Kianu asyik mabuk-mabukan sambil berjoget-joget diantara para gadis yang menemaninya. Setiap malam beginilah kebiasaan Kianu. Kianu baru berusia 21 tahun. Orangtuanya tinggal di luar negeri untuk mengurus bisnis mereka disana. Kianu tinggal sendiri dikediamannya dengan beberapa pelayan, tukang kebun dan satpam.
Kianu seorang yang tampan rupawan sehingga banyak gadis-gadis bertekuk lutut dan terbuai dengan ketampanannya. Selain tampan dia juga kaya raya. Siapapun wanita pasti tergila-gila padanya. Kianu tidak pernah mencintai gadis-gadis yang dipacarinya. Dia memiliki 7 pacar yaitu
Citra, Desi, Eva, Fina, Gisya, Harum dan Jelita. Citra teman satu kelasnya di universitas. Desi seorang perawat di rumah sakit, Eva seorang pramugari pesawat swasta, Fina seorang karyawan toko, Gisya seorang pelukis, Harum seorang tour guide dan Jelita seorang guru TK. Mereka tidak tahu kalau Kianu playboy. Belum lagi Kianu selalu menggoda gadis cantik yang ditemuinya.
Kianu pulang dari club malam dengan mengendarai mobilnya. Dalam keadaan mabuk Kianu mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Saat mobilnya melaju ada seseorang yang menyeberang di depan mobilnya, karena mobil Kianu melaju kencang, mobilnya langsung menabrak orang itu. Kianu langsung kaget dan menginjak rem. Dia ke luar dari mobilnya mencari orang itu. Saat dia memeriksa tempat itu tidak ada satupun orang.
"Dasar manusia, selalu menyusahkan orang. Untung aku hantu jadi tidak mati," ucap Marsya.
Marsya berbicara dengan lantang di belakang tubuh Kianu. Dia mengira Kianu tidak bisa melihat dan mendengar ucapannya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Kianu berbalik ke belakang menatap Marsya.
"Heh, kamu bisa melihatku?" tanya Marsya kaget.
"Kamu sebesar itu masa aku tidak bisa melihatmu," jawab Kianu. Dia tidak tahu kalau Marsya adalah seorang arwah. Kianu mengira Marsya adalah manusia. Marsya juga bingung kenapa Kianu bisa melihatnya, karena selama ini belum ada yang bisa melihatnya.
"Ayo, aku bawa kamu ke rumah sakit," ajak Kianu sambil menarik tangan Marsya menuju mobilnya.
"Eh, mau dibawa kemana aku?" tanya Marsya.
"Ya ke rumah sakitlah untuk mengecek keadaanmu, tadi akukan menabrakmu," jawab Kianu sambil memasukkan Marsya ke mobilnya.
"Tunggu, lepas!" pinta Marsya.
Kianu tak menggubris ucapan Marsya. Dia tetap mengendarai mobilnya. Mereka pun menuju ke rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit Kianu terus memegang tangan Marsya menuju tempat daftar dan menuju konter perawat.
"Pak Kianu," panggil perawat itu.
"Ya," sahut Kianu.
"Siapa yang sakit pak? biar dicek suhu, tekanan darah dan ditimbang dulu," ucap perawat itu.
"Ini suster," ujar Kianu menunjukkan Marsya pada perawat itu.
"Bapak ini sedang bercanda?" tanya perawat itu. Dia tidak bisa melihat Marsya. Begitupun perawat lainnya, mereka mengira kalau Kianu sedang mabuk jadi bicara dan pikirannya ngelantur. Mereka tahu kalau Kianu mabuk karena bau alkohol dari tubuhnya.
"Ini orangnya, kalian gimana sih," jelas Kianu menegaskan dengan jengkel.
"Mas sepertinya yang harus dirawat, anda sedang mabuk," timpal perawat itu.
"Iya Mas, mungkin karena anda sedang mabuk jadi pikiran anda kacau," ucap perawat lainnya.
Kianu benar-benar kesal, dia meninggalkan rumah sakit dan meninggalkan Marsya. Perawat-perawat itu malah tertawa-tawa melihat Kianu.
***
Pagi hari yang cerah Kianu sedang tertidur di ranjang kamarnya. Marsya ada di samping ranjang Kianu, sedang duduk menunggu Kianu bangun. Saat Kianu bangun membuka matanya pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah Marsya. Kianu menutupkan matanya lagi dia mengira masih berada dalam mimpi. Dia membuka matanya kembali tapi Marsya masih ada di depannya. Kianu berpikir kejadian semalam itu hanya mimpi tapi ternyata itu nyata.
"Kamu kok bisa di kamarku?" tanya Kianu.
"Ya bisalah, akukan hantu bebas kemana saja," jawab Marsya
"Aku gak percaya hantu," elak Kianu.
"Coba kamu ingat lagi, saat kamu menabrakku aku tidak apa-apakan, saat kita ke rumah sakit perawat itu tidak bisa melihatku malah mengiramu mabuk," ungkap Marsya.
Kianu coba mengingat kejadian semalam. Dia adalah orang yang tidak percaya hantu. Jika bertemu pun ini mungkin yang pertama kalinya. Hidupnya sangat realistis dan tidak percaya sesuatu yang berhubungan dengan hantu.
"Aku gak percaya," ucap Kianu yang masih belum percaya.
"Baiklah aku akan tunjukan klau aku hantu," kata Marsya
Marsya bolak balik keluar masuk melewati dinding kamar Kianu, lalu dia terbang ke sana ke mari. Kianu masih bengong melihat yang dilakukan Marsya. Dia mulai percaya kalau Marsya bukan manusia melainkan hantu.
"Kamu ... kamu ... hantu beneran?" tanya Kianu.
"Menurutmu?" tanya Marsya balik.
"Apa maumu? kenapa kau mengikutiku?" tanya Kianu.
"Selama ini belum ada yang bisa melihatku, tapi ternyata kamu bisa melihatku. Aku butuh bantuanmu," jawab Marsya.
Kianu tidak mau membantu Marsya. Dia malah mengusir Marsya dan menyuruhnya pergi dari hidup Kianu, tapi Marsya bersikeras tetap akan mengikuti Kianu kemana-mana kalau Kianu tidak mau membantunya. Kianu yang tak punya pilihan dia bersedia membantu Marsya.
"Apa yang harus aku bantu?" tanya Kianu.
"Seharusnya aku kembali ke alam selanjutnya tapi aku malah bergentayangan di dunia manusia. Aku tidak tahu kenapa begini. Aku bertemu dengan teman hantuku. Mereka juga bergentayangan sepertiku. Mereka bertanya padaku mengenai identitas semasa hidupku dan penyebab kematianku, tapi aku tidak ingat dan tidak tahu. Temanku yang bergentayangan tahu identitas semasa hidupnya dan penyebab kematiannya. Mereka bilang mereka mati bunuh diri. Mereka menyarankan ku untuk mencari tahu identitas ku agar aku tau penyebab kenapa aku tidak bisa kembali ke alam selanjutnya," ucap Marsya.
"Aku tau maumu, kau minta aku membantumu mencari tahu identitasmukan?" tanya Kianu.
"Betul! sebagai hantu aku terbatas mencari informasi itu," jawab Marsya.
Kianu mendengarkan semua penjelasan yang dijelaskan Marsya. Dia mulai memahami apa yang sedang terjadi pada Marsya.
"Baiklah aku akan membantumu, tapi berjanjilah tidak menganggu hidupku. Jangan datang kalau aku tidak memintamu. Pergilah sekarang! saat nanti informasinya sudah ku dapat, aku akan mencarimu," ucap Kianu.
"Oke, aku setuju," jawab Marsya lalu pergi menghilang dari hadapan Kianu.
Kianu sebenarnya tidak ingin membantu Marsya. Dia hanya mengulur waktu untuk menyingkirkan Marsya dari hidupnya.
"Bos bisa diam dulu? Aku mau mengangkat telpon dari temanku," ucap Elyana.
Maxsimus tak menjawab. Dia memasang headset dan mulai mendengar lantunan ayat suci dari handphone miliknya.
'Bagus deh si Bos pewe.'
Elyana langsung mengangkat telpon dari Aisyah.
["Assalamu'alaikum."]
["Wa'alaikumsallam."]
["Elyana tolong aku!"] Suara Aisyah seperti terancam bahaya.
["Aisyah kenapa? Kau ada dimana?"] Elyana khawatir mendengar Aisyah dalam bahaya.
["Aku ada ..."] Aisyah memberikan alamat dimana dia berada dan mengirim shareloc pada Elyana.
Pembicaraan mereka terputus. Untungnya Aisyah sudah shareloc. Elyana bergegas meminta supir untuk pergi ke tempat yang diinginkannya. Sesuai yang sudah diberikan Aisyah.
"Sudah jam sebelas malam, semoga Aisyah tidak kenapa-kenapa," ucap Elyana. Sepanjang jalan dia terus mendoakan sahabatnya. Elyana tidak tahu persis apa yang terjadi pada sahabatnya. Dia hanya berharap Aisyah baik-baik saja.
Mobil terus melaju. Lama-lama Maxsimus tertidur di kursi dengan headset yang masih terpasang di telinganya. Sedangkan Elyana tampak gelisah memikirkan temannya.
Sampai di sebuah jalan. Elyana turun tanpa memberitahu Maxsimus karena bosnya itu sedang tidur pulas. Elyana tidak ingin membangunkannya. Elyana hanya bergegas berlari menuju ke dalam gang-gang. Masuk ke dalam jalan-jalan sempit. Melewati gedung-gedung kosong. Untuk mencari dimana lokasi Aisyah berada.
Di sisi lain Aisyah sudah tersudutkan di jalan buntu yang kanan, kiri dan belakangnya pagar tinggi. Setinggi pohon. Aisyah mundur-mundur ke belakang. Tiga preman sudah mengepungnya. Dia sudah tidak mengenakan cadarnya. Tadi cadarnya ditarik salah seorang preman itu.
"Mau kemana cantik?" tanyanya.
"Iya cantik, sudahlah! Puaskan kami setelah itu kau bisa bebas."
"Malam ini dingin kami butuh kehangatan."
Aisyah menggeleng. Dia ketakutan melihat ketiga preman nakal itu. Mereka tampak bernafsu melihat Aisyah. Di dalam hatinya Aisyah terus berdoa meminta pertolongan Allah subhanallahu wa ta'ala. Tiada tempatnya mengadu dan meminta pertolongan selain padaNya.
"Tolong! Tolong!" teriak Aisyah meminta tolong. Matanya berkaca-kaca. Preman-preman itu mengepungnya.
"Teriak aja! Gak akan ada yang denger."
"Nanti kau malah capek cantik. Mending sama Abang."
"Kita main yang enak-enak."
"Tidak, Istighfar Bang. Kalian terbawa nafsu setan," jawab Aisyah.
Preman-preman itu justru tertawa mendengarkan nasehat dari Aisyah.
"Ya Allah lindungilah hamba," batin Aisyah. Tangan gemetaran, jantungnya berdebar kencang dan nafasnya ngos-ngosan. Dia sudah berlari sejak tadi. Tapi preman-preman itu terus membuntutinya hingga ke jalan buntu itu.
"Cantik, Abang akan membuatmu merasakan nikmatnya surga dunia."
"Tiga kali sekaligus."
"Rasanya melayang terbang ke langit. Kau akan ketagihan."
"Tidak. Astagfirullah," jawab Aisyah sambil menangis.
"Tolong! Tolong!" teriak Aisyah saat preman-preman itu semakin mendekat. Mereka menarik gamis Aisyah hingga sobek di bagian lengannya. Salah satu preman menarik hijab lebarnya. Untungnya Elyana segera datang.
"Tikus-tikus got!" kata Elyana. Berdiri di belakang mereka bertiga.
Preman-preman itu berbalik. Melepaskan tangannya dari baju dan hijab Aisyah yang sudah robek sebagian.
"Wah rejeki nomplok dapet dua sekaligus."
"Bisa sampai pagi kalau gini."
"Yang ini dulu lebih menantang."
Elyana tersenyum licik pada ketiga preman menyebalkan itu.
"Kemarilah akan ku puaskan kalian!" sahut Elyana.
Ketiga preman itu tersenyum. Mereka langsung menghampiri Elyana. Namun gadis cerewet itu langsung melayangkan pukulan pada ketiganya bergantian. Meskipun mereka membalasnya dengan menyerangnya. Elyanya menyikut salah satu dari mereka dan menendang yang lainnya. Dia bahkan melompati mereka dan menendang mereka dengan kencang.
Bruuug ...
Ketiga preman itu terjatuh bersamaan di bawah.
"Aku belum puas!" kata Elyana. Dia mendekati ketiga preman itu. Mereka pun tak tinggal diam. Bangun dan melawan Elyana. Mereka baku hantam. Dengan pukulan, tendangan, dan menghindar. Sampai ketiga preman itu kualahan melawan Elyana yang memang jago bertarung. Namun sayangnya ada yang tiba-tiba datang dan memukul Elyana dengan kayu dari belakangnya.
Dug ...
Punggung Elyana terkena pukulan itu sampai Elyana kesakitan dan terjatuh ke bawah saat salah satu preman menendang kakinya.
"Ha ha ha." Preman-preman itu tertawa. Mereka tak hanya bertiga tapi ada satu orang lagi yang baru datang.
"Sok jagoan," ucapnya. Dia menghampiri Elyana dan menginjak-injak punggungnya.
"Elyana!" teriak Aisyah. Elyana hanya tersenyum ke arah Aisyah. Wajahnya tampak kesakitan.
Aisyah berlari mendekat namun kedua preman menghadangnya.
"Lepaskan Aisyah!" teriak Elyana yang masih bertahan meski punggungnya diinjak-injak salah satu preman itu.
"Kuat juga loh cewek," ucapnya.
"Elyana!" teriak Aisyah.
"Lari Aisyah!" titah Elyana.
Aisyah menggeleng. Air matanya jatuh bercucuran.
"Lari!" teriak Elyana sambil menahan sakit.
Aisyah tak punya pilihan. Dia menendang kedua preman itu. Berlari meninggalkan tempat itu.
"Sial dia lari!"
"Kejar!"
Dua preman mengangguk. Mereka mengejar Aisyah. Sedangkan dua preman lainnya menghajar Elyana. Membuat Elyana mulai tak mampu bertahan dan hampir pingsan. Namun sedikit celah di matanya melihat sesosok laki-laki yang menghajar kedua preman itu. Laki-laki yang selalu membuat Elyana merasa aman dan nyaman.
"Max," ucap Elyana yang tengkurep di bawah. Dia melihat Maxsimus menghajar kedua preman itu sampai babak belur. Setelah itu Elyana tidak ingat apapun lagi.
Beberapa menit kemudian Elyana membuka matanya. Dia sudah ada di punggung Maxsimus. Ternyata Maxsimus menggendongnya menuju jalan dimana mobil mereka terparkir. Elyana juga melihat Aisyah berjalan di samping Maxsimus. Tubuhnya mengenakan jas hitam milik Maxsimus karena gamisnya sempat robek. Elyana tersenyum kecil. Senang melihat dia dan Aisyah selamat. Elyana kembali berbaring di punggung Maxsimus. Tubuhnya belum kuat untuk berbicara atau bergerak. Dia membiarkan Maxsimus membawanya pergi.
Rumah Sakit Citra Medika
Elyana masuk ke ruang UGD ditemani Maxsimus. Sedangkan Aisyah menunggu di luar. Maxsimus berdiri di luar tirai menunggu Elyana ditangani Dokter dan perawat. Terlihat jelas rasa khawatir di wajahnya.
"Otak kecil kenapa tidak bilang padaku kalau temanmu dalam bahaya. Sekarang kau sendiri dalam bahaya," ucap Maxsimus marah. Dia tak tenang sebelum melihat Elyana baik-baik saja dan cerewet seperti biasanya.
Tak lama Dokter mengajak Maxsimus bicara. Untuk menyampaikan keadaan Elyana. Maxsimus duduk bersama Dokter di ruangannya.
"Gimana keadaan Elyana Dok?" tanya Maxsimus.
"Alhamdulillah, Elyana gadis yang cukup kuat. Sejauh ini dia hanya mengalami lebam dan luka goresan. Selebihnya baik-baik saja," jawab Dokter.
"Alhamdulillah," jawab Maxsimus.
"Saya sarankan lebih baik Elyana dirawat di sini sampai pulih. Agar dia bisa istirahat dan mendapatkan perawatan yang baik," sahut Dokter.
"Iya Dok, lakukan yang terbaik untuk Elyana," jawab Maxsimus.
Setelah itu Maxsimus menghampiri Elyana yang masih di ruang UGD. Dia membuka tirai dan masuk ke dalam. Terlihat Elyana sedang merapikan hijabnya.
"Otak kecil, kau sudah puas jadi pahlawan kemalaman?" tanya Maxsimus.
"Eee ... iya Bos. Makasih ya sudah menolongku," jawab Elyana.
'Gawat kalau aku tidak manis padanya. Gimana kalau dia mencantumkan biaya berobatku ke dalam list hutang yang sudah panjang. Aku harus cute biar dia lupa.'
Elyana memasang wajah manis dan lucunya. Dengan mata berbinar tanpa dosa.
"Semua ini tidak ..."
"Bos, aku sebatanh kara. Hanya Bos yang baik padaku. Mau menampung remahan sepertiku. Bahkan ibuku sendiri tidak mau mengakui debu sepertiku hik .. hik .. hik ..."
"Sial, pintar sekali dia berakting. Membuatku sulit berkutik," batin Maxsimus. Baru mau mencantumkan dalam bon yang harus dibayar Elyana tapi Elyana jauh lebih pintar darinya.
"Bos sangat baik, bersahaja, dermawan, tampan, berbudi pekerti yang luhur ... bla ... bla ..." Elyana memuji-muji Maxsimus. Berharap Maxsimus akan iba dan terharu.
"Hmmm!" Maxsimus menghembuskan nafas berat.
"Otak kecil kau harus dirawat beberapa hari sampai pulih," ujar Maxsimus. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Elyana. Maxsimus yakin Elyana hanya menutupi rasa sakitnya.
"Tidak perlu Bos, aku baru saja bekerja. Rasanya tidak enak kalau aku izin sakit berhari-hari," jawab Elyana.
"Kau ingin mati?" tanya Maxsimus marah.
"Aku baik-baik saja. Bos lihat aku cerewet seperti biasa dan manis seperti saat Bos menemukanku kan?" jawab Elyana.
'Kalau aku dirawat lumayan sih makan tiga kali sehari. Aku bisa jadi kaum rebahan. Tapi pekerjaanku bisa melayang. Masa depanku suram. Lebih baik aku pulang mana tahu Maxsimus makin perhatian.'
"Ya sudah, ayo pulang otak kecil!" ajak Maxsimus.
"Alhamdulillah, iya Bos," jawab Elyana. Kegirangan.
"Tadi kau sudah sholat Magrib dan Isya?" tanya Maxsimus.
"Sudah Bos, aku juga sudah hafal," jawab Elyana.
"Kalau begitu besok sore aku mentraktirmu makan," sahut Maxsimus.
"Alhamdulillah, matahari bersinar setelah hujan dan petir menyambar," jawab Elyana.
Maxsimus memutar bola matanya. Dia harus terbiasa mendengan celotehan konyol Elyana. Namun satu hal yang dia kagumi. Elyana tetap ceria meski dia terluka dibagian punggungnya. Elyana tidak memperlihatkan rasa sakit itu. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Maxsimus dan Elyana ke luar dari ruang UGD. Mereka berjalan bersama menghampiri Aisyah yang duduk sendirian.
"Max, ini temanku namanya Aisyah Nayyara Zahra," ucap Elyana.
Maxsimus memperhatikan wanita bercadar di depannya. Nama itu seperti familiar dan pernah didengar olehnya.
"Axel, Aisyah, duduklah di sini bersama kami!" ajak Amanda. Matahari seakan baru terbit dari wajah cantik nyonya rumah besar itu. Jagoan tampannya sudah memperjuangkan cintanya dan tidak lagi bermain-main dengan wanita. Dia membawa seorang wanita yang baik dan sholeha sesuai keinginan keluarganya. Tidak lagi berkelana seperti pengembara yang belum menemukan tempat yang ajan ditujunya.
"Iya Bun," jawab Axel lalu mengajak Aisyah duduk. Axel duduk di dekat Maxsimus. Sedangkan Aisyah duduk di dekat Elyana. Ini pertama kalinya Aisyah datang ke rumah keluarga Geraldo. Kesan pertama yang dirasakan Aisyah mereka terlihat hangat. Padahal mereka konglomerat tapi tidak sombong. Ramah dan sopan padanya.
"Axel perkenalkan siapa bidadari yang kau bawa ke rumah kita ini!" pinta Victor. Dia dan keluarganya ingin tahu siapa bidadari yang dibawa Axel. Gadis bercadar yang tampak santun dan lembut. Seperti Amanda saat seumurnya. Dulu Amanda juga seperti itu meski memiliki sisi kuat dan sangar saat menghajar preman.
"Iya Dad," jawab Axel. Ini kesempatan untuknya mengenalkan Aisyah pada keluarganya. Dia tidak akan disebut Playboy kelas teri lagi. Axel sudah membawa impian dan harapan keluarganya ke rumah itu.
"Semuanya ini Aisyah Nayyara Zahra. Calon istriku," ujar Axel malu-malu memperkenalkan Aisyah pada keluarganya. Padahal biasanya dia jadi playboy yang tidak tahu malu. Mengobral janji manis pada siapapun dan ngapelin cewek manapun. Asal dia suka dan perempuannya mau.
"Alhamdulillah," sahut semuanya. Akhirnya setelah sekian kemarau berlalu Axel mendapatkan pasangan yang pasti. Tidak bercabang apalagi kebanyakan lintasan. Sudah mendeklarasikan diri memiliki calon istri.
"Aisyah senang bisa bertemu Om, Tante, dan semuanya," ucap Aisyah.
"Kami juga senang bertemu denganmu Aisyah," sahut Victor. Sebagai ayah angkat Axel, Victor tidak pernah membedakan kasih sayangnya untuk Maxsimus ataupun Axel. Dia selalu berharap kedua jagoannya bahagia.
"Iya Aisyah," tambah semuanya. Mereka senang bisa mengenal Aisyah sebagai calon istri Axel. Mereka yakin Aisyah akan menjadi istri yang sholehah untuk pangeran tampan kedua di rumah besar itu. Wanita seperti itu yang dibutuhkan Axel untuk menuntunnya menjadi imam yang baik.
"Alhamdulillah," jawab Aisyah. Senangnya bisa diterima di keluarga calon suaminya. Tanpa drama dan perdebatan yang menyakitkan seperti di sinetron ketika wanita miskin datang ke rumah laki-laki kaya. Keluarganya akan menentang dan tidak menyetujui hubungan mereka.
"Aisyah, ini istriku Amanda Clarissa," ucap Victor memperkenalkan istrinya. Kemudian memperkenalkan satu persatu anggota keluarganya termasuk Elyana sebagai calon istri Maxsimus. Nafisa anak bungsunya dan Jennifer ibu kandungnya Victor. Aisyah sudah mengenal beberapa dari mereka yaitu Maxsimus dan Elyana.
"Senang bisa mengenal Om dan keluarga. Semoga Allah senantiasa mempererat tali persaudaraan kita semua," ucap Aisyah. Kini dia berada di tengah-tengah keluarga yang begitu humble dan supel. Padahal mereka konglomerat yang kaya raya tapi tidak mempersulit urusan jodoh anak dan keturunannya.
"Amin," jawab semuanya.
"Oma, udah kan aku bawa calon istri. Berarti gak jadikan dideportasi ke Nusa Kambangan?" tanya Axel.
"Kau pikir selesai begitu saja. Awas kalau kau macam-macam. Oma langsung kirim ke Pluto. Biar hanya kau spesies yang ada di sana," sahut Jenifer. Meski sudah nenek-nenek dia tetap bersemangat. Tidak ada yang bisa mengalahkan. Semua cucu-cucunya patuh padanya kalau ada di dalam rumah.
"Serem," jawab Axel.
"Tuh Kak dengerin kata Oma. Jangan nakal! Cukup Kak Sisyah!" ucap Nafisa. Dia menambahkan apa yang disampaikan Jenifer biar Axel ingat terus dan tidak berani menyakiti Aisyah.
"Kalau kau berani menyakiti Aisyah, aku akan memberimu tinjuan maut!" ancam Maxsimus. Tak terima jika adik kesayangannya menyakiti wanita yang pernah ada di hati Maxsimus.
"Kalau Daddy sih udah pasti panggil tukang sunat," tambah Victor.
Amanda tersenyum mendengar ultimatum dari keluarganya pada Axel. Sedangkan Elyana mengepalkan tangannya pada playboy yang dulu obral janji pada gadis cantik di desanya. Kalau sampai Axel berani menyakiti Aisyah, siap-siap dihajar Elyana seperti sebelumnya.
'Aiayah udah baik dan sholeha jangan sampai jadi istri tersakiti. Aku harus melindunginya dari suami banyak cadangan seperti Axel. Kalau macam-macam biar gorila yang mengurusnya kaya Tarzan.'
"Iya Oma, Dad, Bang, Nafisa, dan Elyana. Aku tidak akan berpaling. Semoga, doakan ya?" sahut Axel.
"Iya," jawab semuanya.
"Oma sudah siapkan jamu anti pelakor genit. Ingat rasa pahitnya saat melihat pelakor yang bergentayangan," ucap Jenifer.
"Ampun Oma," sahut Maxsimus dan Axel. Jamu buatan Jenifer pahitnya gak ketulungan. Mereka sudah sering minum jamu itu dari dulu.
"Alhamdulillah Daddy gak akan minum jamu lagi. Secara Daddy udah tua," ucap Victor dengan pedenya tidak mungkin dia minum jamu lagi.
"Siapa bilang? Aku sudah membuatkan tiga gelas. Dua gelas jamu pahit dengan level 8. Dan satu gelas jamu dengan level 10," sahut Jenifer.
"Alhamdulillah Xel kita level 8 sisanya satu gelas level 10 pasti untuk Daddy," ucap Maxsimus senang paling tidak ada yang lebih ngenes dari keduanya. Secara jamu pahit level 10 paling legend. Ketika minum semua masalah terasa ringan.
"Iya Bang, paling enggak pahitnya cuma sampai kerongkongan. Beda sama yang level 10 pahit terus sampai ke lidah. Seharian juga gak ilang-ilang pahitnya," sahut Axel. Untung dia dan Maxsimus selamat dari jamu ekstrak pahit itu. Biarkan saja Victor yang paling menderita.
"Astaga Mi, masa iya aku minum jamu pahit level 10. Hidupku sudah bahagia Mi. Biarkan mereka berdua yang baru menikmati indahnya cinta minum jamu legendnya. Lidahku udah pensiun Mi," jawab Victor.
"Pokoknya kalian minum! Biar Amanda yang mengambil jamunya di dapur," sahut Jenifer.
Amanda tersenyum. Lalu meninggalkan ruang keluarga untuk mengambil jamu.
"Mi, aku panas dingin. Bisakah dimuseumkan dulu jamunya?" tanya Victor. Mencari alasan agar tidak minum jamu. Dia sudah membayangkan betapa getirnya pahit itu ketika masuk mulutnya. Sampai Victor mesti mencuci lidahnya.
"Kau sakit Victor? Berarti levelnya harus ditambahin jadi level 20 puluh," jawab Jenifer. Bukannya selamat dari jamu justru levelnya ditambah.
"Kami sehat Oma," ucap Maxsimus dan Axel mencari aman. Dari pada kaya Victor pengen kabur malah ditambah pahitnya.
"Kirain kalian sakit juga. Baru Oma mau tambah level pahitnya," sahut Jenifer. Siapapun yang sakit mesti minum jamu legend. Turun temurun dari zaman Victor masih kecil.
"Aduh, lidahku mesti di laundry lagi," keluh Victor.
"Sabar ya Dad, semangat minum jamunya!" ucap Nafiza menyemangati Victor agar ayahnya semangat minum jamu legend.
Mau tak mau Victor minum jamu pahit. Padahal seharusnya minum jamu pahit level 10 tapi karena pura-pura sakit mau gak mau minum jamu level 20.
Bruuug ...
Victor teler di atas meja meminum jamu yang begitu pahit dan getir.
"Dad belum sembuh?" tanya Maxsimus.
"Mungkin Daddy-mu masih sakit. Dia membutuhkan satu gelas lagi," jawab Jenifer.
"Satu gelas lagi?" Victor yang teler setelah minum jamu mau tak mau bangun lagi.
"Mi, sehat. Gak sakit. Lihat, aku sudah bugar lagi," sahut Victor. Satu gelas sudah membuat ko apalagi satu gelas lagi.
Amanda dan yang lainnya hanya tertawa kecil melihat Victor.
"Max, jamumu belum diminum," ucap Elyana.
"Bisakah kau minum otak kecil. Mumpung yang lain sibuk," pinta Maxsimus.
"Gak ah, hidupku sudah sangat pahit semenjak jadi babumu. Jadi kau saja yang minum," jawab Elyana.
"Ayolah otak kecil! Jamunya pahit banget. Seteguk aja lidahku getir," pinta Maxsimus. Meminta tolong Elyana untuk meminum jamu miliknya.
"Oke," jawab Elyana. Dia mengambil gelas Maxsimus dan meminum jamu miliknya.
"Habis," ucap Elyana.
"Bagus, gak salah aku memilihmu jadi istriku. Setidaknya setiap Oma memberiku jamu ada kau yang meminum jamunya," sahut Maxsimus. Senang jamunya sudah dihabiskan Elyana. Namun Axel menuang jamunya ke gelas Maxsimus.
"Bang, habiskan ya?" ucap Axel.
Elyana tertawa kecil bersama Aisyah. Ujung-ujungnya Maxsimus harus minum jamu juga.
"Minum Max!" titah Elyana.
"Baru cuci tangan dari masalahku kenapa ketiban masalah lain," keluh Maxsimus.
"Sabar Bang, aku tahu kau pasti bisa," sahut Axel merangkul Maxsimus.
"Kau tega sekali padaku. Jamu Oma pahit banget," sahut Maxsimus.
"Setidaknya tidak sepahit hidupmu," jawab Axel.
Maxsimus geleng-geleng. Mau tak mau dia juga harus menghabiskan jamu di gelas miliknya.
Setelah itu mereka semua makan bersama. Amanda sudah masak banyak untuk mertua, suami, anak dan calon istrinya.
"Max, kau mau udangnya?" tanya Elyana.
"Kau manis sekali otak kecil," jawab Maxsimus.
"Aku ingin belajar jadi istri yang baik," sahut Elyana.
Maxsimus mengangguk. Kemudian Elyana mengambilkan udang untuk Maxsimus.
"Loh kok kepalanya, badan udangnya malah di piringmu?" tanya Maxsimus melihat badan udang di atas piring. Sedangkan kepala udang di piringnya.
"Biar romantis. Kelapa udang untukmu karena kau pintar. Dan badan udang untukku karena aku kurus," jawab Elyana. Padahal dia takut diomelin mertua kalau kepala udangnya tidak dimakan.
"Oke," jawab Maxsimus.
"Elyana, kau mau telor rebus?" tanya Maxsimus.
"Mau," jawab Elyana.
Maxsimus mengambil telor rebus. Dia meletakkan kulit telur rebus di piring Elyana dan telornya di piringnya.
"Loh kok kulitnya yang diberikan padaku Max?" tanya Elyana melihat kulit telor di piringnya.
"Biar romantis. Kulit udang untukmu karena kau suka yang renyah-renyah. Kulit telor kaya keripik coba aja kau makan pakai cabe setan," jawab Maxsimus.
'Es balok mengajakku bercanda. Dia lupa aku spesies pemakan segalanya. Jangankan kulit telur, nasi kemarinpun ku makan kalau tidak punya apa-apa lagi yang bisa ku makan. Selama perutku gak gila selama itu aku waras.'
Elyana memakan kulit terus menggunakan cabe setan yang biasa disebut cabe kebul. Dia sengaja makan dengan nikmatnya.
Kriiuuk ... kriiiuuk ...
"Enak, tak ku sangka kulit telur seenak ini kalau udah dicabein. Rasanya mengalahkan steak dengan mozarella," ucap Elyana.
Maxsimus jadi penasaran dengan kata-kata promo menjanjikan dari mulut Elyana. Dia mengambil beberapa kulit telur dari piring Elyana tanpa minta izin dulu.
'Es balok kemakan promo ala SPG jualan baskom serebu tiga. Gak tahu aja rasanya kaya pasir. Ternyata mudah membawa buaya masuk longkap.'
"Ra-ra-rasanya kaya pasir pantai," ucap Maxsimus. Tak disangka Elyana nge-prank. Siapa suruh buaya dikadalin. Udah tahu soal konyol-konyolan Elyana jagonya.
"Enakkan, renyak kaya keripik. Kriiiuuk ... kriiuuuk ..." balas Elyana.
"Sial aku temakan tipuan otak kecil. Kulit telornya rasa pasir," bain Maxsimus.
Namun Elyana baik. Dia meletakkan ayam panggang di piring Maxsimus.
"Untukmu calon suamiku," ucap Elyana.
Maxsimus tersenyum tipis. Hatinya sedikit berbunga-bunga. Paling tidak Elyana manis juga. Tak hanya Elyana dan Maxsimus, Axel pun menjalin kedekatan dengan Aisyah. Meski mereka masih malu-malu.
"Ya elah Xel, pinteran dikit. Ngapain jengkol segala kau taruh di piring Aisyah?" celetuk Jenifer. Katanya playboy tapi tumpul seketika saat berdekatan dengan Aisyah. Bukannya dikasih daging sapi kualitas tinggi malah jengkol mentah yang diberikan. Auto syok Aisyah, gak dimakan gak enak di rumah mertua. Dimakan takut bau mulut. Di diemin takut mubadzir.
"Iya nih kakak. Romantis sedikit. Kaya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang menyuapi istrinya Aisyah dengan tangannya," tambah Nafisa.
"Astaga, mesti gitu menyuapi Aisyah jengkol?" batin Axel.
Aisyah hanya geleng-geleng. Takut dikasih jengkol.
"Udah pucet muka Aisyah melihat jengkol. Sini aku aja yang makan. Jengkol favoritku," sahut Elyana.
"Apa?" Maxsimus terkejut. Calon istrinya bar-bar sampai doyan jengkol mentah segala. Padahal itu lalapan favorit neneknya.
"Kau ingin juga calon suamiku?" tanya Elyana.
"Eee ..." Maxsimus syok.
"Mau pasti, suami istri harus kompak supaya menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah," kata Nafisa.
"Betul itu, Abang harus kompak," tambah Axel.
"Sialan Axel, kenapa dia memprovokasi suasana? Mau tak maukan aku makan jengkol mentah," batin Maxsimus. Dia tidak punya pilihan selain bilang iya dan menikmati jengkol segar fresh dari pohon itu.
Maxsimus dan Elyana kompak nyemil jengkol mentah.
"Bang, kau kerasukan setan?" tanya Axel melihat Maxsimus bengong.
"Apa setan di pohon jengkol ya? Oma lupa baca bismillah saat mengambilnya," jawab Jenifer. Pohon jengkol sengaja ditanam di belakang rumah mereka. Jadi Jenifer bisa makan jengkol yang fresh.
"Apa mau dipanggilkan Pak Ustad biar diruqiyah?" tanya Nafisa.
"Itu kesan pertama makan jengkol. Bunda pernah gitu juga," jawab Amanda.
"Alhamdulillah Papi udah move on dari jus jengkol. Jadi gak kesurupan saat nyemil jengkolnya," sahut Victor.
"Ternyata enak. Beban di kepalaku terasa plong," kata Maxsimus.
Semua orang heran kenapa Maxsimus berkata seperti itu.
"Apa dia demam dan mengigau?" tanya Jenifer.
"Mungkin jengkol bikin kakak bersyukur Oma," jawab Nafisa.
"Seberat-beratnya masalah lebih berat makan jengkol mentah," ujar Maxsimus kemudian makan kembali dengan bersemangat.
'Es balok menemukan filisofi dalam jengkol ini. Seberat-beratnya masalah lebih getir rasa jengkol ini. Begitulah filisofinya.'
"Kalau gitu aku makan jengkol juga deh. Biar masalahku hilang," ucap Axel. Dia mengambil satu jengkol dan memakannya.
"Astaga, getir sekali. Pantes masalahku hilang," keluh Axel.
Amanda dan yang lainnya tertawa kecil mendengar apa yang dikatakan Axel.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!