Part 1
Novia Andini seorang Gadis belia yang baru saja menyelesaikan pendidikan menengah atas. Gadis cantik kesayangan Wahyu dan Ratih.
Sebagai anak bungsu Novia begitu dimanjakan oleh orang tua dan saudara-saudaranya, tapi hal itu tak menjadikannya manja dan lemah dia memiliki kepribadian yang tangguh namun tetap santun dan bersahaja semua itu tak lepas dari didikan kedua orang tuanya.
Irwansyah pemuda belia yang juga baru menyelesaikan pendidikannya sama seperti Novia. Pemuda itu adalah putra sulung Ahmad dan Mini tapi diasuh dan dirawat oleh kakeknya orang tua Mini sehingga hubungan dan kedekatan Irwan dan orang tuanya tidak begitu dalam.
Irwan dibesarkan dalam lingkungan yang bebas tanpa kontrol, sebab Ahmad dan Mini setiap harinya bertengkar karena masalah perselingkuhan. Irwan tak bisa mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya bahkan di usia yang masih muda Irwan harus mengurus adik-adiknya menggantikan peran ibunya yang selalu dibuat sedih oleh ayahnya.
Hingga suatu hari tanpa sengaja Irwan bertemu seorang gadis yang mencuri perhatiannya, lalu dia berusaha mencari tahu siapa gadis itu dan mulai mendekatinya.
Awalnya Irwan tak mendapat tanggapan baik dari gadis tersebut, bagi sebagian pemuda yang mengenal gadis itu, sapaan mereka dibalas adalah suatu keajaiban dan suatu keberuntungan.
Namun hal itu tidak berlaku bagi Irwan, dia berusaha keras untuk bisa mengenal gadis itu, dan hasilnya dia akhirnya tahu nama dan alamat serta mencari cara bagaimana bisa mendekatinya.
Dari informasi yang dia dapatkan gadis itu bernama Novia, dengan kegigihannya Irwan bisa mengambil hati Novia hingga akhirnya menjalin hubungan lebih dekat lagi.
Di usia yang terbilang muda, mereka menjalani hubungan secara diam-diam sampai keduanya memiliki perasaan yang dalam.
Novia sering kali berbohong pada orang tuanya berpamitan ke rumah teman hanya untuk bertemu Irwan, karena orang tua Novia tak mengijinkan anak-anaknya berpacaran.
Hingga suatu ketika, Novia meminta ijin pada ibunya menghadiri acara ulang tahun teman padahal hari itu dia sudah membuat janji dengan Irwan untuk bertemu.
Entah siapa yang memberi informasi kepada Pak Wahyu, membuat dia memutuskan mencari di mana keberadaan Novia dan Irwan.
Novia panik, ketika tahu mereka dibuntuti dan Irwan segera memacu kencang motor yang mereka kendarai hingga tak terkejar orang tua Novia. Sampailah mereka di tempat sepi lalu berhenti.
"Wan, bagaimana ini?" ucap Novia gusar sambil meremas jari-jarinya dan terduduk lemas.
Irwan terdiam, dia masih bingung harus berbuat apa.
"Kita hadapi bersama Vi, apapun resikonya."
Novia mengangguk pelan.
"Haruskah kita akan menikah muda Wan, apa kamu sudah siap?" tanya Novia pelan, ada nada kesedihan dalam pertanyaannya.
"Iya, kita harus menikah Vi, apapun yang terjadi walau melawan restu orang tuamu." kali ini Irwan menjawab pertanyaan Novia dengan tegas, untuk memberi ketenangan kepada Novia.
Akhirnya mereka berdua memutuskan pulang ke rumah masing masing, Irwan hanya mengantar Novia sampai di depan rumah.
Sementara di dalam rumah, Ibu Ratih terus terisak sedih, marah, dan kecewa melihat sikap anak bungsunya yang tak mau mendengar nasihat mereka.
Di halaman rumah, Novia berjalan pelan dengan perasaan berkecamuk, membuka pintu dan memasuki rumah.
"Assalamu'alaikum," ucap Novia yang masih tetap berdiri di tempatnya.
"Wa'alaikumussalam," jawab Bu Ratih perlahan berjalan menghampiri anaknya.
"Plaaakkk," satu tamparan mendarat keras di pipi Novia.
"Aaahh, maaf, mama aku minta maaf."
"Vi kamu tahu papa punya riwayat penyakit jantung, tapi kenapa kamu tega haah?! tindakanmu sudah kelewatan Vi," ucap Bu Ratih sambil terisak.
Novia hanya tertunduk lesu menahan perih di wajahnya.
Sementara itu Pak Wahyu yang tengah duduk di sofa terdiam seribu bahasa pikirannya menerawang tak ada kata-kata yang sanggup di ucapkan, gadis kecil kesayangannya sudah berani melakukan perlawanan bahkan melanggar aturan.
Novia, putri bungsu dari lima bersaudara, di mata Pak Wahyu dan Bu Ratih, Novia adalah anak gadis yang masih labil dan tersesat cinta buta.
"Novia, ayo masuk kamar!!" titah Bu Ratih pada anaknya.
Tanpa berkomentar Novia langsung masuk ke kamar dan menutup rapat pintunya.
sementara itu di sebuah rumah yang lain, Irwan juga mengalami hal yang sama, menerima kemarahan orang tuanya.
Berkali-kali Irwan mendapat tamparan dari Pak Ahmad ayahnya, sedangkan Bu Mini hanya bisa menjerit ketakutan melihat darah yg menetes dari sudut bibir anaknya
"Kamu bawa kabur kemana anak gadis orang haah?" tanya Pak Ahmad mulai tersulut emosi.
Irwan memilih diam tak berani menjawab, kali ini kesalahannya sangat fatal.
"Pah sudah." Ibu Mini mencoba menenangkan suaminya.
"Kita bicarakan solusinya, bukan dengan cara emosi."
"Huumm." sambil menghela napas, Pak Ahmad berkata," kita harus bertanggung jawab ma atas kelakuan anak kita."
"Besok kita ke rumah Pak Wahyu, membicarakan masalah anak-anak kita," ucap Bu Mini dan Pak Ahmadpun mengangguk setuju.
"Sana, kamu mandi Wan dan ganti bajumu lalu masuk kamar."
"Iya, ma," jawab Irwan dan berlalu meninggalkan kedua orang tuanya.
keesokan harinya, kedua orang tua Irwan bersiap- siap mengunjungi rumah Pak Wahyu orang tua Novia.
Tujuan mereka ingin menyampaikan permintaan maaf sekaligus melakukan lamaran sebagai bentuk tanggung jawab kepada Novia.
Sementara itu di rumah Novia, kedua orang tuanya tidak mengetahui kedatangan Pak Ahmad dan istrinya, Novia masih dikurung dalam kamar sebagai hukuman, Dia terus saja menangis menyesali perbuatannya.
Satu jam kemudian, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Pak Wahyu.
"Mah itu mobil siapa di depan?" tanya pak Wahyu.
"Sepertinya mobil Pak Ahmad orang tua Irwan pah," jawab Bu Ratih sambil mengintip di balik tirai dan menoleh kearah suaminya dengan wajah penasaran.
Cinta, kadang membuat buta dan lupa segalanya bahkan seringkali menerjang apapun yang coba menghalangi.
part 2
"Kita sudah sampai pah."
Pak Ahmad tersadar dari lamunannya kemudian menenangkan diri ada sedikit rasa gugup, tapi Bu Mini sudah lebih dulu mengajaknya turun dari mobil, dengan terpaksa diapun ikut turun.
Sepasang suami istri itu berjalan memasuki halaman rumah Pak Wahyu, "mah, rumahnya sepi apa ada orang di dalam?" Pak Ahmad menahan langkah istrinya.
"Kita coba dulu pah, belum apa-apa sudah menyerah duluan," gerutu Bu Mini kemudian kembali melangkah mendekati pintu lalu mengetuknya.
Tok ... Tok ... Tok
"Assalamualaikum" Pak Ahmad mengucap salam ketika di depan pintu.
"Wa'alaikumussalam" Pak Wahyu menjawab salam lalu beranjak dari sofa. Sementara Bu Ratih berusaha menguasai dirinya menahan segala kemarahan di hatinya.
"Mari, silahkan masuk," ucap Bu Ratih, Sebesar apapun kemarahannya dia tetap memperlakukan tamu dengan baik
"Iya, terima kasih" jawab Bu Mini lalu masuk dan Pak Ahmad pun mengikuti langkah istrinya.
"Silahkan duduk." Bu Ratih mempersilahkan tamunya untuk duduk.
Setelah beberapa saat diam, Pak Wahyu memulai percakapan karena suasana sedikit canggung sebab ini adalah pertemuan pertama kedua keluarga meskipun mereka memang sudah saling mengenal dari rumor yang beredar di luar.
"Bagaimana kabar Pak Ahmad" tanya Pak Wahyu
"Alhamdulillah kami sekeluarga baik" jawab Pak Ahmad.
"Alhamdulillah kalau begitu."
Lalu Pak Wahyu melanjutkan ucapannya.
"Ini pertemuan pertama kita, tentunya Pak Ahmad punya maksud dan tujuan sehingga mau datang ke kediaman keluarga kami."
Tanpa basa basi Pak Ahmad langsung menyampaikan maksud dan tujuannya.
"Begini Pak Wahyu, kita sebagai orang tua tentunya sudah tahu tentang hubungan kedua anak kita, ditambah lagi baru kemarin anak saya Irwan membawa kabur anak bapak Novia.
Pak Ahmad diam sejenak mengumpulkan kekuatannya.
"Pada kesempatan ini saya orang tua Irwan sengaja datang memohon maaf sekaligus menyampaikan niat baik kami untuk melamar Novia anak bapak sebagai bentuk tanggung jawab kami"
Hening ....
Lalu Pak Ahmad bertanya "bagaimana Pak Wahyu, apakah lamaran kami diterima?"
"Baiklah, kami sudah mendengar maksud dan tujuan bapak, kami akan mengajukan satu syarat" Pak Wahyu terdiam sejenak lalu melanjutkan lagi pembicaraannya.
"Syarat yang kami minta, setelah menikah Novia tetap akan melanjutkan pendidikannya ke Universitas, apakah syarat kami diterima?"
"Jika itu yang terbaik untuk masa depan Novia kenapa tidak, kami akan mendukungnya" jawab Pak Ahmad.
Lalu perbincangan sedikit lebih santai untuk menentukan hari pernikahan.
Maka disepakati oleh kedua belah pihak keluarga dua bulan ke depan akan dilangsungkan pernikahan Novia dan Irwansyah.
Setelah itu orang tua Irwansyah berpamitan pulang dan menyampaikan hasil pertemuan mereka kepada anaknya, demikian juga orang tua Novia.
Pihak keluarga sudah mempersiapkan segala sesuatunya, hari yang ditunggupun tiba, pernikahan Irwan dan Novia berlangsung dengan meriah. Pak Wahyu meminta kepada penghulu untuk menikahkan sendiri putrinya.
Irwan merasa gugup keringat dingin terus meluncur ketika akan mengucapkan ijab kabul, sementara Noviapun merasakan hal yang sama di kamar.
"Ijab kabul akan segera dimulai, apakah mempelai pria sudah siap?" tanya pak Wahyu.
"Iya, saya siap."
"Baiklah, kita mulai wahai ananda Irwansyah bin Ahmad, saya nikahkan dan kawinkan anda dengan putri saya yang bernama Novia andini binti Wahyu Pratama dengan mahar seperangkat alat shalat dan satu buah cincin dibayar tunai."
Dengan lantang Irwan menjawab "saya terima nikah dan kawinnya Novia Andini bintu Wahyu dengan mahar tersebut dibayar tunai." Seketika suasan menjadi riuh, orang orang yang hadir menjawab sahh, dan serempak mengucap syukur Alhamdulillah.
Irwan masuk ke kamar untuk menjemput Istrinya lalu duduk di pelaminan.
Tangis haru Bu Ratih tak tertahan, melepas anak gadisnya walaupun hati kecilnya tak rela anaknya menikah dengan lelaki yang tidak direstuinya. Tapi apa daya Novia mengambil jalan pintas dan memaksakan kehendaknya untuk menikah dengan lelaki pilihannya.
Sebagai orang tua Pak Wahyu dan Bu Ratih hanya bisa mendoakan semoga rumah tangga anaknya baik baik saja.
Sejatinya pernikahan adalah sebuah komitmen antara dua orang untuk saling menjaga, saling mengasihi, dan membangun sebuah rumah tangga yang mengantarkan sepasang manusia ke gerbang kebahagiaan.
Noviapun berharap keputusannya adalah pilihan yang tepat dan tidak mengecewakan, Novia menyadari, semua orang tua tentunya menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Part 3
Di kursi pelaminan sepasang pengantin baru begitu bahagia, Senyum tak pernah luntur dari wajah mereka seolah menunjukkan pada dunia "kami sudah bisa bersatu."
Setelah acara selesai tamu undangan dan rombongan pengantin priapun pulang, Yang tertinggal hanya keluarga inti yang bersiap-siap berkunjung ke rumah pengantin pria untuk acara selanjutnya "mematua" ( Ngundu Mantu ) Tradisi adat Kaili salah satu suku di Sulawesi.
Rombongan pengantinpun berangkat didampingi keluarga Novia. Setibanya di rumah Irwan prosesi acara "motataka" (diikat) memakai "Botiga" (Gelang yang terbuat dari benang dan tiga permata) Sebagai simbol bahwa pengantin wanita sudah menjadi bagian dari keluarga pengantin pria.
Setelah acara selesai, Semua rombongan kembali ke rumah Novia.
"Saatnya istirahat," Ucap Bu Ratih sambil menuntun Novia ke kamar diikuti Irwan
di belakangnya.
Bu Ratih keluar dari kamar Novia lalu bergabung bersama suami dan keempat anaknya yang lain membahas banyak hal sambil bercengkerama dengan cucu-cucu mereka.
Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore, Di dalam kamar, Novia duduk di ranjang masih mengenakan pakaian pengantin.
Irwan terus menatap istrinya, pemuda itu seakan belum percaya dengan status mereka sekarang menjadi sepasang suami istri di usia yang masih muda.
Perlahan dia mendekat kearah Novia, "Vi, kamu sekarang sudah resmi jadi istriku." Irwan duduk disamping Novia lalu meraih tangan istrinya dan menggenggamnya kuat.
"Iya wan, tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita kecuali maut," jawab Novia mereka saling menatap dan tersenyum.
"Oke, sekarang kamu ganti baju dan bersihkan diri," Ucap Irwan.
"Tolong bantu dulu melepas bajuku, ini susah sekali," Dengan malu-malu Novia melepas pakaian pengantinnya di depan Irwan.
Novia masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diri, setelah selesai Novia keluar mengambil baju di dalam lemari.
"Ayo Wan, kamu juga mandi sebentar lagi maghrib, kebiasaan di rumah ini selalu shalat berjama'ah di waktu maghrib dan isya."
Irwan pun melepas pakaian pengantinnya lalu beranjak ke kamar mandi.
Novia mengambil tas yang berisi pakaian Irwan lalu memasukkannya ke dalam lemari.
Selesai dengan segala aktifitasnya di kamar mandi, Irwanpun keluar.
Novia sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Irwan untuk shalat, dan dia juga bersiap siap untuk shalat.
"Wan, ini baju dipakai shalat, kita shalat berjama'ah papa yang jadi imam."
Irwan hanya mengangguk. Setelah siap mereka lalu keluar kamar karena adzan maghrib sudah berkumandang, seluruh anggota keluarga juga sudah berkumpul di ruang shalat.
Setelah adzan selesai, mereka shalat dengan khusyu' ke empat kakak Novia juga ikut. Mereka berencana besok pagi akan pulang ke rumah masing masing dan kembali dengan rutinitas mereka.
Setelah selesai shalat, yang lain nonton TV sementara bu Ratih dan dua kakak perempuan Novia menyiapkan makan malam, dan Pak Wahyu yang belum beranjak di tempat seperti kebiasaannya selesai maghrib mengaji dan berzikir menunggu waktu isya.
"Vi, ajak suamimu gabung sama kakakmu nonton TV" titah Bu Ratih kepada Novia.
"Iya mah, ayo wan kita nonton sambil menunggu waktu isya." Novia mengajak Irwan.
Irwan mengangguk dan mengikuti Novia. Pemuda itu masih merasa canggung dengan suasana baru di keluarga Novia.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 19.30 adzan isyapun berkumandang, semua anggota keluarga bergegas ke ruang shalat untuk melaksanakan shalat isya.
Setelah shalat, "Mah, makan malam sudah siap?" tanya pak Wahyu kepada ibu Ratih.
"Iya pah, kalian ganti baju dulu dan kita berkumpul di meja makan," Ucap Bu Ratih.
Di meja makan "Vi, ambil makanan untuk suamimu," ujar Bu Ratih.
"Iya mah." Novia mengambil piring dan mengambil makanan lalu menyodorkan piring berisi nasi kepada Irwan.
"Makan Wan, jangan sungkan," Kali ini Randy kakak tertua Novia yang berucap.
Irwan tersenyum dan mengangguk. Sementara yang lain sibuk dengan makanannya, Pak Wahyu berucap, "Wan, Novia akan melanjutkan pendidikannya, sebagai istri tentunya Novia butuh izin dari kamu."
Pak Wahyu melanjutkan kalimatnya, "apakah kamu mau memberi izin untuk Novia?" Tanya pak Wahyu
Sejenak Irwan terdiam dan terlihat berpikir, lalu "Iya pah, Novia boleh kuliah."
Pak Wahyu tersenyum tipis begitupun dengan Bu Ratih.
Selesai makan malam, mereka beristirahat dan masuk ke kamar masing masing begitu juga dangan pasangan pengantin baru itu.
Di dalam kamar Novia,"Vi, jam berapa sekarang ?" Tanya Irwan.
Novia melirik jam weker di atas nakas "setengah sembilan," Jawab Novia.
"Kamu pasti capek seharian ini, sebaiknya istirahatlah dulu." Irwan menyuruh Novia tidur lalu dia berbaring di samping Novia.
"Iya badanku terasa dipukuli orang sekampung hehe," Jawab Novia sambil terkekeh.
Irwan memamadamkan lampu menarik tubuh Novia kepelukannya, mereka memejamkan mata dan tenggelam dalam pikiran masing masing. Malam ini belum ada aktifitas bulan madu layaknya pasangan pengantin baru lainnya.
Suara ayam berkokok menandakan hari sudah pagi, seperti biasa Novia akan terbangun untuk melaksanakan shalat subuh. Ketika membuka mata, Novia kaget dia lupa semalam dia tidur bersama suaminya dan pagi ini dia bangun dengan menyandang status sebagai seorang istri.
Perlahan Novia duduk, dan gerakannya mengusik lelapnya Irwan, Irwan rbangun dan membuka mata pandangannya langsung tertuju pada istrinya. Irwan duduk dan tersenyum didekapnya Novia lalu mengecup keningnya.
Novia menggeliat, "ayo mandi dan shalat subuh" Ucap Novia sembari melepas dekapan suaminya.
"Hmmm," Jawab Irwan, kemudian dia masuk ke kamar mandi dan bersiap untuk shalat subuh.
Novia bergegas mandi dan menyusul suaminya.
Jam enam pagi Bu Ratih sudah selesai menyiapkan sarapan dia masuk ke kamar memanggil suami dan anak-anaknya.
"Pah, sarapan sudah siap," Ucap Bu Ratih.
"Hmm, panggil anak-anak mah kita sarapan," Jawab pak Wahyu.
Bu Ratih ke kamar Novia mengetuk pintu "Vi, sarapan dulu ajak suamimu," Di kamar Novia menjawab,"Iya mah kami akan kesana."
"Ayo Wan, kita ditunggu di meja makan."
"Iya sayang," Jawab Irwan langsung menggandeng tangan istrinya dan keluar dari kamar.
Di meja makan semua sudah berkumpul, mereka makan dengan lahap, Pak Wahyu bertanya pada anak-anaknya, kakak Novia.
"Hari ini kalian sudah masuk kerja?"
"Iya pah, kami sudah harus masuk karena izin libur hanya sehari." Riska, kakak kedua Novia menjawab dan diikuti anggukan yang lain.
Selesai sarapan dan membantu Bu Ratih membereskan piring dan bekas sarapan, mereka berpamitan pulang. Yang tinggal hanya Novia dan suaminya menemani kedua orang tuanya.
Pak wahyu dan Bu Ratih adalah pensiunan Pegawai Negeri. Kedua orang tua paruh baya itu bertani dan mengurus kebun yang menjadi hiburan di masa tuanya setelah pensiun.
Novia mengajak suaminya masuk ke kamar, dia ingin membahas banyak hal termasuk rencana masa depan mereka nanti akan seperti apa, sebagai pasangan baru tentunya mereka masih sangat awam tentang hubungan berumah tangga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!