff Airline, atau ia harus mau menikah dengan pria pilihan ibunya jika tidak di terima.

Semua itu berawal manakala lima bulan yang lalu, ia di PHK mendadak dan menjadi pengangguran banyak acara hingga sekarang. Ibunya benar-benar berang karena andai dari dulu Arimbi mau menurut, mungkin nasib malang tak akan menimpa dirinya.

" Woy! mas, ruangan Boeing milik Darmawan Angkasa Ground Handling disebelah mana?" Tanya Arimbi kepada petugas housekeeping yang tengah bertugas.

Pria itu tak langsung menjawab namun malah memindai tampilan Arimbi yang terkesan sangar walau secara visual perempuan itu telah mengenakan rok.

" Buset, ini preman salah klambi ( baju) atau gimana?" Batin pria itu.

" Woy mas!" Ucap Arimbi lagi demi melihat pria yang malah membisu itu. Sialan!

Pria itu terkesiap. " Di atas mbak, mbak naik aja, disana udah banyak yang datang kok!" Jawab mas-mas itu yang mengetahui jika Arimbi pasti merupakan salah satu peserta interview hari ini.

" Yo wes, kesuwun ( Makasih)"

Arimbi lalu berbalik dan tanpa sengaja tubuhnya menabrak seseorang. Seseorang yang tubuhnya keras dan tinggi. Membuat kopi yang di bawa pria itu tumpah dan mengenai kemejanya.

" Ma..." Ia hendak mengucapkan kata maaf.

" CK, kalau jalan pakai mata bisa nggak sih?" ucap pria itu kesal sebab bajunya kini terkena tumpahan kopi.

" Nih lihat, bajuku kotor kan?" Pria itu marah besar.

" Setan belang! Aku juga enggak sengaja kali! Orang mau minta maaf juga, seenaknya aja main ndamprat orang!" Arimbi yang memang berjiwa pemberani dan realistis itu, sontak melawan pria itu. Ia memang salah, tapi tidak perlu memakinya di tempat umum seperti itu kan?

Membuat mas- mas housekeeping tadi terkejut. Pun dengan beberapa karyawan yang nampak mendelik demi melihat kejadian itu.

" Astaga, kenapa wanita itu berbicara kasar sama Pak Deo!"

" CK!" Pria itu tersentak demi mendengar ucapan Arimbi yang benar-benar diluar dugaannya. Belum pernah ada wanita yang berbicara kasar terhadapnya.

" Orang aneh" Arimbi meninggalkan pria bermulut pedas itu dengan rasa kesalnya.

" Eh, mau kemana kamu? Bukannya tanggung jawab malah pergi!"

Arimbi mengabaikan pria gila tadi, moodnya sudah buruk sejak berangkat tadi, dan bertemu pria gila itu jelas membuat hidupnya bagai dirundung kiamat.

" Kalau bukan karena Ibuk yang nyuruh, ogah aku kesini. Asu!" Gerutu Arimbi sambil menapaki tangga menuju lantai dua. Mendengus kesal sambil misuh - misuh.

Selama lima bulan ini ia masih kesal dengan nasibnya, belum hilang dari ingatannya, waktu ia memergoki kekasihnya ngeeweee dengan wanita lain di kamar kosnya, saat ia pulang dengan berurai air mata, lantaran baru terkena PHK sepihak karena tempat kerjanya pailit.

Membuatnya memutuskan untuk pulang dan kembali ke tanah kelahirannya.

Namun menjadi pengangguran rupanya bukan hal yang bisa ia banggakan, terlebih mereka juga berasal dari keluarga yang serba pas pasan. Membuatnya kerap mendapat paksaan dari ibunya untuk menikah saja kala ia kerap terlihat lontang- lantung.

Tentu ia harus memutar otak agar tak dinikahkan oleh ibunya. Ia bukan Siti Nurbaya yang tunduk pada aturan patriarki.

Ia terkejut manakala melihat ada banyak orang yang duduk berhimpitan di kursi panjang, manakala ia telah tiba di lantai dua. Sebagian dari mereka terlihat berdiri dengan mulut komat-kamit, demi menghapal narasi jawaban interview yang sepertinya mereka ulik dari google.

Hah, bisa-bisanya.

Tak satupun dari mereka yang Arimbi kenali, mereka semua kebanyakan mengenakan make up tebal, sanggul rambut rapih dan tas yang bermerek. Tak seperti dirinya yang hanya mengenakan lipgloss tanpa alis palsu maupun foundation tebal.

" Cih, rupanya belum mulai. Tau gitu aku bisa makan dulu tadi, mana laper banget!" Ia menyesal salam hati, semua gara-gara ibunya yang selalu nyusu- nyusu ( memburu- buru).

" Hay, baru datang? Dari sekolah mana?" Sapa salah satu gadis cantik yang terlihat kurus namun tingginya sama dengan dirinya

Arimbi mengangguk " Iya, baru datang. Sekolah? Sekolah apa?"

Kesemua pelamar disana langsung menatap ke arah Arimbi yang berbicara keras namun terlihat bingung itu. Mereka yang datang memang kebanyakan dari sekolah atau lembaga penerbangan yang menjamur di beberapa kota.

" Kamu mau interview juga kan?" Tanya anak itu dengan wajah ramah.

Arimbi kembali mengangguk.

" Kenalkan, aku Resita!"

Arimbi menatap nanar tangan mulus gadis yang pembawaannya supel itu, baru kali ini ia mendapat sapaan ramah dari seseorang. Mengingat sikapnya yang kasar dan cenderung masa bodo.

" Arimbi!" Jawabannya biasa saja namun menyambut uluran tangan gadis itu.

" Hah, Arimbi? Kayak nama pewayangan!" Celatuk salah seorang lagi, laki-laki bergaya parlente yang bibirnya berkilau itu, jelas merupakan golongan manusia tulang lunak.

Arimbi memilih diam, sudah cukup kesal karena pria sombong di bawah tadi, ia lebih memilih tak meladeni selorohan lain yang jelas akan menguras tenaganya.

Ada hal yang harus ia menangkan demi taruhannya dengan Ibunya, jika ia bisa di terima bekerja nanti, maka ia bisa menolak menikah dengan pria yang dijodohkan oleh ibunya.

Yes, dan itu harapannya.

" Kalau kamu bukan dari sekolah penerbangan, terus kamu tau info perekrutan dari man?" Ucap Resita kembali.

" Dari saudaraku, dia jadi tukang kebun di Nawangsa Pura ini!"

Ia melirik segerombolan orang yang mendadak bisik-bisik manakala ia mengutarakan hal itu. Arimbi jelas menduga, mereka pasti menuduh dirinya lewat jalur orang dalam.

Padahal, bukan itu kebenarannya. Dua pekan lalu ia juga kemari seorang diri demi menaruh berkas lamaran, walau ia di tawari oleh saudaranya itu agar bisa cepat di terima, namun Arimbi menolak. Baginya, nepotisme itu merupakan hal yang sudah tidak berkah di awal penitian sebuah perjalanan karir. No way!

" Kamu udah pernah kerja sebelumnya ?" Tanya Resita kembali sembari mendudukkan tubuhnya ke kursi kosong di dekatnya, membuat Arimbi turut mendudukkan dirinya.

Arimbi mengangguk.

" Dimana?"

" Aku di Tirta Dewata di kota D!" Sahutnya dengan wajah malas sebab lelah dengan Resita yang rupanya cerewet.

" Hah, mall besar itu? Berapa lama? Jago bahasa Inggris dong?"

Ia makin sebal akan kekepoan Resita terhadap dirinya, ia bukan jenis orang yang senang berbicara. " Hemm, mayan!"

Merasa kandung kemihnya penuh, Arimbi pergi menuju toilet tanpa pamit kepada siapapun. Membuat Resita memanyunkan bibirnya. Gadis itu sengaja mengajak ngobrol orang lain demi membunuh rasa groginya.

Dan begitu ia kembali, ia kaget karena beberapa orang sudah berposisi tegang dengan sebagian besar berwajah pucat karena sepertinya pemanggilan interview sudah di mulai.

" Ya Tuhan, berkatilah anakmu ini, beri kelancaran, beri pertolongan...."

Ia duduk perlahan mana kala ekor matanya menangkap seorang pria berambut ikal dengan kulit sedikit gelap, yang kini tekun berdoa dengan keringat yang sudah membanjiri kening. Sepertinya pria itu baru saja datang, sebab Arimbi tak melihatnya tadi.

" Sepertinya banyak yang interview hari ini. CK, dong sainganku makin banyak. Gimana kalau enggak masuk ya. Ogah banget aku disuruh nikah dulu, enak aja. Aku kan masih kepingin jalan-jalan ke luar negri!"

Makin lama berada disana makin membuat perasaan santai Arimbi memudar. Sudah banyak anak yang masuk dengan raut wajah yang berbeda-beda manakala keluar.

Ada yang terlihat resah, biasa saja, bahkan ada yang menangis. Entah apa sebab musababnya. Ia tidak mengetahui ilmu penerbangan seperti apa, namun kelihaiannya dalam berbahasa Inggris, ia harapkan bisa menjadi penolongnya untuk bisa diterima.

" Pokoknya kalau kamu enggak keterima di sana, kamu harus mau ibuk nikahkan sama Yusa!"

Arimbi bergidik ngeri demi mengingat ancaman Ibunya yang membuatnya seketika merinding.

" Saudari Arimbi!"

Ia terperanjat manakala namanya di panggil.

.

.

.

.

.

Halo semua, bagi yang ingin tahu indung semangnya Deo, bisa baca novel pertamaku " Nada cinta Jessika"

Love you all😘

Bab 02. Kamu!

...🌿🌿🌿...

...•...

...•...

...•...

Deo

Deo Alfa Darmawan, pria berusia 28 tahun dan tentu saja tampan sebab lahir dari bibit unggul pasangan Jessika Maheswari dan David Syailendra Darmawan. Menjadi pemegang kekuasaan tertinggi sektor jasa pelayanan yang khusus melayani beberapa maskapai penerbangan yang ada di Kota B setelah desakan dari orangtuanya.

" Mau sampai kapan begini terus, adik kamu saja sudah bisa mengelola usahanya sendiri!"

Membuatnya mau tak mau musti lebih unggul. Ia merupakan pria yang rentan soal harga diri.

Suasana hatinya tengah keruh sebab ia tengah bertengkar dengan kekasihnya. Membuat pria berperawakan tinggi tegap yang mirip dengan perangai papanya itu, uring-uringan bahkan disaat ia harus membersamai langsung jalannya interview beberapa pelamar.

Deo tengah bersih-bersih lingkup kerjanya yang disinyalir banyak sekali mempekerjakan orang-orang yang tidak berkompeten namun merajalela. Bahkan lebih parahnya, ia mendengar jika managernya yang bernama Aswin, berani menarik uang yang cukup besar dari orang-orang yang ia bawa masuk untuk bekerja disitu.

Definisi dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang nyata.

Deo baru dua bulan ini duduk di kursi kebesaran Darmawan Angkasa Ground Handling, sebuah perusahaan layanan jasa yang bergelut di sektor penebangan. Semua itu lantaran ia yang selama ia tinggal bersama Leo untuk belajar bisnis di kota S. Membuatnya selama ini jauh dari papa David dan Mama Jessika.

Naas, ia yang baru saja membeli cappucino dari cafe yang ada di lantai dasar itu, tanpa ia duga di tabrak okeh seorang wanita kurang ajar yang membuatnya kesal.

" Lho bos, baju anda?" Erik yang terkejut demi mendapati pakaian bosnya kotor itu, kini buru-buru mengambil tissue di lacinya.

Ya, Deo memilih untuk kembali ke kantornya yang berada di bangunan sebelah terminal domestik. Dekat dengan deretan bangunan perkantoran karyawan Nawangsa Pura. Sebuah badan usaha milik negara yang mengepalai puluhan bandar udara yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.

Deo musti mengganti pakaiannya. Mana mungkin ia memulai interview dalam keadaan kacau begitu. No way!

" Tau tu, ada perempuan gila. Udah salah malah maki-maki, gila emang tuh orang!" Jawabnya sambil melempar pakaiannya keatas sofa abu-abu. Kesal demi mengingat kejadian tadi. Bahkan ia belum pernah di perlakukan buruk oleh wanita manapun. Yang ada ia malah dipuja.

Dasar sialan!

Erik hanya diam. Tak baik menyela bosnya yang sedang marah. Assiten Deo itu kini lebih memilih untuk membuka lemari yang menampilkan pilihan pakaian bagus dan mahal milik Deo. Semua itu atas perintah Tomy yang meminta Erik untuk menyediakan pakaian ganti, untuk hal urgent apabila ada rapat mendadak, atau jika ada delay berkepanjangan.

" Dah, aku pergi dulu!" Ucap Deo saat ia telah selesai mengancingkan kemeja formalnya dengan cepat.

" Ee bos, tunggu sebentar!" Cegah Erik yang terlihat mengambil dokumen dengan buru-buru.

Membuat Deo mengerutkan keningnya. Opo maneh?

" Tadi saya sebenernya mau ke terminal ngantar ini, tapi berhubung bos kesini ya jadi ..!"

Deo menyambar dokumen yang rupanya berisikan list nama-nama pelamar yang akan di interview pagi ini. Membuat Ucapan Erik menguap. Tanpa menunda lagi, Deo melesat menuju mobilnya lalu kembali ke terminal keberangkatan.

Sepanjang perjalanan banyak orang yang mengangguk sopan penuh hormat manakala menegur Deo. Semua juga tahu jika Deo merupakan orang nomer satu pemilik Ground Handling disana.

Pria kaya yang merupakan cucu dari Edy Darmawan.

Setibanya di terminal, ia langsung berjalan menuju lantai dua. Menapaki puluhan anak tangga yang terbuat dari kayu berdesain apik. Sebab bandara itu mengusung tema estetika Numero Uno.

Ia bisa melihat para pelamar yang terkejut saat ia menginjakkan kakinya di lantai dua. Gara-gara gadis ketus tadi ia bahkan terlambat sepuluh menit. Brengsek!

" Maaf saya terlambat!" Ucap Deo sesaat setelah ia membuka pintu ruangan lebar itu. Membuat kedua orang lainnya yang pagi itu juga menjadi pewawancara dari struktur terkait, mengangguk sopan.

Fransisca, seorang wanita paruh baya yang ditunjuk Deo untuk mengetahui knowledge serta performance para pelamar. Berkompeten untuk mengoreksi penampilan serta kecerdasan calon pegawai.

Daniel, seorang leader team passasi dan operation land side, pria berusia 25 tahun yang fasih berbahasa Inggris dan kerap ditunjuk untuk menangani segala komplain penumpang baik lokal maupun asing. Dan orang seperti Daniel inilah yang tahu semua kondisi di lapangan. Pun dengan tuntutan kriteria, pemenuhan staff baru yang musti berkompeten.

" Kita mulai saja Pak?" Tanya Daniel saat melihat Deo telah duduk di singgasananya yang berada di tengah.

" Ya, langsung aja. Ini kamu panggil!" Deo menyerahkan list yang sudah Erik rangkum.

Deo nampak serius saat peserta pertama masuk. Deo sengaja ingin mengetahui langsung kemampuan peserta lewat interview langsung. Baru setelah itu , mereka akan mengikuti uji tulis dan kemampuan.

Terlalu lama apabila ujian dulu.

Sudah ketujuh peserta yang masuk namun kesemua benar-benar belum ada yang memenuhi kriteria. Sekalinya ada yang cantik, tinggi sesuai namun kurang dalam komunikasi dan juga penguasaan bahasa Inggrisnya. Atau ada yang fasih berbahasa, namun tingginya yang sangat dibawah kriteria.

Bagiamanapun juga good looking merupakan indikator untuk mejadi pelayan publik yang mumpuni. Sebab itu merupakan tuntutan dari Airline.

Selain itu, menguasai bahasa Inggris juga merupakan hal wajib dan mandatori, sebagai pemenuhan kualifikasi diterimanya para pelamar untuk bekerja menjadi staff Airline.

" Break dulu atau lanjut pak?" Tanya Daniel demi melihat wajah Deo yang masih keruh. Sudah dapat banyak namun belum satupun yang lolos kriteria.

" Satu lagi deh, setelah ini break dulu!" Jawab Deo lesu.

Daniel maju dan hendak melakukan hal yang sudah tujuh kali ia lakukan. Memanggil peserta.

" Saudari Arimbi!" Daniel membuka pintu dan menyebut nama pelamar satu lagi.

Bu Fransisca tekun membaca curriculum vitae/ daftar riwayat hidup milik peserta nomor delapan itu, sementara Deo memijat keningnya yang terasa mumet. Tak fokus sebab kepikiran kekasihnya.

TOK TOK TOK

" Sepertinya ini agak paham attitude!" Ucap Fransisca yang mengangguk senang. Deo mengangguk setuju dan kini nampak membenarkan posisi duduknya.

" Masuk!" Ucap Deo mulai serius. Semoga setelah ini dapat yang sesuai kriteria.

" Selamat pagi!" Sapa seorang wanita dengan penuh percaya diri.

DEG

Baik Deo maupun Arimbi membulatkan matanya manakala menatap satu sama lain. Benar-benar tak menyangka jika keduanya akan bertemu kembali setelah apa yang terjadi di bawah tadi. Membuat Daniel dan Fransisca saling pandang.

" Kamu!"

" Kamu!"

.

.

.

.

.

.

Keterangan:

Passasi : Bagian pelayanan penumpang mulai dari check-in tiket, boarding gate, penyerahan penumpang di dalam pesawat, hingga kedatangan dan pelayanan bagasi

Operation : Pekerjaannya meliputi bagian belakang yang berhubungan langsung dengan pilot dan penanganan pesawat.

Bab 03. Arimbi yang berkompeten

...🌿🌿🌿...

...•...

...•...

...•...

Arimbi

Ia masih ingat kiat-kiat dalam menjadi pelamar yang baik. Mulai cara mengetuk pintu, memberikan salam serta intonasi suara bernada 'MI', nada yang ada pada urutan tangga nada ke-tiga itu, menjadi standar pemilihan volume suara di sektor pelayanan.

Meskipun ia pramuniaga, toh sama saja saat melayani pembeli. Haish, sejenak ia murung. Kenapa swalayan sebesar itu bisa bangkrut sih?

Namun sesuatu yang sama sekali tak ia sangka, sesuatu yang sangat mencengangkan sekaligus mengesalkan, sukses membuat dirinya mendelik manakala melihat pria edan yang tadi mendampratnya secara semena-mena.

" Kamu!"

" Kamu!"

Ia reflek menunjuk ke arah pria berambut hitam dengan model rapih pria milenial masa kini itu. Membuat dua manusia lain disana saling bersitatap. What's wrong?

" Emmm, maaf. Tapi bisa...kita lanjut dulu?" Ucap Daniel memungkasi kecanggungan yang mendadak menyeruak. Daniel bisa menganalisa jika bosnya itu tengah marah, sebab rahang pria itu terlihat mengeras.

" Kenapa lagi si bos dengan wanita itu. Apa mereka saling mengenal?" Batin Daniel yang paham jika direkturnya itu pria yang temperamen.

" Baik, saudari Arimbi kita mulai ya!" Fransisca terlihat profesional dan tak terpengaruh keadaan yang mendadak terasa mencekam, kala Deo terlihat berwajah tak suka.

" Oke, sekarang perkenalkan diri kamu!" Ucap Fransisca yang duduk di sebelah kiri Deo. Membuat Daniel yang kini ada di sisi kanan Deo melirik ekspresi bosnya yang mendadak membuang muka.

" Perkenalkan nama saya Arimbi..."

" In English!" Membuat Arimbi terperanjat.

" Disini tertera kamu punya pengalaman di Tirta Dewata kan? Jelas kamu menguasai!" Titah Fransisca menatap lekat Arimbi yang sebenarnya resah.

" Ok, let me introducte my self!"

" My name is Dyah Ayu Arimbi, I was born in Mandalika 17 September nine teen ninety nine!!"

Tak di nyana, Deo terkesima dengan kemampuan bahasa Inggris Arimbi yang luar biasa. Pronounsestion serta cara bicaranya benar-benar mantap. Namun sejurus kemudian, Deo kembali memasang wajah tak suka manakala mengingat sikap kurang ajar wanita di depan itu.

Arimbi dengan lugas dan tenang menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang di lontarkan oleh Daniel maupun Fransisca. Baik itu pertanyaan basic, maupun spesifik. Membuat Daniel mengangguk senang. Akhirnya setelah sekian lama ada juga yang lumayan. Begitu pikir pria yang memiliki jabatan sebagai leader itu.

" Lulusan apa kamu?" Tanya Deo dengan wajah tak ramah. Membuat Fransisca tersentak. Pun dengan Daniel.

"I am..."

" Jawab pakai bahasa Indonesia aja, gak usah sok-sokan kamu. Kamu pikir kamu hebat?"

Arimbi mendelik sementara Daniel dan Fransisca terkejut bukan main. Ada masalah apa sebenarnya dua manusia itu. Kenapa ketidaksukaan Deo kentara sekali.

" Saya lulusan sekolah menengah kejuruan jurusan administrasi perkantoran!" Jawab Arimbi santai. Mencoba untuk tidia terprovokasi.

" Cuma SMK aja sok- sok'an kamu!" Ucap Deo ketus seraya menarik sudut bibirnya.

Mata Arimbi mulai memanas. Batinnya nelangsa demi mendengar ucapan menyakitkan dari bibir Deo. Tidak profesional sekali pria di depannya itu. Ia tahu Deo pasti sakit hati kepadanya. Tapi apa tidak bisa profesional. Memangnya dia siapa? Sombong sekali. Arimbi berusaha menguatkan hati untuk diam.

" Apa hobi kamu?" Daniel kini berusaha mengalihkan situasi yang mencekam. Berintermezo agar suasana yang tegang sedikit melonggar.

" Saya suka memasak, berenang, dan sangat menyukai seni dalam hal ini seni musik!"

Daniel cukup senang dengan kepercayaan diri Arimbi. Terlebih, wanita itu mampu bersikap tenang walau Deo barusaja melontarkan kata-kata pedas. Jelas bekal yang baik untuk kesinambungan pekerjaan nanti. Lantaran di penerbangan, potensi gesekan penumpang saat pesawat delay bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Dan hal itu, membutuhkan ketenangan serta kemampuan dalam menghandle.

" Kenapa kamu menginginkan pekerjaan ini?" Tanya Fransisca. Ya, pertanyaan yang kerap menjebak ini, akhirnya ditanyakan juga.

Deo menatap tajam Arimbi dengan wajah tak bersahabat. " Pasti jawabannya sama kayak yang ada di Gugel!" Batinnya suudzon.

" Saya ingin mengabdikan diri saya di perusahaan Darmawan Angkasa Ground Handling sebagai staff Airline, karena saya yakin dan mampu dapat berkontribusi positif demi kemajuan perusahaan!"

"Jika saya diberikan kesempatan untuk bergabung, saya akan bersedia mengikuti peraturan yang berlaku sebagai karyawan baru, sekaligus mendedikasikan diri saya untuk melayani dengan sepenuh hati "

Arimbi muntah-muntah dalam hatinya, sebab tujuan sebenarnya yakni agar ia tak diminta kawin melulu oleh ibunya.

Daniel makin berdecak kagum, pun dengan Fransisca. Berbeda dengan Deo yang masih menatap sengit ke arah Arimbi yang mencoba menatap Deo dengan tatapan datar namun menusuk.

" Baik, Arimbi. Kami akan menghubungi kembali jika kamu nanti terpilih ya. Dan satu lagi, tolong kamu perbaiki cara make up kamu ya, untuk masalah rambut jika belum bisa cepol yang rapih, sebaiknya di potong pendek saja nanti. Baik kamu boleh pergi sekarang!" Fransisca dengan suara lembut namun tegas menginformasikan hal itu kepada Arimbi, dan membuat wanita itu mengangguk ramah.

" Terimakasih banyak, Bapak Ibu. Selamat pagi!" Ucap Arimbi mengangguk ramah. Benar-benar poin plus.

Deo berubah pikiran dan melanjutkan wawancara itu lagi hingga ke peserta terkahir, dia berharap menemukan orang lain yang lebih berkompeten. Ia tak mau dengan Arimbi, wanita tak sopan yang kurang ajar.

Namun sialnya dari delapan belas pelamar yang ada, hanya ada lima kandidat yang memenuhi kriteria. Mereka bertiga akhirnya menyelesaikan wawancara itu, tepat saat pukul 11 siang.

" Pak Deo, saya memiliki catatan khusus untuk anak bernama Arimbi tadi. Saya sangat setuju jika dia diterima, selama ini provider sering komplain karena pegawai kita sering kesulitan saat mengatasi bule yang komplain, sementara Daniel harus backup anak-anak operation. Kita bisa tempa anak itu unt..."

" Saya enggak mau terima dia, selain pintar kita juga perlu anak yang memiliki sopan santun. Bukan seperti dia yang kurang ajar"

" Fasih berbahasa Inggris bukan satu-satunya indikator penting!"

Jawab Deo dengan mata menerawang. Membuat Daniel dan Fransisca kembali saling menatap penuh kebingungan.

" Hah, yang benar saja? Si bos kalau udah enggak suka begini amat!" Batin Daniel.

" Ehem!" Daniel berdehem demi memberanikan dirinya untuk unjuk suara. " Bu Sisca benar Pak. Beberapa maskapai seperti Jatayu dan Andanu Air sangat rewel akhir-akhir ini, takutnya mereka akan melirik ground handling lain jika kita tidak ada perbaikan sisi pelayanan per segera.

" Di tambah lagi, sebentar lagi kita akan persiapan handle maskapai penerbangan rute internasional. Jelas pax asing akan semakin banyak, mohon di pertimbangkan lagi pak. Kalau masalah attitude, kita bisa tempa bersama-sama nanti.

Deo terlihat berpikir. Sial sekali pikirnya, kenapa harus wanita itu.

" Kami hanya mengusulkan, selebihnya kami menunggu keputusan Pak Deo!"

Deo terlihat menimbang saran kedua orang berpengaruh itu. "Kalau masalah attitude, kita bisa tempa bersama-sama nanti."

Deo menggarisbawahi ucapan Daniel tadi. Sepertinya akan menyenangkan jika ia bisa balas dendam. Toh jika tak cocok, ia bisa memecat wanita itu kapan saja dan sesuka hatinya.

" Baiklah, panggil wanita itu Sabtu besok!"

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!