NovelToon NovelToon

My Brother My Husband

Chapter 1

Sayup-sayup terdengar suara perempuan yang sedang menangis hingga mata Ervin, pun perlahan-lahan terbuka dan tersadar dengan sosok yang dilihatnya.

"Batari, apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya Ervin, memegang sebelah kepalanya yang terasa pening.

"Hiks...! Aku sangat benci kepadamu!" Jawab Batari, dengan air mata yang masih membanjiri wajah cantiknya.

Ervin, pun mendongak dan menatap ke arah Batari, dengan tubuh yang terbungkus oleh sebuah selimut yang masih melilit di tubuhnya.

Dengan membelakangi dirinya, betapa syok ervin, yang melihat dirinya sendiri dalam keadaan naked.

"Batari, maafkan Kakak." Beo Ervin, yang mendekat ke arah Batari.

"Jangan sentuh! Kau bukan Kakakku lagi, hiks..." Ujar Batari, dengan suara isak tangisnya.

"Sungguh aku tidak mengingatnya apa yang kulakukan padamu." Ucapnya bersungguh-sungguh.

"Kau benar-benar berengsek! Tidak ada seorang Kakak yang menodai Adiknya sendiri!" Ujar Batari, dengan amarahnya yang menggebu-gebu.

"I'm sorry, Batari!" Ucap Ervin, penuh sesal.

"Kenapa? Kenapa harus aku! Kenapa kau tidak melakukannya dengan kekasihmu." Ujar Batari, diiringi isak tangisnya.

Aaaaaargh!!!

"kakak, akan bertanggung jawab jika kau mengandung anakku." Ujarnya tanpa berpikir panjang.

"Aku akan menggugurkannya jika itu terjadi." Ucap Batari, seraya keluar dari kamarnya Ervin, dengan masih melilitkan selimut di tubuhnya.

"Aaaargh! Kenapa bisa begini." Ujarnya, memukul kasur empuknya seraya perlahan-lahan mengingat-ingat kejadian semalam.

~Flashback on~

"Disha... ."

"Kenapa kau lakukan ini kepadaku." Gumam Ervin, dengan kesadaran yang sudah mabuk berat.

"Ayo Vin, biar aku antar pulang." Ujar Irvan.

"Tidak! Aku ingin Disha." Ucap Ervin, dengan menepis lengan Irvan.

"Ayo, Vin!" Ujar Irvan, yang menuntun tubuh Ervin dengan tangan Ervin yang sudah berada di lehernyanya tanpa penolakkan lagi.

"Disha... Aku tidak akan pernah menerima kau mempermainkan perasaanku seperti ini." Gumam Ervin, di sepanjang jalan, ketika Irvan masih menuntunnya untuk menuju ke mobil.

"Benar-benar sangat merepotkan, ketika laki-laki sedang mabuk karena patah hati." Batin Irvan, ketika Ervin berhasil masuk ke dalam mobilnya.

~Setengah jam kemudian~

"Kenapa dengan, Kak Ervin?" tanya Batari, dengan raut wajah khawatir.

"Dia mabuk berat." Jawab Irvan.

"Baiklah, biar aku yang akan membawanya ke kamarnya." Tutur Batari, yang mengambil alih Ervin untuk memapahnya.

"Kau yakin?" tanya Irvan.

"Iya Kak, terimakasih telah mengantar Kak Ervin pulang dengan selamat." Ucap Batari.

"Baiklah, kalau begitu aku pamit." Tutur Irvan.

"Ayo Kak, hati-hati jalannya." Ucap Batari, yang kini memapah Ervin.

"Disha..." Beo Ervin, di kala melihat sosok perempuan yang tengah memapahnya.

"Aku Tari, Kak " Ucap Batari.

"Disha..." Beo Ervin, kembali yang kini menatap wajah Batari.

"K-kak kau mau apa? Aku ini Batari..." Cicit Batari, yang menatap takut dengan raut wajah Ervin di kala menatap dirinya.

"Disha, kau harus menerima hukuman dariku." Ujar Ervin, yang menarik tangan Batari, lalu mencium bibirnya langsung dengan deru nafas Ervin yang begitu memburu.

"Hahh!" Ervin, yang melepaskan pagutannya untuk menarik kembali pasokan oksigen yang terasa kosong, dan detik berikutnya Ervin kembali mencium bibir Batari begitu kasar hingga mengeluarkan darah.

"Akhhhh..." Ringis Batari, yang merasa perih di area bibirnya yang terluka.

Ervin, yang tidak memberi jeda terhadap Batari, ia pun terus mel*matnya kembali dengan rakus bibir Batari, yang terasa asin karena bercampur darah.

Hingga ciumannya pun turun ke leher jenjang Batari, untuk membuat tanda kepemilikannya.

"Kau sangat seksi sayang." Bisiknya, yang kini telah berhasil membuka satu persatu kancing piyama milik Batari.

"Ku-mohon, Kak stop... Kau jangan lakukan ini kepadaku.

Aku ini Batari, bukan kak Disha." Lirihnya dengan keberontakan Batari, yang tidak sebanding dengan tubuh kekar milik Ervin.

"Shuttt! Kau pasti akan menyukainya, malam ini aku akan membuatmu menjadi milikku satu-satunya." Bisik Ervin, yang kembali mencium bibir ranum milik Batari, dengan sangat lembut agar Batari bisa mengikuti permainannya.

"Ahhhh..." Suara yang begitu menjijikan menurut Batari, keluar begitu saja dari mulutnya.

"Huh! Kau menikmatinya sayang..." Ujar Ervin, dengan senyum menyeringai.

Plakkk! Hiks... Hiks...

"Aku tidak pernah menikmati sentuhanmu, aku merasa jijik dengan sentuhanmu terhadap tubuhku hiks..." Tampar Batari, ketika tubuhnya benar-benar ternodai.

"Aku tidak akan pernah berhenti, sebelum aku memberimu hukuman." Ujar Ervin, yang menarik kasar lengan Batari menuju kamarnya.

~Flashback off~

"Sial! Aaaargh!!" Gumam Ervin, di kala perlahan-lahan mengingat kejadian semalam.

Di sisi lain.

Batari, perlahan-lahan melihat dirinya di depan cermin dengan banyaknya tanda kepemilikan yang Ervin buat pada tubuhnya.

"Hiks... Hiks... Hiks...! Aku sangat membenci diriku sendiri yang sangat kotor ini, tanda ini juga kenapa tidak bisa hilang." Batinnya dengan menggosok-gosokkan tangannya pada area tubuh yang bertanda kepemilikan Ervin.

Batari, terus menangis dengan guyuran air shower hingga 1 jam lamanya.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Tangisnya begitu sakit sambil memukul dadanya sendiri yang begitu sesak.

...***...

"Batari..." Panggil Ervin.

Batari, pun tidak menghiraukan panggilan Ervin, dirinya merasa sangat begitu membencinya, di meja makan hanya terdengar dentingan suara piring dan sendok karena Ervin dan Batari sama-sama terdiam.

"Kakak, akan membicarakan hal ini kepada kedua orangtua kita." Ujar Ervin, yang membuka pembicaraan.

Batari, pun mendongak menatap Ervin geram.

"Kakak, akan bertanggung jawab atas insiden yang kemarin Kakak lakukan terhadapmu." Sambungnya.

"Kau akan bertanggung jawab seperti apa aku tanya!" Dengan raut wajah diselimuti kabut amarah. Membuat Ervin, pun terdiam.

"Dengan menikahiku? apa kata orang jika seorang Kakak menikahi Adiknya sendiri!"

"Lebih baik rahasia ini hanya kita berdua yang tahu." Sambungnya lagi lalu mengelap mulutnya dengan tisu.

"Jika kau hamil?" tanya Ervin, yang membuat aktivitasnya terhenti.

"Itu tidak akan terjadi..." Jawab Batari, dengan perasaan yang tidak yakin.

...***...

"Wajahmu tidak biasanya di tekuk begitu, Bos?" tanya Delvin, sekretaris sekaligus sahabatnya.

"Apa hari ini ada jadwal meeting?" tanya balik Ervin, dengan tangan yang menopang dagunya di atas meja.

"Tidak ada, jadwalnya sudah di rubah untuk lusa." Jawab Delvin.

"Kau begini karena ditinggal Disha selingkuh?" tanya Delvin, dengan membuka obrolan baru.

"Kau tahu Disha, selingkuh?" ujar Ervin, yang langsung menatap wajah Delvin.

Delvin, menganggukkan kepalanya. "Aaaaargh! Kenapa kau tidak bilang." Jawabnya lagi begitu frustasi.

"Kau itu sangat percaya padanya, jadi percuma jika waktu itu aku memberitahumu, kau akan anggap aku cuma omong kosong." Ujar Delvin.

"Jadi lebih baik kau lihat secara langsung bagaimana kelakuan Disha di belakangmu" Sambung Delvin.

"Brakkk! Bodohnya aku mempercayai Disha sepenuhnya." Gumamnya dengan menggebrakan meja kebesarannya.

"Jika aku mengetahui ini semua sebelumnya pasti tidak akan terjadi dengan adanya insiden aku yang mengambil mahkotanya Batari secara paksa" Ervin membatin.

"Calm bro, lebih baik kau selesain masalahmu dengan, Disha." Saran Delvin, dengan menenangkan Ervin, yang terlihat sangat kacau.

...***...

"Katakan!" Ujar Ervin yang kini sudah duduk di depan Disha.

"Semalam kau hanya salah paham Vin, aku dijebak oleh teman kerjaku." Ucap Disha.

"Omong kosong!!!" Ujar Ervin, yang menggebrak meja, hingga pengunjung restoran menatap ke arahnya.

"Vin, percaya sama aku!" Ucap Disha, dengan raut wajah takut melihat kemarahan Ervin, untuk pertama kalinya.

"Itu sudah cukup jelas, Disha! Kau tidak usah mencari alibi untuk menutupi semua kebenaran ini." Ujar Ervin, dengan menatap tajam wajah Disha.

"Aku benar-benar di jebak Vin, untuk apa aku mencari alasan untuk membela diriku atas kesalahan yang tidak aku perbuat." Ucap Disha, dengan meyakinkan Ervin, untuk mempercayainya.

"Jika kau tidak percaya padaku, kau boleh bertanya sama temanku itu untuk memastikan apakah ucapanku itu berbohong atau kebenaran" Ucapnya lagi.

"Baik, pertemukan aku dengan temanmu itu, jika yang kau katakan itu adalah kebenaran." Ujar Ervin.

"Pasti, karena aku tidak mau hubungan kita selesai dengan kesalah pahaman ini." Ucap Disha.

"Aku tunggu untuk pertemuan berikutnya." Ujar Ervin dengan melenggang pergi meninggalkan disha seorang diri.

...***...

"Tumben kak Ervin, jemputmu Tari?" tanya Ara, yang tengah berjalan berdampingan dengan Batari dan Rissa untuk menuju pintu gerbang.

"Mana-mana..." Serobot Rissa, yang benar melihat Ervin, pujaan hatinya.

"Akhirnya doa aku terkabulkan juga untuk bisa berjumpa dengan pangeran berkuda putihku." Ucap Rissa, dengan senyum sumringah.

"Woy! Diem mulu dari tadi, lagi pms kau, Tar?" tanya Ara, yang tidak digubris sama sekali oleh Batari.

"Ris, kau ngerasa ada yang aneh tidak sama sikap Batari hari ini?" tanya Ara.

"Iya, tumben banget full seharian diem mulu. Apa jangan-jangan Batari, lagi sakit gigi, Ra!" Jawab Rissa.

"Mungkin." Ujar Ara, yang mengangkat kedua bahunya.

"Tari..." Beo Ervin, memecahkan keheningan.

"Ngapain jemput?" tanya Batari, dengan nada ketus.

"Kebetulan lewat, sekalian aja jemput kamu." Ujar Ervin, yang sudah membukakan pintu mobilnya.

"Kurasa untuk ke depannya kau jangan menjemputku lagi!" Ucap Batari, yang langsung menerobos masuk ke dalam mobil tanpa menatap wajah Ervin.

"Why?" tanya Ervin, yang sudah melajukan mobilnya.

"Akan sangat aneh, karena di antara kita tidak sedekat itu dari dulu." Ujar Batari, dengan mempertahankan ekspresi wajahnya yang hanya menatap lurus ke arah jalanan yang begitu ramai membelah jalanan ibukota.

"Maaf atas ketidak nyamananmu dengan aku yang menjemputmu" Ujar Ervin, dengan menolehkan wajahnya menatap wajah batari yang terus menatap lurus ke jalanan.

Keheningan begitu menghiasi di tengah perjalanan mereka hingga akhirnya Ervin, membuka obrolan baru.

"Aku lihat tadi kau tidak menggubris pertanyaan dari teman-temanmu kenapa?" tanya Ervin, yang tidak di jawab oleh Batari.

"Apa karena insiden itu yang membuatmu seperti ini?" tanyanya kembali yang membuat Batari, menatap wajahnya seketika.

"I'm sorry." Ucap Ervin, begitu tulus.

"Stop meminta maaf, semua itu tidak akan kembali seperti semula." Ujar Batari, seraya menutup kedua telinganya. Dengan Ervin, yang mendadak mengerem mobilnya.

"Batari, kau jangan seperti ini! Sungguh aku sangat berdosa kepadamu." Ucap Ervin, dengan raut wajah begitu khawatir.

"Stop! Kumohon, aku ingin melupakannya hiks..." Ujar Batari, yang langsung menangis sejadi-jadinya dan dipeluk langsung oleh Ervin, tanpa adanya penolakan.

"Kenapa kau melakukan ini kepadaku?" ucap Batari, memukul kecil dada Ervin, di tengah pelukkannya.

"Kau pantas membenciku, karena aku laki-laki bajingan yang tidak pantas untuk menjadi Kakakmu, yang sudah menghancurkan hidup Adiknya sendiri." Ujar Ervin, dengan membelai lembut rambut Batari.

"Ya, aku sangat membencimu disaat malam itu." Ucap Batari, melepaskan pelukannya dan menghapus sisa air matanya.

Membuat Ervin, tidak bisa berucap dengan kata-kata maaf lagi, dan hanya menatap wajah Batari, yang terlihat hancur.

"Dan aku mohon kau tetaplah menjadi dirimu seperti biasanya yang tidak ada keterdekatan di antara kita hanya demi rasa bersalahmu terhadapku." Ucapnya lagi dengan menatap lurus.

"Tap--" Ujar Ervin, yang ditatap tajam langsung oleh Batari.

"Aku tidak ingin mendengar alasan apapun lagi darimu." Ucap Batari.

"Baiklah jika itu yang membuatmu nyaman aku akan lakukan." Ujar Ervin, yang melajukan kembali mobilnya dengan tatapan yang tidak terbaca.

...----------------...

Chapter 2

~3 minggu kemudian~

"Hueek... Hueek..." Batari, mengeluarkan seluruh isi perutnya.

"Hueek... Hueek...." Batari, pun kembali memuntahkan isi perutnya dan badannya pun begitu lemas, wajahnya pun begitu pucat karena asupan makanan hari ini ia keluarkan semua.

"Tari, kau baik-baik saja?" tanya Ara.

"Iya Ra, mungkin aku salah makan tadi." Jawab Batari, meyakinkan sahabatnya.

"Oh, oke." Ujar Ara, kembali memoles wajahnya.

"Tidak mungkinkan aku--" Batin Batari, seraya mengingat tanggal tamu bulanannya yang tak kunjung datang juga.

"Tari, sudah selesai belum?" tanya Ara, kembali yang sudah selesai dengan makeupnya.

"Iya sebentar..." Ujar Batari, yang mencuci wajahnya lalu keluar dari toilet.

"Wajahmu begitu pucat Tar, mau aku antar kau ke dokter!" Tawar Ara.

"Ahh! Tidak usah Ra, biar nanti aku sendiri saja yang akan langsung periksa ke dokter." Ujarnya.

"Kau yakin Tar, bisa sendiri." Ujar Ara, penuh khawatir.

"Iya Ara, kau tidak perlu khawatir." Ucap Batari, seraya tersenyum untuk meyakinkan Ara, yang tengah mengkhawatirkannya.

Setelah jadwal kelasnya selesai buru-buru Batari pulang, tetapi sebelum pulang Batari, mampir terlebih dahulu ke apotek untuk membeli tespack (alat tes kehamilan), jantungnya pun berdetak begitu kencang karena anak gadis sepertinya dengan status belum menikah sudah membeli alat tes kehamilan.

"Mau cari apa, Kak?" tanya pegawai apotek.

"Saya mau beli tespack, Mba." Jawab Batari.

"Yang biasa atau yang bagus, Kak?" tanya pegawai apotek lagi.

"Dua-duanya, Mba." Jawab Batari, seraya celingak celinguk kanan kiri takut melihat seseorang yang di kenalnya.

"Semuanya 120k, Kak." Ujar pegawai apotek yang memberi satu kantung plastik.

"Terimakasih Mba, untuk kembaliannya ambil saja!" Ucap Batari, dengan terburu-buru pergi dari tempat apotek dan langsung menuju rumahnya.

"Ini tidak mungkin--" Ucap pelan Batari, dengan membekap mulutnya yang begitu syok.

Hasil keempat tespack semuanya dua garis merah yang menandakan semua hasilnya positif.

Batari, pun langsung menangis sejadi-jadinya.

"Hiks... Hiks... Hiks...! Aku harus bagaimana..." Gumamnya, dengan air mata yang sudah membanjiri wajah cantiknya.

"Aku tidak begitu tega untuk menggugurkannya, hiks..." Ujarnya yang sudah meluruhkan tubuhnya ke lantai dengan isak tangis yang semakin pecah.

"Tetapi jika aku tetap mempertahankan bayi ini..."

"Aku harus bagaimana? mama papa pasti akan sangat kecewa."

"Apalagi mereka akan begitu syok apabila mengetahui ayah biologis dari bayi ini adalah kakak kandungku sendiri, aku harus seperti apa ya tuhan." Ucapnya begitu pilu.

Hiks... Hiks... Hiks...

...***...

"Kau mau makan apa, Sayang?" tanya Ranti.

"Hanya minum susu aja Mah, aku sedang tidak berselera untuk sarapan." Jawab Batari.

"Tumben banget, apa kau sakit?" tanya Ranti, dengan raut khawatir.

"Agak sedikit mah, mungkin ini karena efek perubahan cuaca." Alibinya.

"Oh baiklah, jangan lupa nanti pas di kampus makan ya sayang, Mama takut maag kamu kambuh lagi." Ujarnya, dengan memberi gelas yang berisi air susu.

...***...

"Batari, coba kau jelaskan ini sama, Mama." Ujar Ranti, yang sudah meluruhkan air matanya yang sudah tidak terbendung lagi.

"B-bagaiman Mama, menemukan b-benda ini..." Cicit Batari, begitu syok dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya.

"Siapa ayah dari bayi ini, Tari?" tanya Ranti, dengan memegang kedua pundak Batari, yang sudah bergetar.

"M-mama aku bisa jelasin tapi--" Dengan menggantungkan ucapannya.

"Mama, tanya siapa ayah dari bayi yang kau kandung, Batari!" Ujarnya dengan nada yang sedikit berteriak.

"Hiks... Hiks... Hiks...! Mah..." Jawab Batari, dengan tubuh yang sudah bergetar hebat. Dengan air mata yang begitu deras keluar dari pelupuk matanya.

"Maafin Batari, Mah, hiks..." Ujarnya yang sudah bersimpuh di bawah kaki, Ranti.

"Mah, Batari, kenapa kalian berdua kok menangis?" tanya David, yang baru memasuki rumahnya diiringi dengan Vano, dan Ervin, di belakangnya.

"Tanya saja pada anak kesayanganmu ini." Jawab Ranti, yang memalingkan wajahnya dengan air mata yang masih membasahi wajahnya.

"Maafin Batari, Mah, hiks...!" Ucap Batari, yang masih bersimpuh di kaki, Ranti.

"Jawab Papa, sayang apa yang kau perbuat hingga Mamamu marah dan menangis seperti ini?" Ujar David, dengan memeluk tubuh rapuh Batari, yang begitu bergetar.

"Hiks... Hiks... Hiks... Batari, udah bikin kalian kecewa, i'm sorry..." Jawabnya dengan suara yang masih terisak.

"Papa, harus lihat ini!" sarkas Ranti, yang memberikan keempat alat tes kehamilan kepada, David.

"Tespack! Mama, hamil?" tanya David, dengan menatap wajah, Ranti.

"Batari... Semua itu milik Batari."

"Dia hamil Pah, anak kita hamil di luar nikah, hiks..." Ucap Ranti, dengan air mata yang terus membanjiri wajahnya

"Apa!!!" Jawab kompak David, Vano dan Ervin.

David, yang begitu syok langsung melepaskan pelukannya. "Siapa ayah dari bayi ini, Batari?" tanya David.

"Hiks... Hiks... Hiks.. B-batari tidak tahu, Pah." Jawab Batari, dengan menundukkan kepalanya tanpa menatap wajah, David.

"Apa kau korban pemerkosaan sehingga kau tidak tahu siapa orang yang telah menghamilimu!" Ujar David, dengan begitu kecewanya.

Ervin, pun begitu syok. Ia pun begitu sangat bimbang antara mengakuinya atau tidak, hal yang selama ini ia sangat takutkan yaitu Batari, hamil.

"Iya Batari, siapa ayah dari bayi yang kau kandung. Biar Abang, yang akan menghajarnya." Ujar Vano.

"Batari, tidak tahu, Bang." Cicit Batari, dengan suara yang mulai parau.

"Tidak mungkin aku memberi tau kalian yang sebenarnya." Batin Batari, dengan seribu kebimbangannya.

"Cobalah kau ingat-ingat ciri-cirinya seperti apa..." Ujar Vano, yang mulai geram dengan jawaban Batari, yang tetap melindungi laki-laki yang sudah menghamilinya.

"Sudah Tari, bilang. Tari, tidak tahu Bang... hiks..." Ucap Batari.

"Papa, sudah gagal menjadi Orangtua." Ujar David, dengan mengeluarkan air matnya untuk pertama kalinya ia menangis di depan semua keluarganya.

"No Papa, Papa adalah Papa terbaik untuk, Tari. Tari, yang sudah gagal menjadi Putri kebanggaan untuk, Papa." Ucap Batari, yang langsung memeluk David kembali.

"Papa, tanya sekali lagi, ayah biologis bayi yang kau kandung itu siapa jawab jujur, Sayang?" tanya David, yang melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundak, Batari.

"Batari, hamil mengandung anakku, Pah!" sarkas Ervin, yang membuka suaranya.

"Bajingan!!!" Teriak Vano, yang langsung menghajar Ervin, dengan membabibuta.

Bugh...! Bugh...! Bugh...!

"Dia itu Adikmu Ervin! Kenapa kau menghamilinya? Kau benar-benar bajingan!" Ucapnya dengan sangat membabibuta tanpa adanya perlawanan dari, Ervin.

"Stop Vano! Itu tidak akan menyelesaikan masalah!!!" Teriak David, hingga Vano pun berhenti membaku hantam Ervin, yang sudah terkapar di lantai dengan mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Papa, tanya sekali lagi padamu untuk yang terakhir kalinya."

Apa yang dikatakan Ervin, itu benar? ayah biologis dari bayi yang kau kandung adalah benihnya." Ujar David, dengan mode seriusnya.

Batari, menganggukkan kepalanya tanpa menatap wajah David, yang sudah di kuasai dengan amarahnya yang menggebu-gebu.

"Buggghhh!!!" Pukulan David, yang langsung membuat Ervin, terhuyung kembali.

"Uhuk... Uhuk... Uhuk...!" Ervin, yang terbatuk-batuk dengan memegangi dadanya yang terasa sakit. Tetapi Ervin, pun tetap menahan rasa sakit yang tidak sebanding yang dirasakan Batari.

"Kalian harus segera menikah!" Ujar David.

"Apa!!!" Jawab Ervin dan Batari begitu kompak.

"Pah, mereka itu Kakak beradik apa kata orang jika mereka menikah." Ujar Vano, yang tidak setuju dengan ucapan, David.

"Benar yang diucapkan, Bang Vano, Pah." Beo Ervin, yang sudah kembali berdiri dengan memegangi sebelah dadanya.

"Kau mau lari dari tanggung jawab Ervin!" Geram David, dengan menarik kerah kemeja, Ervin.

"B-bukan begitu maksudnya, Pah..." Ujar Ervin, yang menatap kedua bola mata David, penuh amarah.

"Lalu kau tega jika bayi yang di kandung oleh Batari, tidak memiliki seorang ayah!" Tutur David, begitu telak. Dengan mendorong tubuh Ervin, hingga mengenai tembok.

"Uhuk... Uhuk...! Aku mau bertanggung jawab untuk membesarkan anak itu, tetapi tidak untuk menikahi Adikku sendiri, Pah." Ucap Ervin, dengan terbatuk-batuk yang semakin membuat geram David, mendengar jawaban dari Putra ketiganya itu.

"Papa, tidak mau tahu, kau harus bertanggung jawab dengan menikahi, Batari!" Tunjuk David, yang berlalu pergi keruang kerjanya.

"Aaaaaaargh!!" Ervin, begitu frustasi karena harus menikahi adiknya sendiri.

...----------------...

Chapter 3

"Mah..." Lirih Ervin.

"Kau harus bertanggung jawab Ervin, sebagai laki-laki sejati." Ujar Ranti.

"Kami itu Kakak beradik, tidak mungkin kami menikah secara inses, Mah." Ucap Ervin, seraya memohon yang sangat terlihat di kedua bola matanya.

Ranti, pun hanya terdiam dan meninggalkan mereka semua pergi menuju kamarnya.

"Kau benar-benar bajingan, Vin!" Tunjuk Vano, terhadap Ervin lalu pergi juga meninggalkan kedua adiknya.

"Ini semua gara-gara kau. Jika kau tidak mabuk mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi." Cicit Batari, dengan suara yang begitu parau.

"I'm sorry, Tari. Kumohon kau bujuklah, Mama dan Papa." Ujar Ervin, dengan nada memohon.

"Aku tidak bisa membujuk siapa pun, karena mereka semua begitu sangat kecewa." Ucap Batari.

"Lalu kau ingin aku, Kakakmu ini bertanggung jawab dengan menikahimu?" ujar Ervin, dengan menunjuk dirinya sendiri.

"Itu sangat tidak mungkin Batari, karena aku memiliki seorang kekasih, kau tahu kan betapa aku sangat mencintainya." Sambungnya.

"Disaat ini pun kau tetap memikirkan kekasihmu." Batin Batari, dengan tersenyum sinis.

"Aku juga tidak mau kau bertanggung jawab untuk menikahiku dan mengandung bayi ini." Ujar Batari, begitu telak. Membuat Ervin, begitu sakit mendengarnya.

"Kau berniat menggugurkan bayi yang tidak berdosa ini!" Tunjuk Ervin, pada perut rata Batari. Dengan nada setengah berteriak.

"Jika itu jalan satu-satunya kenapa tidak." Ujar Batari.

"Kau sungguh sangat egois." Lirih Ervin, dengan raut wajah kecewanya.

"Aku!" Tunjuk Batari, pada dirinya sendiri.

"Ya, kau sangat egois. Bagaimana mungkin kau sekejam itu menjadi seorang wanita." Ujar Ervin, dengan menggertakkan rahangnya.

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Harus menerima perkataan papa untuk menikah dengan kakakku sendiri!" Ucap Batari, dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Sudah aku katakan, aku ingin membesarkan bayi itu tanpa harus menikahimu, Tari." Ujar Ervin.

"Kau pernah berfikir tidak tentang diriku jika aku tetap mempertahankan bayi ini tanpa adanya suatu ikatan pernikahan?"

"Bagaimana nantinya orang-orang mengolok-olokku jika melihat perutku yang semakin hari semakin membesar, pernahkah kau memikirkan diriku sampai sejauh itu." Ucap Batari, dengan meneteskan kembali air matanya.

"Aaaargh! Lalu kau tetap ingin aku menikahimu, jika aku menginginkan bayi ini?" tanya Ervin.

"Tidak!"

"Aku, tidak akan bisa mempertahan bayi ini untuk dirimu." Ucap Batari, dengan pendiriannya.

"Kau sungguh keras kepala!" Geram Ervin.

"Kenapa jika aku menggugurkan bayi ini?"

"Kau bisa memiliki bayi dengan kekasihmu, bukanya kau sangat mencintainya." Ucap Batari.

"Ya pastinya jika kami berdua menikah, tetapi aku juga tidak bisa membiarkan bayiku yang lainnya lenyap begitu saja." Tutur Ervin, dengan menatap tajam wajah Batari.

"Kenapa kau seperti ini hiksss..."

"Aku memiliki kehidupan dan impian yang tengah aku kejar, hanya dalam sekejap semuanya hancur begitu saja hiksss..." Lirih Batari.

"Maafkan aku, Batari..." Ujar Ervin, yang akan memeluk Batari dengan berjalan tertatih. Hingga memegangi dadanya yang terasa ngilu.

"Stop! Tetap disitu. Jangan melangkah lagi!" Ujar Batari, menatap Ervin. Dengan rasa yang begitu sakit lalu detik berikutnya melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dengan perlahan-lahan.

Aaaaargh!!!

Ponsel Ervin, pun bergetar dan menampilkan nama di layar ponselnya wanita yang sangat dicintainya itu.

"Ya sayang, uhuk... uhuk...!" Ujar Ervin, dengan suara yang sangat parau dan terbatuk-batuk.

"Kau kenapa yang?" tanya Disha, dengan nada khawatir.

"Tidak sayang, aku hanya sedang terkena batuk saja kau tidak perlu mengkhawatirkanku." Alibinya.

"Baiklah, kau harus banyak istirahat kalau begitu." Ujar Disha.

"Iya sayang." Ucap Ervin, dengan begitu sweet.

"Ekhmmm, Kau menelponku hanya untuk hal itu cuma yang kau tanyakan." Ujarnya kembali.

"Tadinya aku ingin menagih janjimu untuk makan malam setelah banyaknya salah paham di antara kita." Ucap Disha.

"Astaga! Aku sungguh lupa sayang, apa aku jemput kamu sekarang juga?" tanyanya dengan meremas rambutnya sendiri.

"Lain kali saja yang, lebih baik kau istirahat saja, aku tidak mau kau sakit bertambah parah." Ucap Disha, penuh perhatian.

"Baiklah, ku tutup teleponnya I LOVE YOU." Ujar Ervin, dengan mengecup ponselnya.

"LOVE YOU TOO ERVIN, SAYANG." Jawab Disha, lalu memutuskan sambunganya membuat Ervin, tersenyum kembali dan melupakan problemnya sejenak.

"Cih! kau bahagia diatas penderitaanku, sungguh aku sangat membencimu!" Batin Batari, yang mendengar percakapan yang begitu romantis antara sepasang kekasih itu.

"Aku harus menemui papa sekarang" Ervin, membatin lalu melangkahkan kedua kakinya keruangan kerja, David.

"Tok... Tok... Pah, apa aku boleh masuk?" tanya Ervin, yang mengetuk pintunya dengan pelan.

"Masuklah!" Ucap David.

Kriettt...

Ervin, dengan berjalan tertatih dengan memegangi dadanya yang terasa sesak masuk keruangan, David.

"Ada hal apa lagi yang ingin kau tanyakan, Ervin?" tanya David, dengan menatap ke arah Ervin, yang begitu kacau dengan penampilannya yang sudah acak-acakan. Bahkan wajah tampannya pun sudah dipenuhi lebam-lebam.

"Lebih baik kau ganti bajumu dan obati luka di wajahmu!" Ujarnya lagi dengan mengalihkan pandangannya ke komputer kerjanya.

"Aku baik-baik saja. Papa, tidak perlu mengkhawatirkan aku, ada hal yang aku ingin sampaikan." Ujar Ervin.

"Ya silahkan, apa keputusanmu, Ervin?" tanya David, dengan tidak mengalihkan arah pandangnya dari komputer kerjanya.

"Pah, aku tidak bisa menikahi adikku sendiri, bagaimana hubunganku dengan Disha." Jawab Ervin, penuh mohon.

"Kau begitu egois Ervin, apa kau tidak memikirkan perasaan Batari, yang sudah kau hancurkan masa depannya!" Geram David, yang sudah mengepalkan kedua tanganya.

"Aku tahu Pah, aku telah menghancurkan masa depan Batari."

"Tetapi, aku tetap tidak bisa menikahi Batari. Walaupun aku ingin mempertahankan bayi dalam kandungannya." Tutur Ervin.

"Hanya ada satu pilihan Ervin, jika kau mengingin bayi itu kau harus menikahi Batari, dan meninggalkan kekasihmu!" Ujar David, yang menatap wajah Ervin. Dengan menyarankan sebuah pilihan.

"Tapi Pah--" Lirih Ervin.

"Tidak ada cara lain lagi dan Papa, berharap kau memilih untuk menikahi, Batari!" Ujar David.

"Aku tidak bisa membayangkan jika aku harus menikah dengan adikku sendiri, walaupun aku telah merusak masa depannya aku tetap tidak bisa menerima kenyataan ini." Batin Ervin, dengan menelan salivanya.

"Apa Papa, harus memohon seperti ini." Ucapnya, yang kini bersimpuh di kaki Ervin.

"Papa, tidak seharusnya bersimpuh di bawah kakiku." Ujar Ervin, yang mengangkat pundak David.

"Jika kau tidak ingin Papa, seperti ini. Kau harus bertanggung jawab untuk, Batari." Ujar David.

"Pah..." Beo Evin.

"Lalu kenapa kau menghamilinya?" sambung David, kembali.

"Waktu itu aku mabuk berat dan aku pun tidak mengingatnya sama sekali apa yang aku perbuat malam itu, hingga keesokan harinya aku menemukan Batari, yang tengah menangis kesakitan di kamarku dengan keadaan yang sangat kacau." Jawab Ervin, dengan memberi penjelasan kepada, David.

"Jika aku dalam keadaan sadar, mana mungkin aku menodainya, Pah." Sambungnya.

"Karena nasi sudah menjadi bubur, kau tidak memiliki pilihan lagi, Vin."

"Kau harus bertanggung jawab untuk menikahi, Batari!" Ucap David.

"Papa, akan memberimu waktu lagi untuk berpikir." Sambungnya, yang melangkahkan kakinya ke arah jendela.

"Aaaaaargh!" Dengan meremas rambutnya begitu kasar.

"Baiklah, tetapi satu hal yang harus Papa ingat."

"Aku tidak mau semua orang tahu pernikahan ini, termasuk Disha dan orang-orang di sekitarku." Ucap Ervin, dengan bernegoisasi meminta syarat.

"Baiklah, Papa setuju." Ucap David.

"Dan Papa, juga memiliki syarat untukmu, Vin." Sambungnya kembali.

"Apa, Pah?" tanya Ervin.

"Berpisahlah baik-baik dengan, Disha." Ucap David.

Dheg!

"B-beri aku waktu, Pah." Ujar Ervin, dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Sure," Angguk David.

"Oh ya Vin, pernikahan harus dilakukan dengan cepat."

"Kau harus menikahi Batari, besok."

"Papa, udah pikirkan itu dengan sangat baik." Ujar David.

"B-besok, secepat itu..." Ucapnya, dengan terbata-bata dengan ekspresi wajah yang sangat syok.

"Saya terima nikah dan kawinya Caroline Batari Evano binti David Evano dengan maskawin uang tunai sebesar seratus lima puluh juta rupiah di bayar tunai." Ucap Ervin, dengan sekali tarikan nafas.

"Sahh..." Ujar Penghulu.

"Sahhhhh!" Ujar para saksi yang hanya keluarganya sendiri.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!