Seorang pria berumur 30 tahun sedang duduk di bangku kayu yang berada di rooftop rumahnya. Dengan wajah lesu, dia menatap matahari yang akan terbit, mengubah langit yang gelap menjadi kembali terang.
Pria itu sudah duduk di bangku itu sepanjang malam sambil memikirkan apa yang akan terjadi pada kehidupan yang dijalani di masa depan.
"Brrr ... dingin sekali~sudah jam berapa ini?" Tanya pemuda itu pada dirinya sendiri.
Udara dingin telah menyadarkan lamunannya dan membuat dia harus memeluk dirinya dengan begitu erat.
Jam yang dia lihat pada ponsel pintarnya menunjukan pukul enam pagi lewat sepuluh menit.
"Astaghfirullah, aku melewatkan sholat subuh!"
Selain jam yang tertera di layar ponsel pintarnya itu, juga ada sejumlah panggilan dan pesan WhatsApp.
Terdapat 30 panggilan yang tidak terjawab dan 50 pesan WhatsApp yang belum terbaca. Dia bukanya tidak ingin menjawab panggilan telepon itu atau tidak membuka pesan WhatsApp itu, tapi, karena dia sudah tahu asal dari panggilan dan pesan itu yang tidak lain adalah para rentenir pinjaman online.
Sudah beberapa hari belakangan ini, sejak dia mulai melakukan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dia telah mendapatkan teror dari debt colektor yang berasal dari tiga pinjaman online karena pembayaran angsurannya berhenti.
Dia terpaksa melakukan tiga pinjaman online itu karena dia adalah seorang pengangguran yang tidak mendapatkan pemasukan sama sekali. Sejak dia lulus dari fakultas hukum di universitas swasta terkemuka, dia belum mendapatkan pekerjaan sama sekali.
Dia telah menjadi seorang pengangguran selama empat tahun sejak dia lulus dari fakultas hukum itu. Dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan setelah lulus bukan karena dirinya tidak memiliki kemapuan tapi karena dirinya memiliki sifat introver yang sangat akut.
Sifat introver yang sudah mencapai stadium empat, sama seperti kanker, telah membuat dirinya merasa tidak percaya diri bila sudah berhadapan dengan orang. Dia juga tidak menyukai berada di tempat yang ramai orang.
Dirinya akan merasa sangat gugup saat berinteraksi dengan orang baru dia kenal bahkan meskipun sudah kenal dekat dia akan menjadi sangat pendiam, merasa minder bila ingin berbicara.
Dengan sifatnya itulah dia lebih senang menghabiskan waktu hariannya lebih banyak di rumah, sendirian, daripada di luar. Selain itu juga, dia merasa telah memilih jurusan yang salah dalam pendidikannya.
Seharusnya dia mengambil jurusan pendidikan yang sesuai dengan sifatnya, seperti jurusan IT atau sastra yang kebanyakan pekerjaannya tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang dan bisa dikerjakan di rumah.
"Mengapa aku harus memilih jurusan hukum pada saat itu? haaa~" Tanya pria itu pada dirinya sendiri.
Selama empat tahun, dia telah menjadi pengangguran tanpa ada pemasukan. Pria itu berhasil bertahan hidup tanpa pinjaman selama dua tahun karena peninggalan harta warisan dari kedua orangtuanya yang meninggal dunia saat dirinya masih menjadi mahasiswa tingkat akhir..
Ibunya, meninggal dunia yang pertama karena penyakit. Setelah satu setengah tahun selanjutnya, ayahnya ikut meninggal dunia karena penyakit juga.
Sejak kepergian kedua orang tuanya, dia mulai menjadi hidup mandiri karena sebelumnya, keuangannya di dukung oleh gaji pensiunan ayahnya sebagai pegawai Bank central Indonesia.
Bila saja dia belum berumur 20 tahun atau lulus dari SMA, maka uang pensiunan ayahnya masih bisa dia dapatkan dan dia gunakan untuk menjalani hidupnya.
Selain diterpa dengan masalah keuangan, dia juga diterpa oleh masalah percintaannya.
Semalam dia bertemu dengan pacarnya yang sudah dia jalani selama enam tahun. Pacarnya itu satu kampus dengannya, hanya saja pacarnya itu dibawah satu angkatan dari dirinya.
Pria itu teringat saat momen yang sangat berarti baginya, yakni menyatakan perasaannya pada mantan pacarnya itu.
Pada saat itu, dia mengumpulkan semua keberaniannya untuk menyatakan perasaannya pada mantan pacarnya itu dan diterima perasaannya yang sekarang sudah berakhir.
Dia sangat teringat dengan apa yang dikatakan oleh mantan pacarnya itu pada dirinya saat bertemu kemarin malam.
"Kita cukup akhiri sampai disini saja hubungan kita!" Tegas mantan pacarnya itu.
Tentu saja pernyataan itu membuatnya sangat kaget dengan pernyataan mantan pacarnya itu. Dia tidak menyangka itu akan menjadi hari terakhir hubungan mereka sebagai sepasang kekasih.
"Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan padamu?" Tanya pria itu.
"Aku tahu kamu sudah berusaha mengumpulkan uang untuk pernikahan kita dan masa depan kita, tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan juga kamu sudah mulai terlilit utang yang cukup banyak, aku sudah peringati kamu untuk tidak mengambil pinjaman online, bahkan kamu menjadikan rumah warisan peninggalan orang tua kamu sebagai jaminan pinjaman ke bank." Ucap mantan pacarnya itu.
"Aku melakukan ini semua untuk modal usaha online yang aku jalani agar aku memiliki uang untuk menikahi kamu dan menafkahi keluarga kita nantinya, jadi aku mohon berikan kesempatan padaku, sayang." Mohon pria itu pada mantan pacarnya.
"Aku tahu, Tan, tapi hasilnya apa? usaha online kamu gagal, belum menghasilkan sama sekali sampai sekarang kecuali utang yang terus bertambah, bahkan rumah peninggalan orang tua kamu yang nantinya akan kita pergunakan sebagai tempat tinggal, sudah kamu jaminkan ke bank, bila rumah itu diambil oleh Bank, mau tinggal dimana kita nantinya?" Tanya mantan pacarnya itu yang tidak bisa dijawab oleh pria yang dipanggil Tan.
"Jadi aku rasa kita harus mengakhiri hubungan kita sampai disini saja, aku merasa tidak ada masa depan yang baik untuk kita bila hubungan ini diteruskan dan juga aku dan anak-anak aku nantinya tidak ingin hidup dalam hutang yang cukup besar, aku memiliki uang 5 juta rupiah dan akan aku transfer ke rekening kamu, anggap saja ini uang perpisahan dan balasan atas apa yang telah kamu lakukan untuk aku selama ini, semoga uang itu bisa meringankan beban hutang kamu saat ini, Tan." Kata mantan pacarnya itu.
Tan yang nama panjangnya, Tanaka Saputra terus menatap matahari terbit yang sudah memperlihatkan bentuk sepenuhnya, membuat langit di kota tempat dia tinggal menjadi sangat terang.
Selain itu udara yang berhembus juga mulai terasa hangat, tidak seperti saat malam hari.
"Kenapa hidupku semakin kacau sejak kepergian papa dan mama? Saat papa dan mama masih ada, hidupku tidak sekacau ini." Pikir Tan yang bertanya pada dirinya.
"Aku tahu kalau aku memiliki sifat anti sosial yang sangat akut, tapi aku sudah berusaha untuk membuang sifat yang sudah mendarah daging itu tapi tetap saja itu tidak berhasil," ucap Tan pada dirinya.
Dia mulai merasa kalau Allah belum melihat usaha kerasnya yang ingin berubah sehingga masih diberikan cobaan karena belum pantas untuk meluluskan dirinya dari cobaan yang diberikan oleh Allah pada dirinya.
Tan beranjak dari kursi kayu yang telah diduduki semalaman untuk masuk kedalam rumah peninggalan orang tuanya itu. Dia menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat subuh meskipun sudah sangat terlambat dari waktu seharusnya.
Dia berpikir sebagai muslimin yang taat pada perintah Allah, lebih baik melakukannya daripada tidak melakukannya. Urusan diterima atau tidak sholat subuhnya oleh Allah itu hak Allah bukan haknya, dia hanya menjalankan kewajibannya sebagai muslimin.
Setelah melangsungkan sholat subuh yang kesiangan itu, berdzikir dan berdoa pada Allah untuk diberikan bantuan dalam menghadapi cobaan yang saat ini dialaminya, Tan kembali ke kamar mandi untuk melakukan aktivitas mandi pagi yang merupakan kebiasaannya, mandi dua kali sehari, pagi dan sore hari.
Setelah selesai dengan mandi paginya dan memakai pakaian, berupa kaos polos dan celana training panjang yang merupakan pakaian favoritnya.
Kebanyakan pakaian yang ada di lemarinya adalah, kaos polos dan satu set training olahraga. Ada juga jaket Hoodie, celana jeans, cargo, dan kemeja, tapi itu tidak sebanyak dua jenis pakaian itu.
Tan menuju ke dapur untuk memasak. Dia membuka kulkas dan melihat banyak bahan masakan yang kosong di dalam kulkasnya itu.
"Sepertinya aku harus pergi belanja ke pasar." Kata Tan pada dirinya.
Menutup kembali kulkas itu, Tan bersiap untuk pergi ke pasar, membeli beberapa bahan masakan yang diperlukannya.
Sebelum keluar rumah, dia melihat terlebih dahulu isi dompetnya yang hanya terdapat beberapa lembar uang pecahan 5000 berjumlah dua dan 50000 berjumlah satu. Dia memiliki 60.000 rupiah di dompetnya.
Tan juga melihat uang dalam rekerningnya melalui aplikasi mobile banking dari ponsel pintar miliknya.
"Sialan, uang 5 juta dari Saras sudah dipotong oleh Bank semuanya, seharusnya aku minta dia berikan uang tunai saja saat itu." Kata Tan yang sedikit menyesal atas hal tersebut.
Saat menerima uang perpisahan dari mantan pacarnya, Saras, dia ingin segera mengembalikan uang itu karena merasa harga dirinya sebagai pria sudah sangat jatuh bila menerima uang tersebut.
Akan tetapi setelah menimbang dengan cukup lama, dia tidak jadi mengembalikan uang itu karena berpikir, "Disaat seperti ini ngapain pikirin harga diri, lebih baik pikir bagaimana menjalani hidup selanjutnya."
Namun sangat disayangkan, uang perpisahan yang akan dia gunakan untuk bertahan hidup selama dua bulan ke depan telah hilang, diambil oleh pihak bank sebagai pembayaran pinjaman.
Membuat saldo direkeningnya hanya tinggal saldo batas yang tidak bisa diambil, yakni 15 ribu.
"Bagaimana bisa aku bertahan dengan uang 60000?" Tanya Tan pada dirinya.
Dia berpikir tidak jadi pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan, tapi setelah berpikir kembali dia putuskan tetap pergi ke pasar.
Tan pergi ke pasar dengan menggunakan motor matic fario tahun pembuatan 2012. Dia sudah menggunakan motor matic itu sejak mahasiswa semester 3 dan masih bertahan sampai sekarang karena dia sangat merawatnya dengan baik.
Motor matic itu merupakan satu-satunya alat transportasi yang tersisa di rumahnya dan juga modal cadangan hidupnya. Bila dia tidak mendapatkan pemasukan dari usaha onlinenya, dia akan menjual motor itu.
Sebelumnya dia memiliki mobil, namun sejak papanya meninggal dunia, mobil itu dijual karena dia tidak bisa mengendarainya dan juga biaya perawatan sekaligus pajaknya yang harus dikeluarkan cukup besar.
Saat keluar dari rumah, Tan melihat ada tumpukan kertas di lantai teras rumahnya. Dia mengambil tumpukan kertas itu yang semuanya adalah tagihan air dan pinjaman bank yang harus dia bayarkan segera mungkin.
Tanpa pikir panjang, Tan meletakkan tagihan tersebut di atas meja yang ada di teras rumahnya tanpa perlu melihat isi tagihan tersebut.
Meskipun dia tidak menggunakan air dari perusahaan air, tapi menggunakan air sumur, tagihan air masih ada setiap bulannya.
Dia sempat protes pada pihak perusahaan air tentang tagihan tersebut dan jawaban yang diberikan oleh mereka adalah, "Itu tagihan perawatan setiap bulannya."
Tentu saja Tan kesal dan ingin berhenti langganan tapi mereka meminta biaya penghentian langganan sebagai biaya jasa pencabutan pipa air dan tagihannya dilunasi.
Hal yang sangat tidak masuk akal bagi Tan tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa karena dirinya tidak memiliki uang untuk membayar jasa pencabutan pipa air dan melunasi tagihan tersebut, sehingga yang bisa dia lakukan adalah membayar semampu yang dia bisa saja selama ini.
Tidak ada tagihan listrik, karena listrik rumahnya sudah memakai token pulsa dan isi tokennya cukup untuk satu bulan karena dia melakukan penghematan saat malam hari dengan cara hanya menghidupkan lampu teras dan lampu kamarnya saat malam hari sedangkan yang lainnya dimatikan. Bahkan untuk berjalan-jalan di luar kamarnya di menggunakan senter ponsel sebagai pencahayaannya.
Dengan perasaan lesu setelah melihat tagihan tersebut, dia pergi ke pasar.
Sebelum berangkat, dia mengecek dulu indikator bensin dan merasa bersyukur karena bensin yang ada di motornya masih banyak, cukup bertahan untuk satu bulan karena dia juga jarang keluar rumah.
Sesampai di pasar Tan membeli segala macam bahan masakan yang diperlukan dengan sehemat mungkin. Meskipun dia sudah sehemat mungkin, uang yang tersisa di dompetnya hanya tinggal 15200 rupiah.
"Haaaa~" Tan menghela nafas saat melihat uang di dompetnya itu.
Dia kembali menuju ke rumahnya dengan ekspresi wajah yang lebih lesu daripada saat pergi ke pasar.
Dalam perjalanan ke rumahnya itu, dirinya tidak mengalami hal yang sama saat berangkat ke pasar.
Dia mengalami kecelakaan. Saat menyalip sebuah truk, ada sebuah mobil jenis sedan yang hendak menyebrang. Tentu saja membuat Tan terkejut dan tidak bisa melakukan pengereman karena otaknya tidak sempat memerintahkan untuk memberikan instruksi pada tangannya agar melakukan pengereman.
"Haaa, apa ajal aku sudah tiba? Mungkin ini lebih baik daripada hidup, tapi tidak memiliki uang untuk mempertahankan hidup." Pikir Tan sebelum motornya menabrak bagian samping depan mobil sedan tersebut.
Dengan melakukan salto yang tidak sempurna, dia terjatuh di atas kap mesin mobil sedan itu dan mulai kehilangan kesadarannya, meskipun sempat merasakan sakit pada punggung dan belakang kepalanya sebelum kehilangan kesadaran.
Setelah kehilangan kesadaran dalam waktu beberapa menit pasca kecelakaan, kesadaran Tan mulai kembali secara perlahan.
Dia berusaha membuka kedua matanya yang sangat susah untuk dibuka, seperti ada yang menahannya.
Meskipun kedua matanya sudah berhasil dia buka pun, penglihatannya masih buram untuk beberapa saat sampai akhirnya penglihatannya itu berangsur-angsur normal.
Saat itu, dalam penglihatannya, dia melihat sebuah lampu gantung yang menancap di langit-langit ruangan tempat dia berada. Langit-langit itu juga berwarna putih secara keseluruhan.
"Dimana aku?" Tanya Tan dengan kepala terasa pusing, sakit dan bagian belakang tubuhnya juga terasa sakit saat dirinya bergerak.
"Ini di rumah sakit, kamu telah tidak sadarkan diri selama satu setengah jam setelah kecelakaan itu."
Seorang perempuan berumur antara 20 sampai 26 tahun, dengan wajah cantik natural, mulus, bersih, putih cerah, dan berambut panjang warna hitam seperti iklan sampo sedang duduk di kursi lipat dan menjawab pertanyaan Tan.
Pria itu menatap dengan pandangan tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini karena baru pertama kalinya melihat ada wanita yang secantik itu di dekat dengannya.
Dengan kecantikan yang dimiliki dari perempuan itu, kecantikan Saras, mantan pacarnya tidak bisa disamakan sama sekali. Bila ingin diperingkat maka perempuan itu berada di urutan nomor 2 dalam kecantikan yang pernah Tan lihat selama hidupnya.
Urutan pertama adalah alrmahum mamanya, bagaimanapun tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan dan hal lainnya dari seorang Ibu yang melahirkan dirinya.
Perempuan itu juga menggunakan pakaian pakaian kerja yang sangat formal tapi terlihat mewah dan elegan. Memperlihatkan bahwa perempuan itu adalah seorang pimpinan sebuah perusahaan besar dan ternama.
"Siapa kamu?" Tanya Tan.
"Aku adalah pemilik mobil yang kamu tabrak beberapa jam yang lalu" jawab perempuan itu.
Mendengar itu, membuat Tan kembali teringat peristiwa kecelakaan itu dan dia langsung berpikir apakah perempuan cantik yang ada dalam penglihatannya saat ini menunggu dirinya sadar untuk menagih ganti rugi kerusakan mobilnya.
Dia teringat kalau mobil itu adalah mobil buatan Eropa yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang karena harga minimal mobil buatan Eropa di atas 500 juta.
"Kalau benar seperti itu, beban hidup aku akan semakin banyak, ya Allah, mengapa engkau berikan cobaan seperti ini padaku?" Pikir Tan yang sudah sangat cemas.
"A ... Pa, kamu ingin menagih ganti rugi atas kerusakan mobilmu? Kalau benar, maka aku tidak akan bisa mengganti rugi kerusakan mobilnya kamu dalam waktu cepat ini, mohon berikan waktu yang cukup lama untuk membayarnya, aku janji tidak akan lari dari tanggung jawab." Kata Tan yang merasa sangat gugup dan takut kalau permintaannya tidak dipenuhi oleh wanita cantik itu.
"Masalah itu, kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan meminta ganti rugi padamu, kerusakannya juga tidak terlalu parah, jangan khawatirkan masalah itu." Kata perempuan cantik itu.
Pernyataan itu, membuat Tan merasa lega karena dia tidak tahu harus bagaimana cara mendapatkan uang agar bisa membayar ganti rugi kerusakan mobil perempuan itu.
Membayar semua tagihannya yang membengkak saat ini saja sudah membuat dia tercekik apalagi harus membayar ganti rugi kerusakan mobil, itu sama saja sebuah pisau telah menikam jantungnya.
Meskipun begitu, Tan merasa heran atas alasan keberadaan wanita cantik itu bila tidak ingin menagih biaya ganti rugi atas kerusakan mobilnya.
Seperti menjawab pikiran Tan, perempuan itu berkata, "Karena kamu sudah sadar, aku harus pergi, masalah kompensasi atas kerusakan motor kamu, biaya perawatan rumah sakit, dan hal lainnya akan dibahas oleh tim legal perusahaan aku."
Perempuan cantik itu beranjak dari kursi lipat yang tidak empuk dan nyaman itu, meninggalkan Tan yang sedang berbaring di atas tempat tidur UGD rumah sakit.
Tan baru menyadari kalau perempuan itu tidak sendirian, tapi ada juga dua orang lainnya, yakni perempuan dan laki-laki. Perempuan ikut dengan perempuan cantik itu sedangkan yang laki-laki tetap berada di tempat dan sangat menghormati perempuan cantik itu.
"Tunggu ... " Ucap Tan membuat dua perempuan yang sangat berbeda kecantikan itu berhenti dan kembali menatap Tan.
"Kamu tidak perlu melakukan ini, kecelakaan itu bukan kesalahan kamu, tapi aku yang tidak hati-hati dan tidak menyadari adanya mobil kamu." Kata Tan yang tidak ingin menerima uang kompensasi dari perempuan cantik dan baik itu.
Bagaimanapun kecelakaan ini adalah kesalahannya yang tidak hati-hati pada saat itu. Dia tidak ingin mengambil keuntungan dari kesalahan yang diperbuat oleh dirinya sendiri. Itu sama saja penipuan.
Sebagai muslimin yang taat pada ajaran agama Islam, segala bentuk perbuatan yang merugikan orang lain adalah tindakan yang dilarang dalam agama, jadi dirinya tidak ingin melakukan hal yang melanggar aturan agamanya.
Perempuan itu terdiam sejenak dan kemudian berkata, "Meskipun kamu mengatakan hal seperti itu, aku tetap akan memberikan kompensasi padamu, terlepas siapa yang salah, aku tetap memberikannya, dalam hal ini aku tidak mengalami cidera apapun dan kerusakan mobil juga tidak terlalu parah, tapi kamu mengalami cidera dan motor kamu mengalami kerusakan parah, jadi apakah kamu akan menerima atau mau membuang uangnya, itu terserah kamu," jelas perempuan cantik itu sebelum dia pergi meninggalkan Tan bersama dengan perwakilan legal perusahaannya.
Tan tidak bisa berkata apa-apa lagi karena perempuan cantik itu sudah pergi. Pada saat itu juga perwakilan legal perusahaan perempuan cantik itu mengeluarkan beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Tan.
Meskipun hal ini tidak diperkenankan dalam hukum karena orang yang sedang tidak dalam kondisi sehat jasmani dan rohani, tidak dibolehkan untuk memberikan sebuah pernyataan atau sebuah tanda tangan pada sebuah berkas yang mengandung unsur hukum.
Tapi, Tan tetap memberikan tanda tangannya setelah mendengar beberapa penjelasan penting dalam berkas hukum tersebut.
Dia tidak bisa membaca berkas itu karena tubuhnya masih terasa sakit saat digerakkan, terutama pada bagian punggungnya yang sangat terasa sakitnya.
Jadi dia tidak tahu berapa total nominal kompensasi yang akan diberikan padanya.
"Jadi, bisakah tuan Tanaka beritahu nomor rekening, tuan, agar pihak keuangan kami, bisa langsung mengirim 25 juta ke rekening tuan Tanaka dan itu tidak termasuk biaya perawatan tuan Tanaka di rumah sakit ini dan biaya perbaikan motor tuan Tanaka." Ucap perwakilan legal itu.
Mendengar jumlah yang tidak masuk akal itu membuat Tan terkejut sampai dia lupa akan rasa sakit yang di deritanya.
"25 juta!? Apa tidak salah? Apa itu tidak terlalu besar untuk kompensasi yang harus aku terima?" Tanya Tan dengan mata melotot karena terkejut.
"Aku hanya menjalankan perintah atasan, bila atasan sudah berkata seperti itu jumlah nominalnya, aku hanya bisa melaksanakannya, meskipun bagi tuan Tanaka, 25 juta sangat besar, tapi atasan saya tidak beranggapan seperti itu, dengan aset bersih perusahaan yang mencapai 700 triliun pertahun, maka 25 juta hanyalah jumlah kecil, semacam uang jajan untuk membeli permen lollipop." Jelas perwakilan legal itu yang menyombongkan keuangan perusahaan tempat dia bekerja.
Tan tidak tahu apakah pria dihadapannya telah berkata terlalu berlebihan atas kekayaan perusahaan atau memang benar seperti itu. Kalaupun memang benar maka itu sama saja atasannya merupakan anggota kelompok super konglomerat di Indonesia.
Meskipun begit, Tan tidak tahu siapa saja anggota kelompok super konglomerat Indonesia itu karena dia jarang membaca berita bisnis. Dalam pikirannya hanya bagaimana cara mendapatkan uang.
"Kalau boleh tahu, siapa nama atasan kamu tadi?" Tanya Tan yang penasaran.
Dia harus tahu siapa dermawan cantik itu karena dia ingin membalas kebaikan dari perempuan cantik itu bila dirinya memiliki kesempatan untuk melakukannya suatu saat nanti.
"Tuan Tanaka tidak mengenal siapa atasan saya? Apa di rumah tuan Tanaka tidak ada TV atau tuan tidak pernah membaca berita online? Apa tuan Tanaka hidup dalam gua?" Tanya pria itu yang mengejek Tan di perkataan terakhirnya tanpa dia sadari.
Tan kesal dengan perkataannya itu. Dia memiliki TV tapi acara yang dilihat hanyalah acara hiburan tidak pernah sekalipun tentang berita.
Acara berita di tv aja jarang dia lihat apalagi berita online dan juga dia tidak tinggal di gua tapi di rumah peninggalan orang tuanya yang suatu saat akan disita oleh Bank karena gagal membayar pinjaman, tentu saja itu pinjaman dari bank syariah.
"Jadi, bisa sebutkan saja nama atasan kamu itu tanpa perlu menghina aku?" Pikir Tan dalam dirinya.
"Atasan aku tadi itu adalah Ayunindya Batari Jayantaka, Anak ke dua sekaligus putri pertama dari keluarga Jayantaka yang memiliki kekayaan sekitar 466 triliun pertahun dan juga merupakan direktur pemasaran dan pengembangan dari perusahaan Jaya group yang memiliki aset bersih 700 triliun pertahun" jelas pria itu dengan penuh semangatnya.
Sementara itu, pendengarnya hanya bersikap biasa saja. Meskipun begitu, Tan masih terkejut dengan kekayaan yang dimiliki oleh keluarga perempuan cantik itu.
Tan membayangkan seandainya dirinya memiliki kekayaan sebesar itu maka hidupnya akan menjadi lebih baik daripada saat ini dan Saras, mantan pacarnya tidak akan meninggalkan dirinya.
Pria itu masih mencintai mantan pacarnya itu karena bagaimanapun perempuan itu sudah mengisi hati Tan, menemani dan membantunya selama ini.
Namun karena kebodohannya dan sifatnya, dia harus menerima nasib untuk berpisah dengan cinta pertama dan berharap akan menjadi yang terakhir.
Saat ini harapannya menjadi terakhir itu sudah sirna karena Saras memutuskan untuk mengakhiri hubungan kekasih dengan dirinya.
"Jadi seperti itulah, tuan Tanaka, bisakah sekarang kamu memberitahu nomor rekening bank milik kamu, aku harus kembali ke kantor karena memiliki urusan yang tidak bisa ditinggalkan lebih lama lagi."
Mendengar permintaan pria itu, Tan akan menyebutkan nomor rekeningnya. Dia memiliki ingatan yang bagus jadi dia mengingat nomor rekeningnya.
Tapi setelah berpikir sejenak, dia kemudian bertanya pada pria itu.
"Bisakah kompensasinya itu diberikan secara tunai? Aku tidak ingat nomor rekening aku, buku rekening ada di rumah dan aku tidak mencatatnya di ponsel pintar aku." Kata Tan dengan tersenyum.
Dia terpaksa berbohong karena bila uang kompensasi itu dimasukkan kedalam rekeningnya, bank akan langsung mengambil secara otomatis untuk dimasukan kedalam pembayaran angsuran pinjaman.
Tan tidak ingin hal itu terjadi, bagaimanapun dia harus mengatur keuangannya lebih baik karena hanya uang 25 juta itulah asetnya saat ini.
Selama satu hari, Tan dirawat di rumah sakit. Sebenarnya dia sudah bisa pulang beberapa jam setelah dia sadar. Tidak ada cidera yang cukup serius yang dialaminya sehingga dokter jaga UGD membolehkan dirinya untuk pulang dan melakukan rawat jalan untuk selanjutnya.
Namun karena bagian belakangnya masih terasa sakit, juga harus menggunakan kursi roda untuk bergerak. Dia meminta untuk dirawat inap sehari. Tentu saja biaya rawat inap itu ditanggung oleh perusahaan Jayantaka.
Lagipula di rumahnya hanya ada dia sendiri sehingga tidak akan ada yang bisa membantunya sama sekali.
Hal inilah yang membuat Tan memutuskan untuk mengambil rawat inap sampai rasa sakit di punggungnya tidak terlalu sakit lagi saat bergerak dan tidak perlu menggunakan kursi roda untuk bergerak.
Tan segera beres-beres untuk segera pulang karena dia sudah tidak merasa terlalu sakit lagi pada punggungnya dan tidak perlu kursi roda.
Tidak banyak barang yang harus dia bereskan, hanya berupa pakaiannya yang masih ada noda kotor dan darah akibat kecelakaan dan tas selempang kecilnya yang berisi dompet serta ponsel pintarnya.
Dia berjalan keluar dari bangsal bersama tempat dia dirawat selama satu hari itu. Ada dua pasien yang dirawat dalam bangsal tersebut.
Tentu saja Tan berpamitan dengan kedua pasien berserta keluarga yang berjaga pasien tersebut.
Meskipun hanya satu hari, kedua pasien berserta keluarganya cukup ramah tamah dengan dirinya, bahkan mereka saling berbagi buah atau makanan dengan Tan.
Tan berpamitan pada suster dan dokter yang menjaga lantai tempat bangsalnya berada, saat melewati mereka.
Biaya administrasi telah dibayar oleh perusahaan Jayantaka termasuk biaya tambahan rawat inapnya yang sehari sehingga dia bisa keluar dengan tenang tanpa perlu ditahan oleh pihak rumah sakit karena tidak bisa bayar.
Akan tetapi mengenai kompensasi 25 juta belum dia terima karena Tan meminta untuk diberikan secara tunai daripada dimasukkan ke dalam rekening banknya.
Hal ini tentu saja tidak bisa dilakukan saat itu juga karena pria yang menjadi perwakilan tim legal perusahaan tempat dermawannya bekerja harus melaporkan ke pihak keuangan untuk menyiapkan hal tersebut.
"Seharusnya hari ini, aku menerima uang kompensasi itu, tapi aku tidak memiliki nomor pria itu, lebih baik aku menunggu di lobby sampai dia menelpon aku."
Tan memang tidak memiliki nomor pria yang menjadi perwakilan tim legal perusahaan Jaya group cabang kota Yogyakarta, tapi dia memberikan nomor kontaknya pada pria itu.
Dia memasuki sebuah lift yang akan membawanya ke lantai tempat lobby rumah sakit berada. Hanya beberapa menit, dia sudah sampai di lantai lobby rumah sakit tersebut.
Saat keluar, dia terkejut karena ada yang memanggil namanya di depannya.
"Tuan Tanaka, kebetulan sekali kamu berada disini, baru saja aku ingin ketempat bangsal kamu dirawat." Ucap pria perwakilan itu.
"Ya, aku sudah boleh pulang saat ini dan akan melakukan rawat jalan untuk selanjutnya." Kata Tan.
Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan kemudian meminta Tan untuk mencari tempat yang nyaman untuk duduk agar dirinya bisa memberikan titipan cek senilai 25 juta rupiah pada Tan sebagai kompensasi atas perintah atasan.
Mereka berdua duduk di sebuah taman rumah sakit yang tidak jauh dari lift.
"Sebelumnya aku ucapkan selamat pada tuan Tanaka karena sudah bisa pulang dari rumah sakit saat ini dan selanjutnya kedatangan aku kesini karena ingin memberikan sebuah cek senilai 25 juta rupiah, sesuai dengan kompensasi yang telah disepakati kemarin hari," jelas pria itu sambil menyerahkan sebuah kertas yang disebut dengan cek.
"Kami tidak bisa menyerahkan uang tunai secara langsung karena itu sedikit beresiko membawa uang sebanyak itu sehingga kami memberikan sebuah cek yang senilai dengan 25 juta, tuan Tanaka bisa lihat sendiri ada nominal 25 juta dalam cek itu dengan nama penerima tuan Tanaka Saputra, tanda tangan dari manajer jaya group cabang kota Yogyakarta, dapat dicairkan di seluruh cabang Bank Pusat Asia (BPS) yang ada di Indonesia dengan maksimal pencarian tiga hari, dihitung mulai hari ini." Lanjut pria itu.
Tan mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah urusan dengan Tan sudah selesai, pria itu memutuskan untuk kembali ke kantornya, melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan Tan.
Mereka berdua berpamitan di pintu lobby rumah sakit karena pria itu harus menuju ke tempat mobilnya berada di parkiran rumah sakit sedangkan Tan harus menuju ke Bank pusat Asia untuk mencairkan cek senilai 25 juta rupiah tersebut.
Dia sebenarnya ingin pulang terlebih dahulu untuk berganti pakaian. Namun ongkos ojek onlinenya tidak cukup bila harus pulang dan kemudian pergi lagi.
Uang yang dimilikinya saat ini hanya cukup untuk membawanya ke bank pusat Asia karena tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat dia berada saat ini.
Sesampai di BPS, dia langsung berjalan menuju pintu masuk bank dan seorang satpam dengan pandangan menyelidik telah melihat Tan yang berjalan mendekati pintu utama Bank sehingga dia langsung membuka pintu kaca bank itu.
Satpam itu melihat pakaian Tan yang berupa set training yang terlihat agak kotor dan ada bekas noda darah di bagian lehernya. Dia sedikit curiga dengan itu, namun berdasarkan raut wajah Tan, tidak terlihat adanya hal yang mencurigakan.
Satpam itu memberikan senyuman, menyapa dan menanyakan keperluan Tan datang ke bank tersebut dengan ramah.
"Aku ingin mencairkan sebuah cek, kemana aku harus pergi?" Tanya Tan pada satpam bank itu.
"Bolehkah saya tahu, berapa nilai cek yang akan tuan cairkan, bila 50 juta ke atas maka akan disediakan ruang khusus untuk proses pencairan, tapi bila dibawah 50 juta, tuan langsung saja menuju ke teller dengan mengisi terlebih dahulu slip kertas yang berisi indentitas tuan dan keperluan yang ada slip tersebut dan kemudian menunggu nomor antrian tuan dipanggil." Jelas satpam itu.
Tan mengangguk-anggukkan kepalanya dan memberitahu padanya kalau ceknya dibawah 50 juta dengan suara bisikan, takut ada yang mendengar dan kemudian merampoknya saat meninggalkan Bank.
Satpam itu mengerti dan kemudian memberikan sebuah nomor antrian untuk teller pada Tan.
Setelah menerima nomor antrian tersebut, dia menuju ke tempat kertas slip untuk mengisi indentitasnya dan juga keperluannya.
Selesai dengan itu semua dia langsung duduk di sofa tanpa penahan punggung yang telah disediakan di depan teller.
Sambil menunggu nomor antriannya dipanggil yang masih ada 10 nomor antrian lagi sebelum nomor antriannya dipanggil, Tan melihat acara TV yang layarnya terbagi menjadi dua bagian, sebelah kanan tentang acara perbicangan bisnis sedangkan sebelah kiri adalah indeks saham domestik atau saham BEI.
Sebuah keanehan terjadi saat Tan melihat pada bagian index saham domestik tersebut.
Dalam pikirannya terlihat angka yang ada dalam saham domestik telah berubah angkanya termasuk jam yang tertera di bagian bawah index saham domestik tersebut secara perlahan-lahan.
"Apa ini? Apa ada kelainan dengan mataku? Kenapa dalam pikiranku muncul jam yang terus menerus bergerak sampai jam 12 malam? Padahal jam yang tertera di TV itu baru jam 10.55" Tanya Tan dalam pikirannya.
Selain itu angka yang ada di index saham itu juga berubah-ubah warna. Tan tidak tahu apa arti merah, putih dan hijau pada angka dalam index saham domestik tersebut.
Namun dalam pikirannya warna angka pada angka itu terus berubah sampai berhenti saat jam lima sore.
Dia kemudian ingin memastikan mengenai hal itu dengan melihat sangat fokus pada layar monitor, terutama pada layar yang menampilkan angka berwarna yang 15 menit lagi beberapa angka yang berwarna hijau berubah menjadi merah atau putih, angka yang berwarna putih berubah menjadi merah atau hijau dan yang merah berubah menjadi hijau atau putih.
"Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Kenapa aku bisa hal seperti itu dalam pikiranku?" Tanya Tan dalam pikirannya.
Dia penasaran apakah perubahan warna yang terjadi pada angka itu pada pikirannya akan terjadi atau memang pikirannya sedang bermasalah.
Bila memang bermasalah, dia akan melakukan pemeriksaan pada kepalanya, tapi bila memang terjadi perubahan warna yang sesuai dengan apa dalam pikirannya dia juga tetap akan memeriksa kepalanya karena itu juga adalah sebuah keanehan.
Lima belas menit pun tiba dan warna angka yang ada pada saham domestik tersebut berubah warna sesuai dengan apa yang muncul dalam pikirannya.
"Apa ini? Mengapa warna angka itu bisa sama dengan apa yang muncul dalam pikiranku? Apa yang terjadi pada kepalaku?" Tanya Tan dalam pikirannya dengan sedikit panik.
Selagi dia memikirkan hal tersebut, nomor antrian telah dipanggil yang membuat Tan tersadar dalam lamunannya dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Menganggap itu hanyalah sebuah ilusi.
Dia bergegas menuju ke teller untuk mencairkan cek 25 juta tersebut.
"Selamat pagi, dengan saya Nina Maharani, ada yang bisa saya bantu?" Tanya petugas teller bank itu yang masih muda, berumur sekitar 24-26 tahun, rata-rata umur yang baru lulus dari sekolah tinggi atau universitas.
Dia memiliki wajah yang tidak terlalu cantik namun masih bisa dibanggakan pada kerabat dan teman-teman.a
"Aku ingin mencairkan cek." Jawab Tan sambil mengeluarkan selembar cek yang ada dalam tas selempang kecilnya dan menyerahkan cek tersebut pada Nani.
"Baik, saya periksa terlebih dahulu, mohon menunggu beberapa saat." Kata Nani yang langsung memeriksa keaslian dan keabsahan cek tersebut sambil duduk.
Beberapa saat kemudian, teller itu kembali berdiri dan kemudian berkata, "Keaslian dan keabsahan cek sudah terverifikasi, dan cek ini, nama penerimanya dengan atas nama Tanaka Saputra, bisakah saya melihat E-KTP tuan untuk memastikan nama yang tercantum penerima dalam cek ini sama dengan nama tuan." Jelas Nani.
Tanpa pikir panjang, Tan mengeluarkan dompetnya dalam tas selempang lagi, membuka dompetnya yang isinya sudah kosong, tinggal berisi kartu-kartu penting seperti SIM C, STNK, E-KTP, dan ATM bank NI.
Dia mengambil E-KTP nya dan menyerahkan pada Nani untuk diverifikasi. Teller itu melihat nama yang tertera di E-KTP dengan nama yang ada di penerima pada cek tersebut. Setelah itu dia juga melihat foto yang tercantum di E-KTP dengan wajah Tan.
"Baik, tuan Tanaka, nama anda sudah terverifikasi sama dengan nama penerima dalam cek ini, saya akan mencairkan nominal uang yang tertera di cek ini sebesar 25 juta rupiah, apakah tuan Tanaka memiliki rekening bank pusat Asia atau ingin ditransfer ke bank rekening tuan Tanaka lainnya?" Tanya Nani sambil menyerahkan E-KTP pada Tan.
"Tidak, aku tidak punya rekening di bank ini dan juga aku ingin dicairkan secara tunai." Tegas Tan.
Baik, silahkan menunggu terlebih dahulu, saya akan segera mencairkan cek ini secepat mungkin." Ujar Nani yang kemudian pergi meninggalkan counter teller, masuk ke dalam ruangan yang ada dibelakang counter teller.
Beberapa menit kemudian, Nani keluar dari ruangan tersebut dengan membawa keranjang yang berisi tumpukan lembaran uang dengan nominal 100 ribu rupiah.
"Tuan, Tanaka, mohon untuk melihat mesin penghitungan uang, memastikan jumlah uangnya sesuai dengan nominal yang ada dalam cek tuan." Kata Nani yang mulai menaruh satu ikat lembaran uang 100 ribu yang berjumlah 100 lembar yang berarti setiap satu ikat berjumlah 10 juta.
Tan melihat ada tiga ikat dengan diantaranya, 2 ikat berjumlah 10 juta dan 1 ikat berjumlah 5 juta rupiah.
"Uang yang telah dihitung berjumlah 250 lembar 100 ribu jadi semua berjumlah 25 juta rupiah, sesuai dengan nominal yang tertera dalam cek, tuan Tanaka?" Tanya Nani sambil melihat Tan untuk memverifikasi hal tersebut.
Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan kemudian Nani bertanya. "Apa tuan memiliki wadah untuk menaruh uang tuan ini? Bila tidak kami bisa memberikan sebuah amplop coklat untuk menaruh uang tuan ke dalam amplop coklat dan tuan tidak perlu membayar karena ini termasuk pelayanan dari kami."
"Tidak perlu, terima kasih." Tan mengambil beberapa lembar uang dalam ikatan berjumlah lima juta untuk dimasukan kedalam dompet agar bisa bernafas kembali, tidak kering atau dehidrasi seperti sebelumnya.
Sedangkan sisa uang lainnya dimasukkan ke dalam tasnya. Bila memakai amplop coklat, isi tas selempangnya akan penuh.
"Baik, tuan Tanaka, apa ada yang bisa saya bantu lagi?" Tanya Nani dengan ramah.
Tan berpikir sejenak dan kemudian dia berkata, "Bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu, ini sedikit di luar obyek saat ini tapi masih berhubungan dengan perbankan?" Tanya Tan.
Perempuan itu langsung merasa percaya diri kalauTan akan menanyakan nomor kontaknya atau mengajak makan malam dengannya.
Tentu saja bila Tan melakukan itu, dia akan menolaknya dengan tegas. Meskipun Tan baru saja memiliki uang sebanyak 25 juta namun itu bukan berarti pendapatan bulanannya.
Lagipula pula, dalam penglihatan Nani pada Tan, terlihat seperti seorang pengangguran atau memiliki pekerjaan dengan gaji rendah karena tidak mungkin seorang pekerja kantoran atau pengusaha memakai pakaian training kotor seperti yang dipakai Tan saat ini.
Bila saja, nilai nominal pada cek tersebut lebih dari 100 juta maka dirinya akan mempertimbangkan untuk menerima ajakan makan malam atau setidaknya memberikan nomor kontaknya.
"Tentu bisa, selama saya bisa menjawabnya, tuan Tanaka." Jawab Nani yang masih bersikap ramah sesuai dengan SOP teller.
"Nona Nani, apa arti warna hijau, merah dan putih dalam angka yang ada dalam layar tv itu?" Tanya Tan sambil menunjuk ke arah TV yang masih menampilkan index saham domestik.
"Mohon maaf, saya tidak bisa memberikan nomor kontak pribadi atau ajakan ... Tunggu, apa yang tuan tanyakan tadi?" Tanya Nani yang sudah terlanjur pede tapi ternyata Tan tidak menanyakan hal tersebut tapi hal lainnya.
Nani merasa malu karena sudah sangat pede akan apa yang dipikirkannya dan memberikan jawaban seperti itu. Seandainya ada lubang di dekatnya dia akan masuk dan bersembunyi di dalam lubang itu karena merasa malu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!