NovelToon NovelToon

Gairah Cinta Sang Presdir

BAB 01 - Ganti Rugi

Terlahir dari keluarga kaya dan menjadi pemimpin perusahaan di usianya yang masih muda membuat Mikhail Abercio merasa berkuasa dan menggenggam dunia.

Tidak suka diusik, namun jika merasa hidupnya terusik Mikhail Abercio tidak pernah main-main. Nasib sial kini dialami gadis cantik yang tengah merasakan pahitnya menjadi dewasa, Valenzia Arthaneda.

"1 Miliar, cash atau transfer ke rekeningku?” Pertanyaan singkat yang berhasil membuat mata gadis cantik itu membulat sempurna.

"Saya nggak punya uang sebanyak itu, Pak.”

Meski sedikit terlambat, pada akhirnya dia menjawab pertanyaan pria itu. Tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dia akan menginjak ruangan Presdir pagi-pagi begini. Padahal, dia sudah memastikan tidak ada yang melihat apa yang dia lakukan tadi malam, apa mungkin dia salah dugaan? Pemilik manik coklat itu berpikir keras.

"Jadi kamu siap dipenjara, Val-len-zia?" tanya pria itu terhenti sejenak memerhatikan id-card gadis yang baru dia ketahui sebagai mahasiswi magang di kantornya.

"Tidak juga ... tapi untuk ganti rugi sebesar itu saya tidak mungkin bisa, Pak."

Sedikit bergetar tapi bagi seorang Valenzia lebih baik jujur daripada harus gila dengan meminjam uang di bank. Dia tidak siap di penjara dan sama sekali tidak punya uang sebanyak itu, melihatnya saja dia belum pernah.

"Kalau begitu, bayar dengan cara yang lain saja," ucapnya tersenyum smirk, licik sekali.

"Cara lain? Saya bisa lakukan apa saja, Pak serius." Bagai mendapat angin segar, Valenzia berbinar mendengar penawaran Mikhail

"Tubuhmu lumayan, masih perawan kan?" Mikhail menatap Valenzia dari ujung rambut hingga ujung kaki, wanita ini memang cantik di matanya. Ya, semua wanita bagi Mikhail sama-sama cantik jika bisa dinikmati.

“Maksud Bapak apa ya?” Dia tidak bisa terima sebenarnya, meski sudah dia duga berhadapan dengan pria ini memang cukup sulit dan seperti info yang dia dapatkan selama magang di kantor ini berurusan dengan Mikhail Abercio sama halnya dengan cari mati.

“1 Miliar atau tidur denganku? Kamu punya waktu dua hari untuk berpikir," bisik Mikhail Abercio sebelum kemudian kembali duduk ke kursi kekuasaannya. Dia tidak suka basa-basi, apalagi jika harus membuang waktu dengan gadis ingusan seperti Valenzia.

“What? Saya hanya merusak kaca spion bukan mobilnya … 1 Miliar? Anda belinya dimana, Pak?” Kesabaran Valenzia terkikis pada akhirnya, kehidupan sudah keras dan dengan menghadapi pria sinting seperti ini mungkin otaknya akan benar-benar keluar dari kepala.

"Apa itu penting bagimu? Kamu pikir beli spion itu terpisah?" Suaranya terdengar amat dingin dan dia bicara tanpa menatap lawan bicaranya.

"Iya ... tapi kan, Pak." Bingung, jujur saja Valenzia bingung dengan semua ini. Kenapa juga hidupnya harus dihadapkan dengan pria serumit Mikhail.

"Kamu mau bayar sekarang? Waktuku tidak banyak, sebentar lagi tamuku akan datang.” Mikhail melihat pergelangan tangan kirinya, sok sibuk padahal pekerjaannya sejak tadi hanya santai dan menonton kartun kesukaannya.

“Sebentar, Pak. Ini nggak adil buat saya,” pinta Valenzia mengatupkan kedua telapak tangannya, cara itu sudah termasuk cara paling jitu seharusnya. Sayangnya, bukannya iba Mikhail bahkan tidak berniat mendengarnya.

Perhatiannya sudah beralih kepada wanita seksi yang masuk dengan memberikan senyum menawan ke arahnya. Hanya dilihat tanpa dia balas, karena Mikhail bukan tipe pria ramah yang mengumbar senyum kepada siapapun.

“Hai … aku lama?” tanya wanita itu melewati Valenzia yang masih bertahan dengan posisinya, tatapan keduanya bertemu dan bisa dilihat dengan jelas wanita itu melemparkan tatapan permusuhan padanya.

“Lumayan, kamu hampir membuatku sakit kepala,” balas Mikhail dan tersenyum miring ketika wanita itu berlutut di hadapannya tanpa menunggu perintah. Membiarkan budaknya melakukan apa yang ia mau dan bersandar di kursi kebesarannya.

“Pak … saya gimana? Kita belum selesai bicara." Valenzia panik, dia sudah cukup dewasa dan paham apa yang tengah dia lihat di depannya. Gugup, tapi siapa tahu Mikhail akan luluh karena terbuai dengan kenikmatan yang tengah ia cari itu, pikir Valenzia licik.

“Keluar … atau kamu mau menggantikan dia siang ini?” tanya Mikhail sembari menunjuk wanita yang tengah melakukan aksinya di bawah sana, tetap menunjukkan wajah datar meski bagian bawahnya tengah menegang dan dimanjakan adalah skill yang tak semua pria miliki.

“Idih najish!” Sayangnya, umpatan itu hanya terucap dalam batinnya. Valenzia tak seberani itu untuk mengutarakan kekesalannya.

“Baik saya permisi, Pak.”

Sial sekali memang, Valenzia segera berlalu pergi tanpa menunggu jawaban dari Mikhail. Dadanya bergemuruh dan tangannya kini mengepal erat, kekesalan dan amarah bersatu namun dalam hal ini dia tidak mungkin bisa semudah itu lari dari Mikhail. Untuk pertama kalinya, ada pria gila yang menganggapnya serendah itu.

Rekaman CCTV tak bisa berbohong, dan lebih bodohnya lagi selain menganggap Valenzia merusak mobilnya, Mikhail juga menuduh wanita itu mencuri kaca spion kirinya. Padahal, sama sekali Valenzia tak berniat mencuri, semua terjadi begitu cepat dan dia membawa pulang spion itu tanpa sadar lantaran panik luar biasa.

“Ya Tuhan, harusnya ikutin kata Zidan buat nggak magang di kantor sialan ini!” umpat Valenzia berjalan dengan langkah panjang, semua yang dia hadapi terkait pengalaman yang akan dia dapat memang sangat baik. Sayangnya, pemimpin perusahannya setengah iblis yang menjeratnya seakan benar-benar salah hanya karena masalah yang luar biasa sepele.

TBC

Give away kembali dibuka dan diumumkan saat novelnya End, Bestie❣️

...------...

...Ini adalah sequel dari Belenggu Cinta Pria Bayaran. Buat pembaca baru selamat datang, semoga suka dengan karyaku. Kalau mau baca Belenggu Cintanya boleh, langsung ikutin Mikhail juga boleh❣️

...

BAB 02 - Nego

“Uang lagi.”

Valenzia tersenyum getir membaca pesan singkat dari keluarganya. Sudah kali ketiga mereka mengirimkan pesan yang sama satu minggu ini, sebenarnya mereka berharap apa? Statusnya masih sebagai mahasiswa, meskipun dia juga bekerja paruh waktu mana mungkin uang yang ia dapatkan bisa cukup jika harus menghidupi keluarganya juga.

Drrrt Drrt

Ponselnya kembali bergetar, panggilan dari adiknya masuk berkali-kali. Sudah bisa dipastikan apa yang akan Valenzia dengar jika dia mengangkat teleponnya. Untuk saat ini dia lebih memilih untuk menutup celah yang membuatnya sakit hati, masalahnya sudah terlalu besar hingga kepalanya seakan mau pecah.

Tuntutan orangtua, biaya kuliah, uang makan selama di sana belum lagi tagihan kost. Semua sudah membuat Valenzia kehilangan arah, dia berada di titik serba salah. Hendak menyerah semua sudah terlambat, apa kata dunia jika dia memutuskan kembali ke kotanya tanpa membawa hasil apa-apa.

Sekarang, semua semakin rumit ketika dia dihadapkan dengan Mikhail Abercio, sang Presdir yang sempat dia kagumi kala pria itu menjadi pembicara seminar di kampusnya. Semuanya luntur seketika, tidak ada Mikhail Abercio yang dia jadikan afirmasi sukses kedepannya, kalimat-kalimat inspirasi dari mulut pria itu nyatanya hanya omong kosong dan tidak sesuai dengan kepribadiannya.

“Zia!! … masih lama nggak?”

“Ah? Masih, Ka, kamu duluan aja nanti aku nyusul.”

Terlalu lama melamun membuatnya lupa jika temannya menunggu di depan toilet, memang sebelumnya niat Valenzia hanya untuk buang air kecil sebentar, tapi yang terjadi justru berbeda dan tidak sesuai dengan rencananya.

“Kamu baik-baik aja kan? Kalau sakit pulang aja, Zi,” tutur Erika khawatir, tidak biasanya Valenzia seperti ini. Dia sudah menunggu hampir 20 menit dan wanita itu masih meminta tambahan waktu, ini benar-benar aneh.

“Nggak sakit, Ka, sana duluan.”

Suaranya terdengar baik-baik saja, lagipula ini bukan jadwal Valenzia datang bulan. Erika bernapas lega meski sebenarnya dia masih khawatir dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu. Mungkin hanya butuh waktu sendiri, dan Erika tidak bisa memaksa jika Valenzia tidak cerita sendiri.

*****

“Cari kemana uangnya? Masa Zidan lagi.”

Di dalam, Valenzia masih sibuk memikirkan dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu. Jika harus meminta uluran tangan kekasihnya itu tidak mungkin. 1 juta mungkin Zidan akan berikan dengan mudah, sementara 1 miliar mungkin bisa membuat hubungan mereka ditentang keluarga kekasihnya.

“Nggak, aku harus coba nego sekali lagi … mungkin caraku memohon kurang dramatis,” ucap Valenzia sembari berpikir panjang, menghadapi Mikhail sepertinya memang harus butuh usaha yang berbeda.

Memantapkan tekadnya untuk kedua kali, Valenzia hendak kembali ke ruangan Mikhail. Masih sama bergemuruhnya, jantungnya berdegub kencang sembari menanti lift terbuka. Kali ini dia tidak ingin gagal lagi, Valenzia cukup pandai merayu dan seharusnya Mikhail bisa luluh padanya.

Ting

Lift terbuka, baru saja hendak melangkah keluar dan matanya dibuat membulat sempurna kala menyadari pemandangan di depannya. Pria yang hendak ia temui tengah melayangkan tatapan penuh permusuhan padanya, masih dengan wanita seksi yang tadi pagi Valenzia lihat.

“Sayang, hari ini kita makan apa?” tanya wanita itu bergelayut manja di lengan Mikhail, pria itu tidak menjawab sama sekali. Matanya justru tertuju pada Valenzia yang kini membuang pandangan dan tengah bingung hendak melakukan apa.

“Kamu mau menemuiku? Keputusanmu sudah bulatkah?”

Suara itu terdengar biasa, tapi bagi Valenzia berhasil membuat bulu kuduknya meremang seketika. Tatapan Mikhail saat bertanya masih sama dan Valenzia tidak mengerti maknanya.

“I-iya, Pak … saya minta waktu sebentar saja.” Memberanikan diri untuk mendekat meski wanita di sisi pria itu terlihat ingin menelan Valenzia bulat-bulat.

“3 menit, katakan di sini saja.”

Valenzia mendongak dan sudah siap dengan air mata buaya yang ingin dia perlihatkan, mungkin tadi pagi dia memohon tanpa air mata hingga membuat Mikhail tidak tersentuh. Hanya saja, 3 menit rasanya tidak cukup untuk mengutarakan semua penderitaannya.

“Tentang ganti rugi yang Bapak minta, apa tidak bisa kita negosiasi sekali lagi, Pak?"

"Nego?" Mikhail mengerutkan dahi, berani juga Valenzia menemuinya padahal belum membawa keputusan apa-apa.

"Iya, Pak. Seperti yang Anda ketahui saya bukan kalangan atas yang bisa mengeluarkan uang sebanyak itu, tapi Anda juga perlu tahu bahwa saya juga bukan wanita rendahan yang bisa memberikan diri saya begitu saja … Anda bayangkan jika suatu saat adik perempuan Anda mengalami hal yang sama, apa Anda bisa menerimanya?”

Semua berjalan dengan baik, air matanya nyata dan Mikhail mendengarkan perkataannya dengan seksama. Kemampuan Valenzia bicara di depan umum sepertinya tidak perlu diragukan, namun sayang sekali saat ini Mikhail tidak sedang berbaik hati.

“Adikku laki-laki, jadi jangan memintaku membayangkan banyak hal,” pungkas Mikhail memasukkan tangan ke saku celananya.

“Hah?” Valenzia salah besar sepertinya, harusnya dia tidak mengutarakan hal-hal yang terkesan membela diri dan membuatnya semakin terlihat berani menentang.

“Ck, buang waktu saja … keputusanku sama seperti tadi pagi, temui aku jika kamu sudah menentukan pilihan.”

Pria itu berlalu begitu saja dan meninggalkan Valenzia yang kini terpaku dengan mulutnya yang masih menganga. Berharap dapat solusi nyatanya dia semakin frustasi, ingin rasanya dia berteriak dan mengutarakan kebenciannya pada pria itu.

“Aaarrrggghhhh!! Kenapa harus aku yang ketemu dia, Tuhan.” Valenzia memukul angin dan mengacak rambutnya tanpa peduli tatapan aneh dari beberapa orang di sana.

TBC ✨

BAB 03 - Sisi Gelap Mikhail

Siang berganti, menutup hari dengan sejuta cerita yang beragam dan kini malam berkuasa. Alunan musik terdengar menggema, menelisik indera pendengaran dan menghanyutkan setiap jiwa yang tengah terlena dalam gemerlapnya dunia malam. Sudah berapa gelas ia tegak minuman haram itu, entah apa yang dia cari hingga lebih kerap menghabiskan waktu di tempat seperti ini.

Ya, begitulah cara Mikhail Abercio, putra sulung Ibrahim Megantara itu menjalani hidup. Kekecewaan lantaran pengkianatan cinta membuatnya berubah 180 derajat hingga sang mama angkat tangan. Menjelang 28 tahun usianya, bukannya semakin bijaksana Mikhail justru semakin menggila.

Sudah berbagai cara Kanaya lakukan, perjodohan yang sempat dianggap sebagai jalan keluar nyatanya justru menggoreskan malu lantaran Mikhail kabur seenak dengkul di hari pertunangannya. Saat ini club malam menjadi tempat favorit Mikhail, dan Kanaya hanya bisa berdoa putranya pulang dalam keadaan utuh, itu saja.

“Come on, kita kesini bukan cuma untuk mabuk, Khail.”

“Kau saja, jangan ganggu aku.”

Edgard membuang napas kasar, dua wanita sudah berada di sisinya dan tidak mungkin Edgard meminta salah satunya keluar. Dia membayar keduanya di awal cukup mahal dan semua itu dia berikan cuma-cuma untuk Mikhail.

“Yakin? tidak ingin bersenang-senang bersama mereka, Khail?” tanya Edgard menarik sudut bibir, hal yang paling tidak bisa dipercaya di dunia adalah penolakan Mikhail tentang surga dunia.

“Hm,” jawabnya singkat, padat dan sama sekali tidak jelas.

Pria itu memang terlihat tak peduli dan memilih sibuk sendiri, menjadikan minuman keras sebagai temannya sudah dia jalani sejak beberapa tahun terakhir. Mengenal Edgard di titik terendahnya 3 tahun lalu membuat Mikhail mantap memilih jalan bahagia seperti yang Edgard jalani.

Pengkhianatan, kekecewaan dan sakit yang dia rasakan merubah Mikhail sepenuhnya. Susah payah Kanaya dan Ibra mendidiknya, nyatanya pria itu patah usai melihat kekasihnya bercinta bersama seorang pria yang tak lain sahabatnya sendiri.

Kesetiaan yang ia agungkan, bahkan hati Mikhail yang lembut hilang begitu saja. Terlalu peduli dengan kebahagiaan orang lain membuatnya lupa cara membahagiakan diri sendiri hingga diinjak semudah itu. Sejak saat itu, Mikhail benar-benar tidak percaya cinta dan menganggap semua wanita itu murah dan tak lebih sebagai hiburan.

“Terlalu banyak, kamu sudah mabuk, Khail.” Jemari lentiknya menahan tangan pria itu dan menatap wajah Mikhail yang begitu sempurna di matanya.

“Khail? Kamu berani memanggilku Khail?” Mikhail tertawa sumbang, matanya yang sudah memerah namun masih menyadari jika wanita yang tadinya ada di sisi Edgard kini berpindah kepadanya.

“Memang namamu kan? Lalu aku harus memanggil apa?” Dia mulai berani dan tertantang untuk melakukan hal lebih, jemarinya bermain di dada bidang Mikhail dan jantungnya berdegub kencang kala senyum itu nyata Mikhail berikan untuknya.

“Honey mungkin,” jawabnya tertawa kecil, kepala Mikhail sudah terasa pusing namun sentuhan kecil wanita itu tak dapat dia tolak.

“Honey?” Sebagai wanita jelas saja dia memiliki naluri yang sama, sejak tadi matanya sudah dibuat jatuh cinta kepada salah satu tamunya ini.

Dia tidak menjawab, pria itu hanya diam dan menatap wajah wanita itu lekat-lekat. Mata yang memerah dan aroma alkohol yang menyeruak bukan pemandangan asing bagi wanita itu, akan tetapi mendapati tamu yang seperti ini rasanya baru pertama kali.

“Hahaha … aku kurang apa sebenarnya? Hm? Aku berkali-kali lipat lebih baik darinya, apa matamu tidak berfungsi lagi, Sayang?” racau Mikhail kemudian menahan jemari lentik yang hendak membuka kancing kemejanya.

“Hm?” Wanita itu mengerutkan dahi, sepertinya yang Mikhail maksud bukan dirinya melainkan wanita lain yang ada dalam pikirannya.

Pria itu beranjak pergi dan mendorong kasar tubuh wanita itu. Benar-benar tidak bisa ditebak dan jika sudah begini terpaksa Edgard juga harus ikut karena jika dibiarkan pergi sendiri, Mikhail bisa saja menyebabkan orang lain mati sia-sia.

“Mikhail tunggu!! Ays … benar-benar merepotkan manusia itu.”

Hal seperti ini kerap terjadi, dan sebagai orang yang dimintai pertanggung jawaban dari Ibra, Edgard terpaksa merangkap jadi bodyguard karena takut pria itu kembali menjadikan jalanan sebagai pelampiasan amarah.

Hidup Mikhail memang tak lepas dari masalah, bahkan Kanaya sangat membenci malam tiba karena menurutnya Mikhail akan berubah ketika sinar mentari telah berganti. Meski demikian sebagai putra pertama, Mikhail tidak melupakan tanggung jawab dan selalu berhasil membuat sang papa merasa bangga dengan pencapaiannya.

-

.

.

.

"Lupakan, Khail ... wanita bukan dirinya saya, lebih baik kau putuskan saja, ku tak mau batinmu tersiksa."

Niat serius tapi yang terjadi pada Mikhail justru mengingatkannya pada sebuah lagu band legendaris yang karyanya masih dikenal hingga saat ini.

"Ck, aku sedang tidak butuh hiburan, Edgard," gerutu Mikhail kesal, pria itu seakan tengah mengejek keterpurukannya.

"Siapa yang mengibur? Aku serius!! Selama ini selalu terpuruk dengan alasan yang itu-itu saja ... sampai kapan kau akan bertahan luka?"

"Jangan sok bijak!! Buaya sepertimu mana paham perihal hati." Dia sedang mendeskripsikan diri sendiri, tanpa sadar bahwa sejak 2 tahun terakhir dia juga sama seperti Edgard.

"Dih, bawa-bawa hati ... sekarang aku tanya, kau tidur dengan banyak wanita itu pakai hati? Tidak kan? Buaya teriak buaya."

Terserah, Mikhail enggan berdebat malam ini. Dia sudah pusing dan berhadapan dengan Edgard membuatnya semakin pusing. Pria itu memilih bersandar dan bersedekap dada, mencari posisi nyamannya.

"Cinta tak selamanya indah, jangan terlalu berlebihan dalam mencintai sesuatu karena nanti sakitnya juga berlebih."

Edgard masih memberikan kata mutiaranya meski pria di sampingnya sudah tak lagi besuara. Entah tidur atau sengaja mengabaikannya, yang jelas Edgard ingin mengungkapkan fakta itu.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!