Rein Hasbi Asyifa seorang wanita tangguh yang sejak kecil sudah memikul beban hidup yang mengharuskan dia untuk menjalaninya.
Bersama adiknya Zabi, Rein bersedia untuk tidak sekolah agar orang-orang yang disayanginya bahagia.
Manis pahit kehidupan ia lalui dengan hati suka maupun duka. Bekerja keras dari subuh hingga malam tak mematahkan semangatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tahun demi tahun dilaluinya bersama adik tercinta,hingga suatu waktu nasib merubah kehidupan mereka. Rein bertemu dengan pria yang bersedia menikahinya.Pria yang pernah ia sukai namun karena berbeda khasta rein terpaksa memendam rasanya dan mengubur dalam-dalam.
Part 1
Rintik hujan ini sebagai teman malamku. Duduk diteras pertokoan milik orang yang beruntung. Memeluk adikku yang masih berusia 2 tahun terlelap dengan wajah sendunya.Udara dingin dan nyamuk yang setia menemani malam kami sebagai anak yang tak memiliki orang tua.Kain kumuh dan bau melekat ditubuh ini terpaksa kami pakai.Kardus bekas alas tidur itu setiap hari kami pakai jika lelah melanda diri .
Subuh hari aku bangun dari tidurku melihat sekitar, kemudian membangunkan adikku yang masih terlelap.
"Dingin..."
Itu yang terasa dikulit tangannya.
Aku membelakangi zabi adikku,kemudian ia berdiri dan bergantung dileherku.
Agar memudahkan ku untuk mengikatnya di punggung belakangku dengan kain panjang yang sudah buluk. Itupun kudapatkan dari pemberian orang yang iba melihat kami.
Aku berdiri mengambil karung besar dan sebuah pengait, kemudian berjalan menuju tumpukan sampah yang ada didepan toko di tepi jalan raya.Mengumpulkan botol bekas demi sesuap nasi untuk penganjal perut.
Berjalan tertatih mangendong zabi dengan kedua tangan berisi karung dan pengait.Umurku yang baru masuk 7 tahun ini harus menanggung semua beban hidup yang seharusnya belum waktunya untukku nikmati.
Benar kata orang, hidup dikota itu keras. Apalagi bagi kami orang miskin yang bekerja sebagai pemulung.
"Tak kerja tak makan."
Itu kata yang pas untuk kami sebagai anak jalanan.Harus bekerja keras agar bisa mendapatkan makanan.Saat ini itulah yang ada difikiranku, bisa memberi adikku makan.Walau kadang uang yang ku dapat tak cukup untuk membeli sebungkus nasi.
Saat azan zuhur berkumandang, aku mengajak zabi untuk beristirahat terlebih dulu. Selain perut yang sudah lapar dan haus, aku juga butuh tenaga.Karena sejak tadi mangendong zabi sambil mengais botol bekas cukup melelahkan.Ditambah lagi setengah karung botol bekas hasil kerjaku hari ini.
"Kenapa sebanyak itu yang aku dapat? padahal sudah setengah hari mencari."
Mungkin itu pertanyaan kalian saat ini.Baiklah biar aku jawab.
"Yang pemulung itu bukan kami saja, dikota ini masih banyak pemulung lainnya yang mungkin hari ini sudah lebih dulu mengambilnya.Yaa,mungkin rezeki kami hari ini hanya segitu,mana tau besok lebih banyak lagi yang kami dapat lagi.Atau, mungkin aku harus lebih rajin lagi mencarinya agar dapat lebih banyak"
Aku duduk dibawah pohon yang terletak dipinggir jalan.Menurunkan Zabi yang sudah kelaparan.
"Dek ini minumlah..."
Aku menyodorkan air putih yang tadi ku ambil dari kran milik Pak Sukardi.Tentu saja air itu sudah ijin dari pemiliknya,beliau tidak keberatan ketika aku mengambil dua botol air untuk kami minum.
Sakit perut? alhamdulillah perut kami tahan banting.Jadi tidak ada dalam kamus hidupku yang namanya sakit perut meminum air itu.
Zabi meminum air yang ku berikan kemudian kami makan bersama dengan lauk seadanya.Aku perhatikan adik kecilku ini sangat lahap memakan makanannya.Tak peduli dengan tatapan jijik orang sekitar, kami tetap melanjutkan memakan nasi sebungkus berdua.
"Sedih..."
Itu yang aku rasakan saat melihat zabi, anak sekecil dia harus hidup seperti ini.Harus menjalani nasib ini.
"Marah..."
Mungkin aku marah dengan takdir ini. Memisahkan keluarga kecil ini dengan cara yang tragis.
Sudahlah lupakan saja kenangan itu.
Beberapa menit setelah itu aku melanjutkan aktifitasku memilih botol bekas.
Panas terik matahari menyengat kulit ini, rasa haus dan kelaparan itu yang kami rasakan.Melihat orang disekeliling, tidak ada sedikitpun rasa iba.Duduk dibawah pohon dengan pakaian yang mungkin membuat orang menjauhi kami.Melepas penat dan rasa lelah yang terus saja menimpa hari-hariku.
"Oh tuhan, berilah kami kekuatan untuk menjalani kehidupan ini.Berilah kami kesabaran dan keikhlasan, jangan engkau biarkan kami berfikir buruk terhadapmu"
Tak tau air mata ini begitu saja jatuh membasahi pipi.
"Rasanya begitu pilu...."
Aku melanjutkan perjalanan mencari botol bekas setelah berhenti di bawah pohon.Satu persatu kotak sampah ku kais demi sesuap nasi.
Jam 11.30 Malam.Aku mencari emperan toko yang sudah tutup. Disana aku bentangkan kardus bekas untuk alas tidurku bersama adikku Zabi.
Zabi sudah terlelap dipundakku sejak tadi. Dengan berlahan aku menaruhnya keatas kardus dan menyelimuti dengan kain panjang.
Lelah melanda tubuhku,aku tertidur setelah memeluk zabi ke pangkuanku agar tetap hangat .Kami tertidur pulas hingga pagi menyinari sang fajar.
Beginilah kehidupanku setiap hari nya. Mencari barang bekas dan tidur di emperan dan ini berjalan sejak lama. Sejak kami kabur dari rumah yang bernama panti asuhan.
Mungkin masih banyak kisah orang-orang diluar sana yang lebih menyedihkan dariku.
Hanya kesabaranlan yang akan menyelamatkan semua ini.
Keesokan paginya, Zabi menarik-narik bajuku dan memanggilku dengan suara khas balita yang sepenuhnya belum pandai bicara.
Dengan berat hati aku membuka mata dan melihat kesekeliing ternyata sudah subuh.Aku membawa zabi berjalan menuju dimana suara azan berkumandang.
Setengah jam perjalanan kami sampai di Mesjid Arrasyid.Aku membawa Zabi kedalam tempat wuduk dan memandikannya.Sudah 2 hari ini Zabi adikku tidak mandi.
Tapi hari ini aku memandikannya, Zabi terlihat begitu riang saat aku memandikannya.Setelah mandi aku menggantinya dengan baju yang kemarin diberi oleh salah satu karyawan toko pakaian.
"Masya Allah kamu gagah sekali Zabi.Pasti kamu senang pakai baju sebagus ini, iyakan sayang?"
Aku menatap Zabi dengan kekaguman.
Sedangkan Zabi melebarkan senyuman dan berbicara seolah-olah ia bersukur dengan baju yang dipakainya.
"Tatak...juuuu...."
Zabi menunjuk pakaian yang di kenakannya kepadaku.
"Iya Zabi, bajunya bagus kan? Zabi suka kan pakai baju ini?"tanyaku padanya.
Zabi menganggukkan kepala tanda mengerti. Walau cara bicaranya belum tepat,namun dia mengerti dengan apa yang kita maksudkan.
Begitu bahagianya dia memakai pakaian bersih dan masih utuh.
Di hati ini aku bermonolok.
"Seandainya kakak memiliki uang,pasti kakak sudah membelikan baju kesukaan kamu dek. Pakaian yang bisa melindungi kamu dari rasa kedinginan dan terik matahari.Sayang...doakan saja kakak mendapatkan Rezeki yang berlimpah agar kakak bisa membelikan kamu pakaian."
Alhamdulillah,baju yang diberi mbak yang di toko tadi berbahan tebal dengan penutup kepala dibelakangnya.Ini sangat berguna untuk Zabi.
Aku sangat bersyukur ternyata masih terselip rezeki untuk orang-orang seperti kami.
***
...*Untuk pembaca,saya ucapkan terimakasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk membaca karya saya.Jika suka kaka boleh like-Vote-komentar.Agar authornya lebih semangat menulis nya.Terimakasih."...
Dua hari yang lalu bisa dikatakan hari keberuntunganku, karena bertemu dengan seorang nenek yang umurnya mungkin sekitar 59 tahun.
Namanya nenek Inah, beliau bekerja sebagai penjual pisang dan beberapa sayur seperti kacang panjang.Tidak banyak yang beliau jual.
Nek Inah mengajakku tinggal digubuknya, awalnya aku menolak karena akan merepotkan.Tapi beliau memaksa kami untuk tinggal dirumahnya. Karena iba dengan Zabi, aku memutuskan untuk tinggal bersama mereka.
Rumah yang tidak terlalu jauh dari kota ini. Aku dan nek Inah memetik kacang panjang disamping gubuknya.Tidak terlalu banyak, hanya dua baris saja.Tapi karena tanahnya subur,sehingga tanaman ini banyak menghasilkan buah.
Sedangkan Zabi, ia terlelap didalam gubuk itu.Entah sudah berapa jam dia terlelap, hingga jam segini masih belum juga bangun dari alam tidurnya.
Mungkin dia terlalu lelah.
Selama ini tidur dipunggungku saat lagi bekerja, tentu saja posisi itu tidaklah nyaman.
Pak Sobirin,suami nek Inah yang berusia 62 tahun.Dengan kulit keriput dan rambut yang memutih, beliau masih saja berusaha bekerja sebagai penjual kerupuk milik tetangga untuk menafkahi istrinya.Dengan upah tak seberapa,beliau tetap sabar menjalaninya.
Anaknya?
Yaa,beliau memiliki sepasang anak yang bekerja diluar kota.Kata nek Inah, anak perempuannya sudah menikah dengan orang malaysia.
Karena ia orang yang sangat sibuk, sehingga tidak ada waktu untuk pulang ke Indonesia tempat orang tua nya,walau hanya sekedar berkunjung saja.
Bahkan untuk menghubungi Nek inah saja ia tidak pernah, hanya sekali saja saat mengatakan ia akan menikah.
Sungguh miris bukan...
Sedangkan anak Laki-lakinya merantau ke kota Bandung.Ia memang jarang pulang, namun selalu mengirim uang untuk nek Inah dan suaminya.Walau uang yang dikirimnya tidak seberapa.
Sebenarnya tanah ini uang hasil dari kiriman anak laki-laki nenek. Ia selalu mengirimkan uang kepada beliau tiap bulan. Tapi sayangnya,ia tidak pernah pulang ke kampung ini.
Terlihat raut sedih terpancar diwajah nek Inah.Aku mengusap punggung renta nek Inah untuk memberi kekuatan dan ketangguhan.
"Lima tahun lalu nenek membeli tanah ini, waktu itu harganya tidak terlalu mahal seperti sekarang."katanya mulai bicara
"Dan setahun setelah itu,Rendra anak nenek menikah dengan orang asli sana.Semenjak itu pula, ia tak lagi mengirim uang kepada kami."
Raut sedih dalam kerinduan.
Tetesan air mata itu keluar dari pelupuk mata yang sudah keriput dimakan usia.
Aku menatapnya, banyak kesedihan dan kerinduan yang tersimpan dimata itu.
Nek inah melihatku dan tersenyum.
"Nenek memang sedih dan rindu dengan anak nenek, tapi itu dulu .Sekarang,nenek bahagiaaaa...sekali karna ada yang menemani nenek dan kakek disini."ucap nenek sambil mengusap kepalaku.
"Iya nek, terima kasih karena nenek telah mengajak kami tinggal disini. Kalau tidak,aku tidak tahu bagaimana nasib kami saat ini.Nek,aku janji untuk tetap disini menemani nenek.Biar nenek dan kakek tidak sedih lagi seperti ini."jawabku mengusap air mata nenek.
"Terimakasih ya Nak, nenek senang mendegarnya"
"Oh iya nek,kita makan yuk.Perutku sudah lapar soalnya."
Aku mengajak nenek untuk makan.
Aku dan nenek masuk kedalam usia mencuci tangan dan kaki.
Nek inah berjalan menuju lemari kayu, mengambil nasi, sambal cobek plus sayur daun singkong .Nenek menaruhnya diatas alas lantai yang terbuat dari karung bekas disambung dan dijahit.Sedangkan aku pergi memanggil kakek yang sedang duduk dibelakang rumah,beliau terlihat sedang mengipas-ngipas dengan topi yang dipakainya.
"Kek ayo kita makan, masakanya udah siap."
kataku kepada kakek.
Kakek berdiri dan jalan mendahuluiku,begitupun denganku. Kami masuk kedalam dan melihat makanan yang sudah terhidang.Disana nenek dan zabi sudah duduk rapi bersiap untuk makan.
Kami makan begitu lahap,sekali-kali bercanda gurau.Sedangkan nenek sekali-kali menyuapi Zabi yang sebenarnya sudah memakan nasi campur sedikit rasa cabe.
Suasana ini begitu menyenangkan bagiku. Beginikah rasanya memiliki kedua orangtua,makan bersama walau itu apa adanya.
"Terimakasih Tuhan, engkau telah menghadirkan orang yang begitu menyayangi kami seperti orang tua kami sendiri.Walau, mereka tidak sedarah dengan kami."doaku dalam hati.
Setelah makan aku membawa piring kotor kesumur dan mencucinya.Sedangkan nenek mengalih nasi, sambal dan air minum kemeja agar tidak diganggu oleh Zabi.
Kakek duduk didepan jendela sambil menusuki giginya.Yaa,kebiasaan orang tua dulu setelah siap makan.
Keberadaan zabi yang masih kecil membuat mereka senang.
"Tanpa anak kecil, rumah ini terasa sepi."
Begitulah kata kakek saat kami mengobrol.
Hari berganti minggu.Seperti biasa, nenek mengajak kami ikut kepasar. Disana nenek mengajariku cara berjualan,sedangkan zabi, sibuk memainkan permainan anak - anak yang dibelikan kakek kemarin.
Dia begitu gembira mendapat mainan dari kakek.
Jam 8 pagi kami pulang kerumah menaiki becak. Dagangan nenek hari ini bersisa namun masih dapat sedikit untung.Cukup untuk membeli beras dan lauk.
Sampai dirumah aku memandikan Zabi dan mengganti bajunya dengan baju yang diberi tetangga.
Yaa, aku dan zabi dapat pakaian dari pemberian tetangga yang merasa iba melihat pakaian yang kami pakai sudah pada lusuh.
Selama ini,kami memang hanya memiliki baju yang sebenarnya sudah tak layak untuk dipakai.Tapi ya mau bagaimana mana lagi.Hanya itu yang kami miliki.
Mungkin karena pakaian kami seperti itu ,sehingga mengundang rasa simpati mereka untuk memberi kami pakaian.Biarpun bekas anak-anak mereka namun masih bagus dan layak untuk dipakai.
Walau begitu, aku bahagia memakai pakaian pemberian mereka.
Nenek dan kakek bahagian melihat kami bahagia.Meski mereka tak pernah memberikan kami pakaian. Tapi, dengan telah menghidupi dan menerima kami seperti ini saja, itu sudah lebih dari kata cukup.
Dengan kebaikan beliau yang telah mengajariku berjualan. Aku kini bisa membantu meringankan pekerjaan mereka, walau belum semuanya bisa.
Tapi akan aku usahakan.
Contoh saja hari ini.Aku belajar menjual sayur di pasar,dari tempat nenek jaraknya hanya berkisar empat meja saja.
Aku mencoba menawarkan daganganku kepada pembeli yang berlalu lalang. Dua tiga sayuranku mulai ditawari orang dan alhamdulillah,beberpa orang membelinya walau dengan harga yang murah.
Tapi menurutku pas untuk ikat sayur yang tak begitu besar.
Nenek memperhatikanku dan tersenyum.Aku yang melihat itu tersenyum dan mengacung jempol OK.
Hanya setengah jam saja daganganku habis terjual.Yaa..bagaimana tidak, aku hanya menjual khusus sayur saja.Jadi tidak terlalu sulit.
Aku membereskan barang dan pergi menuju lapak nenek.Aku melihat Zabi tertidur pulas dengan selimut tebal ditubuhnya.
Pagi-pagi sekali kami sudah berangkat menuju pasar,aku mangendong zabi dari belakang dengan kain panjang.Sedangkan nenek memikul sayur dan menenteng barang dagangan.Kami berjalan kepasar di subuh hari,karena udara masih segar dan membuat kaki tak mudah lelah.
Kami melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan dan sesuap nasi.Pengeluaran dirumah tidak seberapa, hanya saja,kebutuhan seperti minyak tanah, beras dan cabe.
Itu sangat perlu dan kebutuhan pokok.
Rumah kami tidak memiliki lampu, hanya ada beberapa lampu corong yang berbahan minyak tanah.Untuk memasak kami memakai kayu bakar yang bisa dicari ke kebun sebelah.
Rumah kami dekat dengan perkebunan tanaman keras. Kami juga diizinkan untuk sekedar mengambil ranting kayu oleh pemiliknnya.
Jadi tidak terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan.
...****Hello kaka semua yang sudah singgah di novel saya,saya mohon untuk kakak kasih vote-like-komentar dan masukan.Agar authornya lebih semangat lagi.Author ucapkan Terima kasih untuk semuanya.*****...
Empat tahun berlalu.Hari ini bertepatan hari senin. Aku sekarang bekerja membantu nenek berjualan.
Mungkin kata sibuk yang pas untukku saat ini.
Lihatlah pagi ini,subuh hari aku sudah bangun dari alam tidurku.Untuk apa?Ya,untuk mencari uang.
Tugasku sekarang menggantika nenek berjualan ke pasar pagi.Sedangkan Zabi tinggal bersama nenek dirumah.Barang dagangan sudah di siapkan oleh kakek semalam seperti sayur bayam, kangkung dan kacang panjang.
Agar sayur tetap segar aku menaruhnya didalam air,ditambah lagi daganganku buah seperti pisang, pepaya, ubi jalar dan singkong.Hasil dari kebun belakang rumah.
Sebelumnya dagangan nenek hanya beberapa saja dan sebagian milik tetangga.Namun,melihat perkarangan belakang rumah lumayan untuk berkebun. Aku berinisiatif untuk membeli bibit sayur dan mengembangkannya. Alhamdulillah, dengan kegigihan kakek merawatnya.Tanaman tersebut bisa aku jual hasil dari kebun sendiri.
Aku berangkat kepasar yang jauhnya sekitar 200 meter dengan menenteng barang dagangan.Kalo menghitung berat sih lumayan,tapi tidak masalah untuk ku. Karena aku sudah terbiasa bekerja seperti ini
Aku lebih baik banting tulang demi bisa memenuhi kebutuhan hidup yang terus meminta untuk dicari.
Setengah jam perjalanan aku sampai dipasar,disana ternyata sudah banyak pedagang berdatangan. Ada yang menyusun barang, mengangkut barang ke dalam pasar dan ada juga yang sudah selesai menyusun dagangannya.
Begitu juga denganku,menyusun barang agar terlihat rapi kemudian bersiap menunggu kedatangan pembeli
Jam 5 subuh pagi, pembeli sudah banyak berdatangan. Tentu saja para pedagang menyorak nyoraikan dagangan mereka agar cepat terjual.Begitu juga denganku, ikut menyorak nyoraikan dagangan agar cepat terjual.
"Sayurnya 3 ikat lima ribu....dipilih.... dipilih...Pak,Buk sayurannya... "
Begitulah kira-kiranya guys aku memanggil dan menawarkan kepada pembeli.
Dua tiga pembeli mulai menawar daganganku,satu demi satu sayur dan barang lainnya terjual habis.Alhamdulillah....
Alhamdulilah dengan hati senang dan rezeki,hari ini dagangan ku cepat laku. Mungkin ini pertama kali daganganku rekor paling cepat habis.Biasanya masih ada yang tersisa.
Aku bersyukur dengan rezeki yang diberikan Tuhan kepadaku.Aku juga berdoa semoga saja dagangan orang lain juga terjual.
Tentu saja hal ini membuat hatiku senang, tak sabar rasanya ingin pulang kerumah bertemu Nenek dan Zabi. Mereka pasti senang melihat aku cepat kembali.
Aku berjalan menyusuri pasar yang lumayan ramai oleh pengunjung yang hendak berbelanja.
Setibanya dipersimpangan jalan,aku baru ingat nenek minta dibelikan minyak urut merk G*U. Biasanya beliau memakai minyak tersebut untuk memijit lutut yang belakangan ini sering terasa sakit dan ngilu.
Karena tempatnya terletak di dekat pasar, otomatis aku kembali kesana.
Jangan sampai nenek kecewa.
Sampai disana aku membeli pesanan nenek kemudian kembali pulang dengan hati senang.
Dirumah aku melihat Zabi bermain dengan nenek dikebun, nenek membantu membersihkan semak yang ada di ladang sayuran.Sedangkan kakek belum kembali dari menjual kerupuk.
Aku masuk ke rumah dan meletakkan tempat barang yang berguna untuk mengangkut dagangan ke pasar.Tak lupa pula, aku mengambil martabak yang tadi sempat aku beli saat pulang dari pasar.
Aku berjalan kebelakaang rumah sambil menenteng martabak dan air minum.
"Nenek mari kita makan martabak dulu, nanti keburu dingin"
Aku menuju kebun dimana Nenek dan Zabi duduk.Didalam kebun dekat pohon pisang, kami makan martabak yang tadi aku beli. Rasanya enak dan suasana dikebun membuat siapa saja akan merasa nyaman untuk di nikmati.
Yaa,segar dan sejuk.
Aku merasa senang sudah bertemu dengan orang baik seperti nenek dan kakek,aku bersyukur bisa kabur dari rumah yang dipanggil Panti Asuhan.
Beginilah kehidupanku setelah kabur dari panti asuhan yang sudah membesarkan kami.
Waktu itu di Panti Asuhan.
Terjadi masalah yang entah apa itu, aku tidak tahu.Tapi yang aku tahu, setelah kejadian itu kami sering mendapat kekerasan fisik dan batin dari pengasuh disana.
Makanan pun kami pernah diberi makanan yang rasanya tak pantas untuk dimakan. Kejadian ini sering terjadi beberapa tahun belakangan.
Mungkin orang bertanya. Masak sih ada panti asuhan yang memperlakukan anak-anak seperti itu? Ya, memang ini benar adanya.Orang diluar sana berfikir panti asuhan itu orang-orang yang baik namun berbalik dengan panti yang pernah kami tinggali.
Dulu sebelum kabur,
Aku dan beberapa orang lainnya sudah merasa tak nyaman dan tak sanggup lagi menahan diri untuk tetap tinggal disana. Apalagi melihat adikku yang masih belita ikut dalam tindakan kekerasan mereka.
Itu membuatku sangat marah dan sedih, ingin melawan tapi apalah dayaku.Diri yang masih anak-anak ini tak bisa berbuat apa-apa.Kami menerima kekerasan fisik selama ini.
Ingin mengadu....Tapi kepada siapa? bahkan kami saja tak memiliki orang tua.
Suatu hari,
Aku dan beberapa orang lainnya mebuat rencana dan berusaha mencari celah agar bisa kabur dari tempat yang tak layak itu.Dengan berbagai rencana dan usaha kami lolos dari tempat yang tak ingin siapapun kembali.
Setelah lolos dari sana kami pun berpisah. Aku mangendong Zabi ditengah malam menjelajahi jalan yang kami temui.Tanpa alas kaki apalagi selimut.Hanya kain yang lekat dibadan yang ada padaku,sedangkan Zabi aku masukkan kedalam bajuku yang ukurannya 2 kali lipat dari badanku.
Aku kurus dan tinggi seperti kekurangan gizi. Rambut pendek seperti laki-laki, kulit dekil dengan baju yang sudah lusuh.
Aku berjalan dan terus berjalan hingga kaki ini lelah untuk berjalan.Haus dan lapar itu yang terasa.
Tapi apa dayalah diri, entah kepada siapa mengadu?aku tak tau.Hanya bisa menahan hingga pagi hari tiba.
Saat aku terbangun dari tidur, aku melihat hari begitu cerah,orang-orang yang berlalu lalang memberi kami uang,kami seperti pengemis saat itu.
Walau begitu aku bersukur masih ada orang yang ingin memberi sedikit uangnya.Walau sebenarnya, aku tak mau seperti ini.Tapi, demi perut terisi,terpaksa aku menerimanya.
Aku berjanji untuk mencari pekerjaan lainnya untuk mendapatkan uang.Itulah niatku saat itu.
Dua hari terluntang lantung ditengah kota tanpa uang, mebuatku untuk berpikir keras bagaimana caranya agar bisa makan. Kemudian aku mencoba untuk memulung dan bertahan setahun.
Kini aku bertemu dengan orang yang begitu baik.Mau menerima kami dalam keadaan seperti ini.
Terimakasih Nek dan Kakek sudah menerima kami.
Aku berharap bisa membalas kebaikan mereka dan akan membuat mereka bahagia. Berjanji tidak akan ada lagi kata kesepian diusia mereka yang sudah tua ini.
Aku berharap bisa bertemu dengan anak kakek yang ada di bandung,kak Rendra.
Aku berencana untuk mempertemukan mereka. Ini sudah lama aku rencanakan, namun karena kondisi yang masih seperti ini tidak juga pernah berubah sehingga membuat jalanku terhalang.
Entahlah mungkin belum waktunya untuk mempertemukan antara orang tua dan anaknya.
...***jika suka kakak boleh vote-like-komentar.Serta masukannya agar authornya bisa lebih kreatif lagi.Terimakasih***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!