Rahasia Menantu Culun
Prolog
Citra Astika Pratama sering dipanggil Citra. Saat ini dia telah menikah selama dua tahun lamanya bersama dengan Rifki Ansori Bagaskara.
Sampai saat ini dia memang belum bisa memberikan keturunan. Hingga membuat ibu mertuanya selalu menghina dirinya. Kata-kata kasar seperti wanita culun, jelek dan kacamata besar selalu menjadi makanan sehari-harinya. Tapi kalau dibilang wanita mandul, Citra tidak terima. Karena dia memang tidak mandul.
****
Citra menikah dengan Rifki karena suatu alasan yang dia sendiri tidak mengerti. Kakeknya tiba-tiba memintanya untuk meninggalkan semua dunia yang ia geluti saat itu.
Kemudian kakeknya membawa Citra bertemu dengan kakeknya Rifki. Lalu keduanya menjodohkan Citra dan Rifki secara mendadak.
Pada saat itu, Rifki menolak mentah-mentah menikah dengan Citra, karena memang Citra bukanlah tipe wanita yang dia cintai. Dan Citra sempat mendengar sedikit obrolan Rifki dengan kakeknya, kalau Citra tidak menarik sama sekali, apa yang dia harapkan dari Citra? Malah akan selalu membuat dirinya di olok-olok oleh teman-temannya, jika mengetahui kalau ia menikah dengan wanita culun dan jelek seperti Citra.
Namun, kakeknya langsung mengancam dengan mengatakan, kalau dia tidak akan memberikan warisan sepersen pun kepada Rifki, jika dia tidak setuju menikah dengan Citra, dan akan dihapus dari daftar keluarga Bagaskara selama-lamanya.
Rifki yang mendengar ancaman itu, kini dia tak punya pilihan lain, selain menyetujui permintaan kakeknya untuk menikahi Citra.
Awalnya Citra sangat senang mendengar kabar, kalau Rifki sudah menyetujui pernikahan mereka. Karena memang dari dulu Citra sudah menaruh hati pada Rifki. Tapi Citra tidak menyangka, setelah ia menikah dengan Rifki dia malah di perlakukan dengan sangat buruk. Bahkan melebihi pembantu sekalipun.
Citra pun mengerjakan semua perintah dari suaminya tanpa berniat membantah sedikitpun. Karena Citra memang sangat mencintai Rifki. Maka dari itu selama dua tahun ini Citra lebih banyak diam, dan melakukan semua yang diminta oleh suaminya.
Belum lagi ibu Rifki yang selalu memarahinya, jika pekerjaan yang dia lakukan tak sesuai harapan ibu mertuanya. Citra bakal kena omel seharian. Bahkan sampai malam hari mulut mertuanya tak henti mengoceh tak karuan. Dan kadang-kadang kalau di pikir-pikir semua yang dia alami, ingin rasanya dia meninggalkan rumah ini. Tapi, niatnya itu dia urungkan karena masih ada kakek Rifki yang selalu membela dan menyayanginya saat itu.
Namun sekarang, sudah beberapa bulan kakek Rifki meninggalkan Keluarga Bagaskara menghadap yang maha kuasa, dan Citra berharap dia juga sudah tenang di alam sana. Dan sekarang tinggallah Citra sendiri di rumah mewah itu, tanpa ada seorangpun yang membela dirinya.
Seperti sekarang ini, Citra hanya telat bangun tiga menit saja, ibu mertuanya sudah mengguyur seluruh tubuhnya yang masih tidur di atas ranjang dengan seember air Es, dan membuat seluruh tubuh Citra menggigil hebat tak karuan.
" Bangun kau wanita culun, dasar tidak berguna, sudah untung anakku mau menikah denganmu, dan menampung dirimu di rumah mewah kami. Jika tidak! kamu sudah hidup di jalanan dan menjadi seorang gembel," bentak ibu mertuanya. sambil berkacak pinggang di hadapan Citra.
Dengan sempoyongan Citra mulai menyibakkan selimut yang sudah basah kuyup itu dari tubuhnya, kemudian dia bangun dari tempat tidur tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tanpa ibu mertuanya sadari, Rifki tiba-tiba keluar dari dalam ruang kerjanya, karena mendengar keributan yang disebabkan oleh ibunya.
" Ada apa sih mom, pagi-pagi buta begini kalian sudah mengganggu tidurku," ucap Rifki sambil merapikan rambutnya yang tampak sedikit berantakan.
Ya, selama dua tahun. Citra dan Rifki memang jarang tidur seranjang, dan dia lebih memilih tidur di ruang kerjanya daripada tidur bersama dengan Citra.
****
Sedangkan Citra yang hendak masuk ke dalam kamar mandi, menyempatkan melirik sekilas wajah garang ibu mertuanya. Namun, hatinya sangat miris ketika wajah garang yang di tunjukkan padanya kini berubah sangat manis, saat melihat Rifki yang masih mengucek matanya.
Ibu mertuanya kini mendekat kearah anaknya dengan memasang senyum termanisnya.
" Hei… anak Mommy yang paling ganteng sedunia ternyata sudah bangun," ucapnya yang hendak memeluk Rifki.
Namun, dengan secepat kilat pula mas Rifki menghalau tindakan ibu mertuaku itu.
" Stop Mom…! Aku ini bukan anak kecil lagi, yang seenak jidat mami memeluk diriku," ucap mas Rifki sambil menahan tubuh ibu mertuaku dengan kedua tangan.
Ibu mertuaku tampak sedikit menyunggingkan senyuman ketika melihat tingkah anak kesayangannya, lalu dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
" Maaf sayang, Mom lupa. Mom pikir kamu masih berusia delapan tahun. Ternyata anak Mom sudah menikah, habisnya... salah kamu juga sih, belum memberikan cucu pada Mommy," ucap ibu mertuaku sambil cengengesan.
Mendengar hal tersebut membuat mas Rifki berdecak kesal. Lalu dia melihat kearahku, sambil menatap diriku dengan tajam.
Aku yang menyadari hal tersebut, membuat diriku salah tingkah. Kemudian aku langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi, lalu aku menutup pintunya. Dan sekarang aku tidak tau apa yang dibicarakan oleh ibu mertuaku dengan mas Rifki.
Yang jelas aku hanya mendengar samar-samar bahwa ibu mertuaku menyuruh mas Rifki untuk segera menceraikan diriku, karena aku tidak bisa memberikan keturunan.
Bagaimana bisa aku memberikan keturunan, selama dua tahun mas Rifki tak pernah Sudi menyentuhku walau itu hanya sehelai rambut.
Sedangkan aku yang berada di dalam kamar mandi, hanya bisa pasrah sembari mengusap dada hingga beberapa kali, bahkan kali ini aku sudah tidak bisa menahan air mata yang kini sudah membanjiri pipi buluk ku, karena aku memang tidak sempat merawat diri. Sebab, setelah menikah dengan mas Rifki aku selalu sibuk mengerjakan pekerjaan rumah.
" Kakek bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan, maafkan aku jika suatu saat aku tidak bisa memenuhi janjiku padamu," ucap Citra dalam hati. sambil menaruh kacamata besarnya di atas nakas. Kemudian Ia berjalan menuju bathtub dan berendam sejenak untuk menenangkan pikirannya yang sedang kacau.
Namun, baru saja Citra memejamkan mata dan merilekskan tubuhnya di dalam bathtub, tiba-tiba Rifki menggedor pintu kamar mandi, hingga membuat Citra langsung berdiri dan membuka pintu. Dan kali ini dia hanya menggunakan handuk yang menutupi bagian sensitifnya saja.
" A...ada apa mas?" tanya Citra sambil menunduk malu.
Bukannya menjawab pertanyaan Citra, Rifki malah tersenyum penuh arti, dan sekarang Citra tidak tau apa yang ada di dalam pikirkan suaminya, hingga dia melangkah mundur ketika tangan kanan Rifki hendak menarik handuk yang menutupi bagian sensitifnya.
Sedangkan Rifki yang melihat ekspresi Citra, dia malah tertawa terbahak-bahak. Kemudian ia menatap sinis ke arah Citra.
" Ha...ha..ha."
" Apa yang kamu pikirkan Citra? kau pikir aku akan tergoda dengan tubuh jelekmu itu, walaupun kau telanjang bulat sekalipun di hadapanku aku tidak akan tergoda," ucap Rifki. Kemudian dia mendorong tubuh Citra ke belakang.
" Minggir, aku mau mandi," ucapnya dengan sedikit berteriak.
Citra yang mendengar ucapan suaminya hanya bisa menangis dalam hati, kemudian dia mengambil kaca mata besarnya yang ada di atas Nakas. Lalu ia keluar dari dalam kamar mandi dengan hati yang sangat terluka, mengingat ucapan suaminya barusan.
Baru saja Citra selesai memakai baju, tiba-tiba terdengar suara teriakan ibu mertuanya memanggil namanya. Citrapun bergegas keluar dari dalam kamar untuk menghampiri.
" Ada apa Bu," tanya Citra membungkuk. Sebab dia tak berani melihat wajah garang ibu mertuanya.
Tiba-tiba terdengar suara piring dibanting ke atas lantai.
Ya, ternyata ibu mertuanya telah membanting piring itu sampai pecah. Dan Citra yang melihat kejadian tersebut hanya mematung di tempat tanpa berani mendongakkan kepala kearah ibu mertuanya.
" Dasar menantu tak berguna, coba lihat jam berapa sekarang hah…!" bentak ibu mertuanya sambil menjewer telinga kanan Citra dengan sangat kuat.
Hingga membuat Citra menjerit kesakitan, tapi ibu mertuanya tak menghiraukan jeritan Citra sama sekali, bahkan ibu mertuanya semakin memperkuat jewerannya terhadap telinga Citra.
" Ampun Bu, maafkan aku. Semalam aku bekerja terlalu larut, jadi aku terlambat bangun dan menyiapkan sarapan," ucap Citra sambil menautkan kedua tangan, berharap ibu mertuanya itu segera melepaskan tangan dari kupingnya.
Derai air mata sudah tak mampu lagi dia bendung, dan sekarang Citra mulai meneteskan air mata.
Namun, hal itu sama sekali tidak dihiraukan oleh ibu mertuanya yang bernama Siska itu. Siska terus saja mengencangkan jewerannya terhadap Citra. Dan setelah puas barulah dia melepaskannya.
" Jika kau mengulanginya lagi, maka jangan salahkan aku memberikan hukuman yang lebih sakit dari ini," bentaknya kemudian.
Citra hanya terdiam sambil memegang telinga kanannya yang agak panas, karena jeweran ibu mertuanya kali ini cukup kencang.
" Baik Bu," ucap Citra buru-buru berlari menuju kearah dapur untuk menyiapkan sarapan.
Namun baru saja dia sampai di ambang pintu tiba-tiba ibu mertuanya memanggil namanya kembali.
" Ada apa Bu," jawab Citra sambil membalikkan badan ke arah ibu mertuanya
" Mendekat," ujar Siska dengan mata nyalang.
Citra yang tidak ingin mendapat amukan dari ibu mertuanya langsung berlari kecil menuju Bu Siska. Namun betapa terkejutnya dia saat tangan ibu mertuanya itu mendarat sempurna di pipinya.
" Ampun Bu, memangnya apa salahku?" tanya Citra dengan mata berkaca-kaca.
" Kau masih bertanya apa kesalahanmu, sudah berapa kali aku bilang jangan panggil aku ibu, dan sekali lagi aku ingatkan, panggil aku Nyo… nya…!" ujar Siska dengan sangat marah.
" I-iya Nyonya," jawab Citra cepat, karena dia tak ingin memperpanjang masalah ini.
" Bagus, akhirnya kau mengerti dengan status mu di rumah ini," jawab Siska sambil tersenyum.
Kemudian dia menyuruh Citra kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Dan Siska juga mengingatkan kalau nanti jam satu siang akan ada tamu penting, maka dari itu Citra harus menyiapkan masakan yang paling enak.
" Baik Bu," jawab Citra. Lalu dia pergi ke dapur.
Di dapur
Citra yang sudah tak mampu membendung air matanya, kini mulai bercucuran dari kelopak mata indahnya.
Namun, walaupun demikian Ia tak menghentikan aktivitasnya memotong sayuran. Hingga Bi Sopi yang melihat keadaan Nyonya mudanya itu langsung menghentikan pekerjaannya yang sedang mencuci piring. Kemudian dia menghampiri Citra.
" Non Citra bertengkar lagi ya sama Nyonya Siska," tebak bi Sopi.
" Sini biar Bibi yang memasak untuk sarapan," ujar bi Sopi lagi, lalu dia mengambil pisau dan sayuran yang berada di tangan Citra.
Citra membiarkan bi Sopi memotong sayuran, sedangkan dia duduk di atas kursi yang tersedia di dapur. Namun itu tidak berlangsung lama karena ibu mertuanya tiba-tiba datang ke dapur.
" Citra…!" teriak Siska menggelar di ruangan itu, karena melihat Citra yang sedang duduk santai di atas kursi.
Citra yang mendengar suara ibu mertuanya langsung berdiri, kemudian dia berjalan menuju kompor dan menyalakannya.
" Dasar menantu tak berguna, sudah tau kami semua sedang kelaparan, kau masih duduk santai di atas kursi," ujar Siska marah.
Lalu dia berjalan menuju Citra yang sedang membuat sarapan.
" Aku tidak mau tau, kalau sarapannya tidak selesai dalam waktu tiga menit, kamu akan aku kurang di dalam gudang semalaman," ancam Siska.
" B-baik Nyonya," jawab Citra dengan bibir gemetar.
Kemudian Siska meninggalkan Citra.
Tiga menit kemudian
Citra sudah menyelesaikan pekerjaannya, kemudian dia berjalan menuju meja makan dan menata hasil masakan yang dia buat.
Tidak berselang lama, Rifki turun bersama dengan ibunya, dan mereka berdua tampak membicarakan sesuatu.
Sedangkan Citra yang melihat hal itu, dia pun menajamkan pendengarannya, dan betapa sakit hatinya ia kala mendengar suaminya sendiri mengatakan kalau sebentar lagi Rifki akan menceraikan dirinya.
Siska pun tampak tersenyum dan menyetujui keinginan anaknya.
Namun berbeda dengan Citra, dia langsung pergi meninggalkan meja makan dan berlari menuju dapur.
Di dapur
Citra langsung duduk di atas kursi, lalu dia menangis dalam diam.
"Apakah aku seburuk itu di mata suamiku? sehingga dia mau menceraikan ku, padahal selama ini aku sudah menuruti perintah dan keinginannya, apa mungkin aku yang terlalu berharap untuk di cintai," Citra merenung.
Namun saat dia merenung, tiba-tiba sebuah krikil kecil mengenai punggungnya, lalu dia menoleh ke seluruh penjuru ruangan dapur, tapi tidak melihat siapapun.
Ia berpikir kalau itu hanya perasaan nya saja, tapi Citra melihat dengan jelas kalau batu kerikil yang mengenai punggungnya ada di bawah kakinya. Bulu kuduk Citra seketika meremang.
" Apa mungkin di dapur ini ada hantu? tapi itu tidak mungkin, lagipula ini sudah mau menjelang siang, masa Ia hantu keluar di siang bolong begini, seharusnya kan malam hari," Citra bergumam dalam hati.
Karena merasa takut, kemudian Citra berdiri dari tempat duduknya, dan berniat memanggil bi Sopi untuk menemani dirinya yang ingin memasak makanan untuk menyambut tamu yang datang nanti siang.
Namun saat Citra ingin memanggil nama bi Sopi, tiba-tiba seseorang menutup mulutnya dari belakang, dan menyeretnya keluar dari dapur itu menuju taman belakang rumah.
" Lepaskan aku... lepaskan aku," Citra terus berontak, bahkan kaca mata besarnya sudah mulai jatuh ke atas tanah.
" Diamlah, ini aku Robin sahabat baikmu," ujarnya sambil melepaskan dekapan tangannya dari mulut Citra.
Citra yang mendengar nama itu seketika membulatkan bola matanya, bahkan hampir keluar dari sarangnya, sedangkan Robin yang di tatap seperti itu terlihat sangat santai dan tampak cengengesan.
Hingga sepersekian detik kemudian Citra menetralisir keterkejutan dirinya dengan menarik nafas dalam.
" Untuk apa kau datang ke mari, cepat pergi dari sini sebelum ada yang melihat mu." usir Citra dengan tegas.
Robin seketika membulatkan bola matanya, dia tidak menyangka kalau sahabatnya itu dengan tega mengusir dirinya. Bahkan dia sudah memanjat pagar setinggi tiga meter untuk bertemu dengan Citra.
" Kau tega sekali padaku, aku sudah susah payah datang ke sini, tapi kau tidak menawarkan aku segelas air putih pun," celoteh Robin sambil tersenyum manis ke arah Citra, bahkan dia sempat-sempatnya menggoda Citra dengan mengedipkan sebelah matanya hingga beberapa kali.
Citra tak menanggapi ucapan Robin, lalu dia celingak-celinguk ke seluruh penjuru taman, takut ada orang yang melihat dirinya berbicara dengan seorang laki-laki asing.
Tanpa mau berdebat, Citra kemudian menanyakan apa sebenarnya tujuan Robin datang menemui dirinya.
Mendengar hal itu, Robin langsung mendekat ke arah Citra.
" Nanti malam tepat jam Sebelas malam kau harus hadir di acara peresmian Hotel kita yang baru, dan aku tidak mau tau pokoknya kau harus hadir. Kalau tidak, aku tidak akan mau lagi mengurus perusahaan mu itu," ucap Robin dengan tegas.
" Tapi Robin," Citra berusaha menolak.
" Kali ini aku tidak menerima alasan apapun darimu," ujar Robin lalu dia meninggalkan Citra yang masih mode terkejut.
Tidak lama kemudian terdengarlah suara derap langkah kaki seseorang, hingga membuat Citra yang tidak memakai kacamata besarnya sampai dibuat kalang kabut.
" Non Citra... Non Citra. Kamu di mana?" bi Sopi terus saja memanggil nama Citra.
Citra berjongkok di tanah, berpura-pura mencari kacamata besarnya.
Sedangkan bi Sopi yang melihat Nona mudanya berjongkok di tanah dan melihat kacamata Nona mudanya tergeletak di atas tanah kemudian dia mengambilnya.
" Non mencari ini?" tanya bi Sopi sambil menyerahkan kacamata itu pada Citra.
" Iya bi," jawab Citra, kemudian Citra meraih kacamatanya dari tangan bi Sopi, lalu dia memakainya kembali.
" Terima kasih bi, tadi aku tersandung, jadi kacamata ku terjatuh," jelas Citra sambil tersenyum.
Bi Sopi juga tersenyum mendengar penjelasan Citra, lalu dia mengajak Citra kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk menyambut tamu yang datang nanti siang.
****
Siang harinya
Berbagai macam masakan sudah tertata rapi diatas meja yang berukuran lumayan panjang itu. Hingga Citra mendengar suara samar-samar seorang yang sangat begitu dia kenal mendekat ke arah tempat dimana ia berdiri.
" Aku tidak salah dengar, itu adalah ibu tiri ku dan adik tiri ku, untuk apa mereka berdua datang kemari? Apa mungkin tamu penting yang di maksud oleh ibu mertuaku adalah keluarga ku sendiri," pikir Citra.
Kemudian dia berjalan perlahan menuju sumber suara, dan berniat menyambut kedatangan ibu dan saudara tirinya.
Namun, langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat melihat adik tirinya Syasi sedang menggendong bayi mungil berusia sembilan bulan.
" Kapan Syasi menikah? kenapa ibu tidak memberitahukan hal ini padaku," batin Citra.
Namun belum hilang keterkejutan Citra, tiba-tiba ibu mertuanya datang dan memanggil anak yang digendong Syasi itu adalah cucunya.
Tubuh Citra seketika lemas bagaikan tak bertulang, kemudian dia melangkah mundur dan bersembunyi di balik pintu yang menghubungkan antara ruang tamu dan ruang makan. Dan Ia tak menyangka kalau selama ini suaminya telah menikah diam-diam dengan saudara tirinya.
" Tidak, ini tidak mungkin. Mas Rifki tidak mungkin setega itu mengkhianatiku," batin Citra berusaha menepis apa yang dia lihat dan dengar dengan mata kepalanya sendiri.
Kemudian dia berusaha terlihat tegar, sambil keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri ibu dan saudara tirinya yang saat ini sedang mengobrol dengan ibu mertuanya di ruang tamu.
Dengan senyum yang dipaksakan, Citra pun terus melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.
" Selamat siang bu, ibu kapan datang?" sapa Citra. Lalu dia hendak mencium punggung tangan ibu tirinya.
Namun ibu tirinya yang melihat hal itu, dengan secepat kilat dia menepis tangan Citra.
" Sudah, sudah. Kau tidak perlu susah-susah mencari perhatian dariku. Lebih baik kau pergi dan lakukan pekerjaanmu, sebagai menantu di rumah ini," ujar ibu tirinya ketus.
Citra seketika mengusap dada, karena Ia tidak menyangka ibu tirinya sanggup berkata seperti itu di hadapan ibu mertuanya.
Citra mundur beberapa langkah dan berniat kembali ke dapur. Namun langkah kakinya tiba-tiba berhenti karena adiknya Syasi memanggil namanya.
" Tunggu kak, aku ingin bicara empat mata denganmu, apa kau bersedia?"
Citra seketika membalikkan badan menghadap adiknya Syasi.
" Boleh," jawab Citra sambil tersenyum.
Kemudian dia membawa Syasi masuk kedalam kamarnya.
Di dalam kamar Citra
Syasi tampak tersenyum memandang kamar kakaknya, lalu dia mengajak Citra untuk berbicara di balkon, terlihat dari wajah Syasi ia sedang merencanakan sesuatu. Entah apa itu hanya Syasi saja yang tau.
" Baiklah."
Kemudian Syasi dan Citra berjalan menuju balkon.
Syasi yang sudah merencanakan ini sebelumnya, tanpa basa-basi lalu dia mengambil ponsel dari dalam tasnya, kemudian dia memutar sebuah Video tentang pernikahan dirinya dengan Rifki.
" Lihat kak, aku sudah menikah dengan mas Rifki sebelum kakak menikah dengannya, dan apa kakak tau bayi mungil yang berusia sembilan bulan itu adalah anakku dengan mas Rifki," ujar Syasi dengan tak tau malunya.
Citra terhenyak mendengar ucapan adik tirinya Syasi, lalu dia menutup telinga dan kedua matanya, berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi ketika ia membuka matanya kembali Ia benar-benar melihat Syasi berdiri di hadapannya.
" Tidak, ini tidak mungkin, aku hanya bermimpi." gumam Citra, namun masih terdengar oleh Syasi.
Syasi tampak menyunggingkan senyuman ketika melihat reaksi kakaknya.
" Apa kakak pikir ini hanya mimpi? Ini bukan mimpi kak ini adalah kenyataan yang harus kakak terima bahwa sekarang aku sudah menjadi Nyonya besar di rumah ini, bahkan aku sudah memberikan keturunan di keluarga besar Bagaskara, sedangkan kakak hanya seorang wanita mandul yang tidak berguna," Syasi menghina kakaknya.
" Diam…!" ucap Citra yang hendak melayangkan lima jarinya pada pipi mulus Syasi.
Namun tindakannya itu dihalau oleh Rifki yang tiba-tiba muncul di antara pertengkaran kedua kakak beradik itu.
" Jangan coba-coba menyentuh istriku, sebab dia lebih baik dari mu, dan sekarang pergilah ke dapur karena disitu adalah tempat yang cocok bagimu," ucap Rifki sambil membuang tangan Citra kesamping.
" Mas…!" panggil Citra, bahkan sekarang bulir bening sudah mengalir dari kelopak matanya.
" Jangan panggil aku mas, karena aku tidak sudi," jawab Rifki, lalu dia mendekat ke arah Syasi dan mencium bibir Syasi dihadapan Citra.
Tangis Citra seketika pecah, kala melihat adegan memalukan itu terjadi di hadapannya. Lalu dia pun berlari meninggalkan adiknya dengan suaminya.
Sedangkan Syasi yang melihat kepergian Citra ia pun lagi-lagi memanggilnya. Lalu dia mendekat ke arah Citra.
" Kenapa kau malah pergi, apa kau tidak ingin melihat keperkasaan suamimu, ups... maaf kau kan tidak pernah merasakannya," Syasi mengejek Citra disertai tawa yang bahagia.
Citra yang dalam keadaan marah dan sudah tak mampu lagi menahan emosi yang bergemuruh di dalam hatinya. Lalu dia mendorong tubuh Syasi hingga jatuh ke atas lantai.
" Citra… apa yang kau lakukan!" teriak Rifki saat melihat tubuh Syasi tergeletak di atas lantai. Kemudian dia berjalan menuju Syasi dan menolongnya.
Setelah Rifki menolong Syasi, kemudian Rifki mendekat ke arah Citra.
Dan…
Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipi Citra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!