NovelToon NovelToon

ME And I

1 gadis cacat

Malam ini hujan telah turun sejakl pagi. Rintik hujan membasahi tanah tanpa henti. Menciptakan lumpur pada lubang lubang jalan. Bau dedauanan terbawa angin malan yang dingin, bercampur dengan bau tanah yang basah.

Pada salah satu jalan. Langkah kaki tercipta membelah Malam dingin berkabut yang sedikit berkabut, Langkah kakinya sedikit ringan, tapi cukup mantap di bawah rintik hujan. Seperti burung kecil yang terbang mencari sarangnya. kaki itu berhenti di atas jalan basah,

Sebuah bangunan yang cukup klasik, dia mendongkak untuk melihat tulisan di depan gedung tetesan hujan menutupi sebagai tulisannya. Matanya jernih bersinar seperti bintang saat terkena sinar lampu jalan yang remang remang. Memberikan kilau yang segar dan cerah tapi nuansa dingin dalam tubuhnya begitu terasa.

Kafe hers,

Tidak ada pengunjung di dalam Cafe di cuaca yang buruk seperti ini. Saat dia melangkah mendorong pintu. Penjaga di counter langsung bersemangat, karena ada pelanggan dalam cuaca yang buruk seperti ini. Tapi saat dia bertatap muka dengan pengunjung yang baru saja masuk itu, matanya langsung melebar. Wajahnya langsung pucat dan kata katanya kembali masuk ke dalam perutnya. Rasa mual mendadak muncul di perutnya. Pelayan itu tidak bisa mengucapkan kata kata sedikitpun, dia benar benar mati rasa.

"Ruangan 208"

pengunjung itu memberitahukan maksudnya. Dia seorang gadis muda dengan suara tenang yang jernih tapi nadanya sedikit kekanakan, membuat suaranya begitu menyegarkan, dia mengenakan mantel yang memakan semua tubuhnya dan kepalanya tertutup tudung besar. Rambutnya terurai menyembunyikan wajahnya. Hanya terlihat sepasang mata yang bersinar seperti bintang dalam nuansa gelap di tubuhnya.

Pelayan itu masih terduduk. Kesadarannya belum kembali. Dia kembali menatap pengunjung di depannya. Tangannya sedikit gemetar saat menunjuk ruangan di lantai dua. Belum pernah dia melihat yang seperti ini dalam hidupnya.

Bentuk mukanya hancur. Jelas karena terbakar. Dia hanya bisa melihat sepasang mata dan alis yang lebat yang masih tersisa dari keutuhan dari wajah gadis itu. Sangat di sayangkan, sepertinya gadis ini dulu memiliki tampilan yang cantik

Rambutnya halus dan matanya besar, begitu menonjol bersinar terang seperti bintang. Tapi pelayan itu tetap bergidik ngeri saat melihat bekas luka yang memenuhi wajah gadis itu. yah apa gunanya mata menarik itu, jika dia cacat seperti itu. matanya di penuhi rasa kasihan, jijik, saat menatap punggung gadis itu ketika berjalan di tangga.

Gadis itu melangkah dengan tenang. Tidak memperdulikan bagaimana jijiknya wajah pelayan itu saat menatap wajahnya. Dia sudah terbiasa dan hal ini, bukan masalah baginya. Dia sudah mati rasa.

Di lantai dua begitu sepi. Dindingnya berwarna coklat tua dan muda yang di kombinasikan dengan indah. Sangat bersih dan terawat. Lorong panjang menyambut gadis itu. Matanya mengedar mencari ruangan yang di tujunya.

Bibirnya yang telah rusak setengahnya membaca kembali tulisan di depannya. Kamar 208. Harusnya dia disini. Saat dia mendorong pintu. Ruangan hangat langsung menyambutnya. Rasa dingin di luar ruangan hilang sepenuhnya, Ada kursi tunggal dengan meja bulat tua dan telepon tergantung di atasnya. Dia melirik sebelah kiri ada kasur berukuran sedang yang masih rapi. Dia melangkah lebih dekat matanya bersinar seperti bintang saat melihat jendela di depannya. Sofa minimalis dan meja berwarna putih menghadap jendela. di atas meja terdapat teko antik yang mengeluarkan uap panas dan dua cangkir teh yang terisi penuh air panas. Sepertinya dia sudah di sambut.

Berdiri di dalam ruangan begitu kontras. Sosok pria tinggi kurus yang sedang menatap hujan dari balik jendela. jendela yang di penuhi bulir bulir air. berlatarkan keadaan yang gelap. tampak sedikit aneh untuk latar pria di depannya, pria ini tampak sangat hangat dan tenang dengan pakaian berwarna biru lembut dan celana hitam panjang.

Pria itu berbalik dan menatap gadis itu. Mata pria itu seperti mutiara hitam di dalam lautan dan bersinar lembut saat tekena sinar lampu ruangan, alisnya halus, sedikit tebal tapi memiliki ujung yang tajam. Hidungnya memiliki tulang tinggi membuatnya tampak menonjol pada wajah kurusnya. Bibir pria itu penuh karisma tapi ujungnya mengerut dingin. dia memiliki senyum hangat tapi saat orang melihatnya mereka akan merasakan dua perasan antara terpesona pada kehangatannya dan ketakutan akan maksudnya.

"Nona risa" suaranya tenang dan mengalir. Dia melangkah dan duduk di kursi. Matanya sekali lagi melirik gadis di depannya. Pikirannya bertanya tanya tapi dia hanya menyimpannya di dalam pikirannya?

Pandangannya acuh tak acuh tampak tidak jelas. Tapi itu yang membuat gadis di depannya waspada. Sikap acuh tak acuh milik pria di depannya, hanya kamuflase di permukaan. Seperti singa yang tenang yang sedang mengintai mangsanya dari jauh.

Risa berjalan mengambil tempat di sebrang pria itu dan membuka tudung di kepalanya. Jejak terbakar memenuhi mukanya. Membuatnya tidak bisa terlihat jelas dan normal. Tapi bekas hidung tinggi dan dagu lancip itu masih ada. Sepertinya dulu gadis ini memiliki wajah yang bagus. Pria itu meringis di dalam hati melihat wajah cacat itu. Tapi rasa penasaran lebih mendominasi, dia penasaran dengan maksud gadis ini mencarinya.

"Tuan mahesa"

Pria itu tersenyum kecil saat mendengar suara gadis itu. Ini adalah suara yang menarik dan tenang. Seperti air jernih yang mengalir tanpa hambatan. Tapi nada kekanakannya sangat menyenangkan, Tangannya menggosok dagunya dengan pelan. Sedikit percikan api hadir pada mata mutiara hitamnya.

"Hal menarik apa?, yang membuat nona risa, datang mencariku?" Pria itu bertanya dengan lembut. Matanya menatap gadis itu tenang. Sikapnya begitu tenang, dia seperti berasal dari keluarga yang mengetahui terpelajar. Dia Tidak tampak jijik ataupun enggan seperti pelayan di bawah tadi saat melihat wajah cacat gadis itu. Baginya itu adalah pemandangan yang normal atau mungkin dia pandai menyembunyikan ekpresi wajahnya?

"Aku ingin meminta tolong" risa membuka mulutnya dan menatap langsung pada mahesa

Mahesa yang sedang duduk dengan nyaman, melirik risa dengan sekilas ada ekpresi malas pada wajahnya, apakah dia memiliki wajah penuh belas kasih hingga orang tidak di kenalnya berani meminta tolong padanya? dia berbicara dengan dingin "apa yang dapat saya bantu?" Mahesa mengambil cangkir di depannya dan menegak tehnya dengan elegan.

Risa menatap mahesa dengan tenang. Tapi hatinya sedikit gelisah, kata kata mahesa sopan tapi nadanya sedikit dingin, membuatnya tidak bisa mengerti apakah mahesa bersedia membantunya atau tidak. Dia menekan perasaannya dan melanjutkan kata kata yang sudah di susunnya "hanya hal kecil" risa menjawab tenang, "Tuan mahesa tidak perlu takut, aku tidak meminta tolong dengan tangan kosong" dia buru buru berkata saat melihat kilatan tajam di mata Mahesa. Matanya menatap mahesa lalu menatap cangkir di atas meja. Permukaan airnya tenang seperti ekpresi mahesa.

Mahesa menatap risa mencoba mencari tahu maksud kata kata gadis itu "hal kecil apa yang perlu bantuanku? dan apa yang ingin nona berikan padaku?" Dia bertanya sambil meneguk kembali tehnya. rasa pahit, manis dan hangat mengalir di tenggorokannya

Risa mengambil cangkir di meja dengan tenang dan menyeruput tehnya. Bibirnya yang rusak dan kering tersenyum dingin di atas permukaan cangkir yang sedikit hangat. Dia kemudian menatap mahesa dan berkata rendah "aku ingin melakukan operasi plastik untuk wajahku" dia meletakan cangkir tehnya. suaranya mantap tapi matanya bergerak ragu ragu.

Mata mahesa sedikit kabur seperti ada sedikit lapisan yang menghalangi sebelum perlahan lahan menjadi lebih jernih, dia menatap risa dari dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tubuh gadis ini begitu kurus dan matanya begitu menonjol di antara wajahnya yang rusak. Tampak sangat menyedihkan seperti kucing kecil yang penyakitan dan butuh pertolongan "itu hal yang mudah" mahesa berkata ringan dia merasa ini sepele, tapi bagi mahesa transaksi adalah sebuah keuntungan jika pihak lain tidak bisa memberikan manfaat dia tidak akan memandangnya "tapi apakan informasi yang di bawa nona bisa memuaskanku?" mahesa menekankan kata katanya, bibirnya tersenyum sekilas.

Punggung risa terasa panas saat melihat tatapan mahesa. di dalam Matanya tersimpan kobaran api, panas dan siap membakar. Kata kata mahesa mengandung arti yang besar, jika informasi yang di sampaikanya berguna dia akan dengan senang hati membantunya, tapi jika tidak berguna maka semuanya akan sia sia.

Risa mencengkram ujung pakaiannya lalu tersenyum kecil dan mengatakan fakta yang telah di ketahuinya "Nyonya Bhaskara, adalah anggota utama black king"

Mahesa merasakan lonjakan di hatinya saat mendengar informasi yang di berikan gadis itu. Dia menatap gadis itu beberapa saat seperti mencari sesuatu, hatinya menjadi bingung, darimana gadis ini mengetahui informasi seperti ini? Insting waspadanya langsung bangun "informasi ini, kenapa nona risa memberitahukannya kepadaku" dia terus menatap risa tanpa berkedip, matanya terlihat semakin hitam.

Risa melirik mahesa dan melihat sikap waspada pihak lawan. Jika dia menjadi mahesa, dia juga pasti akan waspada. Rahasia yang dia ungkapan sangat rahasia dan telah terkubur begitu lama. Bahkan anjing pelacakpun tidak akan bisa menciumnya. Risa menyadari bahwa mahesa bukanlah orang yang mudah menelan kata kata seperti angin kosong. Dia adalah orang jenius yang dapat mendengar satu kata dan menangkap sepuluh jenis maksudnya.

Pria ini mungkin dari luar terlihat seperti pria yang hidup sesuka hatinya dan selalu mengandalkan kekuasaan keluarganya untuk mendukungnya. tapi bagi orang orang yang mengenalnya mereka tahu mahesa seperti apa, dia adalah pria yang tanpa ampun. Mahesa adalah tipe singa gunung yang menjaga zona teriotalnya dengan jelas, tapi saat ada yang mengusiknya dia akan langsung menjadi ganas dan buas.

Membuat tindakan atau memberikan informasi yang mencurigakan di depan mahesa sama seperti membangunkan singa yang sedang tertidur. Risa merasakan bibirnya kering dia kembali menatap mahesa dan mengeraskan hatinya saat melihat wajah tampan pihak lawan.

dia tidak punya pilihan lain. ini adalah satu satunya jalan agar dia bisa memperbaiki wajahnya dan menyusun rencana untuk orang orang yang telah membuatnya menderita "aku mendengar dari tuan tenggara, bahwa tuan sedang menyelidiki nyonya bhaskara. Aku kebetulan mengetahui salah satu orang dan secara tidak sengaja mendengar pembicaraannya, tentang black king" saat mengucapkan kata katanya, risa terus berdoa di dalam hati agar mahesa mempercayai kata katanya. Meskipun dia tahu bahwa kemungkinannya sangat kecil. Dia melirik cangkir di depannya dan berharap pikiran mahesa setenang air di dalam cangkir.

Mata mahesa masih jernih saat melihat risa. Tidak ada jejak ekpresi apapun di wajahnya tapi risa merasa tercekik. rasanya di balik ketenangan mahesa terdapat badai mengerikan. Risa terus meremas tangannya dan masih melanjutkan berdoa di dalam hatinya.

Mahesa masih tenang tapi dia merasa dingin di hatinya, dia memperhatikan pihak lawan. Mata gadis itu membesar sinarnya semakin jelas seperti bintang di langit malam. Tapi tubuhnya menyusut seperti tikus di pojokan yang melihat cakar kucing "Apakah Tenggara yang di maksud nona adalah tuan Tenggara yang saya kenal" mahesa bertanya dengan menarik sudut bibirnya. jika itu adalah pria yang di pikirannya maka itu bisa saja benar.

Risa melirik mahesa sebentar dan merasa kedinginan saat melihat senyuman mahesa dia meremas bajunya sebelum mengangguk "betul tuan gara dari Capital group" dia menunduk tidak berani menatap mahesa.

Mahesa menarik napasnya. Bahkan gadis ini mengetahui nama panggilan Tenggara. kemungkinan besar yang di katakan gadis ini benar. perutnya terasa panas saat memikirkan kata kata risa tadi "Darimana kau mengenalnya?"

Risa menarik napasnya, "ayah saya dulu adalah satpam di Capital. Tuan gara pernah melihat saya dan merasakan kasihan, jadi dia sering membantu saya" dia memberikan alasan dengan lugas.

Risa mencoba menghilangkan rasa bersalahnya untuk gara karena berbohong dan menyeret namanya. tapi saat ini hanya cara ini yang terpikirkan olehnya. dia harus mengarang cerita yang sedikit memberikan fakta agar mahesa percaya. mahesa dan gara adalah teman. jadi pasti mahesa pernah membicarakan masalahnya kepada gara.

"Lalu, orang yang berbicara tentang black king itu?" Mahesa mengangkat alisnya saat mendengarkan penjelasan risa.

"Ibu saya dulu bekerja dirumahnya" risa menjawab cepat, kepalanya menunduk tidak ingin mahesa melihat wajahnya yang tegang "sebagai pembantu" dia menambahkan buru buru dengan suara yang begitu pelan. Seperti tidak ingin mahesa mendengarnya.

Tangan mahesa terkepal disisi tubuhnya dia menatap risa yang masih menunduk dan merasa sedikit simpati. Dia mungkin orang yang keras dan tidak membiarkan siapapun menggertaknya. Tapi dia juga bukan orang berhati batu yang menutup mata pada penderitaan orang orang lemah.

"Apa kau akan memberi tahu siapa orang yang kau bicarakan tadi?"

Risa mengumpati pria di depannya di dalam hati. Mahesa benar benar teliti dia bahkan tidak membiarkan hal hal apapun yang lewat di depan matanya lolos begitu saja. risa tidak bisa berpura pura terus mahesa bisa curiga. lebih baik sekarang membuat kesepakatan.

Risa mencoba menahan agar matanya tidak berputar dan menatap mahesa dengan lemah dan berkata takut takut "saya akan memberitahukan, jika tuan setuju dengan permintaan saya" dia memberikan penawaran dengan hati hati.

Mahesa tertawa dingin melihat keberanian yang datang pada risa, dia berkata dengan rendah "nona, yang kau minta itu mungkin saja akan membuatku bangkrut. Aku tidak mungkin membiarkan informasi yang kutukar dengan mahal lewat begitu saja" mahesa menekan kata katanya untuk memperingatkan risa.

Risa mencibir di dalam hatinya, bangkrut? hanya saat tuhan ingin mahesa bangkrut maka itu akan terjadi. Bahkan jika mahesa ingin membeli setengah dunia dia bisa mendapatkannya tanpa perlu memikirkan hari esoknya "jika tuan benar benar setuju. Aku akan mengatakannya" risa berbicara dengan penuh semangat matanya menunjukan keteguhan yang jelas.

Pandangan mahesa menjadi dingin dia menatap mata risa yang penuh keteguhan seperti gunung batu, dia mengerutkan bibirnya dan merasa agak merepotkan jika terus dalam keadaan seperti ini "Katakan dan aku akan setuju" dia berbicara dengan tidak peduli.

Bibir risa yang rusak tertarik puas "Tuan bisakah anda memberikan uang Cash kepada saya?" dia bertanya sekali lagi dan menatap penuh harap pada mahesa. dia bersikap seperti gadis kecil yang meminta permen pada pamanya.

Mahesa mengerutkan keningnya dan berkata dengan tidak senang "nona muda, kenapa kau banyak sekali permintaan? aku hanya memintanu menyebutkan sebuah nama, bukan untuk membawa orang itu ke ke depan mataku?" Gadis kurus ini kenapa jadi kurang ajar seperti ini. Jika dia bukan wanita mahesa pasti sudah memukulinya.

Risa menelan ludahnya dan menahan rasa jengkel di hatinya "setelah melakukan operasi saya benar benar ingin mengubur masa lalu saya dan semua riwayat hidup saya. Jika tuan mengirim lewat bank dan suatu hari tidak puas dengan saya. Saya takut tuan akan mencari tahu tentang saya" risa memberikan alasan yang aneh, tapi itu terdengar masuk akal.

Mahesa merasa tidak yakin dengan pendengarannya dia menatap risa serius dan melihat pandangan penuh harap gadis itu padanya. mata gadis itu cerah dan sedikit berair tampak seperti mata anak kecil yang berharap di belikan perman. perasaan mahesa menjadi tidak enak. kenapa dia merasa bahwa dia adalah penjahatnya? bukankah dia yang sedang di peras. hatinya menjadi jengkel saat memikirkannya. Ini terlihat seperti dia sedang menindas orang lemah. "Baik, tuan andi berikan dia uang!" mahesa meraung marah.

Seorang pria sepantaran mahesa datang dan membawa koper hitam. Koper ini mahal dan bagus. Mata risa menatap penuh harap pada koper yang di taruh di atas meja dan sudah tidak sabar membawanya ke pelukannya. Dia tidak peduli bagaiamana wajah rupawan tuan andi ataupun wajah seksi mahesa. Baginya uang lebih rupawan dan menggoda. daripada dua pria panas di depannya.

"Tuan...."

"Jika kau mengajukan permintaan lagi. Uang ini akan berkurang setengahnya" mahesa langsung mengancam risa. Dia sudah hampir kehilangan kesebarannya.

Risa menggeram marah di dalam hatinya saat melihat kesabaran mahesa yang bagai benang tipis. "Aku ingin memberitahukan nama itu" dia berkata jujur dan tegas.

Mahesa mengangguk dan menahan perasaan dongkol di hatinya, tapi sebuah senyuman tumbuh di bibirnya "baik, sekarang sebutkan nama bajingan yang berharga miliaran itu" kesabaran mahesa sudah di ujung kuku.

Risa menatap mahesa beberapa saat, berpikir haruskah dia memberikan jawaban yang salah. informasi ini sedikit berharga dan mungkin dia bisa menjualnya suatu hari kepada pihak lain. tanganya menatap koper yang berisi uang, dia tahu uang bukan masalah untuk mahesa tapi jika mahesa tidak senang dengan idenya mahesa pasti tidak akan melepaskannya. ini sama saja seperti membiarkan dirinya menjadi kelinci yang harus di buru oleh anjing. tangan risa bergetar ketakutan "Tuan handika, dari legas" risa berkata jujur dan yakin. dia melihat kanan kiri, takut tiba tiba ada polisi yang datang dan menangkapnya karena dia sudah mengungkapkan nama orang yang terlarang.

suara hujan di luar teredam. tapi malam semak mencekam. Angin dingin berhembus dengan kencang. suasana di dalam ruangan seperti berada di luar ruangan begitu dingin dan mencekam. mahesa menatap risa dengan serius. Dia seperti ingin berbicara tapi tidak melakukannya. matanya bergerak melirik tuan andi yang berdiri di depannya. Wajah tuan andi tanpa ekpresi tapi matanya menjadi dingin. Pikiran mereka berdua sama. Sama sama ingin menghabisi rubah tua itu.

Risa merasakannya dan menatap dua orang di depannya hati hati. wajah mereka menjadi merah pekat dan aura pembunuh menguar terus menerus. di masa depan risa berjanji tidak akan berhubungan lagi dengan dua orang ini. berurusan dengan mahesa dan tuan andi sama saja menciptakan lubang tanpa dasar. mahesa sombong dengan kekuatannya dan tuan andi licik dengan pikirannya. mereka kelompok yang sempurna untuk menyapu lawan lawan mereka. ini seperti singa dan serigala yang sedang berburu bersama. kekuatan dan kekejaman tanpa batas. semakin lama melihat ekpresi lawan perasaan mahesa menjadi semakin tidak tenang. dia ingin segera angkat kaki dari hutan buas ini.

Mahesa menarik sudut bibirnya dan hatinya menjadi dingin dia benar benar tidak sabar untuk membuat rencana yang menyenangkan untuk orang orang itu. Apakah dia harus memberikan racun atau membunuhnya dengan pistolnya. Atau mahesa bisa membuatnya bangkrut dan membuatnya menderita sebelum memberikan pembalasan terakhir.

"Tuan"

suara risa datang dan membuyarkan semua rencana di kepalanya. Mahesa menatap risa dingin dan sudah siap menerjangnya untuk memukulinya jika saja dia tidak melihat mata bintangnya yang polos.

tuan andi yang melihat itu mengangkat alisnya. dia memandang risa dengan ekpresi aneh. apakah gadis ini bodoh? atau dia tidak peka? daritadi dia terus menerus memprovokasi kesabaran mahesa. apa gadis ini tidak tahu bahwa orang yang di ganggu nya adalah macan tutul?

Risa menelan ludahnya melihat tatapan membunuh mahesa dia berkata dengan ragu "bisakah aku mengambil uangnya dan pergi dari sini?" matanya terpancang pada koper di atas meja dengan serius.

Mahesa masih menatap dingin sebelum berkata kepada tuan andi dengan marah "bawa dia keluar" mahesa melambaikan tangannya dan segera memerintahkan mereka pergi dari harapannya.

Tanpa menungu apapun lagi. risa, langsung mengangkat tubuhnya tangannya mengambil koper di depannya dengan kecepat kilat dan memeluknya dengan erat. Dia bergegas keluar ruangan, tuan andi dan mahesa menarik alisnya melihat pemandangan itu. Gadis ini seperti tikus yang ingin lari dari dalam got. pikiran mereka berdua sama sama gelisah.

2

Tuan andi berjalan dengan tenang, di sebelahnya gadis mungil terus memeluk kopernya. kepalanya tertutup tudung jaketnya dan rambutnya mengurai menutupi wajahnya.

mereka sampai di depan pintu kafe dan berdiri sambil mengamati hujan yang masih turun. penampilan gadis di sebelahnya tampak sangat menyedihkan. Tuan andi mendesah pelan dan menatap ke dalam kafe "apa kau lapar?" Dia bertanya sambil menatap tubuh risa yang hanya mencapai dadanya. mata gadis itu terpancang pada etalase yang memamerkan kue kue.

tubuh gadis ini kurus dan ringkih membuat tuan andi takut, jika ada angin besar dia akan terbawa. rasanya tuan andi ingin memberikan makan yang banyak agar tubuh risa sedikit lebih baik.

risa mendongkak untuk menatap tuan andi yang tinggi. matanya bersinar seperti bintang saat terkena sinar lampu jalan, ada kepolosan di matanya dan senyuman kecil di bibirnya, membuatnya tampak seperti gadis kecil yang tersesat di jalanan "aku hanya haus," dia menjawab pelan. suaranya jernih dalam hembusan angin yang dingin.

seorang pelanggan keluar dari dalam Cafe, dia terkejut melihat risa dan buru buru memalingkan wajahnya, dia ketakutan bahwa dengan melihat wajah buruk itu hidupnya akan menjadi sial. dia bergegas pergi dengan tubuh bergidik jijik.

tatapan mata risa menjadi redup. bibirnya yang rusak melengkung ke bawah dan hatinya tiba tiba terasa dingin. dia menatap tetesan hujan dengan kosong. bahunya merosot ke bawah dan memeluk koper di dalam bajunya dengan erat.

matanya berkabut dan tetesan hujan membawa kenangan yang lalu kembali ke permukaan. ini masih segar dan membekas di pikirannya. hatinya seperti di remas dengan kejam.

"Lihat wajahnya yang menjijikan itu"

"aku ingin muntah saat melihat wajahnya"

"sial! bisakah kau pergi mengganggu pemandangan saja!"

"menjijikan, jangan tunjukkan wajah burukmu itu,"

kata kata kutukan itu bergema di telinganya, tangannya mencengkram koper di pelukannya dengan sekuat tenaga. membuat buku buku tangannya memutih karena kerasnya cengkraman tangannya.

bibir tuan andi menjadi kaku dia menatap risa dan bertanya tanya di dalam hatinya sendiri, kenapa dia begitu gelisah dan merana saat melihat sosoknya yang menyedihkan. perasaannya di penuhi rasa bersalah dan simpati. padahal gadis ini meskipun berwajah cacat tapi dia tidak menampilkan wajah sedih. darimana perasan ini? wajahnya dengan tenang menatap tetesan air hujan. tubuhnya juga tidak tampak kedinginan karena berbalut jaket yang tebal. Tuan andi sekali lagi menyapu pandangan matanya menatap risa dengan lebih dalam. perasaan apa ini? kenapa rasanya dia ingin menggenggam tangan gadis ini dan memberitahukan bahwa semuanya akan baik baik saja "tunggu disini" dia berbalik dan kembali masuk ke dalam Cafe untuk membelikam kue untuk Risa.

risa masih menatap punggung tuan andi dan merasa tidak ada gunanya dia menunggu pria itu. Dia mengeratkan mantelnya dan segera berjalan. langkahnya awalnya pelan tapi semakin lama itu berubah menjadi lari lari kecil. risa menatap jalan di depannya yang di penuhi cahaya. udara dingin dan rintik air hujan menghantam wajahnya. dia menghentikan langkah kakinya, lalu menatap langit malam yang gelap. dia berjongkok lalu kembali menatap langit yang masih sama gelapnya suara angin berderu di telinganya dan rintik air hujan masih menetes di atas wajahnya.

ini berakhir sampai disini. semua penderitaan ini akan dia akhiri sampai disini. tapi ini juga menjadi jalan buntu untuknya. jalan yang di ambilnya, membuatnya Tidak akan pernah ada jalan untuk kembali. mulai saat ini da hanya bisa berlari dan terus berlari. risa menjernihkan matanya yang berkabut. tanpa bisa melihat ke belakang lagi.

ibu maafkan aku.

risa menatap dengan sedih saat melihat seorang wanita yang tertidur di atas ranjang pasien. wanita itu belom terlalu tua tapi karena setalah bertahun tahun hanya tidur di ranjang pasien. tubuhnya menjadi lemah dan kuyu. Risa tidak berani mendekati ranjang pasien. dia takut saat melihat wajah itu dia akan merasakan perasaan ragu. dan semua yang telah di rencanakannya akan berantakan.

risa menatap napas ibunya yang damai. orang yang melihat ibunya akan berpikir bahwa ibunya saat ini sedang tidur panjang. tapi tidur panjang ibunya adalah mimpi buruk bagi risa......

ibu teruslah seperti ini. beristirahat dengan tenang. bangunlah saat semuanya sudah selesai agar kamu tidak tahu bahwa anakmu telah mengotori tangannya untuk membalaskan dendam hidupnya.

dengan hembusan napas yang berat, dia berbalik dan pergi dari depan ruangan ibunya. dia tidak berbalik untuk melihat ibunya lagi. karena dia tahu sudah tidak ada jalan untuk kembali.

tuan andi menatap kantong roti dan teh hangat di tangannya dengan bingung. dia mencari cari risa tapi tidak menemukannya, akhirnya dia hanya bisa kembali ke ruangan mahesa dan membawa minuman dan makanan yang telah di belinya.

"kenapa lama sekali?" Mahesa bertanya

Tuan andi meliriknya, mahesa sedang duduk santai dan menikmati secangkir teh dengan tenang dan menatap hujan. dia tampak seperti tuan muda pemalas yang sedang menikmati cuaca buruk dengan secangkir teh. bibir tuan andi kembali kaku saat mengingat perasaan yang terjadi di depan Cafe dia ingin bertanya kepada mahesa tapi dia merasa itu akan memalukan. yang bisa dia lakukan hanya meremas kantong makanan di tangannya, menunjukan rasa frustasi di hatinya.

"ada apa denganmu?" Mahesa menatap bingung Tuan andi. yang tampak seperti kehilangan jiwanya.

Tuan andi menarik napasnya sebelum bertanya dengan bingung "apa kau, tidak merasa malam ini terlalu melankolis?"

mahesa menatap tuan andi dengan aneh, dia tidak mengerti maksud pertanyaan tuan andi yang di luar dugaanya, dia merenung dan melihat kue yang di remas Tuan andi. matanya bersinar ada pemahaman dalam tatapannya "apa gadis itu melakukan hal aneh di depan tadi?" mahesa bertanya malas. pikirannya mengarah pada risa yang telah membuat Tuan andi, tampak aneh. hanya gadis itu yang berinteraksi dengannya.

Tuan andi, mendesah dan meletakan kue kue di tanganya dengan ekpresi marah yang dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya "Aku tidak tahu kenapa, tapi gadis ini terus mengeluarkan suasana aneh, dia tampak menyedihkan tapi aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. kau harus melihat tadi saat dia berdiri di depan Cafe. aku sempat berpikir dia tampaknya ingin bunuh diri" suara tuan andi terdengar sedikit liar.

ketika kata kata di ucapkan ekpresi mahesa menjadi serius dia menatap pada jendela dan tampak merenung "ku pikir hanya aku yang merasakannya?" Dia berguman

Tuan andi langsung menatap mahesa dan berkata "kau, merasakannya juga?" Dia bertanya ragu ragu . Mata tuan andi memperhatikan wajah mahesa dengan lebih seksama ada perasaan dingin di hatinya. saat melihat senyuman mahesa. mata mahesa menyorot tajam pada pemandangan di luar ruangan.

Mahesa mengangguk dan meneguk tehnya dengan wajah tanpa ekpresi "gadis ini tidak sesederhana yang terlihat" mahesa mengungkapkan pikirannya "aku menduga bahwa dia memiliki identitas lain" dia berkomentar dengan tajam.

"maksudmu?" Tuan andi menatap mahesa dengan mata terkejut.

mahesa menatap cangkir teh di depannya yang semakin dingin. penampilan gadis ini terlihat begitu menyedihkan membuat mahesa tidak terlalu waspada, dia tidak terlalu memikirkan darimana gadis ini menemukn informasi yang bisa di jualnya dan selalu berpikir bahwa yang di katakannya adalah fakat. tapi semakin mahesa memikirkan informasi yang di katakan risa. hati mahesa menjadi dingin. ini benar benar bukan fakta yang baik-baik "tidakkah kau merasa aneh dengan semua informasi yang di kataknnya?" tangannya memutar mutar cangkir di depannya dengan wajahbdingin. senyum kejam hadir di bibirnya. membuat tampilannya berubah dari tuan muda malas menjadi pria tampan yang arogan "kita telah meremehkannya dan terjatuh dalam skema yang di buatnya, kita telah di tipu mentah mentah olehnya"

Tuan andi mengangguk setuju "apa dia mata mata lawan" dia berbicara dengan dingin. matanya kembali membayangkan sosok risa dan merasa rasa simpatinya hilang untuk gadis itu, bisa bisanya dia di bodohi dengan tampilan anak kecil itu.

orang seperti ini tidak akan masuk dalam kelompok lumpur milik wanita itu. jadi mahesa dengan yakin mengatakan bahwa risa bukan dari pihak lawan. dan juga informasi yang di jualnya adalah informasi selly, rahasia ini telah tertutup rapat dan mahesa sendiri yakin dia tidak akan bisa menemukannya. Rahasia ini adalah kunci pintu dari sarang selly. yang bisa membuka semua kebusukannya.

mahesa menggelengkan kepalanya, tangannya masih memutar cangkir di depannya. tapi tatapan matanya berubah jauh ke depan "dia bukan berasal dari mereka. gadis ini terlalu licin dan mereka tidak akan menempatkan mata mata secara langsung di depan wajahku" mahesa menggeram ganas. kekejian hadir di wajahnya. matanya menatap ampas teh di dalam cangkir.

"kita bisa bertanya pada Tenggara, bukankah dia bilang mengenalnya" tuan andi mengingat kembali kata kata risa

Mahesa tidak setuju dengan saran tuan andi. tangannya meletakan cangkir di tangannya dengan kasar, lalu dia bergerak bangun dan berdiri di depan jendela. kata kata tuan andi sama sekali tidak berguna. jika mereka saja bisa di tipu gadis itu dengan mudah, maka tenggara bisa di tanganinya dengan menutup mata. dan juga mahesa merasa kata kata gadis itu sebenernya sedikit tulus. dia menjual informasi berharga untuk mahesa dan dia meminta uang sebagai imbalannya. ini adalah motif yang jelas dan dia merasa itu masuk akal dengan kondisi risa saat ini. uang adalah sesuatu yang di butuhkannya saat ini.

"Tenggara. tidak akan mengetahuinya"

"tapi bukankah dia mengatakan tuan tenggara pernah membantunya" Tuan andi berseru bingung

mahesa melirik tuan andi dengan tegang "dengan kelicikannya, aku takut bahwa Tenggara juga telah ditipu seperti kita"

Tuan andi menatap mahesa dengan serius, mahesa mengabaikan tatapan itu dan kembali berkata "dia mungkin saja menggunakan identitas yang lain saat berkomunikasi dengan tenggara. dan akan sia sia bagi kita untuk mencarinya"

"Lalu apa kita akan melepaskannya?" Tuan andi bertanya dengan kesal, dia rasanya ingin mencubit risa saat ini atau memarahinya dan membuat gadis itu menangis keras.

mahesa mendongkak lalu menatap tuan andi dengan malas, "biarkan saja, jika apa yang di katakanya benar, dia tidak akan muncul di hadapan kita lagi"

"jika dia muncul?" Tuan andi bertanya dengan wajah keruh.

mahesa melirk tuan andi dingin ada senyuman keji samar di bibirnya, membuat tampilan mahesa sedikit liar tapi itu membuatnya semakin menarik. matanya bersinar seperti mutiara hitam mahal "maka kita harus memanfaatkannya, uang yang ku berikan bukan di gunakan untuk menipuku" kata katanya seperti angin di musim dingin, tenang Tapi menusuk.

3 bulan kemudian,

bau alkohol dan obat mendominasi di udara cahaya matahari menerobos dari jendela yang lebar, hari ini masih masuk dalam musim panas. cuaca sudah panas di waktu pagi hari.

perawat itu mendorong jendela untuk memghalau sinar matahari pada pasien di depannya, dia tersenyum lembut sebelum berkata dengan hangat "sebentar lagi perbannya bisa di buka"

dia memandang gadis kurus di depannya, dia mendesah pelan saat melihat anggukan kepalanya, sudah dua bulan lebih pasien ini datang untuk mengoperasi wajahnya yang cacat, tapi tidak ada yang datang menjenguknya. dia masih muda usianya mungkin baru awal dua puluhan tapi kenapa dia sendirian. apakah semua saudaranya meninggal karena kebakaran yang merusak wajahnya. jika demikian tidak heran dia menjadi sangat tertutup.

"Apa kau mau melihat matahari?" perawat itu masih bertanya dengan ramah, tangannya kembali mendorong gorden di tangannya.

gadis itu menggeleng pelan "suster bisa pergi, aku sendiri tidak apa apa"

suster itu menganguk patuh, dan pergi dari ruangan. setelah suster pergi gadis itu segera bangun dan membuka buku di bawah bantalnya, dia membaca buku itu dengan serius dan penuh perhatian tidak membiarkan satu huruf pun terlewat oleh matanya.

Tulisan di dalam buku mengingatkan semuanya, akan penderitaan yang telah di laluinya. kenangan samar samar kembali segar di pikirannya.

bibirnya tersenyum dingin saat melihat sebuah foto yang tampak harmonis, dia merapatkan bibirnya dan jari jarinya menyentuh wajah wajah di dalam foto. bisakah dia kembali? tapi jika dia kembali, dia tidak akan bisa membalas semua perbuatan mereka.

riaa bergerak menatap jendela, rumput rumput luas dengan cahaya matahari hangat membuat matanya terasa berkabut. tangannya terkepal, dia tidak akan kembali karena dia ingin bebas.

risa melirik kembali menatap foto di dalam buku, senyumnya merekah tapi matanya begitu dingin. sudah saatnya dia menggigit anjing anjing. agar mereka sadar langit itu masih luas.

penderitaan, penghinaan, perbuatan buruk mereka di masa lalu adalah hutang yang harus mereka bayar sekarang. mereka harus mendapatkan pembalasannya. gigi di ganti gigi, mata di ganti mata.

pria itu berdiri dengan malas, bersandar pada meja di depan jendela, tangannya membolak balik kertas di depannya. matanya tampak tenang dan bibirnya terkatup dengan sempurna. tubuhnya yang tinggi bermandikan cahaya matahari yang hangat membuat dia terlihat sangat bersinar. wajahnya yang tampan begitu tenang dan hangat, sepasang matanya yang seperti mutiara hitam yang langka bersinar mengeluarkan cahaya.

pria muda yang hadir di depannya berdiri dengan patuh tidak membuat suara ataupun gerakan apapun. mereka berdiri dengan tenang tapi tidak berani menatap pria muda yang bermandikan cahaya.

ketenangan ini sebenarnya terasa menyiksa. jantung semua orang berdebar debar, tapi merek hanya bisa menunggu. tidak ada yang berani mengusik pemuda tenang di depannya. mereka mengenal dengan jelas seperti apa pria di depannya. dia adalah singa muda yang buas. Dia adalah mahesa bhaskara.

"galih"

pria yang di panggil galih maju dengan kepala tertunduk tidak berani mengangkat kepalanya sedikitpun "Tuan, nyonya bhaskara, sudah mengundang tuan handika" suaranya penuh keluhan

mahesa mengangguk dan masih menatap kertasnya, kata katanya tajam dan terdapat sedikit nada ejekan "cepat sekali dia datang"

tidak ada yang berani menjawab kata kata mahesa. mereka hanya bisa saling melirik penuh arti.

"tuan" galih berbicara ragu ragu. keringat hadir di punggungnya saat melihat mata mahesa yang begitu bersinar "Tuan handika, sudah memesan tiket ke kalimantan"

mata mahesa menatap semua orang yang hadir dan mengerutkan keningnya "kapan rencananya?" Dia bertanya rendah

"seminggu yang lalu" galih merunduk tidak berani menatap mehesa, tangannya berkeringat dingin.

mahesa memiringkan kepalanya lalu menatap ke arah jendela luar, dia menghempaskan kertas di tangannya, membuat hati semua orang berdebar debar karena cemas. galih yang mendapatkan tugas mengawasi tuan handika hanya bisa menunduk pasrah akan nasibnya, dia benar benar lengah "dia sudah memesan tiket itu selama seminggu yang lalu dan kalian baru melaporkanya sekarang?" Suara mahesa begitu tenang tapi nadanya begitu dingin,

semua orang merunduk tidak berani menjawab, mereka takut jika mereka menjawab akan semakin memprovokasi mahesa,

Tuan andi yang melihat itu mendesah pelan, mahesa mungkin masih muda tapi kekejamannya sungguh luar biasa. orang orang yang tidak mengenalnya akan berpikir bahwa mahesa adalah tuan muda sombong dan pembuat onar. dia lahir dalam keluarga yang berkuasa dan memiliki kekayaan berlimpah membuatnya menjadi pribadi sombong dan arogan, tapi bagi orang orang yang mengenalnya mereka tidak akan pernah berani menggertak singa muda ini. dia akan langsung menggigit dan mencabik cabik siapapun yang menghalangi jalannya.

pria di sebelah galih mendesah pelan dia maju sedikit dan berbicara dengan rendah "Tuan, yang memesan perjalanan kali ini tuan mahendra, jadi kami tidak bisa melacaknya" dia memberikan alasan. galih menatap temannya lalu mendesah lega, meski masih merasa cemas.

bibir mahesa berkedut, matanya bersinar seperti mutiara hitam yang langka dia melirik tuan andi yang masih diam lalu mendengus dengan dingin "Sejak kapan mereka berdua menjadi dekat?" Dia bertanya tajam.

"mereka bertemu pada acara pemakaman anak pertama tuan adiguna" Tuan andi menjawab dengan tegas

mahesa terdiam sebentar, seperti mencoba memikirkan sesuatu "apa hubungan handika dengan anak pertama adiguna?" adiguna adalah pemilik firma group dan handika adalah adalah pemilik legas, firma dan legas bukan rekan kerja. ini terdengar sangat mustahil.

"bukan handika yang bertemu, tapi anaknya" Tuan andi menjawab dengan sabar

semua orang yang hadir menatapku kagum dan kasihan pada Tuan andi, seberapa sering tuan andi melihat dan menerima kekejaman mahesa hingga dia sudah tidak terpengaruh lagi

"gadis itu?" keningnya berkerut tidak memahami kondisinya

"mereka bersekolah bersama, wajar baginya untuk ikut dalam pemakaman, dan juga tuan mahendra datang sebagai perwakilan king group untuk berbela sungkawa" Tuan andi menjelaskan.

"apa mereka sering bertemu?" tubuh mahesa bermandikan cahaya hangat, tapi matanya begitu dingin membuat semua orang berkeringat di bawah tatapan tajamnya.

"kami tidak mengetahui seberapa sering mereka bertemu"

mahesa merileksan wajahnya dan tersenyum dengan tenang, matanya menari narikan cahaya "retas handphonenya, aku ingin laporannya besok pagi sudah ada di mejaku"

galih dan pria di sebelahnya ali, langsung mendesah pelan. mereka berdua saling berpandangan dan mengetahui bahwa mereka berdua akan menderita malam ini, tapi itu lebih baik daripada mahesa memberikan hukuman yang biasa di berikannya akibat kelalaiannya "baik tuan" galih dan Ali menjawab kompak

"semua boleh pergi" mahesa melambaikan tangannya, meminta semua anak buah meninggalkannya. suasana menjadi agak kacau. jika mahendra terlibat ini akan semakin rumit. dia pasti sudah menyiapkan jebakan yang lainnya.

semua orang mengangguk kompak dan segera pergi dari ruangan. Tuan andi yang sejak tadi memeriksa berkas menatap mahesa yang masih menatap jendela dengan serius. tubuh pria itu terkena cahaya matahari membuatnya tampak mempesona. matanya liar seperti sedang mengawasi mangsa dan ada senyuman keji yang muncul di wajahnya.

"sangat di sayangkan gadis itu mati muda"

seorang pria datang dan berbicara dengan wajah penuh penyesalan dia mengambil tempat di sebelah tuan andi. Matanya menatap mahesa yang tampak tidak perduli, ekpresinya di buat serius tapi matanya begitu cerah membuat penampilannya terlihat seperti tuan muda sombong tapi manja.

mahes melirik tuan andi dengan bibir lurus kaku "suruh Adrian datang" mahesa memberi perintah, mengabaikan gosip yang di bawa temannya.

Tuan andi menyambar handphonenya, sementara pria yang baru datang kini sibuk dengan handphonenya dia tidak peduli dengan apapun lagi dan tenggelam dalam handphonenya.

"bukankah kau mengenal marisa?" Pria itu menatap mahesa penuh antusias

mahesa meliriknya sebelum berbicara dengan enggan "kenapa kau membicarakannya?"

"ku dengar dia sangat cantik dan pintar. tapi agak sedikit dingin"

kepala mahesa merunduk sebelum menatap wajah bagas, atau temannya yang berbicara sejak tadi "dia memang cantik dan pintar" mahesa menjawab dengan ringan. tapi untuk kata kata dingin marisa tidak dingin dia ramah dan baik. mahesa baru pertama kali mendengar orang menyebut marisa dingin.

bagas mendesah penuh drama sebelum berkata "gadis yang mati satunya lagi juga cantik dan pintar, tapi ku dengar dia lebih lembut dan baik hati. tidak seperti marisa yang dingin"

"Siapa yang berkata marisa dingin?" mahesa bertanya basa basi.

"mahen dan seno, seno dulu satu sekolah dengannya dan di mengenal marisa"

mahesa meluruskan wajahnya lalu menarik pulpennya, dia tiba tiba sadar kenapa dia harus ikut bergosip dengan bagas. membuang waktu "kapan kau bertemu mereka?"

"tadi pagi, di cafetaria kakak. okh ku dengar dari kakak ipar kau akan menikah"

Tuan andi yang sejak tadi diam menatap pada bagas dengan bingung. siapa yang di ajak bagas bicara hingga mendapat gosip aneh seperti itu "Siapa yang kau ajak bicara?" Tuan andi bertanya mewakili mahesa

bagas memiringkan kepala pada satu sisi dan menatap mahesa dengan terkejut "kakak ipar berbicara dengan ibu, dia berkata bahwa gadis itu cukup cantik dan dia berasal dari golongan seperti kita"

Tuan andi menatap mahesa dengan was was, melihat tatapan dingin mahesa tuan andi tahu bahwa mahesa sudah sangat marah

"benar benar omong kosong yang tidak berguna" mahesa menggeram kasar. pulpen di tangan patah menjadi dua

Bagas yang melihatnya menciut tanpa sadar

"mereka semakin menjadi kurang ajar" mahesa berkata dengan dingin. cahaya matanya bersinar dengan niat membunuh yang jelas

"ambil alih legas," mahesa berkata pada tuan andi

Tuan andi menarik napasnya "ini masih dini, legas belom kita kuasai" Tuan andi memberikan saran dengan ragu

maheda melirik tuan andi dingin "Lalu aku harus membiarkan mereka?" mahesa bertanya dengan tajam

Tuan andi menarik lehernya "sebentar lagi, tunggu tuan kencana berhasil memeriksa semuanya. kita tidak bisa mengambil alih sekarang. legas adalah sarang bandit. jika kita mengambil legas dan Bandit itu masih ada. semuanya akan sia sia"

mahesa melirik tuan andi dengan wajah niat menyerang "suruh Bima pergi ke legas, selamatkan yang menguntungkan dan singkirkan bandit bandit itu"

3

ini masih termasuk musim panas, matahari bergerak dari timur ke barat dengan begitu terik.

sebuah taksi berhenti di depan gedung pencakar langit, sosok gadis kurus turun dari kursi belakang. dia mengenakan gaun putih sederhana, dengan rambut bebas terurai, matanya bersinar seperti bintang, senyumnya cerah dan segar seperti bunga mawar baru mekar yang terkena sinar matahari.

satpam yang bertugas di depan pintu tidak bisa mengalihkan tatapannya, matanya terus mengikuti gerakan gadis yang sedang berjalan kearahnya, dia menegakan tubuhnya dan membusungkan dadanya. matanya semakin cerah saat melihat bagaiamana cantiknya gadis di depannya.

"Selamat siang"

Bahkan suaranya begitu menarik, suaranya sejernih air dan begitu tenang. satpam itu bertanya tanya apa gadis di depannya seorang peri. "Ada yang saya bisa bantu nona?"

risa tersenyum sopan "saya ingin bertemu pak rendi"

wajah pria di depannya menjadi kaku, dia menatap gadis di depannya dan merasa penuh penyesalan di dalam hati. Hanya pria berangkat tinggi yang akan di cari bunga bunga cantik.

"Ruangan pak rendi di lantai 5, apa nona memerlukan bantuan?" satpam itu masih mempertahankan senyumannya. dia masih berharap untuk menjadi dekat dengan gadis di depannya.

Senyum risa menjadi dingin. dia menatap satpam itu dengan pandangan menilai "tidak perlu terima kasih banyak"

gadis itu mengangguk sopan lalu masuk ke dalam gedung, semua orang terkesima saat melihat sosok kurus itu masuk dan berjalan menuju ruangan pria bernama rendi

langkah kaki kecilnya pelan, wajahnya tenang tidak memiliki senyuman tapi mata bintangnya membuat orang orang tertarik. seorang pegawai pria berhenti beberapa saat seperti kehilangan kesabarannya.

langkah kaki gadis itu berhenti di depan meja seorang wanita muda dia menyebutkan maksudnya tujuannya dan menunggu dengan sabar. pegawai wanita itu tersenyum lalu mempersilahkannya masuk.

ruangan di dalam besar dan penuh cahaya, ada beberapa sekat dari kaca yang membagi ruangan. meja dan kursi di letakan di depan jendela besar, ada lukisan abstrak di dinding yang sedikit gelap. membuatnya seperti terasing dalam ruangan cerah, beberapa piagam dan piala di letakan di depan lemari kaca.

pegawai wanita itu mempersilahkan gadis cantik di depannya duduk dan dia berjanji bahwa rendi akan selesai rapat dalam waktu 15 menit. setelah menyajikan teh dia kembali ke mejanya. matanya masih mengawasi gadis di depannya. hatinya sedikit masam saat menyadari bahwa gadis seperti inilah yang di inginkan atasannya.

lima belas menit berlalu, gadis di depannya tampak masih tenang dan tidak terlihat gelisah, dia menatap jendela di depannya menikmati panasnya matahari di luar.

pintu terbuka seorang pria muda dan tampan berjalan masuk. dia mengerutkan keningnya saat melihat sosok tidak di kenal yang menungunya. penampilan pria ini sangat tampan, wajahnya penuh kelembutan tapi tatapan matanya dalam. bibirnya merah dengan dagu yang cantik. Dia mengenakan kemeja biru lembut dan celana hitam yang pas di tubuhnya,

"Permisi. nona adalah?" Dia bertanya dengan ragu ragu dan mengamati gadis tenang di depannya. gadis ini terasa asing tapi saat mereka bertatap mata perasaan rendi bergetar. Dia pernah melihat tatapan ini.

gadis itu berdiri dan tersenyum cerah, membuat rendi terdiam dia merasa senyuman gadis di depannya indah tapi tatapan matanya terlihat dingin dan mengandung sedikit ejekan. rendi bertanya tanya di dalam hatinya siapa gadis ini?

"Tuan rendi," dia menyapa sopan "perkenalkan nama saya adalah risa" suaranya tenang. Rendi masih kehilangan pikirannya dia masih merasa bingung.

"Nona risa" rendi berbicara dengan ragu ragu "ada urusan apa anda mencari saya?"

risa tersenyum kecil, lalu menyerahkan sebuah kertas yang di bawanya, "Aku punya sedikit penawaran untuk tuan rendi"

mata rendi bergerak menatap kertas yang di sodorkan risa, matanya menatap risa lamat lamat. melihat ekpresi acuh tak acuh gadis ini.

"saya tidak tahu, penawaran apa yang di berikan nona risa, tapi ku pikir nona risa lebih baik melupakannya saja. saya tidak tertarik" rendi menjawab dengan sopan. perasaannya mengatakan bahwa gadis ini memiliki maksud terselebung. dia tidak menunjukan sifat murah hati tapi lebih ke tidak pedulian.

risa tersenyum kecil, berurusan dengan rendi tidak perlu berbasa basi. pria inu lugas dan cakap. risa menarik napasnya dan menatap rendi dalam "apa karena jasmine, dia masih mengikatmu ternyata?" suaranya ringan, risa tidak menahan cibirannya sedikitpun.

rendi menatap risa dengan serius dan bingung. kenapa gadis di depannya mengenal adiknya? "itu bukan urusan nona, apa nona risa tidak sadar. nona datang dengan sikap yang begitu sombong saat menawarkan kesepakatan" suara rendi tajam. perasaannya tidak tenang saat melihat tatapan dalam gadis itu. ini seperti dia sedang di mangsa oleh binatang kejam.

risa duduk dan melipat tangannya, bibirnya tersenyum lebar dan dia tertawa ringan mendengar ucapan rendi. "sombong?" Dia bertanya dan menatap rendi sekali lagi "di dunia ini kesombongan di perlukan agar orang orang tahu tempatnya" risa memberitahukan nasihat tidak bermoral kepada rendi. matanya melengkung dengan cantik membuat tampilannya semakin bersemangat.

Rendi terdiam mendengar ucapan yang di tunjukkan untuknya, wajahnya menjadi kaku tangannya terkepal pada sisi tubuhnya dia menjawab dengan dingin "aku tidak tahu masalah apa yang dimiliki nona dengan orang rendah ini" rendi menjawab dengan penuh ketidaksukaan. jika saja gadis di depannya seorang pria rendi pasti tidak akan menahan tinjunya, sayangnya gadis di depannya adalah seorang gadis cantik dengan tampilan seperti peri tapi perilakunya begitu liar dan kurang ajar.

hati rendi semakin tidak tenang. kepalanya terus berputar kapan dia memiliki masalah dengan gadis ini.

wajah risa masih tenang mendengar nada sarkasme rendi, dia menatap rendi dingin. dia berkata dengan tidak peduli "Siapa yang menganggap tuan rendi rendah?" risa bertanya polis "itu adalah sesuatu yang tuan rendi katakan sendiri. hidup bersih dan kotor itu pilihan kita sendiri" risa menjawab tanpa peduli.

rendi tercengang dia menatap risa dengan bingung. gadis ini siapa sebenarnya "baik" rendi menjawab marah dan juga bingung "dan saya harap nona bisa pergi sekarang, karena ruangan kotor ini tidak cocok untuk anda"

risa menyesap tehnya lalu memusatkan pandangannya pada lukisan abstrak di dinding "lukisan itu" dia menunjuknya dengan jarinya "sama seperti tuan rendi. terasing. terperangkap dalam ruangan besar dan megah ini. menyedihkan"

rendi menatap lukisan di ruangannya lalu menatap mata bintang gadis di depannya, bulu kuduknya terasa meremang tanpa sadar "apa hubungannya"

"Bagaimana jika tuan rendi memberikannya padaku, aku akan menjaganya"

"saya tidak berani menjualnya pada anda. mungkin anda akan menginjak nginjaknya suatu saat nanti" rendi langsung mencibir

risa tertawa riang mendengar cibiran rendi "kenapa aku harus menginjaknya, aku tahu lukisan itu sangat berharga untuk tuan rendi. aku tidak berani"

mata Rendi seperti di sulut api. dia merasakan rasa kesal bergejolak di dalam hatinya. rendi rasanya ingin menyeret gadis di depannya saat ini.

risa meletakan tehnya dan menatap rendi dengan puas. matanya penuh kesombongan, telapak tangannya bolak balik dan tersenyum kecil "sangat di sayangkan, dipelihara bertahun tahun hanya untuk menjadi menjadi anjing penjaga"

wajah rendi seperti di bakar api dia menatap risa dengan jijik dan marah dia sekuat tenaga menahan tangannya agar tidak menyeret gadis di depannya "nona silahkan pergi. kesabaran saya ada batasnya"

risa tersenyum santai, semakin merasa senang melihat rendi yang kebakaran jenggot. hatinya penuh kekuasaan "kesabaranmu memang luas, bahkan kau bisa mentolelir perlakuan Aditama begitu lama" risa berkomentar ringan. wajahnya cerah berbanding terbalik dengan rendi yang begitu hitam karena marah.

dada rendi penuh api dia menatap risa memintanya untuk mundur sekarang juga "Silahkan anda pergi"

pandangan risa berubah menjadi dingin. dia menatap rendi jijik, dia mencibir "pasti melelahkan bukan menuruti keinginan orang lain?" risa bertanya ramah tapi tatapan matanya yang dingin membuat rendi begitu menggigil.

perasaan rendi menjadi gelisah, pikirannya kacau dan dia merasakan perasaannya menjadi lelah. dia menatap risa dan merasa bingung. apa masalah yang terang antara mereka hingga gadis ini memperlakukannya seperti ini? dia tidak pernah bertemu dengannya tapi gadis ini jelas jelas menghina dan menatapnya dengan jijik. "nona apa aku nengenalmu? aku benar benar terkejut dengan sifat nona saat ini"

"tidak perlu terkejut, aku mengenalmu" risa berbisik, tubuhnya condong kearah rendi. dia tersenyum lebar. "coba tebak siapa aku?" Tangan risa memainkan vas bunga di depannya. mencabut bunga bunga di plastik. mengotori meja di depannya.

Rendi menatap lurus lurus pada risa. mengamati semua yang ada pada gadis di depannya wanita di depannya sangat cantik. dia memiliki mata yang bersinar seperti bintang, hidungnya tinggi dengan bibir kemerahan, senyuman sejak tadi tidak hilang di bibirnya terasa sangat segar dan memikat. seperti bunga cantik yang sedang mekar. tapi tatapan wanita ini membuat rendi merasa gusar, tatapannya begitu dingin dan penuh ejekan. membuat rendi bertanya tanya apa maksud semua ini. dia datang tanpa di undang dan berperilaku seperti ini.

"Siapa kau?" rendi bertanya sambil berdiri dia mendekati risa dengan pelan pelan yang sedang duduk dan memainkan bunga.

risa mendongkak dan menatap rendi "bagaimana bisa kau melupakanku, sementara aku terus memikirkanmu setiap malam. kau melukaiku"

wajah rendi menjadi merah karena amarah "nona, jangan bicara omong kosong, aku benar benar tidak mengenalmu" suaranya penuh kegetiran ada perasaan takut yang merayap di hatinya saat melihat tatapan dingin gadis di depannya tatapannya penuh ketekadan bahkan jika di depannya adalah sebuah gunung gadis ini tetap bisa menjungkir balikannya.

"tidak mengenalku" Risa bangun dan menunjukan bunga palsu di tangannya kepada rendi "mungkin ini bisa memberitahumu siapa aku?" risa bergerak mendekati rendi dan berbisik dengan lembut "aku sudah datang"

rendi menatap wajah cantik di depannya bayangan bayangan masalalu bercampur di depan matanya.

"rendi, aku sudah datang"

"tunggu aku akan datang"

"tidak apa apa, aku datang sebentar lagi"

"suatu hari aku akan datang dan menyelamatknamu"

"Risa" seember air dingin seperti di tumpahkan di atas kepala rendi. tubuhnya terasa dingin. tulang tulangnya menggigil.

rendi terhenyak jatuh ke lantai, sepertinya semua kekuatannya telah menghilang terbawa angin.

bibir gadis itu tertarik saat kata kata itu keluar dari bibir rendi. ada semacam perasaan pahit di hatinya karena kesan manis dari panggilan rendi. Risa bergerak menatap rendi yang terjatuh ke lantai matanya berkabut melihat tatapan wajah rendi yang pucat "kau mengenalku"

kata katanya yang dingin seperti menyadarkan rendi dari rasa dingin di hatinya "Kenapa kau menjadi seperti...." kata kata rendi tertelan kembali kedalam tenggorokannya dia menatap risa dengan mata memerah "bukankah kau...."

"ssssttttt" risa meletakan jarinya di bibir rendi "simpan itu untuk dirimu sendiri" risa berkata lembut. dia memalingkan mukanya, wajahnya yang tadi tersenyum kini menjadi dingin.

"risa"

rendi masih memanggilnya,seolah olah meyakinkan bahwa yang di depannya adalah risa kekasih masalalunya, rendi bertanya tanya kenapa sejak tadi dia merasa kenal dengan gadis ini. tentu saja meskipun dia berubah tapi tatapannya masih sama. rendi menatap risa lalu bangun dan mencengkram lengan gadis di depannya. hatinya membuncah semua jenis perasaan seperti meledak di dalam hatinya.

"jangan terus memanggilku, aku tidak tuli" risa berkata tajam dan menatap rendi marah

rendi terhenyak sama sekali tidak menyangka risa akan membentaknya. mereka adalah teman, sahabat dan kekasih masalalu. risa adalah gadis pendiam tapi peduli dengan orang orang di sekitarnya. bagi orang orang yang tidak tahu mereka akan sangat segan kepada gadis ini, tapi bagi orang orang yang mengenalnya seperti rendi mereka akan tahu bagaimana dewasa dan perhatiannya risa "Apa yang terjadi, kemana saja kau selama ini? kenapa kau menjadi seperti ini

risa mundur selangkah, wajahnya seperti di pahat dari batu "apa yang terjadi? kenapa aku seperti ini?" risa bertanya tidak percaya "kenapa kau bertanya rendi. apa kau tidak tahu?"

rendi menarik ludahnya dan menatap kosong risa yang begitu berbeda 180 derajat. gadis ini begitu dingin dan sangat dingin seperti gunung es "aku tidak mengerti, kau Tiba-tiba saja menghilang aku tidak bisa menemukanmu"

"kenapa kau harus menemukannya?"

risa tersenyum pahit saat melihat tatapan rendi. Bukankah itu yang di harapkan rendi. sejak dia cacat rendi tidak pernah menemukannya lagi. pria ini membuangnya bahkan mengkhianatinya.

ada pemahaman di antara mereka. membuat mereka saling mundur menjauh dan sadar bahwa ada jurang pemisah di antara mereka.

risa menatap rendi dengan dingin dan berbicara dengan wajah tegang "kau tidak menemukannya, karena kau tidak pernah mencarinya?"

kepala rendi tertunduk perasaan malu dan jijik memenuhi hatinya "tapi kenapa kau menjadi seperti ini. bukankah kau bilang tidak apa apa menjadi cacat"

risa menatap rendi dengan kosong. benar tidak apa apa. jika dia tidak di tipu, di rendahkan, dan di manfaatkan. dia akan menerima nasibnya dan memahaminya. tapi kenapa dia harus melakukannya? dia telah di tipu orang terdekatnya, di rendahkan orang orang di sekitarnya dan di manfaatkan orang orang yang di cintanya. kenapa dia harus menerimanya

"untuk Balas dendam" risa menjawab dengan jujur dan sederhana

Rendi mengangkat kepalanya dan menatap risa dengan wajah kosong "risa itu masalalu. kenapa kau tidak memulai hidup baru" rendi menyarankan dengan hati hati.

"aku bangkit dari masalalu" risa masih tetap tenang dan menolak menatap rendi

wajah rendi masih terlihat kosong bibirnya bergetar, "Aku tidak bisa membantumu" rendi menarik napasnya dengan berat "kau dan aku tahu situasi yang sebenernya di balik kebakaran itu"

risa tersenyum sinis. situasi kebakaran. hanya karena dia anak ayahnya, hanya karena dia perempuan kecil, hanya karena dia pintar, hanya karena dia tidak sengaja mendengarnya. dia menjadi seperti ini. risa berbalik dan tersenyum kepada rendi "aku tidak memintamu membantuku" dia berkata pasti dan berjalan, berdiri di depan rendi

mata rendi menatap mata jernih risa, ada perasaan sedih saat melihat mata bintang gadis itu. tatapannya telah berubah dulu mata bintang itu jernih tahu hangat tapi sekarang rasa hangatnya menghilang "tapi aku memaksamu melakukan apa yang aku perintahkan"

"risa" rendi berteriak tidak percaya.

risa membalikan badannya lalu memasang wajah cemberut. seperti teman yang di tolak saat mengajak bermain "Rahasia ibumu, hanya aku satu satunya yang tahu bagaimana kau merendahkan dirimu sendiri dan terus berlutut agar mereka memberikan perawatan yang terbaik untuknya. bayangkan jika aku tidak suka dengan pilihanmu" Risa berbisik di telinga rendi dengan lembut

rendi menarik wajahnya dan menatap nyalang "kau" urat urat biru tercetak jelas di lehernya. perasannya pahit tapi perutnya penuh emosi.

"satu postingan anonim" risa menunjukan jarinya pada rendi "Lalu bom. semuanya akan berantakan" dia membuka kepalan tangannya dengan cengiran tidak bersalah "postingannya adalah rendi aditama adalah anak angkat aditama"

"kau mengancamku?" rendi bertanya pahit, dia tidak menyangka akan di ancam seperti ini. terutama oleh risa yang merupakan orang terdekatnya

risa mengangguk membenarkan "hanya ketakutan yang bisa membuat anjing patuh"

rendi menarik napasnya lalu mengusap wajahnya frustasi. "apa yang kau inginkan?" Dia bertanya dan menatap risa penuh kesedihan.

mata risa bersinar terang, "aku ingin kau mengambil kekuasaan aditama, singkirkan dia dari firma"

sebuah batu seperti jatuh ke dada rendi dia merasa sesak dan menatap risa tidak percaya. bukankah ini sangat berbahaya? risa memaksa masuk ke dalam pusat api. jika ini tidak berhasil mereka semua bisa terbakar "ini tidak mungkin berhasil risa" rendi berbicara dengan tidak yakin. tatapan matanya suram

"berhasil, selama ini kau hanya tidak berani, karena masih memikirkan ibumu yang berada di tangan mereka"

rendi merunduk merasa tertohok dengan kata kata risa apa yang di katakanya benar, dia selalu menurut dan tidak melawan aditama karena hidup dan mati ibunya berada di tangan aditama "aku tidak yakin" rendi masih merasa bimbang

"kau seorang pengecut"

Rendi memelototi risa marah "bisakah kau rasional? kau tahu bahwa aditama menekanku, tapi kau juga ingin menekanku"

risa menatap rendi acuh tak acuh "ada perbedaan untukku dan aditama, aditama hanya memanfaatkanmu. aku selain memanfaatkanmu juga akan membalaskan dendammu"

"dendam. itu adalah masalah kalian"

"rendi" dia memanggil rendi tanpa kemarahan ataupun penghinaan. seperti seorang kenalan lama yang tidak sengaja bertemu "Ibumu, yang mencelakainya adalah aditama" risa langsung memalingkan wajahnya tidak berani menatap wajah rendi yang terluka

"apa" wajah rendi kosong. benar benar tidak ada cahaya.

risa menelan ludahnya "aku dulu memeriksa semua berkas ibumu" risa menunjuk kertas di meja yang di buang rendi "aditama membuat ibumu mati suri, untuk mengontrolmu, dokter yang merawat ibumu adalah orang orang aditama"

ada Keheningan yang terjadi, mata rendi semakin kosong, lalu dia tertawa kecil. tawa itu penuh kemarahan dia lalu berdiri dan menatap risa penuh kemarahan dan tidak terima. "kenapa, kau tidak memberitahuku dari awal, kau sudah mengetahuinya.....tapi kau" kata katanya hilang saat melihat tatapan dingin risa

risa mendengus dingin dan menatap rendi dengan wajah penuh tantangan.

rendi terhuyung lalu jatuh kembali ke kursi "apa ini pembalasanmu?" Dia bertanya dengan getir

"seseorang tidak akan peduli jika dia tidak merasakannya" risa berkata dingin "aku benar benar menyesal telah memberitahumu, ku pikir kau akan langsung mengambil pistol dan menembak aditama tapi kau malah meraung seperti bocah kecil"

rendi menarik napasnya yang berat "itu bukan urusanmu" dan berdiri menuju mejanya

"itu menjadi urusanku sekarang" risa membalas dan berjalan ke arah rendi "kau adalah orang yang aku gunakan, tentu saja jika kondisimu seperti ini itu akan sia sia. pantas selama ini aditama bisa menekanmu menjadi kacungnya, kau hanya seorang pengecut"

"A...aku aku" rendi kehilangan kata katanya. dia terus terusan di manfaatkan di tekan dan di rendahkan hanya untuk ibunya dan kenyataan tentang ibunya. bertahun tahun ibunya tidak bangun dan itu semua perbuatan mereka yang menekannya

rendi seperti kehilangan pegangan.

risa berbalik dan menyerahkan kertas yang di bawanya "ini"

mata rendi masih linglung dia menatap wajah risa yang tampak tidak peduli "ini adalah semua yang terjadi pada ibumu" nada suara risa tenang seperti angin dari pegunungan.

risa berbalik lalu menatap rendi sekali lagi. wajah pria itu masih kosong seperti seseorang yang melihat kematian. tapi entah kenapa risa tidak merasakan emosi apapun saat melihat kondisi rendi. ini sudah terlambat baginya untuk kembali seperti dulu dengan rendi dan menjadi saling peduli. kini dia hanya bisa saling memanfaatkan untuk menghancurkan mereka yang telah menghancurkannya hidupnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!