...BAB 1...
Suara bel bunyi sekolah. Kring ... begitu menggema di seluruh penjuru ruangan sekolah bahkan sampai di luar sekolah,banyak siswa siswi yang berlarian sebab mereka datang pas jam bel sekolah berbunyi.
Mika Riana berlari-lari kecil menuju ke ruang kelasnya.
Bugh
"Huh ... huh ... capek banget gue, lo kenapa sih lelet banget Leon jalannya. Kayak siput, di kejar-kejar semut tau gak." Meninju bahu Leon.
"Yang lelet tuh Lo, bukan nya gue. Enak aja nyalahin gue doang yang notabenenya anak paling rajin di sekolah," mencibir.
"Rajin apa, rajin bolos dan buat ulah kan." Mencibir Leon.
"Lagian beberapa hari lagi kita lulus, ngapain coba pakai rajin ke sekolah. Jelas-jelas udah ujian akhir sekolah dan tinggal nunggu masuk kuliah, gampang kan," jawab Leon enteng.
"Enteng sekali ya omongan ente, ane pikir lo doang yang hidup di sekolah ini. Masih banyak noh pejuang-pejuang kecil yang masih dalam tahap belajar mengejar impian, supaya apa coba ?"
Leon mengangkat kedua alisnya.
"Pakai otak, biar jadi kaya dan membahagiakan orang-orang tercintanya." Mika masuk ke kelas dengan kesal.
Bukan Leon jika tidak bisa membuat Mika bahagia sekaligus duka.
Mika gadis sederhana sedangkan Leon anak orang kaya, keluarga Leon dan Mika bersahabat namun ayah Mika tetap menolak bantuan dari papanya Leon untuk membuka usaha baru yang lebih besar dan maju.
Meski ya Ayahnya Mika memiliki usaha di pasar sebagai pedagang sayur dan buah.
"Atom sini." Panggil Seno .
"Ada apalagi kesini, beli sayur atau buah lagi. Bukannya setengah jam yang lalu kamu baru beli?" Atom ketus.
"Ya elah Tom Atom, aku beli juga buat memastikan anak gadis kamu bertambah besar!" jawabnya di iringi tawa.
Plak
Layangan tangan Atom mengenai wajah Seno.
"Perih tom"
"Itu yang sedang aku rasakan, perih. Anak gadis aku kamu incar setiap hari, apa kamu buta. Lihat noh anak-anak, bukannya mereka serasi. Bukannya dapat yang tua ubanan." Menunjuk anak-anak yang baru saja pulang dari sekolah.
"Siapa bilang aku, ya buat anak lelakiku lah," Seno menatap bangga terhadap putranya.
Sahabat dari kecil tapi tanda-tanda ada love love belum muncul ke permukaan. Mika mengemas semua buku-buku yang tertumpuk bahkan berceceran dimana-mana, di rak tidak rapi, di meja juga berantem apalagi tempat tidur. Jangan di tanya kenapa begitu, ya ... begidik kehidupan nyata. Berantakannya minta ampun, meski terkadang juga sadar jika kerapian dan kebersihan adalah hal utama yang harus di kerjakan. Jika ingin rumah terlihat rapi, bersifat dan nyaman maka lakukanlah hal-hal kecil dengan cara membersihkannya.
"Halah penipu, bilang aja kamu modus Noo ... Seno." Atom memancing Seno agar ia berhenti bicara yang tidak ada nyatanya.
Buktinya dari dulu sampai sekarang, kalau anaknya salah pasti ngakunya gak salah. Atom jengkel dengan hal itu, kalau anak salah ya di ingatkan bukan nya malah di bela. Yang ada anak semakin manja dan apa pun kelakuan nya akan tertutupi dengan kebohongan-kebohongan.
Bukannya sifat begitu tidak perlu di terapkan, apalagi sebagai orang tua. Leon menanti Mika yang belum kembali, apalagi di dalam rumah ada kegaduhan. Sepertinya papanya berulah lagi deh. Hendak mengecek namun Mika sudah keluar dari rumahnya, dan hanya menyiram beberapa tanaman di halaman dan menyapu nya sebentar.
"Pa ... sudahlah jangan terus menerus begitu pada ayah mertua, pa." Leon berusaha melerai.
"Kamu diam Leon, ini urusan papa. Kamu jangan ikut campur. Sana-sana cari kekasih halu mu," Seno mengibaskan tangannya.
"Ta ..." Leon beranjak pergi.
Bisa-bisa kena bogeman mentah lagi seperti kemarin-kemarin, ini saja lengannya masih berasa linu untuk di gerakkan secara bebas. Mika langsung masuk ke dalam kamar, jam masih siang dan ia ingin membaca beberapa buku-buku dan novel kesayangannya.
"Mika tunggu dulu." Leon mengejar Mika.
Mika menatap malas.
"Ada apa lagi sih Leon Kharel, gue mau ke kamar," Mika lagi bad mood.
Leon menggaruk rambut nya yang tidak gatal. Pikirnya aneh dengan Mika, ada apa dengan gadis itu. Apa lagi ada masalah yang tidak bisa ia ungkapkan sekarang, Leon kepo dan ingin tau.
Saat berada di ambang pintu.
Mika tidak menutup pintu kamarnya, sudah bisa maka dari itu Leon bisa masuk sesuka hatinya kecuali satu yaitu kamar mandi.
Leon tidak mau lancang terhadap sahabatnya. Terlalu pribadi tempat tersebut. Dirinya saja gak suka saat ia berada di dalam kamar mandi tapi terganggu.
"Keluar yuk." Ajak Leon pada Mika.
"Kemana sih, lo mendingan keluar dulu deh dari kamar gue," mengusir Leon dengan isyarat tangan.
"Lah kenapa, bukannya sudah biasa kita begini."
"Tapi enggak untuk sekarang, lo keluar atau gue usir secara tidak hormat," ancamnya sambil menunjuk-nunjuk wajah Leon.
Leon perlahan mundur.
"Oke ... oke ... gue keluar dulu. Dandan yang cantik oke." Mengedipkan satu mata kanannya.
Mika begidik ngeri mendapatkan kedipan mata dari Leon.
'Andai saja ada kesempatan, aku ingin kamu jadi milikku seutuhnya Mika. Aku tidak terima dan cemburu saat kamu lebih mementingkan buku-buku yang tebal dan membuatku ingin menghabisinya,' batinnya geram dan cemburu sekali.
Atom menatap Leon dari atas sampai bawah, begitu juga dengan Seno.
"Gak mau di ajak keluar?" Atom menanyai Leon calon mantu dan cita-cita nya sejak Leon kecil.
Leon menggeleng.
"Lah terus kenapa? muka kusut di tambah bibir jontor. Baru di ci pok tembok apa?" goda Seno ke putranya.
"Iya" ketus berlalu pergi.
Keluar dari rumah Mika sambil menatap bunga-bunga yang cantik, seperti pemilik nya. Leon berpikir baik-baik kali ini, ia harus sedikit tambah berani dari sebelumnya. Jika tidak Mika akan cepat jatuh hati ke pria lain, di tambah lagi Mika Riana sangat cantik dan pintar. Tidak hanya itu, baktinya pada ayahnya begitu sangat luar biasa.
Ide bermunculan di kepala Leon. Satu-satunya cara hanya dengan itu, ia genggam plastik ukuran kecil dari kantong sakunya lalu ia masukkan kembali. Mika sudah bersiap-siap, bahkan kaca mata yang tadi bertengger di hidungnya sudah terlepas dan ia letakkan di dekat buku tebalnya.
Bukan buku pelajaran, melainkan sejarah dan terselip beberapa novel. Saat turun dari lantai 2 Mika mengenakan baju yang sangat no ... no ... untuk di lihat, bahkan tidak pantas untuk berkencan. Celana longgar, baju lengan pendek dan di tangannya ada jaket lamanya.
Untuk ukuran anak muda seperti Mika sangat kuno dan ketinggalan jaman, tapi untuk Mika yes ... yes ... saja lagian bukannya jalan sama pacar melainkan sahabat bangsat nya
Oh ... malam Minggu yang suram.
Semua pada patah hati, di pikirnya Mika akan berdandan cantik bak seorang model papan atas yang seluruh tubuhnya berpakaian rapi.
"Mika." Semua terkejut bahkan mbok Asih juga.
Semua kompak menepuk jidatnya.
"Ada apa sih, ada yang aneh?" santai, cuek.
Mika berjalan melewati Leon yang termangu di tempat. Leon berdiri di teras namun bayangan Mika terlihat jelas dari pintu.
"Eh ... tunggu Mika." Berlari mengejar Mika.
Tidak ada mobil hanya ada sepeda motor.
"Naik ini?"
"Iya, lo gak mau."
"Mana helm nya?" Mika menanyakan helm.
"Pakai helm lo aja deh, kalau gue balik ke rumah lumayan menyita waktu. Bisakan?" Leon tidak enak sekali perkataannya.
Biasanya jika begini pasti ada apa-apanya ini, serius. Mika berjalan dengan menggerutu. Rumah jaraknya satu jengkal aja di bilang menyita waktu, apalagi beda pulau dan negara.
"Terserah deh!" Mika kembali masuk ke dalam rumah.
Seno dan Atom menatap bergantian.
"Kenapa manyun, anak kamu buat macem-macem ke gadis kesayangan aku?"
"Seperti iya, kamu tenang saja oke. Aku akan beri dia hukuman nanti!" Seno meyakinkan Atom.
"Halah ... mulut kamu itu harimau, gak bisa di percaya apalagi di prediksi. Dulu katanya gak mau punya mantu cewek yang gak jago dandan walau pinter, tapi sekarang kenapa ngejar-ngejar anak gadis aku yang cantik jelita tanpa makeup tebal?" berdiri sambil berdecak pinggang.
"Kamu meragukan aku Atom?" malah membalas dengan berdecak pinggang dan juga melototkan matanya.
"Berani kamu, jangan harap kamu bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini." Atom mencengkram kuat kedua pundak Seno.
Adu otot pun terjadi.
Mika yang baru turun dari kamarnya dan mengambil helm pun di buat tertawa terbahak-bahak dengan tingkah aneh dan konyol para orang tua.
"AA ... HA ... HA ..., apa yang sedang kalian lakukan ayah ... om seno?" sambil mengenakan helm nya.
Dengan kompak Atom dan Seno menggeleng.
"???"
'Nih para orang tua kenapa sih, selalu bersikap aneh dan bikin geleng-geleng kepala.' menatap penuh selidik.
Mika keluar dan sudah mengenakan helm nya. Helm berwarna merah maroon sangat pas dengan wajah Mika yang bulat dan imut. Leon terpesona seperti hari biasanya.
"Waw ..."
Mika memutar matanya.
"Ada apa? mau menghina atau bagaimana."
Leon tersenyum
"Sebenarnya gue mau muji lo sih Mika, tapi gak jadi. Lo nya ketus dulu sebelum gue puji," menyalakan motor.
"Gak usah basa-basi deh Leon, basi tau." Mika naik ke motor Leon.
Para orang tua kompak lagi, mereka menepuk tangan.
Prok
"Seperti kita akan punya cucu."
"Aku gak setuju kalau sekarang, Mika harus kuliah dengan benar dan punya pekerjaan dari hasil kerja kerasnya. Bukan dari harta warisan," Atom lagi-lagi berhasil membuat Seno marah.
"Dasar sahabat jahat. Siapa yang pakai harta warisan." elak Seno.
"Ya kamu lah Seno, masa aku yang gunain harta warisan keluarga kamu Noo," Atom senang sekali membuat sahabat baiknya itu marah-marah.
Tiada hari tanpa candaan, bagaikan masak kurang garam.
.
Saat mengemudi motornya, sebaik mungkin Leon menyempatkan mencuri-curi tangan Mika agar gadis itu mau memeluk pinggang nya.
Cit
Secara otomatis tubuh Mika terdorong ke depan dan berhimpitan dengan punggung leon.
'Uh ... mantap.' Dalam hati leon.
Sedangkan Mika segera mundur. Meski sahabat, tapi perbedaan jenis kelamin, sebisa mungkin Mika menjaga jaraknya. Siapa tau lain cerita nanti. Sedari tadi di rumah Mika merasakan ada sesuatu yang aneh, entah apa yang sedang di sembunyikan oleh leon. Apa jangan-jangan Leon ada maksud terselubung di balik acaranya kali ini. Sesampainya di parkiran sepeda motor Leon dengan sigap membantu Mika melepaskan helm nya.
"Terimakasih." Mika tumben mengucap terimakasih.
"???"
Menatap Mika dengan tatapan aneh.
"Ada apa?" Mika mengangkat kedua alisnya. "Kenapa ngelihatin gue kayak gitu, lo ada masalah ke gue Leon?"
"Gak ada, tumben bilang makasih!" berjalan di samping Mika.
"Lagi males debat dengan lo Leon, makanya gue bilang makasih barusan." Berjalan cepat.
Leon mengimbangi langkah kakinya. Saat masuk ke sebuah taman. Leon dan Mika berjalan beriringan. Leon mencari-cari kesempatan untuk mendekap erat telapak tangan Mika, tapi tidak berhasil. Jika pun berhasil pasti Mika duluan, itu pun dalam suasana genting atau Mika ingin mengajaknya ke suatu tempat. Tapi usahanya terus ia perjuangkan, demi Mika Riana ia akan selalu berjuang tidak ada yang lain lagi.
"Hey ... kesana yuk." Meraih tangan Leon.
Sekilas mereka seperti pasangan kekasih, hanya sekilas bukan kenyataan.
Mika menatap satu bungkus plastik kecil, ada serbuk di dalamnya.
"Untuk apa ini?" tanya Mika dengan tatapan horor pada Leon.
"Obat perang sang !" jawabnya enteng.
"WHAT. Gak salah dengar nih aku, obat perang sang. Gila ya kamu." Mika menunjuk-nunjuk wajah Leon.
"AA ... HA ... HA ..., siapa yang gila. Gue masih waras kali, ini gue kasih ke lo. Supaya apa coba?" dengan tatapan yang penuh arti.
Menelisipkan sesuatu ke dalam saku jaket Mika, tanpa Mika sadari.
"Apa coba !" wajah Mika menengadah menatap sahabat yang rada-rada gila dengan malas.
"Biar lo makin bergairah di hadapan gue."
Plak
"DASAR SAHABAT BANGSAT," Mika yang kesal berlalu pergi meninggalkan Leon yang masih tersenyum melihat sahabatnya berlalu.
"Hey tunggu Mika, jangan tinggalin gue Mika." Leon mengejar Mika.
Mika yang takut dengan sikap Leon bejalan secara cepat. Saat di parkiran pikiran Mika sedikit ada sesuatu yang harus segera di tindak. Mika menatap Leon penuh curiga tapi ia tepis, selama baik-baik saja dan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Kamu kenapa sih, Mika ?" Leon menatap Mika dari spion motornya.
Ia selalu menempatkan pantulan bayangan Mika tidak jauh dari dirinya meski ia berada di belakang kemudinya.
"Tidak ada apa-apa Leon, kita mau kemana sih. Lo jangan aneh-aneh deh, badan gue gak enak nih." Jelasnya.
Leon memang melihat wajah hawatir Mika, tapi tanggung perjalanan sudah setengah jalan lebih.
'Gue harus memperjelas hubungan ini, gue gak mau cuma jadi sahabat nya sampa ma ti. Gue mau nya seumur hidup dengan nya meski harus dengan cara yang paling tidak di sukai oleh Mika. Gue terpaksa, demi masa depan.' Leon menatap Mika dari spion motornya dengan penuh tatapan dan kehausan.
Puk
Leon terkejut saat Mika menepuk bahunya.
"Eh, Mika ada apa sih lo tiba-tiba mukul pundak gue?" seperti orang yang tanpa dosa, lagian gak ngelakuin apa-apa.
"Gue mau pulang!"
"Lah kenapa, nanggung nih sudah mau sampai."
Leon tetap bersih keras untuk mengajak Mika ke tempat yang mika tidak suka, lebih tepatnya Mika ketakutan dalam hati. Takut di apa-apakan olehnya, walau bagaimanapun mereka berbeda jenis kelamin.
"Gue mau pulang, apa mata lo buta sekarang. Apa lo gak lihat badan gue mau pingsan," omelnya sambil mencubit pinggang Leon.
"Aduh, iya ... iya ... kita pulang."
Terpaksa putar arah dan kembali ke rumah, Leon merutuki diri dan begitu marah pada Mika. Rencana hampir berhasil tapi justru gagal saat sudah ada di depan mata.
'Tenang Leon, tenang. Ambil nafas ... hembuskan, kalau sekarang gak berhasil masih ada hari selanjutnya. Kali ini lepaskan saja dulu, tidak untuk besok-besok.'
Sesampainya di depan rumah Mika.
Atom yang mendengar suara motor Leon langsung keluar dari kamarnya dan menatap anak-anak dan apa yang sedang mereka lakukan, selama ini masih aman tapi dalam hati Atom merasakan keresahan. Leon selalu menatap setiap gerak gerik sahabat nya, bukan tatapan sahabat. Tapi, lebih dari sahabat yang bisa di katakan naf su sahabat.
"Mika, kamu baru pulang nak?" atom memeriksa suhu badan Mika.
"Iya ayah!" jawabnya lesu.
Mika tidak sadar sama sekali jika di dalam kantong jaketnya terdapat serbuk putih. Dan serbuk itu pemberian dari Leon, Leon sendiri juga tidak tau jika aksinya tadi akan merubah semua yang ada.
Puk
Benda kecil itu jatuh dari kantong jaket yang Mika kenakan. Atom menatap benda yang baru saja jatuh dari jaket putrinya.
"Mika, itu apa nak?" pertanyaan Atom membuat Mika menatap ke arah mana sang ayah menunjuk benda putih.
Deg
'Benda itu, kenapa bisa ada di situ. Sejak kapan.'
Mika mulai hawatir dan ketakutan. Ia menggigit bibir bawahnya, kalau ayahnya tau bagaimana kehidupan selanjutnya. Leon yang berdiri tidak jauh dari pintu terkejut .
'Ma ti gue, gimana ini?' panik bukan main.
Mika mengambil bungkusan itu.
"Bukan apa-apa ayah, ini gula pasir dari kue yang mika beli di jalan dengan Leon tadi. Benarkah leon?" menatap getir dan mengisyaratkan agar Leon mengiyakan barang itu.
Leon tersenyum kecut.
"E ... he ... he ... iya ayah mertua!" jawabnya gaguk.
Atom tidak percaya, memang iya beberapa jajanan kue ada yang menggunakan gula bubuk sebagai topingnya. Tapi benda yang baru saja di ambil putrinya tidak seperti serbuk gula pasir yang di haluskan.
"Sini, buat ayah aja. Kebetulan gula di dapur habis." Meminta pada putrinya.
Mika berkelit.
"Jangan ayah, Mika juga mau bikin teh hangat. Benarkah Leon,"
Leon mengangguk.
Kali ini selamat.
Huuft...
"Ya sudah, sana bikin teh sana. Ayah mau ke warung sebentar." Atom berlalu pergi.
Detak jantung Mika dan Leon berangsur-angsur normal kembali, barusan pertanyaan Atom membuat keduanya panik tapi di tutupi dengan alasan-alasan.
"Hati-hati ayah " Lirih Mika.
Mika bergegas tapi pergelangan tangannya lagi-lagi di cekal oleh Leon.
"Mika, tunggu."
Mika menepisnya.
"KAMU GILA YA LEON, LO MAU MEM BUNU H GUE LEON." Teriak Mika tepat di depan wajah Leon.
"Sumpah enggak Mika, gue gak ada maksud apa-apa mika. Gue hanya bercanda tadi, gue juga gak nyangka benda itu malah jatuh di bawah lo dari jaket lo,'' Leon bersumpah-sumpah.
"Gue kecewa dengan lo Leon, gue gak pernah nyangka lo bakalan begini ke gue." Menggeleng keras.
Mika berlari ke kamarnya.
Leon mengejar Mika sampai ke kamarnya.
BRAGH
Mika mengunci kamarnya.
Tok
Tok
Tok
Ketukan pintu terus menggema.
"Mika, maafin gue Mika. Gue benar-benar gak bermaksud memasukkan obat perang sang itu ke saku jaket lo Mika, gue minta maaf Mika."
Sambil menyandarkan kepalanya di pintu.
Sedangkan Atom yang berada di anak tangga ternganga, tidak pernah menyangka. Laki-laki yang ia percayakan untuk menjaga putrinya akan seperti ini. Benarkah laki-laki yang selalu ia bangga-banggakan untuk menjadi menantunya kini, seperti ini kelakuannya.
Atom berlari dan langsung menarik baju Leon dan
BUGH
BUGH
"Laki-laki yang baik itu akan memperlakukan wanita dengan baik, bukan justru memberikan sesuatu yang akan di sesali kemudian hari."
BUGH
Leon pasrah mendapatkan bogeman dari Atom, pantas laki-laki begini mendapatkan pukulan.
"Maaf."
"Sudah sejauh mana kamu melakukannya ?" mata merah atom menusuk ke relung hati Leon.
Tidak pernah Leon sekali saja mendapatkan tatapan seperti mau di bu nuh.
.
Sudah nulis 500 kata lebih, tiba-tiba ada pembaruan dan logout sendiri jadi sedih dan balikin mood untuk nulis lagi sulit sebab lupa.
Jarang up, sibuk kerja di dunia nyata dan jarang ada waktu buat ngetik.
Di luar pekerjaan selain momong anak ya.
Terimakasih yang masih mau singgah di karya emak, sayang kalian🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!