NovelToon NovelToon

My Wedding Dream

01. Pernikahan

"Saya terima nikah dah kawinnya Salma Kurniawati binti Salim dengan maskawin uang sebanyak Rp 1.500.00 dibayar tunai ," Didalam sebuah rumah suara itu menggema. Hari ini adalah hari yang ditunggu Salma setelah beberapa bulan mengenal Fiky. Walaupun belum lama mengenal, tapi ia sudah mantap sekali dengan pilihannya ini .

Pernikahan mereka dilakukan secara sederhana . Sebenarnya Salma menginginkan hal yang lebih dari ini, mengingat ini adalah momen yang tak ingin diulangi lagi. Ia ingin satu untuk selamanya.

Ditatapnya wajah suaminya itu dengan senyuman yang begitu tulus. Rasanya ia menjadi perempuan paling beruntung di seluruh jagat ini. Dalam hatinya ia akan berusaha sekuat tenaga memberi kasih sayang, melayani dengan sepenuh hati.

Setelah selesai berdoa, ia segera mencium tangan suaminya itu. Terlihat senyum yang indah masih terpancar. Tidak hanya dia saja, suaminya juga melakukan hal yang sama dengannya. Hari ini adalah hari terindah dalam hidup.

"Selamat ya Sal, kami ikut senang. Semoga Samawa ya. Cepat dapet momongan juga," salah seorang saudaranya memberi ucapan selamat setelah prosesi sakral itu selesai.

"Amin , makasih ya. "

"Doain aku juga ya biar bisa nyusul. Ngiri deh aku, enggak nyangka kamu bakal nikah secepat ini," salah seorang temannya juga ikut memberi ucapan selamat. Hari ini adalah momen terbaik dalam hidup. Rasanya seperti menjadi ratu dan raja dalam negeri dongeng.

Tanpa perlu memikirkan beban yang akan dihadapi adalah hal yang diinginkan semua manusia. Perlahan, hari yang tidak ingin dilalui dengan cepat berubah menjadi gelap. Cahaya mentari yang bersinar terang berubah menjadi bintang yang berserakan diantara cahaya bulan sabit .

***

"Hari aku benar-benar bahagia. Terimakasih ya mas atas segalanya. Aku benar-benar bersyukur bisa bertemu denganmu," disebuah kamar yang indah. Salma berkata kepada pria yang kini menjadi suaminya itu. Didalam kamar pakaiannya sedikit terbuka. Sebenarnya ia belum terbiasa berduaan didalam kamar dengan pakaian seperti itu. Tapi karena sudah menjadi istri ia berusaha membiasakan dirinya.

"Setelah ini aku akan membawamu ke surga yang kenikmatannya hanya kita berdua yang merasakannya. Kamu sudah siap?" Suaminya yang hanya mengenakan celana pendek itu berkata.

Salma tahu hal ini akan terjadi. Tapi untuk membuka seluruh pakaiannya ia seperti enggan. Bukannya dia tidak mau, tapi karena belum terbiasa. Maklum, ini pertama kalinya ia melakukannya.

"Aku haus mas.Boleh enggak aku minum dulu?" Salma keluar setelah berkata begitu. Ia benar-benar belum siap untuk melaksanakannya. Tapi di sisi lain ia ingin merasakan kenikmatan malam pertama. Kata teman dekatnya yang sudah menikah, malam pertama adalah saat paling nikmat untuk melepaskan kesucian tanpa perlu memikirkan dosa.

Salma menuju ke dapur. Diminumnya air beberapa gelas sekaligus. Walaupun ingin, tapi ia masih ketakutan. Katanya saat pertama kali melakukannya, rasanya sakit sekali. Salma ngeri sendiri membayangkannya.

"Kok diluar? Temenin suamimu lho. Masa pengantin baru main pergi-pergi aja," kakaknya yang melihat Salma di dapur sendirian langsung menegur.

"Ini mau ke kamar lagi kok. Tadi haus makanya aku kesini," Salma menjawab dengan nada seperti orang salah tingkah.

"Cepetan sana. Kasihan dia kelamaan nunggu," kata kakaknya lagi.

"Besok jangan lupa cerita ya. Aku dah pengalaman sih, tapi kan pingin dengar kisah mu melewati malam pertama," kata kakaknya lagi. Kali ini terlihat senyuman nakal . Sebenarnya kakaknya ini sudah menikah bahkan sudah dua kali hamil.

***?

"Dah enggak haus lagi?" Fiky yang duduk dipinggiran kasur bertanya begitu melihat Salma masuk.

"Udah enggak," Salma menjawab.

"Kita mulai yuk," Fiky nampaknya sudah tak sabar ingin melakukan ritual yang diimpikan para pria dimakan pertama mereka.

"Hmmmm.." Salma bingung . Dia sebenarnya belum siap.

"Santai aja. Aku bakal pelan-pelan kok. Kalau belum dicoba enggak bakal tau rasanya," Fiky masih berusaha membujuk istrinya itu.

"Kalau masih malu-malu lampunya biar ku matikan," lanjutnya.

"Ya udah . Tapi lampunya dimatiin ya," Salma akhirnya berkata begitu.

Malam makin larut. Kamar yang terang benderang itu menjadi gelap. Di kamar itu, sepasang pengantin baru menyalurkan hasrat yang sudah tak dapat dibendung lagi.

02. Bangun Tidur

Salma menghidupkan lampu di kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul 3 pagi. Udara masih terasa dingin. Suaminya juga masih terbuai dengan mimpi indahnya. Sebenarnya ia masih ingin memejamkan matanya. Ia memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi sebelum ada yang mengetahuinya.

Sambil sesekali menguap ia hidupkan keran air. Perlahan ia buka seluruh pakaiannya hingga tak ada sehelai benangpun yang tersisa. Rupanya ia berniat mandi wajib. Suara air yang ia guyurkan ke badannya terdengar agak keras walaupun ia sudah berusaha mengguyur badannya se pelan yang ia bisa. Tapi ternyata memang susah. Sambil mengguyur air ia berdoa dalam hatinya agar tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Tak terbayang jika sampai ada yang tahu. Pasti rasanya malu sekali.

"Sukses nih malam pertamanya," saat keluar dari kamar mandi, Salma sangat terkejut melihat kakaknya berdiri dikamar mandi. Ia bingung melihat kakaknya dini hari sudah mandi.

"Santai aja. Enggak usah pasang muka kayak gitu."

"Ini beneran kakak?" Salma jadi tidak yakin dengan yang dilihatnya.

"Ya kan enggak mungkin kuntilanak bawa handuk. Mana mau mandi pula. Emang pernah lihat lihat kuntilanak mandi?"

"Jam segini dah mandi? Enggak kepagian?" Salma bingung dengan kelakuan kakaknya yang terlihat aneh dimatanya.

"Enggaklah. Mumpung anak-anak tidur diluar , kami semalam pasang amunisi. Sekalian mengulang saat malam pertama dulu. Nanti juga lu ngerasain sendiri . Jadi jangan heran."

"Ya udah. Aku duluan ya kak," Dengan wajah tertunduk malu Salma pergi meninggalkan kakaknya itu. Dalam hati, pikirannya kacau. Sebenarnya bukan masalah besar, cuma tetap saja ia merasa malu.

***

"Mas, bangun . Bentar lagi adzan subuh," dengan lembut ia membangunkan pria yang baru menjadi suaminya itu.

"Mas bangun . Mandi dulu sana," Sekalian mengingatkan untuk mandi wajib, Salma berusaha membangunkan Fiky yang masih tertidur pulas.

"Mas, bangun mas," Kali ini dengan sedikit menggoyang tubuhnya , Salma berkata agak keras.

Mungkin karena sedikit agak keras, suaminya itu akhirnya membuka matanya perlahan. Dipandanginya wanita yang ada didepannya. Rasanya seperti tidak asing baginya. Namun saat ia melihat sekelilingnya , nampaknya terasa asing . Ia merasa sedang terdampar di sebuah tempat yang asing . Ia juga masih berpikir apa yang diperbuat olehnya sehingga badannya hanya terbungkus selimut saja. Tak ada sehelai pakaian yang menempel ditubuhnya.

"Aku dimana?" begitulah kata pertama yang ia ucapkan saat matanya terbuka.

"Dikamar. "

"Kamarnya siapa? Perasaan kamarku enggak kayak gini deh. Kamu siapa?" Fiky mendadak amnesia.

"Kamar kita. Kamar siapa lagi? Lupa ya kita udah nikah?" Salma bingung harus berkata apa saat mendengar suaminya bertanya seperti itu.

"Emang iya?"

"Lihat nih," daripada bingung harus mengatakan hal apa lagi agar bisa meyakinkan, Salma memberinya dua buku kecil bergambar Garuda.

"Istriku ternyata. Maaf ya, maklum belum terbiasa ," begitu melihat buku itu, ingatannya mendadak kembali lagi.

"Ya udah . Lain kali jangan sampai lupa. Masa iya tiap pagi harus ngingetin," dengan cemberut Salma berkata begitu. Pingin rasanya mencubit suaminya sekeras mungkin biar sadar. Tapi ya untuk kali ini ia berusaha memakluminya. Lain kali bakal ia cubit sekeras yang ia bisa .

"Mandi dulu sana. Jangan lupa niat sebelum mandi biar sholatnya sah," Salma tidak mau mengambil pusing.

"Oke siap. Jangan lupa sedia kopi ya. Selesai aku mandi kopinya dah jadi ," begitu bangun dari tempat tidur Fiky langsung meminta segelas kopi.

"Gampang itu sih," Salma berkata sambil memberikan suaminya handuk. Begitu suaminya pergi, Salma segera ke dapur untuk membuat segelas kopi permintaan suaminya.

03. Kabar Duka

Setelah sholat Subuh dua sejoli yang baru menikah itu langsung masuk kamar. Mereka rupanya berencana untuk membuka kado yang kemarin belum sempat dibuka. Ada berbagai macam kado yang diberikan, mulai dari perlengkapan dapur hingga perlengkapan tidur seperti selimut , ada juga beberapa yang memberi handuk.

"Jangan lupa di catat ya , biar nanti gampang mengembalikannya," sambil membuka kado Fiky berkata begitu.

"Ngapain dikembalikan? Orang udah milik kita juga," Sambil mencatat Salma sebenarnya ingin bercanda, tapi ternyata candaannya kurang bagus menurut Fiky.

"Ya enggak gitu maksudnya. Tugasmu sekarang cuma nulis aja. Dah enggak perlu mikir yang macam-macam."

"Mau dibuatkan kopi lagi enggak?"

"Enggak perlu. Yang itu aja belum habis."

Tok tok tok

"Siapa?" tanya Salma memastikan siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Hal ini karena ia sedang memakai pakaian yang pendek saja.

"Aku. Buka dulu Sal, ada yang mau ku omongin," terdengar suara kakaknya . Nadanya seperti orang sedang diburu sesuatu.

"Ada apa kak?" Setelah pintunya terbuka Salma segera bertanya.

"Gimana ya mau ngomongnya. Bukannya mau ngerusak kesenangan kalian , tapi ada sesuatu yang harus ku sampaikan," Kakaknya bingung mau berkata apa. Mukanya terlihat sedih.

"Mau bilang apa kak?" Salma jadi penasaran.

"Bapak Sal.."

"Ada apa dengan bapak?"

"Bapak...."

"Kenapa kak?"

"Udah enggak ada," terlihat sekali kakaknya memaksakan diri untuk berkata.

"Beneran kak? Enggak salah ngomong kan?" Salma merasa ada yang salah saat ia mendengar berita itu.

"Enggak Sal. Mungkin udah waktunya aja dia pergi jauh meninggalkan kita semua."

"Inna lillahi wa Inna ilaihi roji'un..." Setelah ia tahu apa yang didengar tidak. salah rasanya kakinya lemas sekali. Ia belum siap menerima hal menyedihkan yang datang tanpa terduga.

"Sekarang bapak dimana kak? Aku ingin bapak," lanjut Salma. Rasanya memang belum puas jika ia tak melihat sendiri kebenarannya.

"Masih di kamar. Aku pergi dulu ya," setelah mengatakan hal ini kakaknya langsung pergi.

***

"Mas, aku mau melihat bapak dulu ya," sambil memakai kerudung Salma berkata kepada suaminya.

"Ya udah, nanti aku nyusul," Fiky memberi izin. Dalam hatinya , ia merasa sedih juga. Keinginannya untuk memiliki ayah lagi setelah sekian lama harus padam.

"Ma, cepat kesini. Mertuaku meninggal," sebelum menyusul istrinya, Fiky memberi kabar duka ini kepada ibunya.

Padahal baru tadi ia berjumpa, sekarang orang yang ia anggap ayah itu telah tiada. Ia sebenarnya tidak percaya dengan kenyataan yang kini ia hadapi, tapi mungkin sudah waktunya ayah mertuanya itu dipanggil oleh yang maha kuasa . Yang namanya usia tidak ada yang tahu kapan pastinya akan berakhir. Hanya kapanpun ia datang, manusia walaupun dengan terpaksa harus rela meninggalkan semuanya.

Setelah memberi tahu ibunya, ia segera keluar kamar menuju ketempat dimana mertuanya itu berada. Di sana, istrinya tercinta sedang terlihat meneteskan air matanya yang lembut. Dia pasti benar-benar terpukul. Baru saja kemarin ayahnya dengan gagahnya menjadi wali nikahnya , sekarang ia sudah terbujur tiada bernyawa.

Sebenarnya Fiky ingin sekali menghiburnya. Tetapi untuk sekarang biarlah ia seperti itu. Mungkin dengan cara itulah emosinya bisa tersalurkan dengan baik. Terlihat dari matanya, ia pasti terpukul sekali dengan kejadian ini.

Berita duka dengan cepatnya tersiar ke seluruh pelosok. Hal itu terdengar jelas ditelinga Fiky yang masih terlihat berada dikamar dimana jenazah ayah mertuanya berada. Daripada hanya berdiam diri saja, Fiky akhirnya memutuskan untuk membantu proses pemakaman saja . Semakin cepat semakin baik untuk jenazah , itulah yang menjadi dasar keputusannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!