NovelToon NovelToon

Mr. Adira

01

"Sesuai isi surat warisan Papa Arman, kau harus menikah setelah satu bulan adikmu menikah"

Glek

Dira menelan ludah ketika kedua telinganya mendengar ultimatum dari Widya. Mamanya yang selalu cerewet menanyakan kapan dirinya akan melepas masa lajangnya? menanyakan kapan dirinya akan membawakan calon mantu untuknya? dan tentu saja Dira akan selalu kabur ketika Widya sudah menodongnya dengan pertanyaan seperti itu.

Kiara, adik Dira sudah menikah satu bulan yang lalu. Ia menikah dengan Elang, lelaki yang dulu pernah menjadi pacarnya lalu putus akibat Kiara ternyata menyimpan perasaan pada Alex, Om dari Elang. Beruntunglah Dira berhasil mempersatukan Kiara dan Elang dalam ikatan janji suci pernikahan. Meskipun diwarnai dengan beberapa drama kolosal buatan Dira yang membuat Dira jadi bulan-bulanan adiknya.

Memang sesuai isi surat wasiat Papanya yang tanpa sengaja Dira ucapkan di hadapan keluarganya, ia harus menikah satu bulan setelah Kiara menikah. Tapi bukan Dira namanya jika ia akan menurut saja. Karena jauh di dalam hatinya ia masih ingin sendiri, menikmati rutinitasnya sebagai CEO terbaik yang tampan dan rupawan versi dirinya sendiri.

"Mamae..... oh... mamae...."

Dira sengaja memanggil Widya dengan candaan agar pembicaraan ini tidak terlalu serius.

"Apaaa???!!! Mau alasan apa lagi kamu???"

"Mamae harus ingat. Dira sudah memperkenalkan calon istri Dira bahkan sebelum Kiara menikah" kata Dira sembari melangkah ke kanan dan kiri layaknya seorang detektif yang sedang mengintrogasi targetnya.

"Calon? Mana? Mana calon istri kamu? Kamu jangan ngawur!!!" Widya menyepak kaki Dira karena jengah melihatnya berjalan mondar-mandir.

"Mamaeee.... masih bertanya??? Apa salah dan.. "

"Cukup...!!! Cukup...!!! Nggak usah diselipin lagu!!! Tiap diajak bicara selalu saja larinya ke lagu itu. Mama heran kamu yang biasanya susah menghafal sesuatu kenapa malah selalu ingat dengan lagu itu"

Dira menghela nafas dan memilih menjatuhkan bobot tubuhnya ke sofa. Capek juga rupanya ia berjalan mondar-mandir tidak jelas seperti itu.

"Mamae... Dira kan sudah bilang jika akan menikahi si Cantik....."

"Si Cantik??? Maksudmu Olive, asisten Kiara?" potong Widya cepat dan Dira langsung menjawabnya dengan anggukan kepala.

"No...!!! No...!!! and No...!!!" teriak Widya keras.

"Why? Why? and Why, Mamae? Mama sendiri yang meminta calon istri sama Dira....."

"Tapi bukan dia orangnya, Dira...!!!" lagi-lagi Widya memotong ucapan Dira, meluapkan emosinya yang selalu meluber ketika berhadapan dengan anak sulungnya.

"Apa salah dan dosa....."

"Dira....!!!"

Widya memukul mulut Dira dengan bantal sofa. Anak sulungnya itu selalu membuatnya naik darah. Tak jarang Widya harus minum jus mentimun untuk menurunkan tekanan darahnya setelah berbicara dengan Dira.

"Mamae, Apa kurangnya Olive? apa salahnya Olive? Apa yang membuatnya tidak cocok di hati Mama?" suara Dira mulai melunak. Kalau sudah mendapat tabokan dari Widya, maka Dira akan menanggalkan sikap tengilnya dan berubah menjadi sosok yang serius.

"Dia cantik, baik, dekat dengan keluarga kita. Anaknya juga penurut"

"Tapi dia bule....!!!!"

"Lalu???" tanya Dira heran.

"Mama nggak bisa bahasa Inggris. Kamu mau Mama kerepotan kalau ngomong sama dia? Kalau Mama mau minta tolong sama dia gimana? Kalau Mama mau bergosip sama dia gimana? Kamu mikir nggak sih?" kata Widya sebal.

Ucapan Widya itu membuat Dira melongo tidak percaya. Pasalnya alasan Widya untuk menolak Olive sebagai calon istrinya itu adalah tidak masuk akal.

Jika hanya masalah perbedaan bahasa, Dira bisa meminta Olive untuk mengikuti les bahasa Indonesia dan lagipula nantinya Olive tidak akan tinggal bersama Widya di Indonesia. Dira tentu akan membawanya ke New York.

"Mama bisa les bahasa Inggris sama Om Edo. Malu dong sama tetangga. Tinggal di kampung inggris, suaminya CEO kursusan bahasa inggris terbesar di Pare. Masak istrinya nggak bisa bahasa inggris. Lagian kalau Olive jadi mantu Mama kan mendukung banget tuh. Nanti bakalan jd trending topic sekampung kalau Nyonyah Widya, istri pemilik kursusan Mahesa, mempunyai mantu bule dari Amerika " cerocos Dira, merayu Widya yang tak kunjung berhenti merajuk.

"Trending topic katamu???"

"Tentu saja, Mamae..."

"Nggak... Nggak... Nggak...!!! Mama tetap tidak setuju. Nanti kalau Mama minta dibuatin sayur bening sama sambal teri, memangnya dia bisa buatin? Kalau Mama minta dibuatin Ayam goreng sambal pencit, dia bisa bikinin?" sentak Widya yang membuat Dira kembali menggeleng- gelengkan kepala.

"Mamae mau cari mantu apa pembantu? Alasan Mamae menolak Olive itu tidak logic, Mama. Nggak Logic" kata Dira menekankan pada dua kata terakhirnya.

"Kalau hanya masalah makanan, Mama bisa suruh pembantu di rumah Kiara. Mamae butuh berapa? Mau yang jago apa? Bilang sama Dira. Olive mau Dira jadikan istri bukan koki" lanjut Dira membuat kadar emosi Widya semakin naik.

"Mama tidak mau tahu, pokoknya Mama tidak mau Olive menjadi mantu Mama"

"Lalu Mama maunya siapaaaaa.......????" Dira mulai frustasi menghadapi Widya.

"Dokter Athalia, tidak ada yang lain" kata Widya memberi ultimatum pada Dira.

Widya kemudian bangkit dan berlalu meninggalkan Dira yang masih duduk terpaku di sofa. Ia memilih menghampiri Edo yang sedang asyik membaca koran di ruang tengah.

"Athalia? Dokter itu yang Mama inginkan sebagai calon istriku? Apa tidak salah?" batin Dira.

Dira memijit-mijit pelipisnya. Pikirannya langsung berjalan entah kemana. Dira tak habis pikir dengan ucapan Widya. Menolak Olive dan memilih Athalia sebagai calon istrinya dengan alasan yang menurut Dira terlalu mengada-ngada.

Dira memang belum ada rasa pada Olive. Tapi ia lebih memilih asisten adiknya itu sebagai calon istrinya karena gadis itu sangat pemalu dan penurut. Dira sangat senang menggoda Olive, membuatnya gugup hingga berkeringat dingin.

Pernah suatu ketika Kiara mengamuk kepada Dira karena Olive menangis sesegukan akibat mainan tikus yang dilempar oleh Dira. Olive yang sangat penakut tentu saja berteriak histeris. Dira bukannya menenangkan, ia malah semakin menjadi-jadi dengan melempari Olive beberapa hewan karet mainan.

"Halo....." Dira menelpon Kiara yang saat ini sedang bulan madu di Milan.

"......."

"Lu lagi bikin anak ya? suara lu men de sah manja begini?" umpat Dira.

"........"

"Kir, bantu gue. Mamae nolak Olive jadi calon istri gue. Mamae lebih memilih dokter tidak terkenal itu sebagai calon mantunya" curhat Dira.

"........"

"Kir.... Lu jangan bikin anak terus dong!!! Bantuin gue nih!!! Gue lagi buntu" gerutu Dira, wajahnya mulai merengut.

"Tuan..."

Dira menoleh ketika mendengar Edward memanggil namanya.

"Tuan sedang apa?" tanya Edward yang di balas tatapan tajam oleh Dira.

"Apa kau tidak bisa melihat kalau aku sedang menelpon?" bentak Dira kesal.

Edward menggaruk-garuk kepalanya.

"Tu... tu... an..."

"APA??!!! Mau apa kau??" bentak Dira lagi membuat nyali Edward menciut.

"Ma... ma.. af, Tuan, kalau saya lancang. Ta... ta... tapi" kata Edward terbata-bata.

"Tapi apa???"

"Tapi itu yang Anda megang bukan ponsel, Tuan, melainkan remote AC" jawab Edward yang langsung saja membuat Dira melotot dan melempar benda padat yang sejak tadi ia tempelkan di telinganya.

02

Kediaman keluarga Sanjaya menjadi saksi bisu pertemuan dua insan yang dipaksa bertemu oleh Widya. Saat ini Dira dan Athalia sedang duduk di meja makan sembari menikmati makan siang yang dibuatkan oleh maid rumah ini.

Dira terlihat menekuk wajahnya saat tahu siapa yang duduk di kursi yang biasa di tempati Kiara, adiknya. Ada perasaan kesal dalam hatinya karena tamu yang ia tidak diinginkan kedatangannya mengambil alih kedudukan adik tersayangnya.

"Dokter suka sama makanannya?" tanya Widya memecah keheningan di meja makan.

Dokter muda itu tersenyum kemudian mengangguk. Mendapat respon positif dari lawan bicaranya membuat Widya semakin bersemangat untuk menjalankan misinya.

"Dira, kenapa kamu diam saja? biasanya paling ramai kalau lagi di rumah" tanya Widya beralih pada anak sulungnya yang menampakkan raut wajah tak bersahabat sejak melihat kedatangan Athalia.

"Sakit gigi, Mamae. Dira hari ini puasa ngomong dulu. Nunggu bedug" jawab Dira asal yang membuat Widya mendelikkan bola matanya ke arah Dira.

"Oh iya... Dokter Athalia suka makan apa?" tanya Widya berbasa-basi dan itu terdengar menjemukan di telinga seorang Dira yang ceplas-ceplos dan to the point.

"Telur gulung" Dira menyahut seolah menggantikan Athalia menjawab pertanyaan dari Mamanya.

Widya menyikut kaki Dira. Namun, Dira yang berperan sebagai korban rupanya memilih cuek dan tetap fokus menyantap makan siangnya.

"Panggil Atha saja, Tante, kalau saya sedang tidak berdinas."

"Oh... iya, Atha juga panggil Tante dengan panggilan Mama dong. Biar makin akrab" sahut Widya semakin gencar melakukan misinya.

"Atha bisa memasak?" tanya Widya lagi.

"Bisa dong, Tante... eh .. Mama. Atha kan sudah mandiri sejak kuliah, sering dapat tugas ke desa terpencil. Jadi memasak adalah keharusan bagi Atha.

"Wah... hebat sekali. Ngomong-ngomong Atha bisa masak sayur bening tidak?" tanya Widya semakin bersemangat untuk mengintrogasi gadis di hadapannya.

"Sayur bening? Bayam kan?" Atha balik bertanya untuk memastikan.

"Benar. Pakai bayam."

"Oh... bisa dong, Ma. Masak sayur gampang seperti itu tidak bisa" jawab Atha dengan polosnya karena ia memang tidak mengerti jika Widya sedang mengadakan sesi wawancara untuk menyeleksi calon istri Dira.

"Kalau ayam goreng sambal pencit?."

Pletak.

Dira meletakkan sendok dan garpu yang ia pakai. Ia mengambil tisu dan mengelap bibirnya. Dira merasa jengah mendengar percakapan unfaedah antara Widya dan Atha sehingga menurutnya lebih baik pergi secepat mungkin daripada harus menjadi pendengar yang tidak paham tentang topik yang dibicarakan.

"Dira sudah selesai, Ma."

"Lalu?."

"Mau kembali ke kantor. Ada meeting dengan klien dari San Fransisco" sahut Dira lagi.

"Edward.....!!!!" Widya berteriak memanggil sekretaris Dira. Laki-laki berumur dua puluh delapan tahun itu segera berlari menghampiri tuan rumah yang memanggilnya.

"Saya, Nyonya Widya. Ada perlu apa memanggil saya?" tanya Edward sopan. Tak lupa ia membungkuk terlebih dahulu kepada Widya sebagai rasa hormat kepada atasannya.

"Apakah anak nakal ini ada meeting setelah jam makan siang?" tanya Widya.

"Tidak ada, Nyonya."

Cettasss...

Dira memukul paha Edward dengan sepatunya. Ia geram dengan jawaban yang diberikan Edward pada Widya.

"Heiii... kau mau aku pecat ya? Cek lagi jadwalku setelah ini aku ada meeting dengan klien dari San Fransisco" perintah Dira kesal.

"Bukankah Tuan sendiri yang membatalkan meeting itu dan menundanya hingga lusa?."

Plak...

Plak..

Plak..

Dira memukul paha Edward berkali-kali. Laki-laki itu tentu terkejut mendapat pukulan dari atasannya. Edward bertanya-tanya apa kesalahannya sehingga Tuannya ini murka terhadapnya.

"Cukup, Dira!!! Kamu disini! Temani Athalia makan siang. Mama mau jalan-jalan dulu sama Edward."

"No, Mamae...!!! Mama mau selingkuh sama Edward??? Mentang-mentang nggak ada Om Edo, Mama jadi bebas gaet brondong asin kayak dia" Dira menunjuk wajah Edward.

Puk...

"Ngawur aja kalau ngomong!!!" Kali ini Widya memukul bahu Dira dengan sepatunya yang tadi digunakan Dira untuk memukul Edward. Widya kesal, anak sulungnya ini selalu saja ceplas ceplos jika berbicara.

Widya segera bangkit dari tempat duduknya dan meminta Edward menemaninya pergi jalan-jalan. Aneh memang, di tengah cuaca terik di kota Jakarta Widya malah meminta di temani jalan-jalan bukan memilih tidur atau berdiam diri di rumah.

Dira menarik nafas panjang ketika mendengar deru suara mobilnya yang semakin lama semakin menjauh. Ia yakin Mamanya sudah pergi bersama Edward meninggalkan dirinya berdua dengan dokter muda ini.

"Apa maumu?" tanya Dira langsung tepat pada intinya.

"Saya? Maksud Kakak apa ya?" tanya Atha tak mengerti.

"Kau bukan adikku. Jadi jangan memanggilku kakak!!!" perintah Dira tegas yang membuat Atha tersentak kaget.

"Maaf."

"Saya maafkan. Tapi nanti nunggu lebaran sekalian" sahut Dira yang membuat Atha mengernyitkan dahi dengan watak laki-laki ini.

"Apa visi dan misimu datang kemari?" tanya Dira kali ini ia melemparkan tatapan dinginnya ke arah Athalia.

"Visi dan misi? Saya kesini karena diundang makan siang oleh Ibu Widya. Itu saja" sahut Atha.

"Bohong...!!! Kau pasti ada maksud terselubung. Iya kan? Katakan apa maumu?" tanya Dira masih dengan tatapan tidak bersahabat pada gadis itu.

Athalia menghela nafas. Nafsu makannya mendadak hilang.

"Saya tidak ada maksud apa-apa. Hanya memenuhi undangan Ibu Widya"

"Tidak mungkin...!!! Kau pasti salah satu dari DirLovers yang menyelinap masuk kesini agar bisa berfoto denganku. Iya kan?" tuduh Dira membuat Atha ingin sekali mencubit mulut pria ini karena gemas.

"Iya, saya adalah DirLovers. Bukankah Anda sendiri yang memberikan ini sebagai simbol anggota?"

Atha mengeluarkan bros kupu-kupu dari snelinya sembari terkekeh melihat tingkah Dira yang lucu ini. Atha bukannya tidak tahu apa itu DirLovers, fansbase milik Dira yang dididirikan oleh Dira sendiri. Asal Dira tahu jika Atha sudah menjadi DirLovers sejak dirinya masih berseragam putih abu-abu. Mengidolakan sosok tampan Dira yang berjalan dengan snellinya.

"Apa-apaan ini? Bros lima ribu dapat tiga yang kau tunjukkan sebagai anggota? Ngelawak!!! Tolong Anda daftar dulu lewat akun resmi" kata Dira gusar dan itu malah membuat Atha semakin tergelak.

"Aku tidak menyangka kakak tampan idolaku ternyata sangat lucu. Kakak sangat menggemaskan" kata Atha yang dibalas tatapan tidak suka oleh Dira.

"Berhubung kau bukan anggota DirLovers yang resmi. Maka saya tidak ada waktu untuk sekedar foto ataupun memberikan tanda tangan secara cuma-cuma. Silakan Anda bisa daftar dulu lalu kembali ke sini!" kata Dira membuat Atha semakin tertawa tak karuan.

"Baiklah, berhubung makan siangku sudah habis dan jam istirahatku juga sebentar lagi selesai. Maka saya pamit dulu" ucap Atha sopan.

Athalia bangkit dari tempat duduknya. Ia masih saja dalam mode menahan tawanya yang tak kunjung reda. Atha langsung bergegas meninggalkan kediaman keluarga Sanjaya. Ia melangkahkan kakinya dengan riang. Tak lupa tawa yang sedari tadi tak bisa dibendungnya karena ucapan-ucapan Dira yang menggelitik hatinya.

"Huft... Akhirnya dia pulang juga" Dira menghela nafas lega setelah mendengar deru mobil milik dokter itu perlahan semakin tak terdengar.

Dira mengambil ponselnya dan mendial seseorang yang sangat ia rindukan kehadirannya.

"Halo, Kadir. How are you?."

"Kiaraaaa sarang burunggggg....!!!! Cepat pulang, gue kangen...!!!!!"

03

08.15 waktu Milan

Tok... Tok... Tok....

Tok... Tok... Tok...

Kiara dan Elang saling bertanya saat mendengar pintu kamar mereka diketuk dengan kencang. Elang melirik arlojinya dan tentu saja merasa aneh jika pagi-pagi seperti ini mereka sudah kedatangan tamu. Bahkan sangat aneh karena menurutnya sejak mereka menginap di apartemen ini, ia tidak pernah menerima tamu satupun.

Tok... Tok... Tok...

Bunyi ketukan cepat dan keras menandakan tamu tersebut sudah tidak sabar untuk bertemu si pemilik kamar. Kiara dan Elang yang saat ini hendak sarapan tentu saja memgurungkan niatnya. Suara berisik di luar harus segera diakhiri agar tidak mengganggu telinga tetangga di sekitar.

"Biar Elang yang buka" Elang menawarkan diri ketika melihat Kiara hendak bangkit dari duduknya. Elang melangkah buru-buru karena suara ketukan pintu semakin menjadi-jadi.

Ceklek....

"Kiaraaaaa.............. gue ka... ngennnnn"

Elang langsung mengelak ketika sosok tamu tak diundang itu masuk dan hendak memeluknya. Jujur ia kaget dengan kedatangan kakak iparnya yang langsung saja berteriak histeri ketika ia membuka pintu kamarnya.

"Eh, kok bukan Kiara sih?" Dira memasang tampang juteknya ketika melihat Elang yang muncul di hadapannya.

"Mm... Abang.... A... a... Ara.. di dalam" kata Elang yang tak tau mengapa ia menjadi gagap ketika bertemu dengan Dira.

"Duhhhh kamu selalu saja merusak script! Harusnya yaa... yang muncul itu si sarang burung. Abang teriak kayak tadi terus peluk tuh anak. Si Kiara terharu melihat kedatangan Abang. Dia ngadu kalau dia nggak betah di sini dan ngerengek minta pulang" cerocos Dira yang membuat Elang menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Abang kok bisa sampai di sini?" tanya Elang.

"Ya bisa lah. Kau lupa siapa kakak iparmu ini? Abang punya jet pribadi, heli pribadi, tinggal telpon Kapten Jack langsung deh dianterin. Nggak pake ongkir" jawab Dira menyombongkan diri.

Elang kembali speechless. Ia bingung menghadapi kakak iparnya ini. Istrinya saja sudah ajaib, apalagi kakak iparnya? pasti lebih ajaib dari Kiara.

"KIARA MANA ELANG ????? ABANG MAU KETEMUUUU.... JANGAN DIUMPETIN...!!!!"

Elang langsung mundur teratur ketika Dira tiba-tiba berteriak di hadapannya.

Buggg

Sebuah bantal mendarat sempurna di wajah Dira. Dira yang tadinya hendak melangkah mencari Kiara tentu saja mengurungkan niatnya.

"Kebiasaan deh. Nggak di Jakarta, nggak di Milan, tetep aja bersisik. Lu kesambet apaan sih, Kadir? Selalu aja bikin huru-hara" kata Kiara sebal.

Ia yang tadinya ingin menyantap sarapan roti bakarnya, harus tertunda karena mendengar teriakan Dira. Seketika Kiara langsung berlari dengan kedua tangan yang secara spontan mengambil roti bakar yang tadi sudah ia siapkan untuk sarapan mereka.

Kiara memberi kode kepada Elang untuk duduk di sofa. Ia kemudian memberikan roti bakar milik Elang. Mereka menyantap roti bakar itu tanpa memperdulikan Dira yang meringis kesakitan.

"Kirrrrrr..... sarang burung.... my little pony.... gue kangen sama elu..." Dira bangkit dan langsung berhamburan memeluk Kiara.

Dira memeluk Kiara dengan erat. Namun, tangan kanannya masih saja bisa membelok, mengambil jatah roti bakar milik Elang dan melahapnya.

"Eh... itu sarapan suami gue, Kadirrrrrrr. Kenapa elu embat????" Kiara menghempaskan tubuh Dira dan mencubit bibirnya dengan kesal.

"Sayanggg... sudah. Aduhhh.. mesti perang dunia kalau sudah ketemu!!!" Elang berusaha menahan Kiara agar tidak mengamuk pada Dira.

Elang segera bangkit, mengambil segelas choco milk yang tadi sudah ia siapkan untuk istrinya.

"Resek...!!!" Kiara mendengus kesal melihat tingkah kakaknya itu.

"Sudah, jangan marah terus! ini diminum dulu mumpung masih hangat" kata Elang menyodorkan minuman yang tadi ia bawa.

"Eh... Elang, minuman Abang mana??? Abang tamu lho di sini. Masak nggak diberi minum? Adik ipar macam apa kau" umpat Dira sebal.

Elang hanya terkekeh. Ia kemudian kembali ke dapur untuk membuatkan minuman untuk kakak iparnya yang absurd itu.

"Diminum dulu, Abang" kata Elang sopan.

"Ini nggak ada racunnya kan?"

"Cerewet deh lu!!! Udah minta dibikinin minum, protes lagi!!" Kiara kembali naik darah melihat tingkah kakaknya itu. Andai saja tidak ada Elang, Kiara pasti sudah menyumpal mulut Dira dengan sandal yang dipakainya.

"Lu galak banget sih, Kir? Gue kan datang jauh-jauh ke sini..."

"Gue nggak nyuruh!!!" potong Kiara cepat.

"Gue kan kangen ama elu Kir... my little pony. Hatiku sepi tanpamu. Hanya suara jangkrik yang menemani malam-malamku" kata Dira mulai mendramatisir.

Elang tersenyum geli melihat tingkah kakak iparnya itu. Ia memilih kembali ke dapur, melanjutkan sarapannya disana. Tak lupa Elang memakai headset untuk menutup telinganya agar tidak mendengar perdebatan antara kakak beradik itu.

"Kir... lu ikut gue pulang ke Jakarta yak. Gue kesepian. Hiks... hikss... hiks..." kata Dira pura-pura menangis.

"Eh... enak aja lu ngomong. Lu sendiri kan yang nyuruh gue ama Elang buat bulan madu selama sebulan. Ini masih seminggu lho, daftar belanjaan gue juga belum tamat" tolak Kiara sebal.

"Aduuhhh... gue ralat deh. Lu udahan aja bulan madunya. Lagian kalau mau belanja nanti gue bikinin mall di belakang rumah. Lu bisa belanja sepuasnya" bujuk Dira lagi.

"No, Kadir!!! Enak aja lu ngubah-ngubah jadwal orang. Gue tuh udah ada rencana sama Elang buat balik ke Spanyol. Gue belum kenalan sama semua keluarga Elang di sana..."

"Aduuhhhh, Kir. Kalau cuma kenalan kan bisa sekalian nanti lebaran. Lu pulang aja yak sama gue. Nggak usah ke Spanyol lagi" rengek Dira persis seperti anak-anak yang sedang merajuk kepada ibunya.

"Nggak mau. Gue masih mau honeymoon. Sesuai jadwal jatah liburan gue masih ada tiga minggu lagi"

"Aduuhhhh, Kiara sarang burung my little pony!!! Seminggu nggak ada lu tuh dunia gue hampa. Gue kangen ribut sama elu. Gue kangen getokan heels lu. Gue kangen melihat tawamu, mendengar senandungmu..."

"Tetttt..... Sheila on 7, anugrah terindah yang pernah ku miliki" sahut Elang dari dapur. Ia yang tak sengaja melepas headsetnya, mendengar celotehan Dira yang berisi lirik lagu band favoritnya.

Buggg

Buggg

Kiara melempar bantal sofa ke arah Elang dan Dira. Suami dan kakaknya ini menambah kekesalannya di pagi hari. Saat sedang berdebat seperti ini masih saja sempat bercanda main tebak lagu. Bagaimana Kiara tidak gusar?

"Lu sekarang balik ke Jakarta. Belum satu jam lu di sini, lu udah bikin gue naik darah. Lu bikin mood gue jelek pagi-pagi begini. Lu bikin kamar gue berisik...."

"Alah... biasanya juga berisik, Kir" sahut Dira memotong ucapan Kiara. Alhasil Kiara semakin sebal dan mencubit paha Dira dengan keras.

"Pulang nggak sekarang!!! Lu bikin bulan madu gue bernoda aja" usir Kiara dengan sengit.

"Aduh, Kir. Nggak mungkin lho gue pulang sekarang. Malah gue berencana nginep di sini. Itung- itung melepas kerinduan sama adik gue"

"No, Kadir!!! No!!! Disini cuma ada satu kamar. Lu mau tidur di mana? Sana pulang!!! Atau nggak sewa kamar di hotel"

"Yahh.. nggak seru dong. Kita bisa tidur bertiga. Lu di tengah jadi kan gue ama Elang nggak berebutan" kata Dira memberi ide yang langsung dihadiahi gebukan dari Kiara.

Elang segera berlari memisahkan Kiara dari Dira. Sebagai orang luar yang baru resmi menjadi keluarga Sanjaya, Elang merasa tidak berhak ikut ribut dengan kakak beradik ini. Elang pikir membiarkan mereka berdua akan aman-aman saja. Tapi ternyata dugaannya salah.

"Sudahlah, sayang. Biarkan saja kalau Abang mau menginap disini. Nanti Elang akan minta kasur tambahan buat Abang. Sudah jangan marah-marah lagi" kata Elang menengahi.

"Tapi si Kadir tuh..."

"Udah nggak apa-apa. Abang lagi kangen sama kamu. Jadi biarin aja ya"

"Kadir dibiarin tambah ngelunjak, sayang" gerutu Kiara sebal.

"Udah... udah... kenapa kalian malah berantem sih? Gue laper nih. Kir buatin gue nasi goreng telur mata sapi dong" perintah Dira tanpa dosa.

"Enak aja lu nyuruh-nyuruh. Lu pikir gue Mama Widya yang bisa masak apa aja? Ini aja gue baru belajar bikin roti bakar, Kadir"

"Yaudah sana! roti bakar juga nggak apa-apa. Tapi enam lapis ya, pakai isian cokelat, keju, ama mentega" perintah Dira semakin menjadi.

Elang kembali menarik tangan Kiara yang hendak menjambak rambut Dira. Dengan segera, Elang menggiring Kiara ke dapur untuk membuat pesanan milik Dira.

Kiara memonyongkan bibirnya. Dengan berat hati, Ia membuatkan roti bakar seperti pesanan Dira. Butuh waktu lima belas menit bagi Kiara untuk menyelesaikan tugasnya. Tak lupa Kiara mendoakan roti bakar itu dengan harapan setelah Dira memakannya, Dira akan pergi dari kamar mereka.

"Sudah???" tanya Elang yang dibalas anggukan kepala oleh Kiara.

"Ayo, kita temui Abang sekarang!" ajak Elang lalu mereka berjalan beriringan hendak memberikan roti bakar pesanan Dira.

Namun, Kiara kembali dibuat kesal ketika melihat Dira tertidur di atas sofa. Sudah nungging, ngorok lagi tidurnya. Bagaimana Kiara tidak kesal?

Kiara mencengkram roti bakar buatannya dengan geram. Ia sudah bersiap-siap akan menyumpalkan roti bakar itu pada mulut Dira yang berisik. Tapi untung saja Elang segera mencegah Kiara.

"Sudah... sudah... Abang pasti lelah" kata Elang cepat. Ia harus segera meredakan emosi Kiara agar tidak mengamuk.

"Kadir keterlaluan, Sayang"

"Maafin Abang, ya. Kita sebagai adik harus banyak bersabar menghadapi Abang yang unik seperti ini" bujuk Elang.

"Terus rotinya?"

"Sudah letakkan saja di meja! Nanti kalau Abang bangun, bisa dihangatkan lagi. Jangan marah lagi ya, sayang" kata Elang mencoba memberikan solusi kepada istrinya yang masih merengut melihat tingkah kakaknya.

"Yasudah kalau Kadir lagi tidur, kita berangkat sekarang aja"

"Lho? Berangkat?" tanya Elang.

"Yaiyalah, sayang. Kita kan mau jalan-jalan. Kamu nggak liat apa daftar belanjaanku masih banyak?"

"Kalau kita pergi lalu Abang?" tanya Elang karena ia sebenarnya ragu untuk pergi meninggalkan Dira sendiri.

"Udah biarin aja! Kadir sudah besar. Kalau dia bangun bisa jalan sendiri. Pokoknya cepat ganti baju. Kiara mau jalan-jalan!!!"

Elang tersenyum. Istrinya ini kalau sudah menginginkan sesuatu memang harus dituruti. Elang langsung bergegas berganti pakaian karena jika tidak, istri kesayangannya itu akan mengamuk dan menolak memberinya jatah

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!