NovelToon NovelToon

Bayi Kembarku

Dosen baru

Semenjak ditinggal pergi oleh ayahnya 2 tahun yang lalu, Lea hidup berdua dengan ibunya disebuah apartemen yang cukup luas, menjalani kehidupannya dengan cukup baik.

Ya ... bagaimana tidak, ayahnya yang dulu menjabat sebagai petinggi penting di perusahaan ternama di kota A, meninggalkan beberapa aset berharga berupa apartemen yang cukup luas di pusat kota A, satu bangunan ruko, sebuah mobil dan tabungan yang cukup banyak, cukup untuk biaya hidup Lea dan ibunya beberapa tahun ke depan.

Tapi ... Lea yang baru 1 tahun ini masuk Perguruan Tinggi terbaik di kota A, sudah mengeluarkan cukup banyak uang untuk bisa bersekolah di sana.

Uang tabungan pun terus berkurang. Dengan biaya hidup di kota besar seperti ini, uang tabungan itu masih cukup untuk berapa tahun lagi?

Aku harus mencari pekerjaan. Lea bergumam dalam hati.

Tapi pekerjaan apa yang bisa ia dapatkan? Hanya seorang gadis berusia 19 tahun yang hanya memiliki ijazah sekolah menengah atas.

Paling-paling hanya menjadi seorang pelayan di tempat makan atau hanya sekedar pelayan toko. Mungkin upahnya juga tidak seberapa. Tidak akan cukup menutupi gaya hidupnya yang terbiasa mewah sejak kecil.

*

"Lea Shen ... bangun! Mau sampai kapan kamu tidur? Bukannya hari ini ada mata kuliah pagi?" teriak Tania kepada putri semata wayangnya.

Tania yang selalu memanjakan putrinya, membuat gadis itu menjadi gadis yang pemalas.

Lea melirik sekilas pada layar ponselnya. Melihat jam dan mencoba memulihkan kesadarannya. Dengan mata melotot ia segera bangun.

"Aaaaaa .... Aku terlambat!" teriak Lea seraya meloncat dari tempat tidur, berlari ke kamar mandi dan membanting pintu dengan keras.

Brak!

Suara pintu yang tertutup mengejutkan Tania yang berdiri di sisi tempat tidur. Ia segera membereskan tempat tidur Lea yang berwarna biru cerah tersebut.

"Anak itu, entah kapan dia akan berubah. Kalau sudah menikah, baru tahu rasa!" ucapnya pelan sambil menggelengkan kepala, menatapi kamar dan tempat tidur yang kacau.

*

"Ma ... Lea berangkat!"

Dengan terburu-buru ia memakai sepatu sambil menggigit sandwich di mulutnya. Ia benar-benar terlambat tidak ada waktu lagi.

"Pelan-pelan .... Lain kali jika alarm di ponselmu sudah berdering, cepat bangun! Jangan dimatikan, terus tidur lagi!" omel Tania kesal.

"Iya ... iya .... Lea paham! Jangan cerewet nanti cepat tua!" jawab Lea bercanda. Ia tersenyum kepada Tania dan segera pergi menuju pintu lift.

-

Sesampainya di sekolah, di tempat parkir mobil yang cukup luas, keluar seorang gadis cantik berambut panjang diikat keatas, mengenakan kemeja lengan pendek dipadukan celana jeans blue dark yang di lututnya ada robekan teratur, yang membuat design celana itu tampil trendi. Dengan sepatu Kets-nya ia melangkah dengan cepat, memegang buku di tangannya menyusuri jalan menuju ruang kelas.

"Lea ...."

Tiba-tiba dari belakang terdengar seseorang memanggil namanya. Ia melirik sekilas menatap lekat pada gadis putih berambut hitam sebahu dengan poni menutupi keningnya.

"Hey ... Emily, kamu juga baru datang?" sapa Lea kepada gadis imut itu.

Mereka saling bertegur sapa, mengobrol dan berjalan menuju ruang kelas dengan riang gembira.

"Lea ... apa kamu tahu? Katanya hari ini ada dosen baru!" tanya Emily pelan sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Lea.

"Wah ... benarkah?"

Lea menambahkan "Aku penasaran, apakah bapak-bapak yang berkepala botak atau si gendut yang berkacamata bingkai emas?"

"Hey ... kamu tidak tahu. Katanya dia pria tampan berusia 26 tahun. Katanya dia juga lulusan terbaik dari universitas ini! Aku tidak sabar ingin segera melihatnya," jawab Emily bersemangat.

Ia memutar bola matanya keatas menatap langit-langit kelas sambil meletakkan kedua tangannya di dada. Mengeluarkan senyum menawan seperti bunga-bunga yang bermekaran.

-

Ruang kelas yang mulai hening, tiba-tiba terdengar suara lembut dan sopan seorang pria.

Ia menyapa, "Halo semuanya! Perkenalkan, saya Dosen baru di mata kuliah Akuntansi Biaya, nama saya Evan Lie, bisa dipanggil Evan saja!"

"Pak Evan saja, apakah anda sudah menikah?" ada seorang siswi bertanya. Disambut dengan suara riuh rendah murid di kelas itu.

Evan tersenyum dan menjawab

"Belum, masih lajang!"

"Yeaaaaaa ...." Semuanya berseru.

Lea mengangkat tangannya, sambil bercanda ia bertanya, "Boleh saya daftar?"

"Wuuuuuuuu ...."

Semua ikut memberikan respon.

Secara, Lea adalah siswi tercantik di kelas tersebut, membuat teman-teman pria di sana merasa iri.

"Saya juga daftar Pak!"

"Saya juga ...."

Suasana mulai ramai dengan kehebohan para gadis, tidak terkecuali Emily.

"Pak, saya mau jadi yang kedua!"

"Hahhaha ...."

Semuanya tertawa.

Evan yang merasakan kehangatan di kelas itu, tersenyum manis menatapi semua murid di sana.

Ia menjawab "Iya ... iya, semuanya saya terima!"

Duarrrrrrrr ... Semuanya pingsan.

*

Di kantin kampus, murid-murid masih membicarakan dosen muda yang ganteng itu. Semua kaum hawa kagum kepadanya.

Tapi tidak dengan Lea, ia hanya mengerutkan kening. Tidak paham dengan pola pikir gadis di sini.

Dosen seperti itu saja terus dibahas!

"Lea kamu buta, ya? Dia itu ganteng. Bukankah tadi kamu mengangkat tangan, ingin mendaftar jadi pacarnya?" tegur Emily menatap lekat pada ekspresi datar Lea.

"Orang cuma becanda!" jawab Lea santai, sambil meminum habis jus mangga di depannya.

"Gadis sialan! Tadi wajah Pak Evan langsung merah ketika kamu bilang ingin mendaftar menjadi pacarnya!" Emily tertawa pelan.

"Siapa suruh dia ke GR-an?" jawab Lea, diiringi tawa kecilnya membuat Emily mengeluarkan suara tawa yang lebih besar.

*

Di sore hari, Emily dan Lea meninggalkan ruang kelas dengan lelah. Mereka duduk di mobil Lea dengan nyaman.

Emily menatap Lea yang berada di sampingnya.

"Pergi ke FanaKlub, yuk?"

Lea segera bertanya, "Sekarang?"

Emily dengan malas menjawab, "Iya, masa tahun depan?"

"Siapa tahu, tahun depan. Hahaha!" jawab Lea yang langsung menyalakan mesin mobilnya.

Mobil melaju di jalan yang sedikit macet.

FanaKlub yang berada di pusat kota A memang sangat terkenal dengan tempatnya yang bersih dan nyaman.

Walau dihiasi lampu kerlap-kerlip yang membuat mata pusing menatapnya, tapi dengan design ruangan yang indah membuat para pengunjung nyaman berada di sana. Suara yang berisik membuat rasa kantuk hilang.

Dengan keadaan macet seperti ini, butuh waktu 1 jam untuk bisa sampai ke FanaKlub.

Emily dan Lea memilih kursi pojok kiri, sedikit jauh dari keramaian membuat mereka makan dan minum dengan tenang.

Tiba-tiba datang empat orang berjas hitam, berbaris dengan rapi, membuat pengunjung berhenti berbicara.

Emily berbisik, "Sepertinya ada Tuan Muda yang berkunjung ke sini!"

"Cih ... sombongnya! Mentang-mentang orang kaya, pergi ketempat seperti ini harus dikawal!" gumam Lea pelan.

"Yeee, ya jelas harus dikawal 'lah! Takut ada orang yang menculik dia 'kan nanti minta tebusan, hahahha!" Emily tidak tahan untuk menahan tawanya.

"Memangnya dia anak kecil, diculik? Orang sebesar itu diculik? Paling-paling dirampok dan mayatnya dibuang di jalan, hahahha!" balas Lea suka.

Mereka berdua asyik tertawa, hingga tidak menghiraukan ada sepasang mata hitam yang menusuk tajam kearahnya.

Tiba-tiba orang itu mendekat, bertanya kepada Lea dan Emily dengan nada mengintrogasi, "Siapa yang diculik dan dirampok? Mayatnya dibuang di jalan? Hah?"

Pria itu tadi mendengar percakapan Emily dan Lea. Ia sudah bisa menebak, mereka sedang membicarakan dirinya.

Emily dengan gugup menjawab, "Iiiituu ... iittuuu... di novel yang aku baca!"

"Novel? Novel yang mana? Boleh saya lihat?" tanya orang itu dengan nada mengejek.

Ia tahu, wanita ini hanya beralasan.

Mampus ... mengapa harus bilang novel? Kenapa tidak bilang film saja sih! Emily kamu bodoh! Emily memaki dirinya sendiri sambil memukul pelan kepalanya.

Lea hanya diam, menatapi pria gagah berwajah tampan di depan matanya. Hidung mancung, mata bulat, bibir tipis yang samar tercium bau tembakau, memuat Lea tersadar dan balik menyerang.

"Hey ... siapa Anda terus bertanya? Mau itu novel kek, mau cerita horor di TV kek, itu tidak ada hubungannya dengan Anda, Tuan Muda yang Terhormat!"

Lea menekan empat kata itu, ada nada tidak suka di sana.

Pria itu menatap Lea. Dia berkata dengan angkuh, "Nona, saya tidak tuli! Saya mendengar, kalian membicarakan saya!"

Lea tertawa pelan penuh ejekan, ia tidak mau kalah berkata, "Apa? Membicarakan Anda? Atas dasar apa kami harus membicarakan Anda?"

Pria itu menjawab, "Tentang itu, kalian berdua yang lebih tahu!"

Lea mengelak, "Anda jangan terlalu percaya diri! Siapa yang memperdulikan Anda? Harus membicarakan Anda di sini?"

"Kamu ...." Pria itu menahan amarahnya, menatap tajam kepada Lea.

Tidak ingin terus berdebat dengannya, pria itu segera pergi.

Ia bergumam dalam hati, "Bisa gila jika terus berada di sini! Berdebat dengan wanita tidak masuk akal seperti itu! Berani-beraninya dia mendoakanku diculik dan dirampok, mayatku dibuang di jalan."

Akhirnya Emily dan Lea bisa bernafas lega. Menatap kepergian Pria itu.

Bekerja

Di perjalanan pulang dari Fanaklub, Emily bertanya "Lea bukankah kamu ingin bekerja? Bagaimana jika kita coba melamar jadi pelayan di tempat makan SOBA? Katanya pengunjung di sana bos-bos besar, orang-orang kaya, setiap kita mengantar makanan akan diberi tips uang yang cukup besar."

SOBA adalah salah satu anak cabang tempat makan yang ternama di kota A. Pengunjungnya sangat banyak, sabtu minggu selalu membutuhkan tenaga kerja lebih, banyak gadis-gadis bekerja paruh waktu di sana.

"Baiklah ... kita coba sabtu nanti melamar ke sana!" jawab Lea menatapi sahabatnya yang tersenyum manis ke arahnya.

Emily mengangguk tanda setuju.

*

Di aparteman itu tercium bau makanan yang menusuk hidung, membuat air liur tidak tahan untuk menetes. Lea membuka sepatu, mengganti dengan sendal rumah yang biasa ia kenakan.

Ia tidak tahan "Mama ... masak apa mah? Wanginya enakkkk!"

Puji Lea melangkah kedapur, segera memeluk Tania dari belakang.

"Hei ... anak nakal. Jam segini baru pulang!" Tania berhenti sejenak, memutar kepala menatap Lea dengan heran.

Lea menjawab "Tadi main dulu bersama Emily!"

"Mandi dulu sayang ... terus makan." bujuk Tania memanjakan anaknya.

"Makan dulu, baru mandi." balasnya sambil mencicipi udang goreng yang ada di sampingnya.

Tania memukul tangan anaknya, sambil berkata "Hus ... cuci tangan dulu nanti sakit perut!"

"Baiklah, aku mandi dulu supaya nanti peluk Mamanya enak, tidak bau!"

Lea segera berjalan ke kamarnya. Membuka baju dan mandi.

-

Di meja makan terhidang beberapa macam makanan kesukaan Lea.

Ia berkata kepada Tania

"Ma, sabtu besok aku mau coba melamar di Rumah Makan Soba bersama Emily!"

Tania mendengarnya, dengan sedih ia menjawab

"Sayang ... mengapa bekerja? Uang kita masih cukup untuk biaya sekolah kamu beberapa tahun lagi."

"Mungkin cukup sampai kamu lulus. Setelah kamu lulus nanti, kamu bisa bekerja di perusahaan, jadi sekarang kamu tidak harus bekerja paruh waktu di sana."

Hati seorang ibu sedih melihat anaknya yang harus bekerja. Lea sudah terbiasa di manjakan olehnya, nanti harus bekerja, disuruh ini itu oleh atasannya. Rasanya Tania tidak rela.

Sekolah jurusan Manajemen Bisnis yang Lea ambil, berharap setelah lulus kuliah nanti ia bisa bekerja di kantoran, ruangan yang berAC duduk manis di depan meja. Bukan bekerja sebagai pelayan di rumah makan.

"Hanya sabtu dan minggu Ma, itu juga bersama Emily. Jika kita terus mengandalkan uang tabungan, kedepannya kita tidak mempunyai uang lagi bagaimana? Gaji paruh waktu memang tidak seberapa, tapi lumayan kan buat jajan dan uang bensin Lea?" jelasnya kepada Tania.

Lea menyadari, biaya hidupnya mengandalkan uang tabungan peninggalan Papa, jika nanti uang tabungan itu menipis dan ada pengeluaran besar yang mendadak, bagaimana? Dari mana ia harus mendapatkan uang?

"Baiklah mama setuju, asal kamu senang." jawab Tania sambil mengelus-elus punggung tangan anaknya.

Tania mengalah saja demi anak .... Yang penting dia bahagia.

*

Hari sabtu pun tiba.

Itu berarti hari dimana Lea dan Emily berencana untuk melamar ke rumah makan Soba.

"Baik, kalian silahkan bekerja di sini! Segera ganti pakaian kalian, seragamnya saya akan berikan."

"Sabtu minggu memang pengunjung sangat banyak, mungkin akan sedikit lelah." ucap Manajer itu menjelaskan.

"Tidak masalah, namanya bekerja ya harus lelah. Jika ingin santai, ya di rumah saja. Hehe!" balas Emily spontan.

Membuat ia disenggol tangannya oleh Lea.

Lea bergumam dalam hati

Anak ini, jika berbicara ... selalu saja seenaknya.

Tiba-tiba Emily tersadar, tidak seharusnya dirinya bercanda dalam keadaan seperti ini.

"Eh maaf Pak, iya kami paham, kami akan bekerja dengan sungguh- sungguh!"

"Bagus! Silahkan berganti pakaian." ucap Manajer sambil memberikan 2 buah seragam kepada Lea dan Emily.

*

Dua hari dilalui dengan sangat lelah, Emily mengeluh.

"Capeeeeee nyooooo!" sambil merebahkan badan di kursi mobil samping Lea.

"Kan kamu yang bilang, kalau bekerja harus lelah, kalau mau santai, ya di rumah saja!" ledek Lea pada sahabatnya yang kini pucat pasi.

"Tapi uang yang kita dapatkan memang lumayan, hehe .... Gaji perhari di tambah uang tips, satu meja memberi tips 50rb x 20 meja! waaaaah .... " kini rasa lelah di wajah Emily menghilang tatkala menghitung uang yang ia dapatkan dari pekerjaannya..

Menghitung-hitung uang yang ia dapatkan hari ini, membuat wajah pucatnya kembali ada rona merah.

"Benar, benar, tidak sia-sia 2 hari ini kita mengeluarkan seluruh tenaga dan pikiran .... Hehe!"

Lea juga senang, memegang uang 2 hari ia bekerja.

Ada kebanggan tersendiri yang melintasi hatinya.

Bisa menghasilkan uang rasanya sangattttttt menyenangkan.

Dengan semangat 45 Lea berteriak "Sampai jumpa minggu depan Soba!"

Ia segera menginjak gas mobil dan pergi meninggalkan tempat parkir, kedua gadis itu bersorak dengan gembira.

*

Waktu tidak terasa sudah berlalu 2 bulan. Hari sabtu seperi ini pengunjung benar-benar sangat banyak, membuat Lea merasa kelelahan.

"Lea antar ini ke meja 121." Perintahnya kepada Lea.

Lea segera mengambil nampan yang berisi mangkok mie super pedas dengan minuman yang berwarna biru.

Ia berkata "Baik!"

Lea berjalan melewati meja-meja yang terisi, tiba-tiba ada sosok berbaju krem yang berdiri di depannya dan menghalangi jalannya.

Lea yang belum siap menahan beban di tangannya tanpa sengaja menjatuhkan nampan itu, diiringi suaran pecahan yang sangat nyaring.

Brenggggg ............

Mangkok mie dan gelas itu pecah berserakan, warna merah kuah mie bercampur dengan warna biru menciptakan warna yang menarik.

Tapi tidak dengan warna merah di setelan jas krem milik sang badan itu.

Pria itu dengan kejam berteriak

"Hey .... Punya mata tidak? Bekerja yang benar ... kalau tidak bisa bekerja sebaiknya kamu pergi saja, keluar dari tempat ini. Karyawan sepertimu hanya akan membuat perusahaanku bangkrut!"

Lea tertegun sejenak, mencerna kata-kata yang baru saja pria ini ucapkan, tanpa sadar air matanya menetes.

Lea yang memiliki postur tubuh ideal dengan tinggi badan 170 cm, pada saat ini ia hanya seperti seorang anak kecil berumur 6 tahun yang dimarahi oleh orang tua. Menangis tanpa menghiraukan puluhan pasang mata yang menatap lekat kepadanya.

Ia berkata "Maaf"

"Apa, maaf? Hanya maaf saja? Kalau kata maaf saja berlaku, penjara penuh!" ucapnya masih dengan kejam.

Manajer yang mendengar keributan segera menghampiri. Seolah melihat hantu ... ia bergetar segera membungkukan badan.

"Maaf Pak Presdir Willy, ini karyawan baru kita. Hari ini pengunjung sangat banyak, mungkin dia kelelahan sehingga tenaganya kurang baik, tidak bisa memegang nampan sehingga terjatuh." Manajer mencoba membela Lea.

Pak manajer, apanya yang tenaga aku kurang baik? Jelas-jelas tadi dia yang tiba-tiba menghalangi jalanku!" gumam Lea dalam hati.

Oh ternyata ini Pemilik Tempat ini! Presdir Willy? tambah Lea.

Ya ... namanyan Willy Gu. Presdir muda dari sebuah perusahaan besar di kota A.

Tiba-tiba Lea mendongakan kepalanya, melihat pria tampan yang memarahinya, ia berseru dalam hati

Eh ... bukankah dia pria yang ada di Klub waktu itu? Sang Tuan Muda yang Terhormat?

Lea langsung mengepalkan tinjunya. Urat-urat biru keluar dari dalam tubuhnya. Lea melihat sekilas noda mie yang ada pada jas yang melekat di tubuh pria itu.

Jika dari awal aku tahu itu dia, sekalian saja aku siram kuah mienya ke kepala dia, supaya otaknya normal

Lea seketika tidak lagi menangis, sekarang ia sangat marah padanya.

Tiba-tiba suara pria itu terdengar, dengan tegas berkata

"Pecat dia."

Tanpa ampun Lea langsung di pecat.

Lea mendengarnya, ia tanpa mengucapkan sepatah kata pun segera membungkuk hormat dan berjalan keluar.

Ia berjalan menuju tempat parkir, masuk ke dalam mobil dan segera menginjak gas mobilnya.

Lea sengaja menjalankan mobilnya dengan pelan, ia melirik ke arah SOBA, matanya bertatapan dengan mata tajam Willy, lalu segera pergi meninggalkan tempat itu.

Di dalam Soba, Willy melihat wanita cantik itu menatapnya dengan tajam dari dalam mobil. Ia bertanya kepada Manajernya

"Apa dia bekerja mengendarai mobil itu?"

Willy heran, ada karyawan paruh waktu yang mengendarai mobil mahal seperti dia. Membuat ia berpikir yang tidak-tidak

Paling hanya simpanan Bos kaya!

"Iya pak Presdir." Jawab Manajer itu gugup.

Dari belakang, Emily panik. Ia mencoba beberapa kali menelepon Lea, tapi tidak ada jawaban.

Mencoba lagi akhirnya Lea menjawab

"Hallo!"

"Lea, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Emily cemas.

"Ya ... aku baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir." jawabnya pelan. Ia sangat tidak bersemangat saat ini.

"Baiklah ... aku bekerja dulu! Nanti pulang kerja aku segera menemuimu!" ucap Emily sedikit gugup, takut atasannya melihat dia menelpon.

Daftar

Di FanaKlub Lea duduk sendiri.

Menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya melalui mulut, sesekali melirik sekilas kepada para pelayan wanita.

Ia bergumam dalam hati

Betapa bebasnya mereka, bisa bersenang-senang sambil mencari uang. Lah aku ... baru 2 bulan mencari uang, sekarang kesialan malah datang menghampiriku.

"Fuhhh." Ia mendesah pelan.

Tiba-tiba dari belakang ada sepasang tangan memegang kedua bahu Lea. Diiringi suara besarnya "Weyyy, mengapa melamun sendiri?"

Dengan kaget Lea mendongak, menatapnya sekilas.

Lalu ia memalingkan pandangannya kembali pada gelas anggur di depannya, sambil berkata

"Nathan!"

"Ada masalah apa? Mengapa sendirian? Mana Emily?" balas Nathan penasaran.

Dia adalah Nathan teman dekat Lea dari dulu.

"Aku sedang ingin sendiri saja!" balas Lea acuh.

Ia lanjut meminum anggur dengan tenang tanpa menoleh kepada Nathan.

"Jangan begitu dong! Jika ada masalah, cerita kepadaku! Siapa tahu aku bisa memberi kamu solusi atau menghiburmu. Hehe!" Nathan membujuknya, ia penasaran.

Lebih tepatnya Nathan peduli apa yang dipikirkan Lea, peduli apa yang dialami Lea dan peduli apa yang dirasakan Lea.

Yah ... itulah Nathan, dia sangat mencintai Lea dari dulu. Tapi Lea selalu bersikap acuh padanya.

Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Lea mulai bercerita.

"Aku ... sudah 2 bulan ini bekerja paruh waktu bersama Emily di Soba. Ehhh sialnya ... tadi ada pria gila yang tiba-tiba muncul di depanku ketika aku mau mengantar mie ke meja tamu, spontan aku kaget dan menjatuhkan mangkok dan gelasnya ke lantai. Dan lebih sialnya lagi ... dia adalah sang Bos Soba." jelasnya dengan kesal.

Mengingat kembali pria itu, ia ingin sekali mencakar-cakar wajahnya.

"Terus kamu dipecat?" Nathan menebak.

Lea mengangguk "Iya ... di pecat tanpa hormat."

Ia mendundukan kepalanya di meja dan mulai menangis.

"Siiallll ... siallllll .... " teriak Lea membuat Nathan kaget.

Nathan langsung menepuk-nepuk punggungnya, mencoba menarik tubuh Lea ke dalam pelukannya.

"Sudah jangan menangis, masih ada kesempatan lain untukmu. Masih banyak tempat yang bisa kamu coba untuk bekerja. Atau jika kamu mau ... aku bisa meminta Ayah memberikan pekerjaan di kantor untukmu!" bujuk Nathan mencoba menenangkan Lea.

Lea melepaskan diri dari pelukan Nathan dan berkata "Tidak ... aku tidak mau merepotkanmu."

"Di kantor paling juga jadi Cleaning Services." candanya pelan.

Nathan segera menjawab

"Tidak repot, aku malah senang di repotkan olehmu."

"Bukan lah, bukan CS. Asisten paling. Hehe!"

seraya mencubit pipi merah Lea dan menyeka air matanya.

"Tidak Nathan, aku tidak mau!" tegas Lea dengan cemberut.

"Ya sudah jangan marah lagi nanti cantiknya hilang loh!" goda Nathan membuat Lea tersenyum samar.

Dengan adanya Nathan membuat Lea ceria kembali.

Tiba-tiba dari pintu masuk terdengar suara teriakan seorang wanita

"Hei, Lea ... Nathan!"

Lea dan Nathan melihat sumber suara, ternyata itu Emily.

Dengan panik Emily menghampiri Lea dan memeluknya

"Kamu tidak apa-apa kan?"

"Aku baik-baik saja, terima kasih Emily."

Ada rasa haru di hatinya. Lea sangat beruntung masih di kelilingi oleh orang yang menyayangi dia dan peduli dia. Itu sebuah keberuntungan dalam hidupnya.

*

Di malam yang gelap di kota A, Lea menatap layar komputernya, membaca sebuah iklan yang berisikan

Menjadi Rahim Pengganti

"Waw ... 1 Miliar?" ia bersorak.

Lea terus membelalakan mata dan membuka mulut lebar-lebar.

Ia tidak sadar, jika seperti ini kapan saja Lalat bisa masuk ke dalam mulutnya.

Tiba-tiba ia mengklik DAFTAR yang tercantum di layar. Ia mulai mengisi data diri, mengisi pertanyaan yang tercantum di sana dan mengirim foto dirinya.

Anggaplah ini sebagai iseng-iseng berjadiah.

Tapi yang mendaftar juga sangat banyak, ada puluhan bahkan ratusan peserta yang mendaftar.

Lea ragu sejenak.

Memikirkan kembali uang yang bisa ia dapatkan sebanyak 1 M jika terpilih. Ia bisa menjadikan uang itu sebagai modal usaha, tidak harus bebekerja di tempat lain.

Tiba-tiba ia tersenyum sendiri dan klik Ok pada layar komputer.

Ia tidak perduli dengan dirinya, toh ini hanya menjadi Rahim Pengganti, hamil dan melahirkan. Anaknya nanti di ambil dan ia menerima uang.

Sesederhana itukah?

Memikirkan imbalan yang cukup besar, ia akan mempergunakan uang itu untuk membuka usaha di ruko peninggalan Papa, menjadi Bos di tempat usahanya sendiri tanpa takut dipecat dan bahkan dimarahi oleh sang Presdir lagi. Ia sangat senang.

*

Beberapa minggu berlalu.

Di kantin sekolah, Lea duduk berdua dengan Emily, meminum jus mangga kesukaannya sambil membahas tugas yang di berikan Dosen tadi di kelas.

Tiba-tiba ponselnya berdering, muncul sederet angka yang asing baginya.

"Siapa?" tanya Emily penasaran.

"Entah lah, sepertinya salah sambung." jawab Lea malas.

Sudah terbiasa banyak orang asing yang menghubunginya, membuat Lea bosan melihatnya.

"Coba angkat, siapa tahu itu penting." bujuk Emily.

klik ....

Lea menekan tombol hijau dan berkata

"Hallo .... "

"Hallo, ini benar Nona Lea Shen?" tanya seorang wanita paruh baya dari seberang telepon.

"Iya benar." Jawab Lea singkat.

"Nona Lea Shen, anda terpilih menjadi Rahim Pengganti Tuan kami, apa bisa kita bertemu sore ini?" tanya wanita itu.

Lea diam sejenak, mencerna apa yang di katakan wanita dari seberang telepon.

Rahim pengganti, aku terpilih? ia bertanya dalam hati. Seolah 'tak percaya dengan apa yang sudah ia dengar.

"Hallo Nona, apa anda masih mendengar saya?" tanyanya lagi.

"Oh iya ... Iya .... Bisa, nanti sore bisa. Kirimkan alamatnya, nanti saya akan datang!" jawab Lea terbata-bata.

"Baik!" ucap wanita itu seraya menutup teleponnya.

Tut .... Tut ....

Telepon terputus.

Lea terdiam sesaat.

"Hey ..... Ada apa? Siapa tadi yang telepon?" Emily cemas melihat ekspresi Lea yang wajahnya pucat dan matanya tidak fokus.

Ia terus bertanya " Siapa Lea. Ada apa? Apakah terjadi sesuatu?"

"Aku .... Terpilih." Lea menjawab tanpa sadar. Menatap kosong seperti orang kesurupan.

Emily semakin panik, dengan mengguncang kedua bahu Lea, ia berkata

"Lea .... Sadar Lea ... kamu terpilih apa? Terpilih menang Lotre?" sambil tertawa pelan.

Sontak saja membuat Lea sadar.

"Aku terpilih jadi Rahim Pengganti Emily. Rahim Pengganti. Satu miliar! Wahhhhhhhh aku jadi orang kayaaaaaa ... Emily!"

Lea mendongakan kepala, menatap ke langit-langit kantin, dan merentangkan kedua tangannya seperti sang pawang hujan yang sedang memanggil dewa hujan untuk turun ke bumi.

Takkkk ....

"Wanita gila .... Kamu salah minum obat?" Emily menepuk kepalanya.

Lea meringis kesakitan "Awww .... Sakit!"

Lea menarik nafas dalam, dan mulai menceritakan apa yang terjadi di malam itu. Ketika dia membuka komputernya menemukan sebuah iklan yang menggoda iman.

"Di telepon tadi, dia minta bertemu nanti sore. Aduh Emily ... aku gugup! Bagaimana ini? Nanti aku harus hamil dan melahirkan, Terus caranya supaya hamil bagaimana? Aaaaaa ...." tiba-tiba Lea panik dan menjerit.

Tidak terpikir akan sedalam itu. Harus hamil, gimana caranya? Dia masih gadis tulen, merasa tabu dengan hal-hal seperti itu.

"Hahhahahaa ...." Emily terwata terbahak-bahak.

"Memangnya gampang mencari uang 1 miliar? Kamu harus mengorbankan separuh masa depanmu. Memberikan mahkota berharga sebagai seorang wanita ... Terus nanti kamu hamil apa kata orang? Kamu belum menikah tapi sudah hamil."

"Kamu akan dipandang sebelah mata oleh semua orang, Lea."

"Sadarlah dengan konsekuensinya nanti. Jangan langsung tergiur imbalannya." Jawab Emily menjelaskan.

Ia tak habis pikir, sang bintang kelas Lea Shen yang cantik dan terpandang, demi uang nekat melakukan itu .... Menjadi rahim pengganti.

Apa karena dipecat kemarin? Dia menjadi setres berat dan menghalalkan berbagai cara untuk bisa membuka usaha sendiri dan menjadi Bosnya? gumam Emily dalam hati.

"Lea .... Lea."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!