NovelToon NovelToon

Queen Of The Earth

QotE 01 ∆Who is he?∆

"Manusia serigala Likantrof atau Likan adalah sebuah mitos dari Eropa Kuno berupa monster setengah manusia dan setengah serigala. Konon manusia serigala akan berubah pada saat bulan purnama tiba saat kekuatan mistiknya mencapai puncaknya. Dalam mitologi tersebut, manusia serigala senantiasa akan memburu manusia dan yang tergigit atau terkena cakarannya akan menjadi salah satu dari manusia serigala. Dikisahkan bahwa manusia serigala hanya bisa mati jika ditembak dengan peluru perak."

Hera menutup buku sejarah tersebut, lalu dia membenarkan letak kacamata bulat nya yang merosot itu kemudian menghela nafas panjang. "Aku tidak percaya kalau werewolf itu adalah monster," ucapnya. "Entahlah mengapa aku berfikiran seperti itu, tapi yang jelas hatiku mengatakan demikian," lanjutnya.

Hera beranjak dari kursi yang ia duduki lalu menaruh buku itu ke rak khusus buku-buku sejarah kuno.

Ia tersenyum, sudah banyak yang ia ketahui tentang werewolf atau manusia serigala hari ini. Hera memang menyukai hal-hal yang berbau sejarah. Dia berkuliah pun mengambil jurusan Arkeolog dan Sejarah di Universitas Johannes Gutenberg Mainz, Jerman.

Hera mendapatkan beasiswa di Universitas itu, jika tidak mana mungkin Hera mampu membiayai pendidikannya. Apalah daya, Hera hanya seorang gadis panti asuhan. Orang tua nya? Ia sendiri pun tidak tau, ia hanya memiliki sebuah kalung liontin berbentuk pedang dengan tujuh permata berjejer namun permata itu hilang entah kemana. Kata ibu panti, kalung dan juga secarik kertas bertuliskan namanya itu ditemukan di dalam keranjang bayi Hera kecil. Hera yakin itu adalah penginggalan dari orang tua nya dan liontin itupun menjadi satu-satunya petunjuk untuk menemukan orang tua Hera.

"Mrs. Steve, aku pergi dulu," pamit hera pada Mrs. Steve penjaga perpustakaan ini. Mrs. Steve menganggukkan kepalanya lalu melanjutkan aktivitasnya dalam mendata buku.

Hera melangkah keluar gedung dengan senyum mengembang. Hari ini dia selamat karena tidak mendapat bullyan dari ratu bully, namun entahlah besok. Hera hanya mampu menahan rasa sakit jika di caci maki oleh mereka. Apalah daya Hera yang lemah ini.

Hera berhenti di depan halte, kemudian masuk ke dalam bus. Bus itu mengantarkan Hera ke halte terdekat apartemen kumuh yang ia beli dari uang beasiswa itu.

Dia memang tidak tinggal di panti lagi sebab dari panti menuju Universitas nya memerlukan waktu yang lama sekitar tiga jam, oleh karena itu dia memutuskan untuk membeli apartemen itu karena waktu yang di tempuh hanya 10 menit saja jika menggunakan angkutan umum.

Hera masuk kedalam apartemen nya untuk berganti baju kemudian pergi lagi untuk bekerja paruh waktu di St*rb*cks terkenal di kotanya.

Biasanya dia membawa baju itu tapi hari ini baju nya ketinggalan. Hera bekerja tentu saja untuk melangsungkan hidupnya, uang beasiswa tidak akan cukup untuk biaya hidupnya maka dari itu Hera harus banting tulang. Pekerjaan nya dimulai pada pukul 4 p.m s/d 10 p.m.

"Hai, Jose!" sapa Hera pada rekan nya

Merasa namanya di panggil, Jose yang sedang mengelap meja itu mendongak. "Oh, hai," sapanya balik sambil tersenyum.

Jose adalah teman nya di kedai ini. Usianya 3 tahun lebih tua dari Hera. Hidup Joselyn sedikit beruntung karena masih memiliki nenek yang sayang padanya meskipun orang tua Jose sudah meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan. Setidaknya dia masih ada tempat untuk mengadu tentang kejamnya dunia ini. "Kau baru sampai?" tanya Jose

"Heum, seperti yang kau lihat," jawab Hera sambil memakai apron hijau khas karyawan Starbucks. Hera menghampiri Jose kemudian mengelap meja yang masih sedikit berdebu. "Seperti nya baru buka, hilang lagi?"

Jose mengangguk. "Ya, kau tau kan Mr. Frank itu sudah pikun. Tadi dia lupa lagi dimana menaruh kunci kedai, jadilah kita semua mencari benda itu," Jose menggeleng. "Entahlah aku pun kurang mengerti jalan fikiran orang tua itu. Padahal dia memiliki anak yang banyak, kenapa tidak suruh anaknya saja mengelola kedai ini." Jose berkacak pinggang sambil menyeka keringatnya.

Hera mengendikkan bahunya. "Entahlah, aku pun sama," jawab Hera. "Tadi, dimana lagi Mr. Frank menaruh kuncinya?" tanya Hera lagi

"Bukan di taruh tapi di lempar."

Hera mengerutkan keningnya. "Di lempar?"

"Iya, kau tau anjing Bulldog milik Mrs. Weber?"

Hera mengangguk. Ia sangat hapal anjing yang di benci bosnya itu. Mrs. Weber adalah tetangga Mr. Frank, dia adalah janda yang hanya tinggal dengan anjing kesayangannya itu.

"Nah, anjing tua dan jelek itu pup di sepatu kesayangan Mr. Frank alhasil pak tua itu melempar anjing itu dengan kunci kedai yang kebetulan ada di tangannya."

Hera tertawa mendengarnya

"Lalu, bagaimana kalian dapat membuka pintu?" tanya Hera lagi.

"Kami memanggil ahli kunci."

Tawa Hera masih terdengar dan itu membuat jose kesal. "Kau beruntung tidak ikut menunggu disini tadi, kau tau kan menunggu itu tidak enak,"

Lagi-lagi Hera tertawa. "Ah iya kau benar, menunggu itu tidak enak," Hera tersenyum, hanya disini saja dia bisa merasakan tertawa seperti ini.

Ia juga beruntung karena Jose mau berteman dengannya mungkin karena hidup mereka hampir mirip, sedangkan karyawan yang lain tidak ada yang mau berteman dengannya. Jangankan berteman, tersenyum kepadanya saja tidak. Entahlah, Hera pun tidak tau kenapa padahal hera tidak pernah merasa berbuat salah sedikitpun.

Tring.

Suara lonceng terdengar menandakan bahwa ada pengunjung yang masuk. Dan benar, pengunjung itu adalah seorang pria yang lumayan tampan dan itu membuat Jose bersemangat. "Aku saja," Jose mengedipkan sebelah matanya pada Hera. Hera menggeleng kemudian tersenyum, Jose memang seperti itu selalu bersemangat jika menyangkut pria tampan.

Hera kembali melanjutkan aktivitas yang tertunda tadi, namun ia merasakan perasaan yang tidak nyaman. Ia merasakan seseorang tengah memperhatikannya secara intens. Hera melihat ke kiri dan ke kanan. Dan benar saja, ketika dia menoleh ke depan ia mendapati pria yang di datangi Jose tadi sedang menatapnya sambil menyeringai yang membuat Hera bergidik ngeri. Hera bergegas menyelesaikan tugasnya lalu kembali ke tempat di mana barista berada.

"Hera, tolong buatkan Venti Caramel Macchiato, sekalian antarkan," pinta Jose.

Hera terkejut. "Kenapa bukan kau saja?" tanya Hera, bukannya dia tidak mau tapi hanya saja dia merasakan perasaan yang tidak enak saat ini.

Jose berdecak. "Ck! Pria tampan itu memintamu untuk membuat dan mengantarkannya," kesal Jose. "Cepatlah! Nanti dia keluar tanduk jika kau lama," lanjutnya.

"Eum baiklah," Hera langsung membuat minuman itu dengan perasaan tak menentu.

"Selamat menikmati," ucap Hera berusaha untuk tersenyum pada pria yang terang-terangan memandangnya ini.

"Se vríka." Lagi-lagi pria itu menyeringai ke Hera membuat wajah tampan pria itu nampak menyeramkan.

"Maksud Anda, Tuan?" tanya Hera yang kurang mendengarkan perkataan pria di hadapannya ini.

"Ah tidak, maksudku terima kasih." Pria itu tersenyum namun masih terlihat jelas senyum miringnya.

Hera tersenyum canggung, kemudian pamit pergi dari sana. Dia masih bingung dengan perkataan pria tadi, jelas-jelas bukan kata 'terima kasih' yang di ucapkannya melainkan bahasa yang tidak Hera mengerti tapi yang jelas logat yang pria tadi pakai adalah logat Yunani yang sedikit dia tau karena ia pernah mempelajarinya. Ah entahlah mungkin 'Terima kasih' dalam bahasa itu adalah yang diucapkan pria tadi.

"Hei, kau melamun?" Debuah tepukan menyadarkan Hera.

"Hah? Iya-Eh tidak," jawab Hera bingung.

Jose menggelengkan kepalanya. "Nampaknya kau banyak fikiran, istirahatlah Hera,"

"Tidak, aku baik-baik saja."

"Huh, terserah kau saja." Jose pun berlalu meninggalkan Hera yang masih dengan pikiran berkecamuk. Hera memandang pria tadi, tidak ada yang aneh dari penampilan pria itu hanya saja auranya yang membuat Hera tidak nyaman.

Siapa pria itu?

***

Berikan jempol dan dukungan kalian, supaya saya semangat dalam nulisnya🤗🤗🤗

Se vríka \= aku menemukanmu

QotE 02 ∆Jelmaan Tangan Dewi Kesuburan∆

Hera membuka pintu apartemen dengan raut wajah lelah.

Hari ini banyak sekali pengunjung di St*rb*cks, Hera bersyukur karena dia akan mendapatkan upah lebih meskipun penat luar biasa. Masalah pria misterius itu Hera sudah melupakannya. Mungkin hanya orang iseng, itu sudah sering terjadi selama ia bekerja di sana dan Hera mengabaikannya saja.

Hera membuka satu persatu pakaiannya kemudian berendam menggunakan air hangat yang sudah ia campur dengan bunga lavender yang ia tanam.

Hera memejamkan matanya kala air hangat itu membelai tubuhnya, rasanya nyaman sekali, badannya pun seakan-akan pulih dari penat setelah merendam tubuhnya dengan air hangat tersebut.

'Hera ...'

Mata Hera terbuka, suara itu ... suara itu muncul lagi setelah beberapa hari ini tidak terdengar. Hera bingung, darimana asal suara itu.

Suara misterius itu seakan-akan berada di dalam kepalanya, pertama kali ia mendapati suara tersebut adalah di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas dan Hera mengira itu hanyalah orang iseng yang memanggil namanya saja, jadi dia mengabaikannya.

Satu tahun berselang suara itu kembali muncul dan itu hampir setiap hari, Hera sudah memeriksakan ke dokter tapi jawaban sang dokter adalah suara itu hanya halusinasi Hera saja katanya. Waktu itu ingin rasanya Hera berteriak di wajah sag dokter bahwa tidak ada halusinasi yang muncul setiap hari, tapi apalah daya Hera.

Hera juga merasakan ada orang lain yang berada di dalam tubuhnya, hal itu karena setiap kali Hera di bully atau di perlakukan dengan kurang baik jiwa lain ditubuhnya seakan ingin memberontak tapi semuanya tertahan begitu saja.

Hera bergegas menyelesaikan mandinya kemudian mengerjakan tugas yang belum sempat dia kerjakan.

Pagi harinya Hera terbangun dengan badan yang pegal-pegal, wajar saja ia tidur dengan posisi duduk, dia ketiduran setelah menyelesaikan tugas-tugasnya. Hera mengemasi buku-buku dan juga tugas-tugasnya lalu memasukkan ke dalam tas miliknnya.

Ia mengambil air kemudian menyiram tanaman yang berada di balkon. "Selamat pagi," sapa Hera pada tentanamannya. "Segar sekali," Hera menghirup udara segar yang diciptakan oleh tanamannya. Lalu ia beralih pada tanaman lavender yang beberapa tangkai sudah ia ambil. "Tumbuh yang subur," katanya.

Tanaman-tanaman itu tumbuh dengan subur, jika dilihat hanya balkon Hera saja yang menyerupai hutan karena banyaknya tanaman yang dia tanam. Wajar saja, Hera banyak menanam tanaman hijau seperti tanaman herbal, karena tanaman herbal akan memudahkan pengobatannya ketika ia sakit. Maklum biaya berobat di kota sangat mahal, jadi ia harus pandai merawat diri dan menghemat uang.

Kata ibu panti dulu, tangan hera adalah jelmaan tangan dewi kesuburan sebab apa yang dia tanam maka tanaman itu akan tumbuh subur bahkan kaktus yang ia tanam di daerah gunung pun akan seperti kaktus di daerah gurun pasir.

Hera teringat apel hitam yang ditanamnya di panti, apel langka itu tumbuh sangat subur, bahkan pohon itu berbuah 6 bulan sekali padahal biasanya apel itu akan berbuah sekitar 2-5 tahun sekali makanya buah apel hitam sangat langka. Dan anehnya buah apel hitam milik Hera hanya akan bisa di petik jika sudah mendapat ijin dari Hera, jika tidak maka jangan harap buah itu akan lepas dari tangkainya, ajaib memang Hera saja bingung.

Hera bergegas mandi dan berkemas pergi kuliah, hari ini dia ada presentasi tentang Artefak yang dia teliti seminggu yang lalu. Artefak itu mengenai kebenaran tentang adanya keberadaan makhluk immortal. Makhluk immortal yang Hera pilih adalah werewolf entahlah Hera hanya ingin memberitahukan kepada semua orang saja bahwa werewolf itu ada, tidak hanya khayalan Hera semata.

Hera berangkat menuju Universitasnya, untung saja di negara ini menyediakan angkutan umum yang tepat waktu jika tidak maka dapat dipastikan banyak para pekerja yang dipecat karena keterlambatannya.

"Sepi sekali," gumam Hera saat kaki kecilnya melangkah masuk kedalam gedung kuliah.

Apakah aku terlalu pagi? pikirnya melihat hanya beberapa mahasiswa saja yang berlalu lalang.

Di koridor, Hera melihat orang-orang yang sering membullynya. Hera berjalan dengan menunduk dan menggenggam erat tali tasnya dia sudah pasrah jika harus ditendang, dipukul atau bahkan disiram dengan air pel. Namun hingga Hera sampai di depan pintu kelas, Hera tidak merasakan apa-apa sehingga membuat Hera sedikit heran. "Tidak biasanya mereka hanya diam saja seperti itu," gumamnya, "ah syukurlah, mungkin mereka sudah bosan menggangguku." Hera tersenyum kemudian masuk kedalam kelas yang masih sepi. Hanya terisi beberapa mahasiswa saja.

Hera duduk di bangku paling depan, bukan karena dia sok pintar atau apa hanya saja jika duduk di belakang maka suara dosen tidak akan terdengar jelas. Hera tidak akan membiarkan beasiswanya terbuang sia-sia jika dia tidak mendapatkan ilmu dari yang lebih berpengalaman.

"Guten morgen, wie geht es Ihnen ? (Selamat pagi, bagaimana kabarmu?)" sapa Hera pada mahasiswa berkaca mata di sebelah kursinya.

Mahasiswa itu menutup bukunya, lalu membenarkan kacamatanya yang agak melorot. "Danke, gut ! Und Ihnen ?(Terima kasih, baik-baik saja! Dan kamu ?) tanyanya pada Hera.

"Auch gut, danke! (Baik juga, terima kasih!) kata Hera.

"Hera," panggil Jane, mahasiswa tadi.

"Ja? (Ya?)"

"Artefak tentang apa yang kamu pilih?"

"Aku memilih Artefak keberadaan werewolf," kata Hera tersenyum.

Jane mengernyit bingung. "Werewolf? Bukankah itu manusia serigala?"

Hera mengangguk semangat. "Kau benar,"

"Bukankah makhluk itu hanya mitos?" tanya Jane lagi. Ia bingung dengan Hera, bagaimana ia bisa menemukan kebenaran tentang adanya Werewolf sedangkan werewolf sendiri itu hanyalah makhluk mitos yang menjadi dongeng sebelum tidur?

Hera menggeleng, kemudian berkata, "Mungkin kata orang manusia serigala hanyalah makhluk mitos, tapi bagiku tidak. Mereka benar-benar ada, dan aku akan membuktikannya."

Jane mengangguk. "Eum, baiklah semoga kau berhasil," katanya.

"Terima kasih, oh iya bagaimana denganmu, Jane? Apa yang kau teliti?" tanya Hera kepada Jane.

"Aku memilih, Dinosaurus jenis apa saja yang ada di sini pada jutaan tahun lalu, dan dinosaurus jenis apa yang terakhir punah," kata Jane.

"Oh baiklah, aku fikir kau akan pergi ke museum?"

"Ja (ya),"

"Semoga berhasil,"

"Terima kasih, Hera," ucapnya, "sepertinya Mrs. Smith akan datang sebentar lagi," katanya lagi dengan melihat para mahasiswa yang mulai berdatangan memenuhi kelas. Jika para mahasiswa nakal sudah masuk artinya dosen sebentar lagi juga akan masuk.

"Selamat pagi."

Benar saja Mrs. Smith sudah masuk ke dalam kelas kemudian duduk dengan anggun di singgasana dosen.

"Silahkan yang ingin presentasi terlebih dahulu, siap tidak siap kalian harus mempertanggung jawabkan penelitian kalian."

Para mahasiswa yang maju pertama adalah mahasiswa  yang mendapatkan beasiswa, mahasiswa yang dianggap pintar oleh mahasiswa normal lainnya, salah satunya Jane. Hera mendapatkan urutan ke empat untuk melakukan presentasi. Ia berdoa semoga saja ia bisa mempresentasikan hasil penelitiannya dengan baik.

QotE 03 ∆Secret Room∆

"Hera."

"Iya, Mrs. Smith?"

"Bisakah kau menolongku membawa makalah ini, keruangan ku?"

Hera mengangguk. "Baik, Mrs. Tapi, dimana ruangan Anda?" tanya Hera. Karena Mrs. Smith tidak pernah menyuruh mahasiswanya masuk ke ruangannya, dan Hera adalah yang pertama.

"Lantai atas, pintu nomor 04. Ada namaku depan pintu,"

Sedikit cerita tentang lantai atas, siapa yang tidak tau lantai atas? Lantai yang terkenal akan rumor menakutkan bagi para mahasiswa, dan lagi sebuah ruangan rahasia juga berada di lantai tersebut membuat rumor yang beredar itu semakin kuat. Tapi jika rumor itu benar, lantas bagaimana Mrs. Smith dan para dosen lainnya bisa betah diruangan itu? Hera menggeleng, terkadang manusia sering menelan mentah-mentah sebuah rumor tanpa memfilter nya terlebih dahulu.

"Baik, Mrs. Smith," kemudian Hera membawa makalah tadi keruangan Mrs. Smith. Meskipun terdapat rumor yang kurang mengenakkan, Hera tidak takut. Bukan apa, Hera tidak mudah percaya apa kata orang, ia akan percaya jika ia mengalami sendiri tentang rumor itu.

Langkah Hera terhenti di depan pintu besar berwarna coklat dengan ukiran yang sangat rumit. Hera bisa memprediksi jika ukiran tersebut sudah berumur lebih dari usianya. Dan ia juga menebak bahwa ukiran tersebut dibuat oleh para ahli ukir yang sangat hebat. Tapi yang di herankan Hera adalah ukiran tersebut seperti ukiran kuno yang pernah ia lihat tapi entah di buku mana.

Hera teringat sesuatu, bukankah ini ruangan ... rahasia. Ruangan yang tidak pernah di masuki mahasiswa, ruangan yang menjadi rumor itu. Hera bergidik ngeri, ternyata rumor itu benar. Lagi-lagi Hera bergidik ngeri, melihat dari luar saja sudah menyeramkan apalagi di dalamnya.

Dengan langkah cepat Hera pergi dari sana menuju ruangan Mrs. Smith. Hera tidak tau saja bahwa beberapa pasang mata sedang mengawasinya dengan senyum jahat terukir di wajahnya.

Setelah menemukan ruangan Mrs. Smith ia langsung masuk ke dalam. Hera berdecak kagum melihat interior dari ruangan ini. Desainnya menggabungkan desain klasik dan modern. Benar-benar elegan. Jika Hera punya banyak uang nanti maka ia juga akan membuat ruangan seperti ini. Sungguh rasanya Hera betah berada di sini.

Hera keluar dari ruangan Mrs. Smith setelah meletakkan makalah tersebut di atas mejanya. Ia berjalan dengan langkah santai sambil bersenandung ria. Namun tiba-tiba seseorang menghampirinya dengan senyum devil. Hera melotot ketika sang ratu bully atau Clorine sudah berada di depannya. Oh ternyata bukan tidak mengganggunya tapi belum mengganggunya.

Hera ketakutan setengah mati, tangannya pun sudah mulai berkeringat tanda jika Hera sedang dalam ketakutan yang luar biasa.

"Sudah merasa aman, huh?" Clorine beserta teman-temannya sudah mengelilingi Hera.

Clorine menarik cepolan rambut Hera dengan kasar hingga membuat hera meringis kesakitan. "Jika kau ingin merebut Erick dariku maka kau harus menghadapiku dulu!"

"A-apa maksudmu- akh to-tolong lepaskan ini sakith ... "

"Ha ha ha, sakit? Ini belum sakit, sayang. Lets play Girls."

Dengan sigap teman-teman Clorine meregang tangan dan juga kaki Hera. Hera sudah memberontak namun 1 lawan 5 mana akan menang.

Clorine mendekat dengan benda tajam di tangannya. Hera yang sudah ketakutan makin ketakutan melihat benda tajam itu. Clorine memotong rambut pirang Hera menggunakan cutter. Rambut Hera yang tadinya panjang kini tinggal seleher saja itupun dengan potongan jauh dari kata rapi

"A-apa yang ka-kalian lakukan? Tolong lepaskan aku. Kumohon," Mohon Hera dengan air mata yang sudah mengalir dipipi putihnya.

Plak

"Diam!" tamparan mendarat di pipi Hera hingga kacamata yang di pakainya tercampak.

Kreak

Kacamata satu-satunya milik Hera lenyap sudah karena di injak oleh Clorine. Clorine tersenyum puas lalu menarik kemeja hera hingga kancing paling atas milik Hera terlepas kemudian ia mencengkram kedua pipi Hera dengan erat.

"KAU! Sudah berapa kali ku bilang jangan dekati Erick!! Erick hanya milikku!" Hera memejamkan matanya. Tidak ada niat dirinya untuk mendekati lelaki itu, Erick saja yang mendekati Hera karena dia pintar di bidang sejarah. Sedangkan Erick nilainya C, maka dari itu Erick ingin belajar pada Hera. Namun semua itu disalah artikan oleh Clorine yang notabenenya penggemar garis keras Erick.

"A-aku-"

Plak

"Erick tidak akan suka dengan tubuh kerempeng sepertimu ini! Apalagi dengan statusmu yang miskin, anak haram-"

Cuih

Hera tak kuasa lagi, entah keberanian darimana dia meludahi wajah Clorine. Clorine dan teman-temannya tidak percaya bahwa Hera dapat meludahi wajahnya.

Dengan geram Clorine menarik lagi kemeja Hera. "Kau!"

Clorine langsung memotong kemeja Hera dengan gunting ditangannya, Hera memberontak sekuat tenaga tapi percuma saja kemeja Hera sudah koyak terutama di bagian dada sehingga menampakkan payudara Hera yang terbungkus oleh bra.

"Ini? Ini yang kau berikan kepada Erick?" Clorine mencengkram dada Hera hingga menimbulkan memar di daerah itu. "Kecil begini,"

Cuih

Clorine meludahi payudar Hera. "Rasakan ini!" kembali Clorine mencengkram dada Hera kasar dengan kedua tangannya.

"Hiks to-tolong lepaskan aku hiks sakit ... " Hera kembali menangis karena tak kuasa menahan sakit di dadanya.

"Bawa dia!" perintah Clorine, atek-atek Cloine pun menyeret Hera ke sebuah ruangan yang membuat Hera memberontak dengan tangis yang masih terdengar pilu. Pintu ruangan itu sudah terbuka dengan lebar hanya kegelapan saja yang nampak dari luar.

"Masukkan!" Hera diseret kedalam ruangan itu. "To-tolong lepaskan aku, a-aku ta-takut,"

Plak

Lagi-lagi tamparan dipipi Hera membuat sudut bibir gadis itu mengeluakan sedikit noda darah.

Clorine mencengkram pipi Hera. "Oh sayang, katakan permintaan terakhirmu, aku akan mengabulkannya."

Tidak! Sungguh ia belum siap untuk mati sekarang, ia belum menemukan siapa orang tuanya, ia belum menemukan keluarganya. Oh Tuhan, terkutuklah lantai ini yang tidak pernah di datangi mahasiswa. Jika tidak maka mungkin Hera akan tertolong sekarang.

"To-tolong lepaskan aku ... " mohon Hera.

"Ha ha ha tidurlah dulu, aku akan mengabulkannya lewat mimpi!"

Brak!!

Hera terlempar kedalam ruangan itu dengan kepalanya terbentur benda keras, ia juga bisa merasakan kepala bagian belakangnya basah. Hera menangis tergugu dengan kepala yang mulai sedikit pening dan mata yang mulai mengabur.

"Selamat tinggal sayang, berdoalah agar kau bisa melihat matahari lagi," dan pintu itupun tertutup rapat tanpa sedikit celahpun cahaya bisa masuk.

"Tidak! Tidak jangan tinggalkan aku hiks Tolong! tolong hiks buka pintunya hiks tolong aku ... takut ... kumohon," Hera menggedor gedor pintu itu namun sama sekali tidak ada respon dari luar. Badannya merosot ke marmer yang dingin itu, ia memeluk tubuhnya sendiri merasakan takut yang luar biasa. "Tolong aku ... " lirihnya.

Tubuh Hera menggigil, ia menggigit jemarinya. Bagaimana ini? Bagaimana caranya dia keluar dengan selamat dari ruangan rahasia ini? Ya, Hera terkunci tidak lebih tepatnya dikunci dalam Ruangan Rahasia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!