" Hah!!" Teriak gadis terbangun dari tidur, bernafas begitu cepat kala membali bermimpi buruk.
" Ayah." Gumamnya kembali, mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
Mimpi buruk yang selalu datang menghantuinya. Selalu terngiang-ngiang dalam otak dan kegelisahan di dalam hati. Sudah tidak terhitung lagi kapan mimpi itu selalu datang padanya.
Sudah mencoba melupakannya, tetap saja. Tidak bisa di hilangkan, meskipun sebagian telah hilang dalam pikirannya.
Pintu kamar berdecit, membuat dirinya menatap pintu kamar yang terbuka setengah. Mendapati tubuh wanita terlihat masih mulus dan cantik di ambang pintu dengan senyum.
" Pagi... Sudah bangun?" Tanyanya dengan lembut. Membuat dirinya hanya tersenyum kecil. " Cepat mandi, mama tunggu di bawah kita makan bersama ya." Imbuhnya, lagi-lagi hanya mengangguk dan tersenyum menjawab ucapan dari Mamanya.
Ya, wanita cantik berpenampilan modis serta lekuk tubuh yang bagus itu adalah mamanya, Ranti. Mama yang cantik dan banyak di sukai para lelaki dari bujang, duda atau om-om hidung belang.
Tak ingin berdebat di pagi hari dengan mamanya. Ia dengan cepat, merapikan tempat tidur, bergegas ke kamar mandi dan tidak ingin telat untuk ke sekolah yang selalu bisa membuatnya tak kesepian. Meskipun dirinya tak pernah berinteraksi dengan teman-teman kelasnya.
" Mau selai apa?" Tanya Mama, kala dirinya sudah duduk di depan meja makan bundar. meletakkan tasnya di samping duduknya.
" Aku bisa sendiri." Jawabnya. mengambil selembar roti di depannya dan mulai mengoleskan selai coklat kesukaannya.
Hanya menghela nafas sabar, Anaknya tak pernah berubah dalam dua tahun ini. Dingin, acuh dan juga lebih banyak diam. Mungkin semua ini karena kesalahannya, hingga membuat dirinya dan sang anak tidak bisa lagi seperti dulu.
" Hari ini mama akan pergi selama dua hari. Jangan nakal, pulang jangan larut malam. kasihan bibik kalau nunggu kamu lama mainnya." Ucap Ranti, mengoles selai nanas untuk dirinya sendiri.
" Iya." Jawab datar anaknya, tanpa lagi bertanya kemana Mamanya akan pergi. Mungkin sudah tau kemana mamanya akan pergi dan dengan siapa.
Satu tahun lebih mamanya tidak pernah memberitahukannya pergi ke mana, bekerja apa, sama siapa dan gak pernah pulang-pulang hingga berhari-hari membuat sisi liarnya sedikit tumbuh karena tak pernah mendapat perhatian khusus dari mamanya yang terlalu sibuk dengan urusannya.
Semenjak lima bulan terakhir dirinya bertengkar hebat dengan mamanya, karena selalu pulang malam. Membuat Ranti kini mulai mencoba mendekatkan diri pada Anaknya. dan mulai memberitahukannya setiap dirinya akan ke luar kota, serta memberi wejangan pada anaknya untuk menjaga diri dan tak boleh pulang terlalu malam.
Sebagai orang tua, tentunya takut bila anaknya berteman dengan anak nakal. Takut bila salah pergaulan dan takut bila mengikuti jejaknya. Tapi Dirinya yakin anaknya tak akan pernah melakukan itu semua dan membuatnya kecewa hingga itu berani memberikan kebebasan pada putrinya dan membiarkan putrinya mencari jati diri sendiri.
Mana yang baik dan mana yang buruk.
Mana yang susah dan mana yang senang.
Mana terpaksa dan mana terpaksakan.
" Aku selesai, aku berangkat dulu." Ucap gadis berseragam sekolah SMA, mengambil tas yang ada di sampingnya.
" Mama antar ke seko-,"
" Enggak perlu. motorku sudah di perbaiki. Aku berangkat. " Potong cepat, menyalimi tangan Mamanya dan berjalan cepat keluar rumah.
Lagi-lagi Ranti hanya bisa menatap sedih putrinya yang sulit sekali untuk di gapai. Tersenyum getir, kembali menikmati sarapan paginya sendiri.
Beginilah kehidupan di dalam rumahnyanya selama dua tahun silang. Tidak ada yang berubah sedikitpun untuk kembali ke masa dulu.
Yasmin alana putri. Tujuh belas tahun, Anak tunggal dari keluarga sederhana, bahagia dan tentram. Sebelum mendapatkan hinaan, cacian dan bullyan dari orang-orang yang mengenalnya dan mamanya. Ayahnya, meninggal tiga tahun lalu. Kecelakaan tunggal saat pulang kerja. Kecelakaan yang mengenaskan, hingga membuatnya sulit sekali melupakan bayangan tubuh ayahnya.
Saat ini dunianya kembali hancur, belum genap satu tahun sepeninggal Ayahnya. Mamanya ternyata seorang wanita simpanan om-om hidung belang, yang butuh kepuasan di atas ranjang. karena istri sah tak mampu membuat suaminya terpuaskan.
Pernah suatu saat mamanya mendapatkan labrakan dari istri sahnya. Tapi itu juga tak membuat mamanya jera, justru mamanya semakin gila dan selalu pergi ke luar kita menemani pelanggan setianya. Dan mendapatkan kehidupan yang layak, tapi tidak membuat sang Anak senang.
****
" Ayah harap kamu gak akan buat ulah lagi di sekolah baru kamu ini Lintang." Tegas pria bernama Teguh. berdiri di samping gadis remaja bersama wanita cantik yang ada di sebelah putrinya.
" Mas?" Tegur wanita lembut. Istrinya, Saskia. menggelengkan kepala untuk tidak membuat keributan pagi-pagi di sekolah baru putri sambungnya.
Sedangkan putrinya hanya menatap sinis sepasang suami istri itu.
" Sudah tiga kali ini anak di keluarin sekolah karena berandalannya Bun. Harus di beri hukuman apa lagi biar ini anak jera dan gak ngulangi kesalahannya lagi."
" Aku begini juga karena Ayah sama Ibu kan. Aku juga gak mau di sekolahkan Ayah atau Ibu. Ayah saja yang maksa jemput aku dari panti asuhan. Padahal kalian berdua yang naruh aku di sana, karena gak pengen terbenani anak kandungnya." Ketus Lintang.
" Lin-,"
" Mas?" Tegur cepat istrinya sambil menggelengkan kepala.
" Lintang, Masuk ya Nak. Sudah tau kelasnya belum. Mau Bunda antar?" Tanya lembut Ibu tiri. sambil mengusap lengan putri sambungnya.
" Enggak usah, aku bisa cari sendiri. Aku masuk dulu." Pamit Lintang, pergi begitu saja tanpa mau bersalaman dengan ke dua orang tuanya.
" Anak ini?" Gumam Teguh, menggelengkan kepala menghembuskan nafas frustasi menghadapi tingkah laku putrinya.
" Jangan terlalu keras mas? Lintang masih remaja, kita harus sabar. Gak mudah juga untuk dia memafkan orang di masa lalunya."
" Iya."Lirih Teguh. " Maafin Lintang, makasih sudah selalu sabar hadapin kelakuan dia." Imbunya, malu dengan perbuatan Lintang pada istrinya.
" Enggak apa-apa Mas. Ya sudah, ayo pulang. Lintang juga sudah masuk." Menatap depan sekolah yang sudah terlihat sepi.
Hanya mengangguk tersenyum, membukakan pintu mobil untuk istrinya.
Lintang auliya alanza, tujuh belas tahun. Anak tunggal, Hidup dari keluarga broken home hingga ke dua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Tidak ada kasih sayang dari seorang ibu atau ayahnya. Mendapatkan kasih sayang dari sang Nenek, hanya sementara. Membuatnya sangat kehilangan orang yang di sayang.
Dan hidupnya kembali sepi serta menderita. Dua tahun harus tinggal di tempat panti, kala rumah nenek di ambil alih oleh bibik dari ibunya, yang entah kemana sang ibu berada kini berada. Ayahnya menikah lagi, seakan sang Ayah juga melupakannya. Dan dua tahun kemudian Ayahnya menjemputnya dari panti, dengan wanita di sampingnya yang ternyata istri baru ayahnya.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
Sekolah baru, lingkungan baru, orang-orang baru dan beradaptasi kembali dengan teman-teman sekelasnya. Entah dirinya akan merasa senang atau malah sebaliknya.
Seakan lingkungan baru, sudah membuatnya terbiasa kembali bertemu teman yang unik dan juga menyebalkan.
Tiga kali pindah sekolah, salah. Di keluarkan dari sekolah, karena ulahnya yang begitu berandal. Padahal dirinya seorang cewek, dalam sejarah anak sekolah yang paling berandal adalah cowok, tapi ini. Malah kebalikannya.
Kenapa di keluarkan dari sekolah?
Jawabannya terlalu simpel. Tidak suka dengan teman kelas yang semena-mena. Apa lagi suka menindas orang yang lemah. Yang ke dua, sering sekali keluar masuk ke ruang BK. Bukan hanya perkelahian saja, tapi juga sempat ketahuan merokok di toilet.
Entah, sejak kapan Lintang berani menghisap nikotin. Mungkin pernah melihat wanita merokok di suatu tempat, membuatnya berani mencoba-coba, hingga tanpa terasa menjadi candu.
Yang ke tiga. Sama halnya dengan permasalahan yang ke dua. Tapi bedanya, Lintang tak lagi berkelahi maupun merokok di sekolah. Tapi, dirinya sering sekali bolos sekolah. Satu minggu hanya dua kali masuk sekolah. Tak ada prestasi membanggakan dari Lintang, padahal bila di lihat dulu sebelum bersama keluarga Ayah barunya. Lintang terkenal dengan gadis polos, pendiam dan pintar.
Tapi kenapa sekarang justru terbalik? sembilan puluh sembilan derajat.
" Anak-anak, kelas kita kedatangan siswi baru. Namanya Lintang auliya alanza. Ibu harap kalian bisa berteman." Ucap wali kelas, mengenalkan Lintang yang ada di sebelahnya.
" Baik bu!" Seru para siswa siswi, riuh dengan kedatangan siswi baru yang begitu cantik.
" Lintang? Kamu bisa duduk di sana." Tunjuk ibu guru, bangku paling ujung samping gadis yang duduk di dekat jendela.
" Iya Bu. Makasih." Jawabnya sedikit mengangguk berjalan ke arah bangku yang sudah di tunjuk bu guru.
Duduk bersama sesama gadis yang menatapnya dengan senyum sekilas sebelum kembali lagi menatap papan tulis.
Setidaknya dirinya bersyukur, dengan orang di sampingnya yang tak bayak bicara.
Pelajaran pertama dan ke dua telah usai. Ada sebagian kelas Lintang sudah berhamburan keluar menuju kantin. Hanya beberapa yang temannya yang masih memilih duduk di bangku, entah itu malas ke kantin atau sedang mengerjakan tugas lain yang belum usai.
Termasuk teman sebangkunya, yang hanya diam dan serius mengamati buku pelajarannya.
" Hay, nama kamu siapa?" Tanya lelaki sedikit berisi yang duduk di depannya.
" Ini Yas, minum dulu." Imbuhnya, menyodorkan sebotol air putih untuk temannya yang selalu nitip setiap akan beranjak ke kantin. Tanpa di beritahukannya.
" Makasih." Ucapnya. membuat Bimo mengangguk.
" Aku Bimo, Kamu siapa?"
" Lintang." Jawab Lintang. Mengambil buku di dalam tas dan mengeluarkannya untuk membaca.
" Enggak ke kantin?" Tanya Bimo, Lintang menggelengkan kepala.
Bukan malas untuk ke kantin, tapi dirinya tidak tau di mana letak kantin sekolah. Dan tidak ada yang mau mengajaknya ke kantin bersama.
Bimo mengendus, melihat temannya yang acuh dengan siswi baru. " Ajak ngomong lah Yas, sama teman baru ini. Atau ajak ke kantin gitu! Gak bosen apa setiap hari di kelas terus!"
" Enggak." Jawab singkat Yasmin. menoleh ke arah Lintang, sambil mengulurkan tangannya" Yasmin." Imbuhnya, mengenalkan diri terlebih dulu pada gadis di sampingnya.
" Lintang." Jawabnya, menerima uluran tangan Yasmin. sifatnya sedikit pendiam.
Sama seperti dirinya.
Bila tak ada yang menegurnya duluan. Tidak akan dirinya berbicara terlebih dulu.
" Nah! Gitu kan enak Yas!" Seru Bimo. Teman Yasmin yang selalu care dengannya. Tanpa peduli status orang tua Yasmin.
" Kamu kenapa pindah sekolah?" Tanya Bimo, sambil menyantap cemilan yang di belinya dari kantin. Dan menyodorkannya di hadapan dua gadis kembali sibuk dengan dunianya.
" Di keluarin dari sekolah." Enteng Lintang, dengan Bimo terperangap mendengarnya. Yasmin mengerutkan kening dan menatap teman baru di sampingnya.
Di keluarkan?
" Waw.. Di keluarkan. Karena apa?" Antusias Bimo. mulai penasaran dengan teman barunya.
Pasalnya, dalam sejarah yang Bimo tau di sekolah kebayakan yang di keluarkan dari sekolah adalah anak laki-laki, sedangkan wanita kemungkinan hanya satu. Berbadan dua. Dan Lintang... tidak menunjukkan tubuhnya yang gemuk, atau perut buncit.
" Sering bolos. Seminggu dua kali masuk sekolah." Jawabnya. " Boleh?" Matanya menunjuk jajanan Bimo.
" Boleh ambil saja.. Kan aku sudah nawarin, kalau kamu gak jijik makan punyaku dan Yasmin."
" Ngapain jijik segala. Enggak di ludainkan?" mencicipi cemilan dari teman barunya.
" Ya gak lah!" Seru Bimo, membuat Lintang tertawa kecil.
Lintang dan Yasmin, kembali fokus dengan buku masing-masing. Sesekali menjawab pertanyaan dan gurauan dari Bimo, yang terlalu cerewet dan juga mulut susah diam kala cemilan yang begitu banyak di belinya dari kantin.
Tapi itu sedikit menghibur Yasmin dan juga Lintang. Yang ternyata Lintang bisa berbaur dengan teman kelas barunya. Meskipun cuma satu. Yang terpenting Lintang dan Yasmin sudah bisa tertawa dan tersenyum.
****
" Bagaimana sekolah barunya? Suka?" Tanya Saskia, ibu tiri Lintang. Menjemput sekolah putri sambungnya dengan mengendarai mobil pemberian dari suaminya.
Di mana kini saskia harus menjadi ibu tiri yang baik dan pengertian untuk Anak sambungnya. Membagi kasih sayang dari anak kandungnya dan juga anak sambungnya. Meskipun sang anak sambung belum bisa menerimanya, tapi setidaknya anak sambungnya tak pernah membuatnya sakit hati. Dan perkataan marah serta ketusnya selalu di tunjukkan pada Ayahnya.
Mungkin Lintang masih marah dengan sikap ke dua orang tua kandungnya. Saskia bisa memaklumi itu. Karena bagaimana pun Anak pasti sangat kecewa dengan keputusan ke dua orang tuanya.
Lintang sebenarnya dari keluarga yang berada. Ayahnya bekerja di perusahaan property dan menduduki jabatan yang bagus. Hingga bisa menghidupi keluarganya dengan layak.
Sedangkan ibu sambungnya, hanya ibu rumah tangga tapi berpenghasilan dari toko yang dulu di rintis sendiri sebelum bersama dengan Ayah lintang.
Ibu tirinya seorang janda. memiliki dua anak laki-laki dari pernikahan sebelumnya. dua saudara tirinya masih berumur lima belas dan juga delapan tahun. Itu artinya, Lintang adalah kakak bagi dua saudaranya.
" Biasa saja." Jawab Lintang, duduk di samping Ibu tirinya di balik kemudi.
" Susah dapat teman baru?" Tanya Saskia. melajukan mobilnya menuju ke tempat sekolah putra pertamanya.
" Ada, dua." Jawabnya.
Meskipun jawaban Lintang sangat pendek pada ibu tirinya. Tapi Lintang tak pernah berbicara ketus pada Saskia. Lintang hanya bertanya dan menjawab seperlunya saja saja.
Berbeda sekali bila berbicara pada Ayahnya. Sangat beda, dan kentara sekali rasa bencinya pada ayahnya. Meskipun ayahnya mencoba kembali akrab dengannya.
" Gak apa-apa. Nanti lama-lama juga dapat teman banyak. Tante harap Lintang betah di sekolah barunya. Semangat ya, beajarnya." Ucap tulus Saskia, tersenyum menatap putri tirinya yang selalu saja memandang luar jendela.
" Iya." Lirih Lintang. Mulai memejamkan mata, seakan ingin mengakhiri obrolannya dengan Saskia.
Bukan dirinya tidak ingin dekat dengan ibu tirinya. Hanya saja... Entahlah, sulit sekali bagi Lintang untuk mengungkapkannya.
Kenapa, dan kenapa harus dirinya.
Hanya itu selalu ada di pikirannya. Andai saja, ibu kandungnya seperti ibu tirinya. Andai saja Ayahnya baik pada ibu kandungnya seperti ayahnya memperlakukan baik pada ibu tirinya, dan andai saja dirinya tak di asingkan ke dua orang tuanya.
Mungkin, Rasa kecewa dan benci itu tak akan singgah di hatinya. Tak akan mungkin dirinya berubah seperti sekarang.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
Bukan rumah tujuan Yasmin sekarang sehabis pulang dari sekolah. Memarkirkan motor kesayangannya di tempat biasa yang tak bisa membuat motornya kepanasan.
Cafe milenial, intagrameble. Cafe bernuasa puttih abu-abu, lampu-lampu gantung serta beberapa kursi bersama meja bundar, serta sofa dan juga meja kotak panjang di berbagai sudut yang pas. Di tambah hiasan dinding, dan juga panggung untuk konser dadakan begitu epik, serta betah berlama di sana.
Cafe yang strategis, terletak tak jauh dari kampus, taman dan juga jalan utama menuju ke arah tujuan kemana saja.
Siang hari tidaklah banyak pengunjung, bila malam hari. Harus rela memendam kekecewaan bila tidak mendapatkan meja duduk. Mungkin, bukan cuma cafe intragrameblenya saja yang terkenal. Tapi juga pelayanan serta harga sangat terjangkau di kantong para mahasiswa atau para penyuka tongkrong milenial.
Bunyi suara lonceng saat membuka pintu cafe pertanda ada pengunjung. Sebagian pengunjung melihat ke sumber suara, untuk melihat siapa yang datang.
" Selamat siang! Mau pesan Apa?" Tanya barista, tersenyum penuh menatap Yasmin.
" Mau pesan hati kamu buat aku bisa gak?" Jawab Yasmin, duduk di kursi depan barista yang sedang menyiapkan kopi untuk pengunjung lain.
" Jangan.. Hati Mas Ai cuma satu, nanti kalau di ambil mati dong." Jawab barista lain, membuat Yasmin mencibik. Dan dua barista di depannya tertawa melihat Yasmin.
" Mau cappucino." Tawar Ai.
Yasmin menggelengkan kepala. " Boleh, numpang tidur sebentar di ruangan kakak." Ucap Yasmin. Membuat barista mengerutkan kening menatapnya.
" Enggak boleh ya."
" Apa harus selalu bertanya lagi, boleh apa enggaknya." Cibik barista. " Sudah sana ke atas, Nanti kakak nyusul." Imbuhnya, menyuruh Yasmin untuk ke ruangannya. Yang hanya Yasmin lah selalu di perbolehkan suka hati masuk ke dalam ruangannya.
" Makasih." Ucap Yasmin. " Tinggal dulu bang Denis." Imbuhnya. turun dari kursi tinggi dan melangkah menaiki anak tangga di samping ruang dapur dan juga kasir.
" Oke." Menatap kepergian Yasmin.
" Yasmin kenapa mas." Tanya barista, karyawan pertamanya yang setia menemaninya merintis usaha cafe milenialnya. Dan terkenal di kalangan mahasiswa serta remaja. Menatap
" Enggak tau." Jawab Aiman, pemilik cafe.
Masih setia sendiri, di umur dua puluh lima tahun. Memiliki satu cafe yang di rintis dua tahun terakhir dan bertemu dengan gadis manis di kala cafe barunya sebelum ngehits di kalangan pecinta instagrameble.
Pertemuan yang sangat menyedihkan dan juga lucu bila di ingat-ingat oleh Aiman.
Dua tahun lalu. Yasmin menangis sepanjang hari di dalam cafe, duduk di ujung jendela. hingga tanpa sadar tertidur pulas sampai malam hari. Dan membuat Aiman rela menunggu Yasmin bangun tanpa mau membangunkannya.
Mata Yasmin begitu bengkak, rambut begitu berantakan. Tapi tetap masih membuatnya begitu cantik di mata Aiman.
Pelanggan pertama Aiman adalah Yasmin. yang selalu setia meminta di buatkan cappucino. Setiap hari pulang dari sekolah, wajahnya selalu sedih, air matanya selalu keluar dan selalu tertidur di tempat cafenya hingga tutup.
Dulu ingin sekali menegurnya, tapi melihat Yasmin selalu menangis dan menangis tanpa ada senyuman manis. Aiman mengurungkannya, lantaran kasihan melihat Yasmin. Bermula dari pelanggan hingga lama kelamaan Yasmin dan Aiman saling mengenal, dan begitu akrab hingga sekarang. Dan banyak yang mengira, bila mereka adik kakak atau sepasang kekasih.
" Lanjutin Dan, aku tinggal dulu." Kata Aiman, melepas apron dan menggantungkannya di tempat biasa.
" Oke mas." Jawab Denis. Melanjutkan pekerjaannya.
Tidak perlu ijin masuk ke dalam ruangan kerja ataupun ruang pribadinya. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangannya, tidak mendapati Yasmin ada di ruang kerjanya. Membuka pintu kamar, dan melihat Yasmin tengah duduk dekat jendela sambil memeluk ke dua kakinya.
Melangkah mendekat, dan mengusap kepala Yasmin dari samping. Membuat Yasmin mendongak dan menatapnya.
" Kenapa wajahnya muram gitu?" Lembut Aiman. masih setia mengusap kepala Yasmin.
Entah sejak kapan Aiman semakin dekat dengan gadis SMA. Yang bisa membuatnya kapan saja jatuh cinta dengan gadis ini.
Yasmin menurunkan ke dua kakinya. Berdiri dari duduknya, berhadapan dengan Aiman dan sedikit mendongak untuk melihat wajah yang menenangkan baginya.
" Kenapa.. Hhmm?" Tanya Aiman, menyelipkan rambut ke dua sisi telinga Yasmin. Mengusap pipi Yasmin dengan lembut.
" Boleh nginep di sini. Aku enggak mau pulang." Lirih Yasmin.
Untuk ke tiga kali. Yasmin meminta ijin menginap di cafenya. untuk ke tiga kali, Aiman selalu melarangnya dan mengantarnya pulang tengah malam hari. Berbagai cara membujuk gadis di depannya untuk tidak menginap di cafenya.
Yasmin menyandarkan kepalanya di dada Aiman, hingga Aiman sedikit terkejut.
" Aku capek, aku marah, aku kecewa, aku sendiri! Aku gak tau lagi harus bagaimana hadapin mamaku.. Aku gak tau lagi kak!!" Isak Yasmin, runtuh sudah pertahannya untuk tidak menangis lagi tentang sikap mamanya.
Sikap dan pekerjaan yang selalu membuatnya sakit serta malu saat orang mengetahui dirinya adalah anak dari seorang wanita penghibur.
" Aku malu kak, aku malu dengan pekerjaan mamaku." Lirihnya, mencengkram ke dua ujung kemeja Aiman.
Aiman mengusap punggung Yasmin, membawa tubuh gadis sma dalam pelukannya untuk Pertama kali Yasmin menangis di hadapannya. Yasmin mengeluh tentang pekerjaan ibunya.
" Aku lelah kak? Aku lelah.." Hanya itu yang selalu keluar dari bibir Yasmin.
Lelah, lelah dan lelah.
Wajah Yasmin seperti dua tahun silang saat bertemu dengannya.
****
Tok tok tok.
" Kak lintang?" Panggil dari luar kamar Lintang. Dimana Lintang sedang membaca buku di atas tempat tidurnya.
" Masuk saja, gak di kunci pintunya." Teriak Lintang, sudah tau siapa yang mengerecoki sore harinya setiap hari.
Membuka pintu, menyembulkan kepalanya dan menyengir kuda. " Kakak?" Panggil anak laki-laki berumur delapan tahun.
" Apa? Tugas lagi?" Ucap Lintang, menurunkan buku dan melihat adik tirinya masih di ambang pintu. " Sini." Perintah Lintang, menyilangkan kedua kakinya dan menegakkan tubuhnya.
" Kak Abbas gak mau ngajarin Aku Kak." Adu adik bungsu.
Sudah biasa bila adik tiri pertamanya tidak mau membantu adik bungsunya mengerjakan pr sekolah. Dan selalu berlari ke tempat kamarnya, untuk meminta bantuan padanya.
Awalnya adik bungsunya takut dengannya. Karena Lintang tak pernah menyapa atau menegurnya. Tapi ketika Abbas memarahi adiknya karna tak bisa-bisa mengerjakan tugas, Lintang justru sedikit membela dan memarahi balik Abbas.
Hingga mulai itu adik bungsunya memberanikan diri menyapa dirinya dan meminta tolong untuk di ajarkan soal pelajaran sekolahnya.
" Kalau gak mau kenapa selalu minta di ajarin ke kak Abbas."
" Takut kak Lintang sibuk, mangkanya minta tolong dulu ke kak Abbas. Kalau kak Abbas gak mau, ya larinya ke kakak." Jawab adik bungsunya. Naik ke atas kasur dan menyerahkan buku pelajarannya pada Lintang.
Hanya bisa berdecak dan mengambil buku di tangan adiknya.
" Kalau pengen tau kakak sibuk ya samperin dulu ke kamarnya. Lihat kakak sibuk apa enggak. Kalau sibuk, pasti kakak juga usahain buat bantu kamu ngerjain pr. Bukan ngajarin kamu main game di hp." Tutur Lintang.
Meringis adik bungsunya, saat Lintang membahas game di ponselnya. Yang selalu saja marah-marah bila kalah permainan. Bukan itu saja, kadang adiknya juga meminjam ponselnya untuk mencoba permainan baru.
Terkadang Lintang ingin marah, tapi enggak bisa. Adik bungsunya bisa menghibur dirinya di kala sendiri dan butuh teman di dalam kamarnya.
Meskipun bukan adik kandung, bukan sedarah. Lintang tidak akan membenci atau marah dengan anak yang tidak salah. Urusan dirinya hanya dengan ayah kandungnya. Bukan dengan adik-adik tirinya. Karena adik tirinya juga tak pernah mengusik kehidupannya. Malah adik bungsunya yang bernama Ali selalu saja membuatnya terhibur dengan tingkah konyolnya.Ya terkadang meskipun jail Ali pada Lintang.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!