Mutiara Hati
Bjasa dipanggil Tiara. Seorang gadis sederhana, tidak banyak bicara, tetapi cerdas dalam hal keilmuan yang ngekos disebuah kota untuk menjalani study nya di Universitas Negeri, karena beasiswa prestasi yang diterimanya. Dia dari keluarga sederhana, kedua kakak perempuannya yang terpaut usia yang jauh, telah lama menikah dan berkeluarga ikut suami mereka masing-masing. Sedangkan kedua orangtuanya sudah berusia lanjut. Sehingga, dia kuliah dengan beasiswa, tetapi juga berusaha untuk bertahan hidup di tanah rantau sendiri.
Ahmad Zainuddin
biasa dipanggil Dzen. Seorang dokter di sebuah rumah sakit daerah, dia tinggal disebuah rumah dinas, dan masih melanjutkan study Spesialisnya di sebuah universitas Swasta dikota lain. Dia seorang dokter berjiwa sosial tinggi. Semenjak ibunya meninggal saat dia berusia SMA, dan ayahnya memutuskan untuk menikah lagi, sedangkan dia anak tunggal, dia memutuskan untuk Melanjutkan pendidikan dokternya di luar kota yang jauh dari tempat tinggalnya. Dia memutuskan untuk menjauh dari ayahnya dan keluarga baru ayahnya.
Zioda Candra Anggoro
Biasa dipanggil Zio. Seorang anak pengusaha kaya di bidang meubel, dan sekaligus menjadi seorang Dosen disebuah kampus negeri dikotanya. Dia dikenal sebagai dosen killer, yang sangat dingin dan jomblo. Karena dia memiliki trauma terhadap sebuah percintaan. Dia pernah hampir menikah, namun sebelum ijab qobul, calon istrinya mengalami kecelakaan di hari yang harusnya menjadi hari bahagianya. Dia kemudian menjadi sangat jutek terhadap wanita, dan belum mau menjalin hubungan dengan wanita manapun, karena dia belum bisa move on dari calon istrinya.
Apa yang mempertemukan mereka bertiga di cerita ini? mari kita baca cerita sederhana ini.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Malam itu Mutiara Hati, harus menyelesaikan tugas kuliahnya yang deadline nya besok pagi. Dini hari dia harus sudah bangun lagi untuk bekerja di pasar tradisional, tepatnya di kios bumbu. Jam tujuh pagi, seperti biasa dia sudah ganti sift dengan temannya.
"Mbak, ini pesanannya bu Saodah ya. Tadi katanya mau beli ikan dulu. Aku pamit dulu ya mbak." kata Tiara pada mbak Ipah, anak juragan nya.
"Ok. Ra." jawab mbak Ipah.
Tiarapun keluar dari kios, dalam perjalanan HPnya berbunyi, menandakan ada telfon.
"Nomer baru? Siapa ya?" batik Tiara.
"Halo. Kamu tolong jemput saya di stasiun sekarang ya. Saya sudah jalan keluar nih. saya tunggu di gerbang keluar penumpang ya." Kata orang di seberang tanpa mengucap salam.
"Ya halo. Maaf tapi saya...."
"Ga ada tapi tapian. Ini penting banget, saya keburu ada pasien yang harus saya tangani sekarang juga. Jadi kamu harus jemput saya di stasiun sekarang juga. Okey."
Tut tut tut
Suara panggilan diakhiri. Mutiara bingung harus bagaimana, dia siapa, dan kenapa harus menjemput di stasiun sekarang. Tapi yang ada dalam pikirannya sekarang adalah pasien orang diseberang.
"Okey. Aku harus ke stasiun sekarang, dia pasti lagi nungguin jemputan. Dia pasti dokter." batin Mutiara.
Mutiara pun segera berlari ke parkiran untuk mengambil motornya. Dia segera melaju dengan kecepatan tinggi, mumpung baru jam enam, jalanan masih agak lengang.
Sepanjang jalan, Mutiara memikirkan siapa orang yang menelponnya tadi. Perasaan dia ga ada janjian dengan siapapun, apalagi seorang dokter. Saat masih dijalan, hampir sampai tujuan, ponselnya berbunyi lagi.
"Aduh, siapa sih?" Mutiara menepikan motornya.
"Halo, kamu dimana? Lama banget? Saya sudah ditunggu ini." omel suara diseberang.
"Saya hampir sampai. Tunggu saja." jawab Mutiara.
Sesampainya di Stasiun kota, diapun langsung menuju pintu gerbang keluar. Dia mencari orang yang menelponnya tadi. Di dekat gerbang, memang ada seorang laki-laki berjaket putih, dengan tas Ransel dan tas dinas. Lagi-lagi ponselnya berdering.
"Ya? saya sudah sampai lokasi." jawab Mutiara sambil melihat ke arah laki-laki berjaket putih. Tampak laki-laki itu tengok kanan kiri.
"Dimana?"
"Saya pakai helem putih, motor Mio putih. Tengok ke kanan." kata Mutiara.
Laki-laki itupun menoleh ke kanan, dan benar, laki-laki itu berjalan ke arahnya.
"Lho, kok motor sih? Dan kamu siapa nya pak Jaka, pak Jakanya mana?" tanya Laki-laki itu heran.
"Nah, itu dia yang tadi mau saya jelaskan pada anda. Tapi, katanya anda keburu ditunggu pasien? Ayolah, nanti terlambat." kata Mutiara.
"Oh, iya. Okey. Segera ya. Ke RSUD." kata laki-laki itu lagi.
"Siap." jawab Mutiara hendak menstater motornya.
"Eh, eh. Biar saya saja yang bawa motor. Anda kan cewek."
"Eh, emang anda bisa bawa motor saya?" tanya Mutiara ragu.
"Bisa." jawab Laki-laki itu.
Merekapun melaju ke RSUD kota itu.
Sepanjang perjalanan menuju RSUD, tidak ada percakapan diantara mereka. Karena masih canggung, dan laki-laki itu tampak sedang sangat buru-buru.
Sesampainya di depan ruang IGD, Laki-laki itupun turun. Ternyata dia sudah ditunggu dua perawat di depan pintu IGD.
"Terimakasih ya." kata Laki-laki itu.
"Oh, ya. Sama-sama." jawab Mutiara singkat dengan tanpa melihat pria didepannya.
"Maaf Dokter Dzen, anda sudah ditunggu di dalam." kata salah seorang suster.
"Baik, akan segera saya tangani." jawab Dzen sambil bergegas masuk ke dalam ruang IGD dengan masih mengenakan helem di kepala nya.
"Maaf dok, helemnya mohon dilepas dulu." kata suster sambil tersenyum
"Astaghfirullah. Lupa." gumam Dzen sambil melepas helem dikepalanya.
Saking buru-burunya, laki-laki itu sampai lupa untuk menanyakan nama gadis yang telah menjemputnya dari stasiun. Sedangkan Mutiara yang memang tidak banyak bicara, tidak mau memulai bicara dengan laki-laki itu. Tanpa menunggu aba-aba, setelah pindah ke kursi kemudi, Mutiara pun dengan tak banyak berharap untuk berkenalan Dengn laki-laki salah sambung itu, segera menstater motor metiknya dan meninggalkan IGD. Dan saking paniknya, karena hari ini dia harus mengikuti kuliah pagi, dia pun juga lupa dengan helem yang dia pinjamkan pada pria yang dijemputnya tadi.
Setelah meleoas Helem, dan diserahkan pada suster yang menyambutnya tadi, Dzen segera masuk ruang IGD, yang ternyata sudah ditunggu oleh beberapa perawat, yang sedang menunggu kedatangannya.
"Maaf Sus, saya terlambat. Pasien nya yang mana sus?" tanya Laki-laki itu.
"Yang ini dok." kata salah seorang suster.
Dokter itupun segera masuk ke bilik pasien yang baru saja mengalami kecelakaan. Dokter itu segera melakukan tindakan pertolongan pertama. Karena kondisi pasien cukup kritis. Sehingga dokter muda itu, tak sempat terfikir oleh gadis yang telah mengantarnya sampai ke RSUD tadi.
Sedangkan Mutiara, yang sudah melaju cukup jauh dari RSUD, baru sadar kalau ada yang kurang, dan ternyata dia sadar kalau dia tidak memakai helem.
"Astaghfirullah. Pantesan kok rasanya enteng banget, ternyata aku ga pake helm. Berarti aku mending lewat jalan kecil aja." gumam Mutiara.
Sesampainya di kos, dia segera mandi, dan bersiap diri menuju kampus untuk kuliah. Karena mengingat waktunya sudah tersita untuk agenda tak terduga tadi. Diapun memutuskan untuk pinjam helm milik ibu kost, karena dia tidak berani pinjam helm sembarangan milik teman kost nya, khawatir jika situannya mencari.
"Maaf bu Sri, saya boleh pinjam helm tida ya? Kebetulan tadi helm saya kebawa temen."
"Oh, ya boleh dong Tiara. Dibawa aja. Ga kepake juga kok." kata bu Sri.
"Ya bu, saya pinjam dulu ya bu."
"Iya Tiara."
Mutiara pun segera melajukan motornya ke kampus. Saat jam perkuliahan, terasa Ponselnya bergetar beberapa kali. Mutiara sebagai mahasiswa teladan, dia paling anti memainkan ponsel ketika jam perkuliahan. Dia sangat fokus dengan mata kuliah yang diikutinya.
Setelah perkuliahan selesai, Mutiara masih duduk di bangkunya, dan membuka ponselnya yang sempat bergetar sedari tadi.
"Siapa sih..." gerutu Mutiara, tetapi tetap mengambil ponsel dari dalam saku gamisnya.
"Nomer salah sambung yang tadi." gumam Mutiara.
Mutiara tidak kembali menelpon, melainkan hanya mengirim chat.
📨'Assalamualaikum. Maaf mas, tadi saya baru ada kuliah. Ada apa ya?'
Setelah pesan terkirim, ponselnya berbunyi lagi. Ada panggilan masuk.
"Ehm, Halo. Assalamualaikum." sapa Mutiara.
"Wa'alaikumsalam. Ehm, nona. Maaf, tadi helm anda kebawa saya. Maaf saya lupa tadi, saking paniknya." suara Dzen dari seberang.
"Oh,Iya. gapapa Mas." kata Mutiara.
"Ehm, misal kita ketemu, bisa ga? Saya mau mengembalikan helm ini." kata Dzen.
Meski helm milik Mutiara helm sederhana dan murah, Tetapi kalau mau diikhlaskan kok ya berat. Karena dia harus mengeluarkan isi dompetnya lagi untuk beli helm.
"InshaaAllah bisa mas. Kebetulan ini kuliah saya jiga sudah selesai " Jawab Mutiara yang sempet berfikir.
"Okey. Nanti kita ketemu di dekat RSUD saja ya. Karena saya masih harus kembali ke RS."
"Oh ya. Baik mas."
"Saya tunggu nanti sekalian makan siang, di Mentari kafe ya.
"Oh. Baik mas."
Sambungan teleponpun terhenti. Mutiara segera membereskan alat tulisnya dan segera keluar dari kelas menuju ruang parkir untuk mengambil motornya.
Sesampainya di kafe Mentari, melalui bantuan Gmap, Mutiara pun memarkirkan motornya diparkiran motor. Tetapi saat melihat gedung kafe itu, dan melihat pengunjungnya, nyali Mutiara menciut. Dia tak berani masuk kafe megah itu sendiri, rasanya seperti kurcaci masuk istana.
"Duh, kayaknya, pengunjungnya orang orang gedean nih... apa aku telpon mas nya tadi aja ya?" gumam Mutiara sambil masih duduk di jok motor. Mutiarapun mencari kontak yang dinamai 'mas salah sambung'. Karena dia memang belum tau nama laki-laki yang dijemputnya tadi.
"Halo. Assalamualaikum. Maaf mas. Saya sudah diparkiran. Bisa keluar dulu ga?" tanya Mutiara.
"Wa'alaikum salam. Oh, ya nona. Saya kedepan sekarang." jawab Dzen.
Dzen pun segera berjalan menuju pintu masuk kafe, dia mencari sosok gadis diarea parkir motor. Ternyata disana sudah ada gadis berjilbab lebar yang melambaikan tangannya. Dzen tetap ditempat, menunggu gadis itu berjalan ke arahnya. Dzen tampak terpesona melihat gadis itu yang berjalan anggun terkena terpaan angin mengibarkan Jilbab lebarnya. Gamis hitam dipadukan dengan jilbab berwarna kuning kunyit, menambah paras ayu gadis itu tampak lebih alami. Sepersekian detik, Dzen terpana oleh wajah ayu gadis yang menjemputnya tadi pagi.
"Assalamualaikum. Maaf merepotkan." kata Mutiara menyapa.
"Wa'alaikumsalam. Ah, gapapa, santai aja. Mari, masuk dulu. Ga enak didepan pintu begini." kata Dzen yang sedang berusaha menguasai dirinya setelah mengalami keterpanaan pada bidadari dunia.
Dzen pun berjalan beriringan dengan Mutiara menuju tempat duduk yang sudah dipesan Dzen. Kemudian memanggil pelayan untuk meminta daftar makanan yang akan dipesan.
"Mari. Silakan duduk." kata Dzen kepada Mutiara sambil menarik kursi untuk Mutiara.
"Eh ga usah repot repot mas. Terimakasih." kata Mutiara sungkan.
Dzen pun duduk di kursi nya.
"Nona...ehm..." Kata Dzen hendak memulai. Tetapi dia baru sadar bahwa dirinya belum berkenalan dengan gadis dihadapannya.
"Mutiara Hati. Panggil aja Tiara." kata Mutiara yang mengetahui maksud lawan bicaranya dengan menangkupkan tangan didepan dada sambil melontarkan senyum tulusnya.
"Oh, ya. Nona Tiara." kata Dzen agak grogi. Karena ini kali pertama Dzen jalan dengan gadis yang baru dikenalnya, sendiri tanpa teman, dan berjilbab lebar.
"Eh, jangan pake nona. Panggil TIARA, gitu aja. Gak usah pakai nona." protes halus Mutiara dengan menekan ejaan namanya.
"Oh, ya... Tiara. Maaf maaf. Perkenalkan, nama saya Ahmad Zainuddin. Biasa dipanggil Dzen." kata Dzen sambil menangkupkan kedua tangannya di dada seperti yang dilakukan gadis dihadapannya.
"Oh,,, Dzen. Ya... mas Dzen. Salam kenal ya mas." kata Mutiara tulus sambil tersenyum.
"Ya, Tiara. Ehm... Tiara mau pesan apa?" tanya Dzen sambil mengulurkan daftar makanan dan minuman yang diserahkan oleh pelayan tadi.
"Saya ngikut mas Dzen saja." jawab Mutiara.
"Lhoh. kok ngikut sih? Ini makanan banyak, lho. Tiara tinggal pilih aja. Nanti saya yang bayar." kata Dzen.
"Engga mas. Mas Dzen aja yang milihin. Saya baru kali ini ke sini soalnya. Pesen apa aja, pasti saya mau kok." kata Mutiara meyakinkan.
Sambil menarik nafas panjang
"Ehm...Baiklah." kata Dzen sambil menuliskan beberapa menu yang dipesan. Lalu diserahkan pada pelayan.
"Ehm, oh ya. Ini helm nya saya kembalikan, Tiara. Maaf ya, tadi saya panik banget soalnya, sampai lupa ga dilepas helm nya." kata Dzen sambil memberikan helm putih pada Tiara.
"Ya mas. Terimakasih. Gapapa mas, santai aja. Kebetulan tadi saya juga buru-buru, jadi saya juga lupa. Ingetnya sudah sampe jalan lumayan jauh juga, mau balik lagi, males, karena udah keburu telat juga." kata Mutiara sambil menerima helm dari Dzen.
"Tiara." panggil Dzen sambil menatap Mutiara.
"Ya mas?" jawab Mutiara dengan menunduk.
"Ehm...Terimakasih banyak ya, tadi berkenan jemput saya di stasiun. Maaf banget, ternyata tadi tu salah sambung ya." kata Dzen.
"Oh, iya. Gapapa mas." jawab Mutiara singkat.
"Tadi tu, setelah membantu mengobati pasien, saya di telpon teman saya, pak Jaka namanya. Dia yang tadinya mau saya mintain tolong untuk menjemput. Dia telpon saya, tanya saya dimana. Ya saya bilang, kalau saya di ruang IGD, lagi ngurus pasien. Terus dia tanya, lha yang jemput saya siapa? Saya jadi tambah bingung, ya saya ceritain aja ke pak Jaka. Ternyata, kata pak Jaka, saya tu salah sambung. Karena ternyata, nomer telponnya pak Jaka itu mirip sama nomer kamu, bedanya di angka 2 nya, pak Jaka harusnya nomernya 728, tapi aku nulisnya 228." Cerita Dzen tentang kejadian salah sambung tadi pagi.
"Owh... pantesan, tadi mas Dzen nanyain pak Jaka, ya saya ga tau. Saya ga kenal." komentar Mutiara.
"Itu dia, makannya, saya minta maaf sama kamu ya Tiara, atas kecerobohan saya." kata Dzen.
"Gapapa mas Dzen." jawab Mutiara sambil tersenyum. Dan senyuman itu tertangkap oleh pandangan Dzen, yang membuat hati dokter single itu berdebar.
"Ehm, tapi, tau salah sambung kenapa kamu tetep jemput saya?" tanya Dzen penasaran.
"Jadi, tadi mas Dzen kan bilang, kalau mas harus segera menangani pasien, jadi ya persepsi saya, mas Dzen ini dokter yang harus segera mengurus pasien nya, jadi ini krusial, dan akhirnya saya tidak mempermasalahkan kejadian salah sambung tadi." kata Mutiara.
"Owh, gitu. Alhamdulillah lho Tiara, berkat kamu berkenan jemput saya, dan naik motor, saya bisa ngebut, ditengah kemacetan kota, hingga sampai di IGD tepat waktu. Wah tadi ga kebayang deh, kalau kamu ga jemput, atau tadi naik mobil. Pasien saya bisa ga tertolong, dan reputasi saya akan turun, Serta kesempatan saya untuk lanjut study spesialis juga terancam." kata Dzen panjang lebar.
"Ehm ...gitu? Alhamdulillah, berarti memang ini tu yang terbaik ya mas bagi Allah." kata Mutiara.
Saat sedang berbincang, pesanan pun datang .
"Silakan Tiara. Dinikmati ya." kata Dzen mempersilakan.
"Terimakasih mas Dzen." jawab Mutiara sambil mengambil sendok dan garpu.
"Kita makan dulu ya. Kamu pasti lapar, karena abis kuliah." kata Dzen.
"Hehehe, tau aja mas. Tadi juga belum sempat sarapan." kata Mutiara.
"Ya ampun, jadi tadi kamu belum sarapan?" tanya Dzen kurang percaya.
"Belu. Tapi, udah biasa juga kok mas." kata Mutiara.
"Jangan dibiasakan Tiara, itu kurang baik." kata Dzen.
"Hehehe, ya pak dokter, terimakasih sudah diingatkan." kata Mutiara bercanda.
Mutiara dan Dzen pun mulai akrab, dan saling bercanda. Diam-diam Dzen mencuri pandang pada gadis dihadapannya itu, yang kecantikannya begitu alami. Senyumannya meneduhkan dan manis. Seketika jantungnya berdebar cukup kencang, sepertinya Dzen mulai merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tak berbeda dengan Mutiara, yang sejak kecil hidup sederhana, dan mandiri, kini dia diperlakukan bak putri raja. Cara bicara dokter muda dihadapannya telah mencuri perhatiannya. Dokter muda ini begitu ramah dan bersahabat, meski baru saja kenal. Dan tentunya berwajah rupawan bak pangeran raja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!