NovelToon NovelToon

Cinta Di Atas Perjanjian

Bulan madu

"Sayang, kenapa Kamu tidak meminta untuk pergi ke Negara mana, ke Pulau mana untuk menikmati bulan madu kita? Kamu cuma meminta tinggal dua minggu di villa keluarga kamu saja?" ucap Raditya sambil mengecup dagu istrinya.

"Mas Sayang, bulan madu itu bukan liburan atau piknik menurutku, tapi pasti bobo yang utamanya, jadi di sini saja kita habiskan waktu cuti kita, bukankah itu yang di cita-citakan kita semenjak pacaran?" jawab Andhini manja tak mau lepas dari pelukan suaminya.

"Tapi kelihatan aku suami yang pelit buat kamu istri tercintanya Sayang."

"Aku tak menganggap begitu Mas Sayang, cinta Mas Radit segalanya buatku. Aku bahagia banget Mas memiliki Mas Radit, melebihi punya apapun," jawab Andhini manja.

"Iya Sayang, terima kasih telah menjadi yang terbaik di sampingku, Aku berjanji tak akan ada yang memisahkan kita selain ketetapan Yang Maha Kuasa, kita akan saling jaga cinta ini untuk selamanya, kita saling ingatkan di saat kita lengah, jika suatu saat masalah datang menghampiri kita, kita hadapi dengan musyawarah dan diskusi untuk mencari solusinya jangan kedepankan amarah yang hanya akan mendatangkan penyesalan apa kamu setuju Sayang?" ucap Radit sambil memandang wajah yang dulu masih pacar dan sekarang sudah jadi istrinya.

"Mas, Aku sayang Mas Radit. Aku begitu bangga menjadi istri Mas Radit, Aku menyerahkan hidupku untuk Mas Radit Aku juga berjanji akan selalu menjaga cinta kita." Andhini mengusap-usap dada kekar suaminya yang duduk di tepi tempat tidur.

"Ayo bangun dong Sayang sudah siang tuh, kita mandi jalan-jalan dan kita cari makan. Habis itu kita eksplor lagi kesenangan kita."

"Tapi Aku capek banget Mas, tiduran bentar lagi boleh ya?" Andhini merajuk sambil memeluk sebelah lengan suaminya.

"Boleh banget Sayang, kalau kamu masih di tempat tidur malah mengundang keinginanku lagi, gimana?"

"Kenapa nggak Mas? Aku rela kalau untuk itu," ucap Andhini malah balik memeluk suaminya.

"Serius Sayang?"

"Aku tak akan bosan Mas, lakukan kapanpun dan di manapun kamu mau!"

"Kamu benar-benar menantang Aku Sayang."

"Ahhh … Mas geli tau jangan pegang itu dulu!"

"Tapi Aku suka Sayang."

"Aku juga emang suka Mas, Aku begitu menikmatinya."

"Ah … Sayang kamu benar-benar bikin aku kecapekan pagi ini." Raditya membuka kembali selimut yang menutupi tubuh istrinya dan menenggelamkan kembali tubuhnya ke dalam selimut berdua.

Raditya mulai menyusuri kembali tubuh istrinya dan memulai kembali penjelajahan paginya, setiap saat mereka menginginkannya satu sama lain begitu mendukungnya, tak ada kata capek bagi keduanya yang ada hanya suka cita perayaan cinta kasih mereka.

Area villa yang begitu luas hanya dihuni mereka berdua saja, dan penjaganya yang selalu bersih-bersih pasangan suami istri paruh baya tanpa anak senangnya berkebun di belakang villa, dan pulang di sore hari. Jadi Raditya dan Andhini begitu bebas melakukan apapun di manapun tempatnya mereka suka, di situ mereka padukan cinta, kerinduan kebersamaan, asmara dan gelora muda mereka disatukan dalam ungkapan satu kata cinta.

Hingga tak terhitung setiap hari dan malamnya mereka melakukan kegiatan yang sangat mereka suka, seperti pagi ini.

Di tempat tidur tempat favorit mereka, di kamar mandi, di ruang keluarga, di sofa yang di ruang tamu sampai di kolam renang dan di dapur mereka lakukan dengan sangat menyenangkan.

Tak pernah yang namanya tempat tidur mereka kelihatan rapi, selalu saja berantakan dan kusut masai, tapi itu membuat mereka menjadi beban, mereka begitu senang menjalaninya.

Hanya tidur, melakukan kegiatan suami istri dan jalan-jalan, nonton tv bermesraan itu dan itu saja yang mereka lakukan tanpa bosan setiap harinya, selalu saja Radit mengatakan kalau nanti kita pulang pasti mau tidak mau tenggelam dalam kesibukan masing-masing lagi.

Jadi mereka benar-benar menikmati kebersamaan bulan madu tanpa seorangpun mengganggu kesenangan yang mereka jalani.

Begitu juga keluarga mereka tak ada yang berani mengusik asik bulan madu mereka. Andhini yang hanya seorang anak tunggal begitu bebas memakai fasilitas orang tuanya, Suryadilaga pengusaha retail sukses cabangnya ada di mana-mana, sedang Andhini adalah pewaris tunggal keluarga nya, karena semua usaha dan aset yang sedang berjalan hanya untuk dirinya anak satu-satunya.

Raditya punya adik satu sama laki-laki. Masih kuliah di luar negeri membuat Raditya begitu sibuk mengurus perusahaan supermarket yang lagi berkembang pesat ada di tiap kota juga.

"Mas, sepertinya di dunia ini tak ada yang paling bahagia selain kita ya?" ucap Andhini sambil memandang wajah suaminya yang baru saja turun dari tubuhnya setelah melepaskan kesekian kalinya kenikmatan mereka.

"Iya Sayang, tak ada kebahagiaan lain selain Aku bisa melihat Kamu senyum dan senang bisa menikmati kebersamaan kita ini," jawab Radit sambil mengatur nafasnya yang masih ngos-ngosan, dengan tangan tetap membelai punggung dan lengan istrinya.

Begitu juga Andhini, merasa puas dengan permainan suaminya, terasa begitu sempurna jadi seorang istri saat melihat suaminya terkapar tepar habis mendaki menyusuri tubuhnya, kenikmatan yang luar biasa mereka rasakan.

"Mas, kalau Aku hamil gimana?" tanya Andhini.

"Ya hamil tinggal hamil Sayang, itu tandanya cinta kita berhasil membuahkan buah dari jerih payah perjuangan siang malam kita!"

"Mas mau anak berapa dari rahimku?"

"Tak terbatas Sayang, biar keluarga kita ramai!"

"Tak terbatas gimana?"

"Kamu kan doyan banget main, juga selalu nagih duluan kalau belum Aku kasih keringat kamu belum bisa tidur, Jadi sepertinya kamu begitu pengen banyak anak ya?"

"Aaaah … Mas jahat deh bikin Aku malu aja!"

"Hahaha …."

"Mas juga sama kalau belum tenggelam di dadaku nggak bisa tidur!"

"Ya sudah, kita sepakat kita sama sama doyan "main." Radit sama Dhini sama-sama tertawa sambil berpelukan.

Kebahagiaan mereka jelas terpancar begitu nyata, berpacaran selama 2 tahun membuahkan cinta yang begitu dalam terpatri di hati mereka. Selain mereka begitu cocok dalam visi misi saat mereka ngobrol, keluarga mereka yang sama-sama dari pengusaha begitu mendukung keduanya.

Tak ada kekurangan sepertinya dalam hidup mereka, hidup dalam gelimangan harta kekayaan dan kemewahan menjadi kehidupan sehari-hari mereka, sekarang ditambah dengan siraman cinta dari orang yang tersayang membuat Raditya dan Andhini begitu mabuk kepayang.

"Harusnya kita bikin agenda Sayang selama dua minggu ini, hari ini mau ke mana, hari ini mau ngapain, jadi kan kita jelas menjalaninya," ucap Radit sambil mengusap usap perlahan punggung Andhini yang seperti di nina bobokan kebiasaan suaminya.

"Alah Mas buat apa bikin agenda kayak kerja aja, yang pasti setiap hari ujung-ujungnya Mas meminta bobo, setiap saat dan di manapun kita duduk ya kan?"

"Tapi kan kalau gini jadi tak terprogram permainannya Sayang, siang berapa kali dan malam berapa kali."

"Aduh mas udah deh, mana ada urusan gini ada programnya kayak program hamil aja. Yang penting kita suka, kita senang, kita merasa nyaman lakukan aja, udah."

"Oke deh, tapi kita bangun sekarang ya, Aku lapar Sayang."

"Bangunin dong!" Andhini mengulurkan tangannya meminta bantuan Radit untuk bisa menariknya. Tapi Radit malah menyodorkan lehernya, dengan senang Andhini mengalungkan tangannya dan Radit membopong tubuh istrinya masuk ke kamar mandi.

******

Karina

"Karina, kamu kan sudah dewasa, kamu akan Ibu salurkan pada pekerjaan yang telah kamu kuasai dan telah lulus standar panti ini, tidak terlalu rumit tapi punya gaji yang lumayan," ucap Ibu Elyana pada Karina yang di panggilnya sore itu.

Selalu begitu alasan Karina dari kemarin-kemarin, berat rasanya harus berpisah dengan semua isi panti dan yang paling penting dengan adik satu-satunya Lila yang sekarang duduk di bangku SD kelas lima.

Itu dan itu selalu alasan yang Karina utarakan setiap kali Ibu panti asuhan Ibu Elyana memberikan peluang dan menyarankan Karina untuk bisa bekerja di luar panti.

Ibu Elyana ingin tahu alasan Karina kali ini apa masih tetap seperti itu?

"Ibu, bukan aku nggak mau pergi. Merubah nasib dan jalan hidupku ke arah yang lebih baik itu harapanku, tapi gimana Lila tanpa aku sebagai saudara satu-satunya?" jawab Karina memandang Ibu panti yang sudah dianggap Ibu kandungnya selama ini.

"Karina, Ibu yang bertanggung jawab semua di sini, bukan hanya Lila yang sendiri tapi hampir semua anak di panti ini tak punya keluarga, kamu begitu lama mengabdi di sini menjadi pengajar bagi anak-anak yang lain, mengurus keperluan mereka, membantu memasak dan pekerjaan lainnya yang tiada hentinya. Soal adikmu percayakan kepada Ibu, kita sudah kenal bertahun tahun sejak kamu datang kesini, Ibu tidak menemukan satupun yang kurang baik padamu juga adikmu." Ucapan Ibu Elyana selalu di mengerti Karina, tapi begitu sulit untuk di jalani

"Aku begitu ingin memberi yang terbaik dan menjadi orang tua buat adikku, mungkin aku akan pikirkan lagi, dan bicara dulu memberi pengertian sama adikku Lila Bu." Karina mengangguk seperti baru terpikirkan semuanya.

"Memang harus dipikirkan dulu, tapi jangan lupa pikirkan juga masa depan Lila adikmu Karina, bayangkan kalau kamu bisa keluar dari sini bekerja seperti orang lain, Ibu salurkan kamu bekerja pada orang-orang yang membutuhkan tenaga kamu dan mendapat gaji yang layak, kamu bisa menabung untuk masa depan adikmu, kamu bisa membiayai Lila sekolah sebatas kamu mampu dan bisa merubah nasib hidup kalian." Ibu Elyana memandang wajah cantik Karina yang begitu disayanginya.

"Iya Bu, saya mengerti hanya itu saja beban di hatiku, soal adikku yang selalu jadi pertimbangan aku setiap mendapat penawaran bekerja di luar dari Ibu." Jujur Karina memberi alasan pada Ibu Elyana.

"Ibu akan merasa berdosa kalau tetap membiarkan kamu hanya mengurus panti disini mengurus anak-anak yang lain tanpa memberi kesempatan untuk mengenal dunia luar, Ibu sungguh akan menyesal sebelum kamu bisa bekerja dan menerima gaji dengan layak, bisa merencanakan masa depan kamu sendiri dan adikmu. Siapa tahu nanti kamu bertemu jodoh ada laki-laki yang mencintaimu Ibu begitu mendoakan semua yang keluar dari panti ini mendapatkan jalan yang terbaik buat masa depan nya." Semua nasihat dan motivasi dorongan untuk maju begitu dimengerti oleh Karina.

Kali ini hati Karina begitu terpanggil dan mantap untuk mengikuti apa yang disarankan Ibu Elyana dirinya memang harus bekerja keluar. Bahkan bila memungkinkan dirinya harus bisa membesarkan panti ini yang telah begitu berjasa kepada dirinya dan adiknya, menampung sekian tahun dalam naungan panti ini dan kasih sayang orang-orang di dalamnya

"Baiklah Bu mungkin kali ini aku akan serius mempertimbangkan karena Lila juga udah gede sekarang, sudah kelas 5 SD. Sudah aku ajarkan kemandirian mengurus diri sendiri bahkan dia sudah bisa mengajarkan kepada yang lainnya. Semoga dia tidak terpukul dengan kepergian ku nanti, karena mungkin setiap waktu juga aku kalau ada izin dari tempat kerja nanti akan selalu datang menjenguk dia ke sini," jawab Karina merasa lebih yakin.

"Syukurlah Karina, kalau kamu bisa berpikir dengan benar, kapanpun kamu bulat dengan niat baikmu, Ibu akan mencari keluarga yang baik-baik dan bisa menjamin kamu, juga latar belakang dan keterampilan kamu sudah begitu baik Ibu nilai di sini, jadi semoga keberuntungan bersamamu nanti."

"Aamiin semoga, Bu. Saya permisi dulu mau melihat anak-anak dulu takutnya belum pada mandi."

Ibu Elyana mengangguk sambil tersenyum memandang Karina yang begitu sopan saat pamitan, Karina tumbuh menjadi remaja yang cantik dengan menapaki kewajiban tanggung jawab sebagai kakak bagi adiknya dan juga tanggung jawab terhadap adik-adik panti lainnya yang masih memerlukan bimbingan pelajaran dalam segala hal dari orang yang telah dewasa seperti Karina.

Karina pamitan dan permisi dari ruangan pimpinan panti Ibu Elyana, mengontrol adik-adiknya takut sudah sore belum ada yang mandi.

Sudah memastikan semua tugasnya beres, Karina masuk ke kamarnya yang dihuni sama adiknya dan tiga anak panti lainnya.

Karina berpikir dengan keras, memang dirinya yang harus merubah semuanya, masalah Lila Adiknya ada Ibu panti yang begitu baik pada dirinya juga Lila adiknya.

Mata Karina menyapu pandang kamar sempit dan pengap, dengan segala isinya, langit langit kamar dan dinding dingin juga kusam penuh coretan dan curahan hati anak panti.

Kalau bukan aku yang merubahnya semua tak akan berubah, mungkin akan tetap disini dan begini selamanya, selain usia yang berubah merambati jiwa raganya.

Setitik air mata jatuh bergulir dari bola mata Karina, mengingat perjuangannya membawa adiknya Lila yang masih balita keluar dari rumah kontrakan setelah sebulan Ibunya meninggal dunia.

Merasakan perihnya hidup sebatang kara, mencari perlindungan untuk sekedar berteduh dan penawar lapar, Tak banyak barang di kontrakan yang bisa dibawa selain pakaian dan sedikit surat penting data diri mereka.

Karina masih bisa berpikir pintar saat itu, yang dicarinya dan yang terpikirkan di otaknya hanya panti asuhan demi adiknya, Karina akan rela bekerja apapun.

Nasib baik memang berpihak pada mereka, Karina menetap di panti dengan adiknya, mendapat perlindungan dan perhatian dari Ibu panti asuhan begitu membahagiakan hatinya, apalagi saat melihat adiknya bisa tersenyum, Karina semakin betah mengabdikan hidupnya di panti itu.

"Kakak kenapa nangis?" suara kecil Lila di depan pintu mengagetkan Karina.

"Kakak menangis karena bahagia Lila, sini duduk biar Kakak ceritain." Karina menepuk kasur di sebelahnya.

Lila tersenyum dan duduk di samping Karina, begitu ingin mendengar kabar bahagia apa yang akan disampaikan kakaknya.

"Lila, Lila sudah besar sekarang, sudah kelas lima sebentar lagi naik ke kelas enam, Lila mau terus sekolah tidak?" ucap Karina hati-hati.

"Mau Kak," jawab Lila pendek

"Untuk bisa sekolah Lila nanti kita harus punya biayanya, karena kebijakan panti sampai saat ini hanya mampu membiayai sampai tamat SD saja, karena belum ada donatur yang sanggup menangani semua anak panti ini untuk sekolah lanjutan." Lila diam mencoba mengerti dengan pikiran anak-anak apa yang diucapkan Karina Kakaknya.

"Sampai di situ Lila mengerti apa yang kakak bicarakan?" Dengan lembut Karina mengusap pundak Lila

"Iya kak, Lila nggak bisa meneruskan sekolah karena nggak ada biaya."

"Bagus kamu memang pintar bisa mengerti semuanya, jadi begini Lila, Kakak ditugaskan Ibu panti untuk kerja di luar, mau tidak mau kita harus berpisah, tapi Kakak akan sering menjenguk Lila disini, Lila akan tetap tinggal disini sama teman teman yang lain, nggak apa-apa kan?" Karina berusaha menegarkan hatinya di depan adiknya, jangan sampai kelihatan rapuh.

"Lila mengerti Kak, Kak Rina jangan sedih juga cemas, Lila banyak teman di sini, pergilah Kak!" ucapan Lila begitu melegakan hati Karina.

"Masya Allah Lila, kamu memang anak baik dan pintar, teruslah rajin belajar biar juara tetap bisa kamu pertahankan, Kakak akan selalu kangen dan kalau ada waktu pasti datang ke sini." Karina memegang erat kedua pundak Lila.

"Iya Kak, Lila sudah besar, bisa menjaga diri Kakak semoga bisa banyak duit buat sekolah Lila."

"Aamiin … Lila."

Mereka berpelukan, penuh haru biru. Perpisahan di depan mata entah esok atau lusa yang menenangkan hati Karina dengan mengerti nya Lila akan situasi mereka saat ini, walau begitu menyedihkan tapi Karina bangga dengan pengertian adiknya.

******

Rumah kediaman keluarga Suryadilaga

"Sayang, kamu kelihatan kurus apa karena capek banget kerja? istirahat saja dulu, ambil cuti apa, pergi liburan kemana kalian suka, jangan memforsir diri bekerja dan bekerja saja," ucap Ibu Juwita Ibunya Andhini sambil melihat putrinya makan hanya sedikit.

Andhini sama Raditya datang berkunjung dan menginap di rumah orangtua Andhini.

"Iya Bu, Mas Radit juga selalu ngomong istirahat dan istirahat, tapi perasaanku kerja itu biasa saja kalau sudah rutin dijalani Bu, Dini enjoy aja menjalaninya," jawab Andhini sambil mengunyah suapannya.

"Tuh memang begitu Bu kalau diingatkan selalu bandel, pokoknya kita liburan Minggu depan sayang, satu minggu saja cukup biar refresh otak dan pikiran kita, pilih mau liburan ke mana? Australia? Perancis? Inggris? Korea? biar sekalian nonton syuting artis idolamu. Aku pesankan tiketnya hari ini juga," cecar Raditya merasa diberi jalan obrolan oleh mertuanya.

"Aku malas jauh-jauh sayang, capek di jalannya, gimana kalau kita liburan di villa keluargaku saja?" jawab Andhini.

"Anak Bapak dari dulu memang malas banget, semangat dong! Jangan malas melulu. Bapak sama Ibu sudah tua kalau kamu apa-apa malas gimana kamu meneruskan usaha yang Bapakmu rintis ini? Surya group itu adalah milik kamu dan masa depanmu bersama suamimu ada di sana."

"Kalau kerja Dini nggak malas Pak, karena hobby Dini dari dulu adalah menghitung keuntungan heee .…"

"Bagus dong jadikan hobby adalah motivasi, liburan itu penting buat kalian pasangan muda, berlibur lah dulu rehat dari aktivitas kalian untuk menyegarkan kembali dan memotivasi kerja kalian selanjutnya. Dan jangan lupa keharmonisan keluarga juga harus dijaga karena itu adalah kunci sukses di dalam pekerjaan dan usaha juga," ucap Pak Suryadilaga mertua Raditya

"Jadi kemana maunya sayang liburannya?" tanya Radit mengulang lagi, ingin mendengar jawaban dari bibir istri tercintanya.

"Ke villa keluargaku saja Mas!" jawab Andhini.

"Sudah aku duga, nggak apa-apa yang penting kita bisa istirahat dengan nyaman," ucap Raditya sambil memandang Andhini yang lagi senyum saja, lalu Raditya mengusap punggung istrinya yang duduk di sampingnya.

"Nak Radit bagaimana khabar perusahaan orangtuamu?"

"Baik Pak, masih berjalan sesuai dengan target yang kita harapkan. Dan pencapaian luar biasa di tahun-tahun belakangan ini, kami telah membuka cabang di sepuluh kota besar lagi," jawab Radit merasa bangga.

"Bagus, sebenarnya Bapak berencana dengan Bapakmu akan lebih membesarkan usaha yang digabung alias kerjasama itu dan nanti akan Bapak sama Bapakmu berikan pada kalian berdua, silahkan kelola secara profesional untuk masa depan kalian." Pak Suryadilaga bicara sambil memandang menantu dan putrinya bergantian.

"Wah kita begitu tersanjung banget ya sayang, bisa menerima satu perusahaan besar kerjasama antara Surya Group dengan Subrata Group."

"Anggap saja itu hadiah pernikahan kalian berdua, Bapak sama Pak Subrata merasa wajib memberi dukungan penuh terhadap putra-putri kami yang telah bersatu dalam satu ikatan rumah tangga, dengan begitu kalian bisa mengelola dengan ilmu yang kalian dapatkan sebagai lulusan terbaik. Walau itu anak perusahaan yang belum terlalu besar seperti Surya Group dan Subrata Group sebagai induknya."

"Tapi Bapakku belum menyinggung soal itu Pak," jawab Radit memandang Bapak mertuanya.

"Belum Nak Radit, esok atau lusa pasti akan ada obrolan Bapakmu. Kami sudah lama merencanakan semua ini bersama-sama. Kami percaya dibawah kepemimpinan muda kalian berdua perusahaan itu akan tumbuh dengan pesat dan maju."

"Aamiin … gimana sayang, sepertinya kita akan satu kantor nantinya." Radit melirik Andhini yang sudah selesai makan malamnya dan lagi menikmati jeruk hangat kesukaannya.

"Pasti sangat menyenangkan."

"Penting kalian selalu bersama agar semua bisa terjaga, dan diskusi suatu perencanaan yang matang akan selalu dihasilkan dari kebersamaan dan keharmonisan."

ucap Pak Suryadilaga begitu mendukung kebersamaan putri dan menantunya.

Jauh di lubuk hati Pak Suryadilaga bersama istrinya begitu berharap Andhini segera memberikan cucu bagi mereka, walau semua itu tidak diucapkan secara gamblang, tetapi memakai trik dalam mengungkapkan keinginannya seperti menyatukan mereka dalam satu wadah sehingga rutinitas mereka menjadi lebih intens lebih dekat lagi, tidak seperti sekarang Andini berkantor di kantor Surya Group dan Raditya berkantor di kantor Subrata Group.

Harapan orang tua selalu sama menginginkan yang terbaik untuk putra-putri mereka, apalagi Pak Suryadilaga hanya memiliki satu putri semata wayang yaitu Andhini Maharani, jadi semua harapan dan kasih sayangnya tumpah semua buat putri satu-satunya.

Selesai makan seperti biasa mereka bercengkrama di ruang keluarga, walau di rumah besar itu belum ada anak yang menangis, sebagai cucu harapan dan ngeberantakin semua barang-barang tapi kelihatan semua bahagia.

Raditya seperti biasa di tantang main catur sama mertuanya di ruang baca, Andhini mengobrol dengan Ibunya seputar pekerjaan dan rumah tangganya sambil Ibu Juwita minta di pijitin Bibi pembantu yang sudah ada sejak Andhini masih kecil.

"Nak sayang kamu masih rutin periksa ke dokter?" tanya Ibu Juwita memecah kesunyian, Andhini lagi memilih chanel televisi sambil sesekali melihat ponselnya.

"Jarang Bu, tapi terakhir periksa kata dokter nggak ada apa-apa, hanya masalah waktu saja," jawab Andhini.

Lugas jawaban Andhini membuat Ibunya selalu berhati-hati setiap akan mengingatkan, takut putrinya terbebani dengan keadaannya.

"Rutin lagi sayang, bukankah ada teman suamimu yang dokter spesialis itu?"

"Iya Bu, terkadang semua lupa begitu saja, kami sama-sama tak saling mengingatkan, akhirnya sibuk dengan aktivitas dan tenggelam dalam rutinitas," jawaban Andhini tentang alasannya.

Andhini merasa saran dan nasehat Ibunya kali ini begitu menyadarkan dirinya, walau tidak secara gamblang menyuruh dirinya untuk segera memberikan cucu pada mereka dari pernikahannya, tetapi Andhini bukan orang bodoh untuk bisa menafsirkan setiap kata-kata yang diucapkan Ibunya dan diri sangat mengerti.

"Makanya saran Ibu liburan sana kalian, pergi ke tempat baru atau rehat pokoknya dari kesibukan dengan suamimu di manapun kalian suka."

"Iya Bu."

"Ibu sama Bapak juga yang sudah tua kadang ingin menikmati kebersamaan dan keluar dari suasana keseharian. Ibu sama Bapak malah sebulan dua kali menginap di villa, rasanya tentram dan nyaman."

"Dini juga nggak suka yang jauh-jauh Bu, capek di jalannya mending di villa kita kita saja di Puncak itu juga sudah lebih dari nyaman," jawab Andhini sambil senyum memandang Ibunya, biar Ibu Juwita merasa tenang dengan segala keadaannya.

Andhini merasa dirinya adalah satu-satunya tumpuan harapan kedua orang tuanya, karena Andini hanya anak satu-satunya. Suka duka menjadi anak tunggal seperti ini seandainya ada saudara lain yang bisa memberikan obat kerinduan kedua orang tuanya akan dambaan mereka terhadap cucu dari pernikahan anak-anaknya, mungkin orang tuanya bisa terobati dari anak yang lain, tetapi kalau cuma dirinya satu-satunya pada siapa lagi harapan kedua orang tuanya disandarkan?

******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!