di sebuah masjid di salah satu kota sedang ada acara akan dilaksanakan sebuah akad pernikahan, semua sudah di persiapkan dengan sebaik mungkin. seorang pemuda sedang menjabat tangan untuk melakukan akad sedangkan pengantin perempuan berada di sebelah ruangan masjid.
"Ananda Ilham Prayoga bin Umar saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Kania Larasati binti Wijaya dengan mas kawinnya berupa uang dua puluh juta rupiah dan seperangkat alat sholat, tunai".
"Saya terima dan kawinnya Kania Larasati binti Wijaya dengan mas kawin uang sebesar dua puluh juta rupiah dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!". jawab lantang Ilham
"Sah"
deg
air mata membasahi pipinya seorang perempuan yang berada di luar masjid saat mendengar seseorang yang seharusnya menjadi suaminya tetapi malah menyebut nama wanita lain. seharusnya hari ini adalah hari pernikahan dan ustadz Ilham tetapi menjadi pernikahan ustadz Ilham dengan wanita lain, Sintia menghapus air matanya yang terus berjatuhan kemudian langkah kaki Sintia meninggalkan masjid hatinya tidak sanggup untuk melihat siapa wanita yang telah mengantikan posisinya.
sedangkan di dalam masjid semua orang bahagia karena acaranya berjalan dengan lancar begitu juga pengantin wanita yang sangat bahagia bisa menikah dengan laki laki yang dia cintai sejak duduk di bangku SMP setiap malam selalu menyematkan nama sang pujaan dan hari ini do'anya telah terkabulkan.
"Alhamdulillah do'aku terkabulkan". ucap syukur Kania
"ayo sayang kita temui suamimu". ajak sang mama
Kania di gandeng oleh mamanya berjalan menuju ke arah Ilham setelah sampai di depan Ilham Kania duduk dengan menundukkan kepalanya, dengan tangan yang gemetar Kania menyalimi tangan Ilham dan Ilham meletakkan telapak tangannya di atas kepala Kania membacakan do'a setelah membaca do'a Ilham mencium kening Kania.
"selamat kalian buat kalian". mama Ilham berbicara dan kemudian memeluk Kania
"selamat sayang keinginan mu tercapai". Kania terseyum saat mama Ilham berbicara seperti itu karena selama ini Kania selalu mengatakan kepada Maryam bahwa dia menyukai Ilham.
"Ilham mungkin takdirnya seperti ini, perlakukan Kania sebaik mungkin, mungkin jodohmu Kania bukan dia, ayah tau kamu pasti sudah paham apa tugas suami, jangan kecewakan kami semua". nasehat Umar kepada sang putra dan mengelus pundak putranya.
"iya yah, Ilham akan melakukan yang terbaik". jawab Ilham
"Kania anak ayah, sekarang sudah menjadi seorang istri jadi harus tau tugas seorang istri ya nak, lakukan sebaik mungkin untuk mengambil hati suamimu". Wijaya berbicara dengan putrinya.
"iya yah". jawab Kania
setelah akad selesai Ilham langsung membawa Kania ke rumahnya karena tidak ada resepsi pernikahan. setelah sampai di rumah Ilham membawa Kania ke kamar mereka.
"Kania maaf untuk saat ini saya belum bisa mencintaimu tapi saya akan berusaha untuk mencintaimu dan saya berjanji akan menjadikanmu satu satunya". Ilham berbicara menatap mata Kania
"aku akan membantu mas agar cepat mencintaiku". jawab Kania sambil tersenyum
Ilham memeluk Kania dan mengecup kepala Kania. Ilham berpikir tidak akan sulit untuk mencinta Kania karena dia sudah mengenal Kania sejak kecil hanya butuh merubah perasaan seseorang kakak menjadi perasaan mencintai istrinya, selama ini Ilham hanya menganggap kania sebagai adiknya.
Sintia berjalan dengan langkah gontai hatinya sesak saat takdir tidak berpihak kepadanya, saat sedang berjalan Sintia melihat kakaknya dan langsung menghampirinya.
plak
tamparan yang di berikan Sintia membuat Fira terkejut dan menatap tajam ke arah Sintia
"berani beraninya kamu menampar mbak Sintia". maki Fira
"gara gara mbak hidupku hancur". teriak Sintia
"seharusnya kamu berterima kasih sama mbak karena hidupmu sekarang bakal terjamin" jawab santai Fira
"terjamin mba bilang, kenapa tidak mba saja, kenapa harus aku". teriak Sintia lagi
"sudahlah Sintia tidak usah protes kamu, lagian kamu itu termasuk beruntung".
"aku tidak habis pikir kenapa mbak tega melakukan itu mbak, aku adikmu". suara Sintia terdengar parau
"tapi kamu bukan adik kandungku, dulu orang tuaku menemukanmu di depan rumah". jawab lantang Fira kemudian meninggalkan Sintia.
Sintia diam mematung saat satu kenyataan menghantam dirinya, pantas saja selama ini Fira tidak pernah menyukainya bahkan tega menghancurkan hidupnya. sedangkan Fira menatap sinis Sintia yang hancur.
"karenamu kedua orang tuaku mengabaikanku Sintia sampai mereka meninggalkanpun kamu yang mendapatkan warisan sedangkan aku tidak mendapatkan apapun, jadi aku tidak akan membiarkan kamu bahagia, sampai kapanpun aku akan membuatmu menderita Sintia,nikmati saja kehancuranmu". monolog Fira
"jalan pak". perintah Fira kepada sopir taksi
Sintia duduk termenung di sebuah taman, meratapi Takdir, Sintia berpikir kenapa hidupnya seperti ini, saat dirinya akan merasakan kebahagiaan dengan begitu cepatnya kebahagiaan itu di hancurkan, seakan dalam hidupnya harus merasakan kesedihan dan tidak ada kata bahagia.
"kenapa hidupku harus seperti ini hiks hiks, bahkan diri ini sudah kotor hiks hiks, mungkin wanita itu yang lebih pantas bersanding dengan mas Ilham dia masih suci dan terjaga sedangkan aku hiks sudah kotor, mungkin saja binatang jijik untuk menatapku". monolog Sintia
Sintia terkekeh sendiri di bangku itu setelah mengingat apa yang telah terjadi kepada dirinya. Sintia membiarkan air hujan membahasi dirinya, alam seakan tau kesedihan yang Sintia alami.
flashback on
seorang gadis remaja berumur 20 tahun bekerja sebagai guru ngaji membuatnya sangat bahagia walaupun hanya mendapatkan bayaran yang kecil karena dia bisa membagikan ilmu yang dia dapat, rutinitas itu dia jalani setiap hari sehingga suatu saat sang kakak yang memiliki hutang membuat dia dan kakaknya di kejar kejar oleh rentenir dan yang membuat Sintia kecewa adalah sang kakak menjualnya di sebuah club malam.
"siapa kalian". tanya Sintia saat pulang dari masjid tiba tiba ada yang menghadang
"ternyata kamu cantik juga pasti punya harga yang mahal, bisa mengambilkan modal yang saya keluarkan untuk membelimu". seorang wanita berjalan memutari Sintia
"gimana cantikkan adikku". Mayang berbicara dari balik punggung seorang laki laki
"mba apa ini maksudnya". tanya Sintia dengan cemas
"tolong mba ya Sintia , rentenir itu akan memasukkan mba ke penjara jika mba tidak membayar hutang". mohon Mayang kepada sang adik
"tapi apa maksud harga jual harga jual". tanya Sintia yang belum paham
"kamukan masih perawan dan harga keperawanan sangat tinggi,jadi maaf mba menjualmu untuk membayar hutang". dunia Sintia seakan runtuh
"tidak aku tidak mau, itu dosa mba". tolak Sintia
Sintia berusaha kabur tetapi beberapa laki laki mengejarnya, dan saat tertangkap Sintia berusaha memberontak , Sintia yang sendirian kalah di bandingkan dengan lima pria yang memegangi tangannya dan wanita itu mendekati Sintia lalu membiusnya sehingga Sinta pingsan.
Sintia yang sudah tersadar membuka matanya dan melihat ke sekeliling merasa aneh ini bukan Kamarnya, dan Sintia melototkan matanya saat dia tidak mengunakan hijab dan juga hanya berpakaian tipis bahkan tidak menutupi tubuh dengan sempurna, Sintia langsung menutup tubuhnya dengan selimut
ceklek pintu di buka dan menampilkan seorang wanita dan pria dewasa sekitar berumur empat puluh tahun ke atas.
"tuan Bagaskara dia masih perawan bahkan masih berumur dua puluh tahun, masih segar dan pasti akan membuatnya anda merasa senang". madam Ela berbicara
"bagus aku ingin malam ini hasratku tersalurkan". jawab Bagaskara yang kecewa dengan fakta yang baru dia ketahui setelah Lima tahun istirnya meninggal.
madam Ela menghampiri Sintia dan mencengkeram rahang Sintia dan memasukan dua buah pil langsung menutup mulut Sintia sehingga membuat Sintia menelan pil itu dengan susah payah.
"saya sudah memberinya obat perangsang dan penunda kehamilan tuan, saya tau anda tidak ingin menggunakan pengaman saat merobek penghalangnya dan tenang saja dia tidak akan hamil jika tuan mengeluarkannya di dalam" madam Ela menjelaskan
"bagus madam aku bisa mengandalkan mu". puji Bagaskara
madam Ela dan Bagaskara yang melihat Sintia mulia kepanasan membuatnya tersenyum puas dan madam Ela meninggalkan ruangan itu. Bagaskara langsung menghampiri Sintia dan mengelus pundaknya Sintia yang merasa dingin langsung mengerang secara perlahan, Sintia merasakan sesuatu yang asing bahkan tubuhnya bereaksi saat tangan Bagaskara hanya menyentuh pundaknya.
"ada apa dengan ku kenapa tubuhku bereaksi seperti ini". monolog Sintia yang masih berusaha menepis tangan Bagaskara, Bagaskara yang menerima penolakan dari Sintia hanya melihat saja sampai obat itu bereaksi sehingga membuat Sintia hilang akal.
Bagaskara terseyum saat melihat Sintia yang sudah hilang akal tidak menolak sentuhan sentuhan yang diberikan oleh Bagaskara
"ada apa sayang". bisik Bagaskara
"panas om". rengek Sintia
"akan om bantu menyembuhkannya". senyum seringai muncul dari bibi Bagaskara dan menarik selimut Sintia tanpa berlama-lama Bagaskara membuang semua pakaiannya, lalu merobek pakaian tipis Sintia dan menarik kaki Sintia sehingga Bagaskara mengungkungnya.
sentuhan sentuhan yang di berikan Bagaskara membuat Sintia kelimpungan.
Sintia berusaha melepaskan dirinya dan penolakan yang di lakukan Sintia sukses membuat Bagaskara semakin bersemangat, beberapa menit bermain main dengan Sintia membuat Bagaskara langsung menyalurkan hasratnya
"hiks hiks". tangis Sintia pecah saat merasakan sakit yang Luar biasa di bagian bawah, siapapun yang mendengar Sintia menangis pasti akan merasakan kasihan, hancur sudah kehormatan yang dia jaga dan seharusnya kehormatan itu untuk suaminya nanti. Bagaskara tersenyum puas saat darah keluar dari aset Sintia
"jadi seperti ini rasanya bercinta dengan perawan dulu istriku sudah tidak suci ketika menikah denganku tapi berani berani dia menghianatiku dan aku baru tau saat dia sudah lima tahun meninggal sial” monolog Bagaskara sambil memandang Sintia yang terlihat berantakan di bawahnya
"Om lepas hiks". mohon Sintia dengan suara seraknya
"Om hentikan". mohon Sintia lagi
Bagaskara menulikan pendengarnya, karena malam ini dia yang sedang emosi tidak memperdulikan siapapun
"hiks hiks". rengek Sintia tapi Bagaskara tidak menghiraukannya.
setelah puas Bagaskara baru menghentikan permainannya dan Sintia hanya bisa menagis dengan apa yang terjadi pada dirinya dan Bagaskara meninggalkan Sintia begitu saja
"hiks hiks". tangis Sintia pecah dan meringkuk di ranjang itu dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya
pagi harinya Sintia histeris saat melihat keadaannya yang polos dan dia melihat bercak darah disprei hilang sudah kehormatan yang dia jaga selama ini, saat sedang menangis madam Ela datang dan membawakan salep tanpa banyak tanya madam mengolesi Salep itu di luka Sintia, dan Sintia hanya meringis menahan perihnya
"kamu sangat beruntung bisa tidur dengannya semalam banyak yang menawarkan diri mereka untuk bisa bersama tuan Bagaskara, tapi dia malah milihmu". madam Ela
"aku tidak menginginkan itu". ucap Sintia
"kamu juga beruntung karena tuan Bagaskara membelimu jadi kamu akan jadi simpan pribadinya dan tidak harus melayani banyak pria untuk mendapatkan uang". sambung madam Ela
"aku tidak mau seperti ini". jawab Sintia
"sudahlah terima saja takdirmu, lagian jika kamu seperti ini akan memilik banyak uang di bandingkan menjadi guru ngaji". madam Ela meletakan baju di dekatnya Sintia
"sebentar lagi ada orang yang akan menjemputmu jadi bersihkan dirimu". setelah mengatakan itu madam Ela meninggalkan Sintia.
Sintia berjalan ke kamar mandi dengan menahan nyeri di bagian bawahnya, sampai di dalam kamar mandi Sintia membiarkan tidak tubuhnya berada di bawah shower, air membahasi tubuhnya Sintia.
"hiks hiks hidupku sudah hancur". tangis Sinta pecah dan Sintia menggosok tubuhnya berharap bisa kembali lagi bahkan Sintia menatap jijik tanda berwarna yang di tinggalkan sangat banyak.
setelah kepergian madam Ela ada beberapa orang menjemput dan membawanya ke sebuah apartemen dan disana Bagaskara sudah menunggu
"Om". panggil Sintia
"mulai hari ini kamu tinggal di sini dan saya akan memberikan apa yang kamu minta asal kamu menuruti apa yang saya ucapan". Sintia yang merasa dirinya sudah kotor hanya menganggukan kepalanya dan daripada dia kembali ke rumah itu lagi. setelah kepergian Bagaskara beberapa wanita masuk ke apartemen itu.
"siapa kalian". tanya Sintia
"maaf nona saya datang kemari membawa pakaian,tas,sepatu dan beberapa perhiasan". jawab salah satu dari mereka
Sintia dapat melihat bahwa barang barang itu adalah barang barang mewah, miris hatinya saat melihat barang barang itu, Bagaskara benar benar memanjakan tetapi semua itu tidak gratis Sintia menarik nafasnya.
"ini ada ponsel dari tuan Bagaskara nona". wanita itu menyerahkan ponsel kepada Sintia.
ting
*Bagaskara*
manjakanlah dirimu, aku sudah mengirim beberapa perawat untuk merawat kulitmu agar tetap halus dan cantik
Sintia membaca pesan dari Bagaskara
flashback off
satu jam lamanya Sintia berada di bawah guyuran hujan hingga hujan itu berhenti, rasa dingin tidak Sintia rasakan. Sintia hanya merasakan beban hidup yang sangat berat dia merasa semua ini tidaklah adil untuknya. di umur dua puluh tahun harus mengalami hal seperti ini.
"apa yang kamu lakukan di sini". suara bariton seseorang membuat Sintia terkejut dan langsung mengangkat kepalanya
"om". lirih Sintia
"kenapa hujan hujan di sini". tanya Bagaskara dengan nada intimidasi
"sa saya hanya menenangkan diri om". jawab Sintia
"dengan hujan hujan". tanya Bagaskara lagi
"iya". jawab Sintia
"kamu ingin mati dan membuat saya rugi telah menembus mu dari madam Ela". Sintia hanya mengelengkan kepalanya
"JAWAB". bentak Bagaskara
"ti tidak om". jawab Sintia dengan gugup
tanpa aba aba Bagaskara menyeret Sintia ke dalam mobil dan menghempaskan Sintia begitu saja.
brakk
suara pintu mobil yang di tutup dengan kadar oleh Bagaskara membuat Sintia ketakutan.
"Jhon jalan". perintah Bagaskara dengan datar
Sintia duduk di samping Bagaskara dengan gugup, Sintia meremas tangannya untuk menghilangkan rasa takut dan gugup. lima belas menit mobil yang di kendarai sampai di apartemen. saat sampai di apartemen Bagaskara langsung menghempaskan Sintia di ranjang.
"ingat Sintia jika kamu coba coba untuk melakukan tindakan yang tidak aku sukai, akan aku kembalikan ke madam Ela dan di sana kamu akan melayani banyak pria". Bagaskara mencengkram rahang Sintia
"jangan om, jangan kembalikan Sintia di sana". mohon Sintia
"jika tidak ingin di kembalikan, jadilah wanita yang penurut, paham". tanya Bagaskara
"paham om". jawab Sintia
"acih". Sintia bersin bersin dan merasa mengigit, Bagaskara yang melihat hanya menghela nafasnya
"bersihkan dirimu dan tunggu sampai dokter datang untuk memeriksa mu". perintah Bagaskara
tanpa menunggu waktu lama Sintia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Bagaskara keluar dari kamar Sintia.
"bik nanti akan ada dokter yang datang untuk memeriksa Sintia dan buatkan sup untuk di makan".
"baik tuan". jawab pelayanan itu
setelah mengatakan itu Bagaskara meninggalkan apartement. Sintia berbaring di ranjang sambil memijat pelipisnya yang terasa pusing dan hidungnya yang terasa gatal.
tok
tok
tok
"non ini bibi bersama dokter".
"masuk saja bik". jawab Sintia
ceklek
pelayan masuk bersama dokter, dokter itu mendekati Sintia dan terseyum, sebenarnya dokter itu merasa kasihan dengan apa yang terjadi kepada Sintia, umur Sintia sama dengan anaknya. dokter itu terkejut saat beberapa minggu yang lalu Bagaskara membawa seorang gadis untuk di pasang alat penunda kehamilan. rasa penasaran dokter itu membuatnya bertanya kepada Jhon, saat Jhon menceritakan apa yang di alami Sintia membuat iba, bagaimana jika yang berada di posisi itu adalah putrinya.
"Hay Sintia kita bertemu lagi". sapa dokter itu
"Hay juga dok". jawab Sintia
"saya periksa dulu ya".tanya dokter itu
"iya dok". jawab Sintia dengan terseyum
dokter itu dengan teliti memeriksa keadaan Sintia.
"hanya demam saja, saya akan resepkan obat agar cepat sembuh".
"terima kasih dok". jawab Sintia
setelah memeriksa keadaan Sintia, dokter itu pamit untuk pulang, setelah kepergian dokter, Sintia menyandarkan badannya di kepala ranjang dan mengambil sup yang sudah di siapkan oleh pelayan. Sintia memakan sup itu dengan diam.
"Takdir". Sintia terkekeh saat menyebut satu kata itu
"aku benci dengan takdir ini". sambung Sintia dengan memegang erat mangkok
pyar
Sintia melempar mangkok yang berisi sup itu, pelayanan yang mendengar suara pecahan langsung berlari ke kamar Sintia.
"hiks hiks". pelayan yang mendengar suara tangisan Sintia merasa iba dan mendekati Sintia
"non". panggil pelayan itu
"bik kenapa takdirku seperti ini". tanya Sintia
"sabar non mungkin akan ada hikmah di balik semua ini pasti non Sintia akan merasakan kebahagiaan nanti". pelayan itu berusaha menenangkan Sintia
"kapan bik hidup sudah hancur, bahkan sekarang hidupku hanya sebagai pemuas nafsu saja hiks hiks". bik mar membawa Sintia kedalam pelukannya untuk menenangkan Sintia.
"sekarang non Sintia tidur saja ya, sudah malam". Sintia hanya mengangguk dan menarik selimut sedangkan pelayan itu membersihkan pecahan mangkok tadi.
drt
drt
"hallo tuan". jawab pelayan itu
"bagaimana keadaannya". tanya Bagaskara di seberang telepon
"tadi dokter sudah memeriksanya hanya demam tuan".
"sedang apa dia". tanya Bagaskara
"non Sintia sudah tidur tuan". jawab Pelayan itu
"apa dia mengamuk lagi".
"iya tuan".
"bik masukkan barang barang dia ke dalam koper, besok saya akan membawanya ke London". perintah Bagaskara
"baik tuan".
Bagaskara mematikan sambungan teleponnya itu, Bagaskara sengaja membawa Sintia ke London agar wanita itu bisa menerima takdirnya, Bagaskara tidak ingin kehilangan Sintia karena dengan adanya Sintia dia tidak perlu menyewa ****** di luar sana yang telah tidur dengan banyak pria, jika Sintia bisa menerima takdirnya dengan begitu Sintia akan menjadi ****** pribadinya. jahat memang pemikirannya mau bagaimana lagi, penghianat yang di lakukan mendiang istrinya membuatnya gelap mata. Bagaskara langsung mengistirahatkan tubuhnya.
Sintia terbangun karena mendengar suara di dalam kamarnya, saat dia membuka matanya pemandangan pertama yang dia lihat adalah bik mar yang sedang memasukkan pakaiannya ke dalam koper.
"bik kenapa pakaianku di masukkan ke dalam koper". seketika rasa takut menyelimuti Sintia, dia takut jika Bagaskara mengembalikannya ke madam Ela.
"tuan menyuruh saya untuk membersihkan pakaian non". jawab bik sum
"apa om Bagaskara akan mengambalikan ku ke madam Ela". tanya Sintia dengan cemas
"bukan non, tuan akan membawa non ke London". jawab bik mar
"London". tanya Sintia sekali lagi
"iya non".
ting
*om Bagaskara*
bersiap siap lama, saya akan membawamu ke London
^^^*Sintia*^^^
^^^iya om^^^
setelah membalas pesan Bagaskara, Sintia membantu bik mar membereskan pakaiannya. setelah itu dia memasuki kamar mandi. Sintia telah siap menunggu Bagaskara di ruang tamu Karen lima belas menit yang lalu Bagaskara telah mengirim pesan agar dirinya sudah siap karena sopirnya akan menjemputnya
Ting tong
Sintia membuka pintu terlihat Jhon sudah berdiri di depan, Sintia mempersilahkan Jhon masuk untuk mengambil kopernya. Sintia mengikuti Jhon dari belakang. setalah semuanya sudah siap Jhon menjalankan mobilnya. Sintia melihat ke arah jalanan dan saat itu Sintia melihat Ilham bersama seorang perempuan yang bercadar akan memasuki restoran, Sintia melihat Ilham mengandeng tangan perempuan itu.
"pasti itu istrinya, dan ternyata istrinya jauh lebih baik , berpakaian tertutup bahkan yang terlihat hanya matanya saja, semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua, aku sudah cukup senang saat Ilham melamarku wanita itu, mungkin hubunganku dengan Ilham hanya sampai di sana, takdir Ilham bersamamu mba". monolog Sintia.
Sintia sudah sampai bandara dan langsung menghampiri Bagaskara yang telah menunggunya. Bagaskara dan Sintia segera memasuki bandara dan menuju ke pesawat pribadi milik Bagaskara. setelah duduk di dalam pesawat Sintia mengikuti arahan dari pramugari. mulai hari ini Sintia akan mengikuti arus kehidupan akan seperti apa kehidupannya akan dia ikuti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!