NovelToon NovelToon

Ternyata Aku Hamil

Dua Garis Merah

"Ternyata sulit sekali mengikhlaskan dia menikah dengan wanita lain. Ayo, Din semangat! Lanjutkan hidup lo! Lihat wajah lo pucat seperti ini, tak bercahaya. Penyakit maag lo jadi kambuh terus seperti ini. Lo juga jadi tidak bersemangat. Sampai kapan lo meratapi hidup lo seperti ini," Dina bermonolog dengan hatinya sendiri.

Dina menatap wajahnya di cermin kamarnya. Rasanya begitu sesak, membayangkan Nando berdiri di pelaminan dengan Mira. Sekuat apapun dia berjuang bersama Nando, Nando tetap harus menuruti permintaan orang tuanya. Nando dijodohkan oleh Mira Anandita. Wanita yang dia anggap sebagai sahabat, justru menusuknya dari belakang.

"Lo tidak boleh lemah seperti ini, Din! Lo harus buktikan kepada mereka, kalau lo mampu melanjutkan hidup lo!"

Rasa mual menyerang membuat Dina berlari ke kamar mandi, untuk memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya semakin lemas. Mungkin tingkat stres yang Dina rasakan, membuat dirinya tak karuan.

"Ingin rasanya aku menunjukkan kepada mereka, aku kuat. Namun, kaki ini terasa lemas. Seakan tak memijakkan kakiku, untuk menopang tubuhku," ucap Dina lirih.

Dini mencoba merebahkan tubuhnya di ranjang, merilekskan tubuhnya agar segar kembali. Perlahan matanya mulai meredup, hingga akhirnya dia tertidur pulas. Semalam dia tak bisa tidur, dan hanya menangis. Hati mana yang tak sakit, saat mengetahui laki-laki yang mengakui sangat mencintainya dan bahkan telah merebut kesuciannya besok akan menjadi suami wanita lain.

Di lain tempat, Nando dan Mira justru sedang tersenyum bahagia. Karena kini mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri. Berarti selama ini Nando berbohong kepada Dina? Nando mengatakan kepada Dina, kalau dia sangat mencintai Dina dan akan menikahi Dina, meskipun orang tua Nando tak merestui hubungan mereka.

Nyatanya, hari ini Nando terlihat kalau dia mencintai Mira. Lalu dimana perasaan cintanya kepada Dina? Nando telah memperdaya Dina. Cinta buta membuat Dina tak mengetahui ketulusan cinta yang sebenarnya. Dina terlalu mempercayai mantan pacarnya, hingga akhirnya dia mendapatkan luka yang mendalam.

"Aku bahagia banget lo mas, akhirnya kita resmi menjadi pasangan suami istri. Aku kira kamu akan menolak pernikahan ini. Karena yang aku tahu kamu sangat mencintai Dina. Bisa dikatakan aku sahabat yang jahat, yang tega menusuk Dina dari belakang. Diam-diam aku mendekati Mama kamu, agar Mama kamu lebih setuju kamu bersama aku," ungkap Mira.

"Tidak! Kamu tidak jahat kok. Mungkin aku tidak berjodoh sama Dina. Sekuat aku dan Dina pertahankan hubungan ini, pada akhirnya kamu 'lah yang menjadi istri aku," ucap Nando sambil mengecup kening istrinya. Membuat Mira berbinar-binar. Dia tak menyangka, laki-laki yang selama ini cuek padanya, ternyata kini menyambut cintanya.

"Aku bahagia banget, Mas bisa menjadi milik aku. Perjuangan aku mendapatkan kamu, sungguh tak mudah. Namun, akhirnya aku berhasil menjadi pemenang," ungkap Mira sambil melabuhkan kepalanya di dada bidang milik Nando.

Seperti diketahui, Nando, Mira, dan Dina adalah teman semasa duduk di bangku kuliah. Sejak mereka kuliah, Dina sudah menjalin hubungan dengan Nando. Dina dan Nando selalu bersikap romantis, diam-diam Mira menaruh cemburu.

Mira berniat merebut Nando dari Dina. Kedekatan Nando dengan Mira, hanya karena Mira sahabat Dina kekasihnya. Kemana-mana mereka sering kali bertiga.

Disaat lulus kuliah, mereka melanjutkan bekerja di tempat yang berbeda. Lagi-lagi Mira merasa iri, karena Dina bisa bekerja di perusahaan bonafit, sedangkan Mira hanyalah perusahaan biasa. Rasa dendam Mira semakin menjadi, karena Dina selalu unggul darinya. Hari ini dia merasa bahagia karena, bisa selangkah lebih maju dari Dina. Mira berhasil menikah dengan Nando.

"Aku ingin lihat, si Dina nanti datang atau tidak saat pesta resepsi. Apa dia akan sanggup melihat kita duduk berdampingan di pelaminan. Aahhhh, rasanya aku bahagia banget. Baru kali ini aku merasa bahagia," ujar Mira.

Nando tak menjawab, kini dirinya justru sudah membungkam bibir Mira dengan bibirnya. Tentu saja Mira merespon. Inilah saat-saat yang dia nantikan, ci*uman mereka semakin memanas. Tangan mereka sudah mulai menanggalkan satu persatu pakaian yang di pakai pasangannya. Kini keduanya telah sama-sama polos.

Jika dibandingkan Dina, tubuh Mira masih kalah dengan Dina. Dina memiliki tubuh yang ramping, tetapi pada berisi dengan buah dada yang berukuran besar. Namun, kini Mira 'lah istri sah Nando

"Aku ingin melakukannya sekarang," bisik Nando yang sudah mulai bergairah. Mungkin inikah dikatakan laki-laki breng*sek. Asalkan dirinya bisa mendapatkan pelepasan, dia tak Mira tak sesempurna Dina. Yang terpenting baginya, Mira sangat mencintai dirinya. Pastinya Mira akan melakukan servis yang baik, memuaskan dirinya.

Untuk kedua kalinya, Nando mendapatkan keperawanan dari wanita yang berbeda. Jahatnya, tanpa Mira ketahui, Nando bercinta dengannya sambil membayangkan permainannya dengan Dina dulu. Untungnya Mira, mampu memberikan kepuasan untuk Nando. Walaupun kini dirinya merasakan perih di area sensitifnya, karena Nando bermain dengan kasar saat merobek paksa miliknya.

Dina terbangun dari tidurnya, karena ingin memuntahkan isi perutnya kembali. Tubuhnya kini bahkan sampai bergetar. Dengan jalan tertatih, dia berhasil sampai di tepi ranjangnya.

"Apa aku hamil?"

Dina mencoba flashback apa yang terjadi dengan dirinya. Dia baru teringat kalau dia belum datang bulan sampai hari ini. Karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan beban pikiran yang menumpuk membuat Dina melupakannya. Lagi pula, dia memang tak pernah mengambil pusing untuk memikirkan haidnya yang terlambat.

Kali ini berbeda, dia sempat melakukan hubungan badan dengan Nando sebelum Nando masih menjadi pacarnya. Baru dua minggu belakang ini, Nando mengatakan kepada Dina kalau dirinya akan menikah dengan Mira. Hal itu terjadi, setelah Nando berhasil mendapatkan keperawanan Dina.

Di kota besar ini, Dina hidup merantau. Sejak dirinya mendapatkan beasiswa kuliah di Jakarta, Dina memutuskan hidup merantau ke Jakarta. Setelah lulus kuliah, Dina memilih untuk melanjutkan bekerja di Jakarta.

Terlebih saat itu dia sedang menjalin hubungan dengan Nando. Mira adalah teman terdekat Dina selama dia hidup jauh dari keluarga. Sedangkan Mira dan Nando sudah berteman sejak kecil, rumah mereka sangat dekat. Hal itu yang membuat alasan Dina sangat dekat dengan Mira. Dina sering kali mendapatkan informasi tentang Nando dari Mira.

"Sebaiknya aku membeli testpack, agar aku mendapatkan kepastian," gumam Dina.

Dengan kekuatan yang masih dia miliki, Dina menyusuri jalan menuju Alfa*mart. Dina langsung membeli dua buah testpack dengan merk yang berbeda. Demi menyakinkan dirinya.

"Semoga hasilnya negatif," ucap Dina sambil membuka bungkus testpack itu.

Jantungnya berdegup lebih kencang, tangannya bergetar saat dirinya akan mencoba melakukan tes. Ada perasaan takut dibenaknya. Berkali-kali dirinya mengumpat kebodohannya yang terlena dengan ucapan Nando, mantan pacarnya.

Tubuh Dina melorot ke lantai. Bersimpuh di lantai kamar mandi. Air matanya menetes satu persatu. Perasaan Dina saat itu begitu hancur, saat dirinya melihat testpack yang dia gunakan menunjukkan dua garis merah.

Menemui

"Hiks ... hiks ...hiks, mengapa aku hamil disaat Nando telah menikah dengan Mira? Mengapa kamu menaruh benih di rahimku, kalau kau berniat menikahi Mira? Dasar laki-laki breng*sek, aku benci kau," ujar Dina dengan perasaan emosi.

Sakit, sungguh sakit rasanya, saat Dina mengetahui kehamilannya di malam pertama Nando telah resmi menjadi suami Mira. Dina terduduk lemas tak berdaya, rasanya dia tak sanggup memijakkan kakinya. Namun, Dina bisa apa? Nasi sudah menjadi bubur dan Dina harus menerima kenyataan, bahwa dirinya sedang hamil anak Nando mantan pacarnya.

Rasa hati tak bisa menerima kenyataan ini, hingga Dina berniat melenyapkan makhluk mungil di rahimnya. Dina hendak melakukan bunuh diri, karena tak sanggup menahan beban sendirian. Namun, bayangan sosok mahluk mungil tak berdosa menari dipikirannya. Hingga akhirnya Dina mengurungkan niatnya.

"Tidak, Tidak! Aku tak boleh egois, bayi ini perlu hidup! Dia tak bersalah dalam hal ini. Semua ini kesalahan aku, kebodohan menghancurkan aku. Harusnya aku sadar, jika dia mencintai aku dia tak akan merusak aku."

Akhirnya Dina memutuskan untuk menghampiri Nando setelah acara resepsi, dia tak peduli jika kehadirannya nanti akan menganggu Nando dengan Mira di malam pertama mereka resmi menjadi suami istri. Dina tak ikhlas, jika Nando akan hidup bahagia dengan Mira di atas penderitaannya.

"Bismillah, aku harus kuat! Doakan Bunda ya, Sayang! Semoga Ayah mau menerima kehadiran kamu," ucap Dina lirih.

Dina telah sampai di depan rumah orang tua Mira. Suasana rumah masih terlihat ramai. Sepertinya rombongan pengantin baru saja sampai di rumah, setelah melakukan acara resepsi pernikahan Nando dan Dina di sebuah gedung yang letaknya tak jauh dari perumahan mereka. Dengan kekuatan yang masih dia miliki, Dina mengucap salam.

"Permisi, Pak. Boleh saya bertemu dengan Nando atau Mira," ucap Dina sopan.

"Mau ngapain kamu kesini," ucap Bu Lastri ibu Mira. Mendengar ada tamu yang mencari anak dan menantunya, Bu Lastri keluar untuk mencari tahu siapakah gerangan tamu yang datang dan ternyata Dina 'lah yang datang.

"Maaf Tante, jika kedatangan Saya menganggu. Ada hal penting yang harus Saya bicarakan dengan Nando," sahut Dina, yang mencoba menahan perasaannya. Dina berusaha untuk tegar dan kuat.

"Mau apa lagi? Hubungan kamu sama Nando sudah berakhir, Nando kini sudah menjadi suami Mira. Lebih baik kamu pergi dari sini, menganggu malam pertama mereka saja," usir Bu Lastri dengan sombongnya.

Namun, Dina tetap berpendirian teguh. Dia tetap bertahan untuk tidak meninggalkan tempat itu sebelum dirinya bertemu dengan Nando. Nando harus tahu, kalau dirinya kini sedang mengandung anaknya.

Untungnya saat itu Pak Darno melihat sang istri sedang mengusir Dina. Dia mencoba melerainya. Pak Darno justru merasa iba melihat Dina, dia sangat tahu hubungan Nando dengan Dina dulu. Mereka terlihat saling mencintai. Namun, kisah mereka harus berakhir begitu tragis. Nando harus menikahi Mira.

"Bu, hentikan! Biarlah Dina bertemu dengan Nando, mungkin memang benar yang dikatakan Dina. Ada hal penting yang ingin Dina bicarakan kepada Nando. Sekarang lebih baik kamu panggilkan Nando, sampaikan di luar ada Dina sedang mencarinya," ujar Pak Darno.

"Ngapain sih Bapak ngebaikin orang yang akan jadi masalah di pernikahan anak kita. Paling juga si Dina, mau mengemis cintanya si Nando. Memohon Nando kembali ke dia," sindir Bu Lastri. Bu Lastri menatap tajam ke arah Dina.

Karena suaminya terus memaksa, akhirnya Bu Lastri terpaksa menuruti permintaan suaminya untuk mempertemukan Nando dengan Dina. Bu Lastri memanggil Nando yang kini sudah berada di kamar Mira. Mendengar suara ketukan pintu, membuat Nando menghentikan aktivitas ranjangnya dengan Mira. Mira tampak kesal, mendengar sang mama mengetuk pintu dan memanggil-manggil namanya dan Nando.

"Ih, si Mama ngapain sih? Ganggu saja. Seperti tak pernah merasakan saja. Ini malam pertama aku sama Nando, mah," cerocos Mira.

"Sudah tahan dulu! Mama juga tidak akan menggangu kamu, kalau si Dina tidak datang. Mama sudah mencoba mengusirnya dari sini. Eh, si Papa datang malah membela dia dan meminta Mama untuk memanggil si Nando," ujar Bu Lastri.

"Dina? Mau apa dia kesini malam-malam," gumam Nando.

Nando sempat diam sejenak, sibuk dengan pemikirannya. Hal itu membuat Mira marah, dan langsung menuduh Nando masih berhubungan dengan Dina secara diam-diam. Nando langsung menghempaskan pemikiran Mira, dia tak ingin merusak malam pertamanya dengan Mira. Nando mencoba merayu, agar Mira tak marah lagi.

"Ya sudah, ayo kita temui wanita itu! Dasar tak tahu malu. Kamu itu sudah menjadi milik aku, mengapa masih mengganggu sih," cerocos Mira. Dia merasa cemburu dan tak suka, dia takut kalau Dina akan merebut Nando darinya.

"Sudah dong jangan cemberut gitu, nanti cantiknya hilang deh," goda Nando membuat Mira tersipu malu mendengar rayuan suaminya.

Masih Mira ingat, saat Nando masih bersama Dina dulu. Tak pernah sekalipun Nando bersikap manis padanya. Sejak Dina dan Nando duduk di bangku SMP, Mira sudah jatuh cinta pada Nando.

Nando memang pantas dikagumi kaum hawa. Dia memiliki wajah tampan, kulit putih, dan tubuh yang atletis. Gayanya pun keren, dan sering kali menggunakan mobil. Membuat kaum hawa berusaha untuk mendapatkannya. Namun, cinta Nando hanya untuk wanita tercantik dan terpintar di kampusnya yaitu Dina.

Sakit rasa hati Dina saat itu, saat melihat tangan yang biasa menggandeng tangannya kini menggandeng wanita lain. Dengan bangganya mereka memperlihatkan kemesraan di depan Dina. Namun, Dina berusaha untuk tegar tak menunjukkan kesedihannya di depan Nando dan Mira. Dia tak ingin terlihat kalau dirinya saat ini rapuh.

"Dina? Ada apa kamu ke sini malam-malam? Apa ada hal yang penting yang ingin kamu katakan kepadaku," tanya Nando. Seolah dirinya lupa akan apa yang dia perbuat 1 bulan lalu menjelang pernikahannya.

Dimanakah cinta Nando untuk Dina? Nando seperti orang lain bagi Dina. Cintanya kepada wanita yang sudah dia pacari selama 4 tahun, musnah sudah. Dengan bangganya, dia merangkul mesra Mira dihadapan Dina. Membuat Mira tersenyum penuh kemenangan.

"Ganggu saja! Kau tau kan kalau malam ini adalah malam pertama aku dan Nando," ucap Mira dengan sombongnya.

"Ya aku tahu. Namun, hal penting yang harus aku ucapkan sama suamimu itu, ini untuknya," ucap Dina sambil menyerahkan satu buah amplop putih berisi testpack yang tadi dia gunakan untuk mengetes apakah dia benar-benar hamil.

Mata Mila membulat sempurna, sedangkan Nando terlihat bersikap datar. Dia tak ingin mereka tahu, kalau dirinya memang benar pernah menaruh benih di rahim Dina dan hasilnya sekarang ini. Dina dinyatakan hamil.

Penolakan

Dina berusaha untuk tetap menatap Nando dan Mira. Dia bermonolog dalam hatinya, untuk terus menguatkan. Meskipun mereka di pandang seperti sampah yang hina, karena dengan bodohnya berada di posisi seperti ini.

"Tidak, aku tak pernah melakukan itu padamu! Mengapa kamu melakukan fitnah padaku? Pasti anak itu bukan anak ku, tetapi anak dari pria lain. Kau tau kan kalau aku akan menikahi wanita yang aku cinta, mana mungkin aku melakukan hal itu padamu."

"Hubungan kita sudah berakhir sebelum aku memutuskan untuk menikah dengan Mira. Jangan-jangan kamu hanya ingin mengganggu rumah tangga aku dengan Mira. Sengaja mengaku-ngaku kalau kamu hamil anakku, padahal sebenarnya kamu hamil anak dari laki-laki lain. Entah Anton, Entah Miko, atau laki-laki lainnya. Sebaiknya kamu pergi dari sini, jangan ganggu malam pertama aku dengan wanita pilihan aku," ucap Nando sombong membuat Mira tersenyum puas.

Mira mencium pipi Nando, dihadapan Dina. Menunjukan kalau dirinya lebih mempercayai ucapan suaminya, dari pada Dina. Cinta membuat Mira menutup mata dan hatinya. Padahal dia sangat mengenal Dina, bagaimanapun Mira sedikit banyak tahu tentang sifat Dina.

"Baiklah, jika kau tak mau mengakuinya. Aku tak masalah. Namun, satu hal yang harus kamu ingat. Jangan pernah menyesal di kemudian hari, jika anak ini lahir ke dunia tak mengakui kamu sebagai Ayahnya. Aku permisi," ucap Dina tegas membuat Nando merasa tertampar. Sungguh ucapan Dina begitu menusuk ke relung hatinya.

"Lo benar-benar pengecut, Nan. Lo tau kan, kalau Dina melakukan pertama kali sama lo. Lo yang bobol keperawanan Dina. Lo juga tahu sifat Dina seperti apa. Ahhhh, gila lo."

Dina melangkahkan kakinya keluar rumah Mira. Hatinya terasa sesak, mendapatkan penolakan dari Nando. Sakit, itulah yang dia rasakan saat ini.

"Aku tak menyangka, pria yang pernah mencintai aku dan berjanji akan menikahi aku saat ini mengusirku. Aku memang wanita bodoh yang mempercayai kamu begitu saja, yang mau menikahi aku meskipun kedua orang tua kamu tak merestui hubungan kami. Namun, nyatanya apa? Kau tetap menikahi Mira."

Air mata yang sejak tadi Dina tahan, akhirnya lolos juga dari pelupuk matanya. Mengingat Nando dan Mira telah hidup bahagia, di atas penderitaannya. Dina harus menanggung beban sendiri, hamil anak Nando.

"Mengapa kamu harus hadir? Kau tau kan, ayahmu tak mengakui kamu. Hiks ... hiks ... hiks ..., bodoh kau Dina. Kau memang wanita murahan, demi cinta kau menjadi bodoh," ucap Dina yang sudah terisak tangis.

Dina terduduk di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari rumah Mira. Dia mencoba menenangkan dirinya dan menghapus air mata yang menetes dan bahkan sudah membasahi wajahnya. Mencoba berpikir untuk hidupnya selanjutnya.

"Tekad aku sudah bulat, aku akan mempertahankan anak ini apapun yang terjadi. Aku siap menerimanya. Meskipun aku akan terhina karna harus mengandung anak tanpa suami."

Tangis tak mampu mengembalikan semuanya. Kini hanyalah tinggal sebuah penyesalan. Dina yakin pastilah sangat berat untuk memiliki anak tanpa suami.

Bagaimana dengan kariernya yang bagus, apa perusahaan mau memperkerjakan karyawatinya yang hamil tanpa suami? Lantas bagaimana kedua orang tuanya di kampung, reaksi apa yang akan mereka lakukan saat mengetahui anaknya sedang hamil tanpa suami. Dina telah mencoreng nama baik kedua orang tuanya, dan menghancurkan kepercayaan kedua orang tuanya.

"Aku harus menghadapi semuanya, demi anakku. Aku akan berjuang keras untuk mempertahankan anak ini. Doakan Bunda, agar selalu kuat menghadapinya," ucap Dina sambil mengelus perutnya yang masih terlihat rata.

Dia akan menerima konsekuensinya perbuatannya. Tak seperti kebanyakan orang yang berada di posisinya, yang akan melakukan jalan pintas melakukan aborsi. Melenyapkan janin yang tak berdosa, karena jika mereka bisa memilih. Mereka pun tak akan mau hadir di kedua orang tua yang tak utuh.

\*\*\*

Hari terus berhari, Dina masih belum memiliki keberanian untuk bicara kepada atasannya. Meskipun teman-temannya merasa curiga. Karena wajah Dina sering kali terlihat pucat. Padahal Dina sudah meminta obat mual dan vitamin saat memeriksakan kandungannya.

"Lo kenapa, Din? Lo sakit? Wajah lo akhir-akhir ini gue lihat terlihat pucat," ujar Sania teman dekat Dina di kantor saat mereka makan siang. Dina menggelengkan kepalanya. Hatinya tiba-tiba saja terasa sesak, bibirnya terasa kelu. Sebenarnya Sania merasa curiga kalau saat ini Dina sedang berbadan dua, tetapi dia takut jika nantinya Dina merasa tersinggung.

Ternyata Dina tak mampu lagi membendung perasaannya, dia langsung berhambur memeluk tubuh Sania untuk meluapkan perasaannya saat ini. Air mata yang sejak tadi dia tahan pun, akhirnya jatuh juga satu persatu. Sania menepuk-nepuk punggung Dina, mencoba meluapkan perasaannya.

"Sebenarnya gue tahu apa yang saat ini sedang terjadi sama lo, tetapi gue takut akan menyinggung perasaan lo. Gue ingin lo sendiri yang berkata jujur kepada gue. Gue hanya bisa mendoakan agar lo selalu kuat menghadapinya. Lo tidak perlu takut, gue akan selalu ada untuk lo," ujar Sania membuat Dina kini melepaskan pelukannya dan menatap wajah Dina dengan seksama.

"Gue hamil, gue hamil, San. Hiks ... hiks ... hiks. Gue hamil anak Nando, dan dia tak mau mengakui anaknya. Dia justru menuduh gue melakukannya dengan pria lain. Dia bohongin gue, San. Dia bilang, dia mau nikahin gue meskipun ibunya tak merestui hubungan kami. Namun, nyatanya apa? Dia tetap menikahi wanita pilihan ibunya, wanita yang mengaku sebagai sahabat gue," ungkap Dina.

Sania dapat merasakan bagaimana rasanya Dina saat ini. Pasti hatinya kini begitu hancur dan rapuh. Sebagai seorang sahabat yang baik, Sania memang tak mendukung perbuatan Dina. Namun, semua telah terjadi. Dia merasa tak tega meninggalkan Dina dalam kondisi seperti ini.

Hal ini akan menjadi sebuah pelajaran untuk Sania dan semua para wanita muda yang belum menikah, agar tak melakukan hubungan suami istri dengan pasangannya. Apapun alasannya. Selain hal ini perbuatan zina, hal ini sangat berdampak buruk untuk kelangsungan hidup selanjutnya.

"Lo tidak perlu takut untuk melanjutkan hidup lo, gue akan selalu ada untuk lo. Apapun yang terjadi, lo harus pertahankan bayi dalam kandungan lo, dia tak bersalah. Kalian 'lah yang salah, menghadirkan dia sebelum adanya pernikahan. Saran gue, lo harus bicarakan hal ini kepada Pak Rian dan juga kedua orang tua lo di kampung. Gue yakin mereka akan mengerti, meskipun awalnya mereka pasti kaget," ucap Sania dan Dina menganggukkan kepalanya.

Dia akan berpikir kapan waktu yang pas untuk berbicara kepada mereka. Dina harus mengumpulkan kekuatan terlebih dahulu, sebelum berbicara. Sungguh tak mudah bagi Dina melakukan hal ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!