Ketika anda membuat pengorbanan dalam pernikahan, anda tidak hanya mengorbankan satu sama lain, tetapi satu kesatuan dalam suatu hubungan. Pernikahan yang sukses selalu segitiga seorang pria, seorang wanita dan Allah.
Pernikahan adalah selalu bersama dan tetap dalam satu tujuan meski dengan cara yang terkadang berbeda.
Takdir tak pernah bertanya sedalam apa kau mencinta seseorang. Maka jika dia milikmu, Ia tak akan memilih orang lain selain dirimu.
Rumah yang bercat kuning itu, dengan desain interior yang minimalis, tapi tidak meninggalkan kesan moderennya masih berdiri kokoh walaupun sudah berusia 30 tahun lebih.
Nafeesa baru saja sampai di depan rumahnya, Rumah tempat Dia dibesarkan sejak dirinya diasuh dan diangkat jadi anak di dalam rumah itu. Waktu itu dia berusia kira-kira sekitar tiga tahun.
Dia memasukkan mobil kesayangannya ke dalam garasi rumahnya. Mobil jenis Honda Vario series dengan warna merah yang setiap hari menjadi teman setianya disaat akan bepergian dan terutama jika bekerja.
Nafeesa merasa hari ini cukup melelahkan, karena harus menyelesaikan banyaknya tumpukan dokumen yang harus dia selesaikan.
Dia mematikan mesin mobilnya dan turun dari mobilnya tersebut. Di rumah itu lah Dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang yang tulus.
Ke dua orang tua angkatnya memberikan kasih sayang yang tulus layaknya Ia anak kandung. Bukan hanya curahan kasih sayang dia dapatkan dari Mami dan Papinya tapi, dari Kakeknya Tuan Brawijaya terkhusus.
Tuan Brawijaya sangat menyayanginya dengan setulus hatinya, bahkan sangat memanjakan cucunya itu. Sejak kecil, ia tidak pernah menentang atau pun melanggar aturan yang dibuat oleh Kakeknya. Karena itu lah dirinya sangat disayangi oleh Pak Brawijaya.
Pak Brawijaya adalah pensiunan tentara sehingga didikan yang diterima oleh Nafeesa pun sangat lah disiplin dan mandiri. Ia bangga dibesarkan dan diasuh oleh Kakeknya tersebut. Karena baginya, tanpa Kakeknya lah Ia tidak akan seperti sekarang ini.
Dan sebab itu lah, saat dirinya mendengar berita tentang perjodohannya, tanpa banyak pikir dua menyetujui hal tersebut. Walaupun Dia belum pernah melihat sosok calon suaminya itu sekalipun seumur hidupnya.
Nafeesa sedikit pun tidak membantah permintaan dan keputusan yang telah dipilihkan untuknya jodoh yang sudah diatur oleh mereka.
Dengan bismillah ia memantapkan hati dan perasaannya untuk menerima perjodohan itu. Kakeknya pun sangat bahagia disaat Dirinya mengiyakan dan setuju dengan perjodohannya. Pernikahannya tersisa dua minggu dari hari itu.
"Ya Allah jika ini yang terbaik untuk kehidupanku maka ikhlaskan hati ini untuk menerima dan menjalankan amanah dari Kakek."
Nafeeza terduduk di ujung ranjangnya sambil memikirkan keputusan yang sudah dia ambil.
Dia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan yang terpancar dari ke dua orang tuanya. Kakeknya sangat bahagia karena sejak dahulu sudah merencanakan dan memimpikan pernikahan mereka.
Tok... Tok..
Suara ketukan pintunya membuyarkan lamunannya. Dia bergegas berdiri dan beranjak dari duduknya.
Ia terlebih dahulu merapikan pakaiannya, bercermin sekilas untuk melihat wajahnya yang sembab itu setelah menangis.
"Nafeesa apa Kamu sudah tidur nak?" tanya Kakeknya.
Ternyata beliau yang telah mengetuk pintu kamarnya sedari tadi.
"Belum kek, tunggu saya bukakan pintunya," jawabnya dari arah dalam kamarnya.
Ia memegang gagang pintu dan bersiap memutar kenop pintunya. Wajah teduh dan penuh karisma yang terlihat di kedua pasang matanya.
Di wajahnya sudah ada beberapa guratan halus keriput di wajahnya, pertanda jika usia beliau sudah memasuki usia senja.
Nafeeza langsung tersenyum manis ke arah Kakeknya agar Beliau tidak mengetahui jika dirinya baru saja menangis tersedu-sedu.
"Masuk Kek," titahnya.
Pak Brawijaya masuk ke dalam kamarnya.
Ia berjalan ke sudut ruangan kamar Nafeesa, beliau duduk di kursinya yang berdekatan dengan jendela.
Pak Brawijaya menatap lekat wajah cucu angkatnya. Beliau merasa bangga, karena Nafeesa selalu memenuhi keinginan dan permintaannya tanpa ada bantahan sedikit pun. Seperti halnya dengan perjodohan ini.
Beliau beranggapan tidak sia-sia dia didik dengan keras dan disiplin.
"Kakek baik-baik saja kan?" Nafeeza melihat ke arah wajah Kakeknya.
Seperti ada sesuatu yang dipikirkan oleh Kakeknya yang menjadi beban pikirannya. Dia memegang lembut dan penuh kasih sayang tangan yang mulai keriput itu.
"Kakek apa baik-baik saja? sepertinya ada yang mengganjal dipikiran Kakek," ujarnya sambil menatap ke arah dalam ke dua bola matanya.
Pak Brawijaya hanya tersenyum menanggapinya pertanyaan dari cucu kesayangannya itu. Kasih sayang dicurahkan oleh Pak Brawijaya menimbulkan kecemburuan dari Lidya. Tapi, satu pun dari anggota keluarganya tidak ada yang tahu. Lidya sangat pintar bermain drama jika di depan mereka.
"Maafkan Kakek jika, harus memaksakan kehendak Kakek nak, Kakek ingin melihat Kamu bahagia di sisa waktu dan Hidupnya Kakek," tutur Kakeknya dengan wajah sendunya.
Nafeesa mencium punggung tangan kakeknya agar beliau merasa tenang.
"Apa Kamu keberatan jika Kakek jodohkan dengan anak dari temannya Kakek?" tanya kakeknya sambil memegang tongkatnya yang selalu setia menemaninya.
"Saya sama sekali tidak keberatan Kakek, insya Allah siap menikah dengan pria pilihan Kakek," jawabnya dengan suara yang lemah lembut.
"Tapi, nak ini adalah hidupmu, Kamu bisa menolak pernikahan kalian sebelum akad nikahnya, Kakek ridho dengan keputusan Kamu," terang Kakeknya.
Kakeknya memegang tangan cucunya dengan penuh kasih sayang.
Nafeesa memandang penuh rasa kasih sayang dan cinta kasih kepada Kakeknya. Tatapan mata yang teduh menyejukkan hati. Dia menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan permintaan dari Kakeknya.
"Kakek, Saya tidak ingin membatalkan pernikahan ini dan tidak akan pernah, Hyuna siap menikah dengan pria manapun yang kakek kehendaki," tuturnya.
"Tapi!! nak ini hidupmu, Kamu lah yang akan menjalaninya bukan Kakek," dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Sedikit pun tidak pernah menyesal dengan pilihan dan keputusan Nafeesa kek, jadi kumohon jangan sesekali mengatakan perkataan itu lagi," jelasnya lagi.
Pak Brawijaya memeluk tubuh cucunya dan tubuhnya bergetar menahan tangisnya sehingga ia mengeratkan pelukannya dengan mengelus punggung tua renta itu. Air matanya yang sedari tadi dia tahan akhirnya luruh juga.
Lidya yang mengetahui jika ke dua orang tua kekasihnya datang melamar, awalnya sangat bahagia. Tetapi, setelah mendengar langsung dari mulut pak Handoko Ayahnya Andra, Dia sangat marah dan kecewa.
Dia langsung berlari ke arah luar dan membawa mobilnya menuju apartemen milik Andra.
"Kenapa harus seperti ini haaaa!!! kenapa si anak pungut itu yang akan menikah dengan Mas Andra?"
Ia berulang kali memukul setir mobilnya, hingga kepalang tangannya memerah.
Lidya berjalan tergesa-gesa ke arah Apartemen milik Andra. Apartemen itu hanya mereka berdua saja yang mengetahui keberadaannya, jika Andra memiliki satu unit apartemen.
Tanpa ba-bi-bu Lidya masuk ke dalam kamar, dengan wajah yang sedari tadi ditekuk dan mulutnya komat kamit.
"Mas!! kenapa sih Mas tidak menolak keinginan orang tuanya Mas? Mas bisa kan mengatakan sama mereka jika kita sedari dulu kita saling mencintai," ucap Diandra.
Andra yang baru saja selesai mandi, sedikit terkejut dengan kedatangan kekasihnya yang menyerangnya dengan berbagai pertanyaan.
Andra langsung menarik pinggang kekasih gelapnya itu. Tapi, dicegah oleh Lidya. Ia menghempaskan tangannya Andra.
Dia berusaha membujuk kekasihnya dengan sentuhan yang sangat halus sehingga Lidya mampu dalam sekejap melupakan kemarahannya itu.
Mereka berpelukan dengan posisi Andra di belakang. Dengan ke dua lengannya melingkar di atas perutnya Lidya.
"Maafkan Mas sayang, Mas tidak mungkin menentang keputusan ke dua orang tuaku, Aku tidak ingin dicap anak durhaka," jawabnya.
"Oohh jadi Mas lebih memilih ke dua orang tua Mas dari pada Saya?" tanyanya dengan emosi yang sudah menggebu.
"Bukan begitu, tapi apa Kamu ingin jika kelak nanti Mas dicoret dari daftar penerima warisan? apa itu yang Kamu inginkan?" Andra mengerakkan pelukannya.
Lidya terdiam dan memikirkan perkataan dari Andra kekasihnya itu.
"Kalau Mas Andra tidak jadi CEO lagi, otomatis hidupku akan melarat, dan tidak akan jadi asisten pribadinya lagi dong."
"Tapi!!! sampai kapan Mas hubungan kita seperti ini? setiap kali bertemu harus sembunyi-sembunyi seperti anak kecil yang main petak umpet saja," jelasnya.
Dia menghempaskan tangannya Andra dari pinggangnya dengan sedikit kasar.
Lidya pun memalingkan wajahnya ke arah lain, Dia tidak ingin menatap wajah kekasihnya itu. Dia sengaja berbuat seperti itu, agar sang kekasih menuruti keinginannya.
"Mas mohon untuk kali ini dengarkan Mas sayang, Mas lakukan semua ini demi masa depan kita berdua nantinya, Mas janji Mas pasti akan nikahi Kamu," terangnya yang meraih ke dua tangannya Lidya lalu menciumnya.
"Baiklah kali ini, Saya akan mengalah, tapi tidak untuk lain kali," ujarnya.
Semua itu hanya di bibirnya saja, sedangkan di dalam hatinya sebenarnya sangat marah, tapi mau tidak mau harus pura-pura menuruti permintaan dari pacarnya.
Lidya menumpahkan segala gunda gulananya di hadapan Andra, Lidya menarik tangannya Andra ke atas ranjang king size-nya.
Lidya membuka pakaiannya di hadapan Andra. Hingga dia berbaring dengan keadaan yang sudah polos tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh sinyalnya.
Seperti itu lah kegiatan mereka setiap bertemu, selalu saja melakukan hubungan intim layaknya sepasang suami istri..
Setelah pergulatan mereka selesai, barulah Andra berhasil menenangkan kekasih dan pujaan hatinya yang tentunya dengan kata-kata dan rayuan maut khasnya.
Andra membelai rambut panjang Lidya lalu berkata," Sayang, Kamu tak perlu merisaukan apa pun itu, pernikahanku dengan perempuan bodoh itu hanya sebatas hitam di atas putih saja."
"Apa jaminannya jika Mas hanya menganggap istri hanya sebatas status saja?" Lidya memandang ke dalam bola mata Andra yang sebening embun pagi.
"Secuil pun aku tidak akan menyentuhnya, bahkan mencintainya pun tidak akan pernah, jadi please yah, jangan pernah Kamu merasakan cemburu bahkan tidak mempercayai bukti cintaku padamu."
Andra kembali mencium bibir seksi Lidya, dan mereka kembali bergulat dengan begitu panas dan hotnya. Berulang kali mereka lakukan dengan berbagai gaya dan pose yang berbeda-beda hingga mereka tak mampu lagi untuk melanjutkannya.
Mereka sama-sama tetkulai lemas saat mereka mencapai puncak kenikmatan surga dunia yang tiada kira.
Hubungan terlarang yang mereka bangun itu, tidak pernah mereka pikirkan konsekuensi dari pilihan mereka.
Mereka tidak tahu kalau mereka sudah salah langkah dan perbuatan mereka sangat tidak pantas untuk mereka lakukan.
Hidup penuh misteri tidak ada yang tahu ke depannya akan gimana jadinya. Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan lah yang menjadi penentu final dari kehidupan umat manusia.
Beberapa hari kemudian, pernikahan hampir dilaksanakan tersisa dua hari saja dari waktu yang ditentukan, segala persiapan mereka pun sudah di persiapkan dan finishingnya di hari Hnya.
Seluruh anggota keluarga ke dua belah pihak sangat antusias menunggu hari Jumat. Hari Jum'at dipilih dan disepakati oleh mereka karena menurutnya, hari Jumat adalah hari yang sangat baik dan penuh berkah.
Pernikahan mereka digadang-gadang akan sukses dan terlaksana dengan baik. Pernikahan yang paling terbesar dan termegah bulan ini di Kotanya.
Masjid yang didapuk sebagai tempat pelaksanaan acara akad nikah pun sudah di bukim dengan harga yang lumayan mahal.
Maklumlah Masjid tersebut sudah sering dipakai oleh masyarakat sebagai tempat acara akad nikah. Dengan harga sewa yang cukup terbilang tinggi.
Kebahagiaan terpancar dari ke dua keluarga besar Pak Handoko dan Tuan Brawijaya, walaupun mereka tidak tahu apa yang terjadi di belakang mereka dan ke depannya nanti.
Tiada janji terindah yang didengar oleh wanita dari lisan laki-laki, kecuali janji pernikahan.
Hari minggu menjadi hari yang dipilih dan ditentukan oleh ke dua keluarga besar mereka. Hari yang dipilih untuk mengadakan acara akad nikah sekaligus resepsi pernikahan ke dua putra putri mereka.
Pak Penghulu sudah menjabat tangan Andra dan siap menikahkan mereka.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau Andra Liem Maheswara Handoko dengan ananda Nafeesa Bazilah Afreen dengan Mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," ucap Pak Penghulu dengan tegas.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nafeesa Bazilah Afreen dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai karena Allah," ikrar akad nikah itu terucap dengan tegas oleh Andra.
"Bagaimana Saksi?" Pak Penghulu menatap ke seluruh penjuru ruangan.
Beberapa saat kemudian, kata sah menggema di seluruh ruangan Mesjid.
"Seharusnya aku yang berada di sana bukan dia, kenapa meski kakek dan papa harus menikahkan Hyuna dengan Bagas, padahal mereka sudah jelas-jelas tahu kalau bagas itu adalah pacarku," ucap seseorang yang menatap kearah Nafeesa.
Orang itu tidak lain adalah Lidya Adelia Rasya kakak sepupunya Nafeesa. Dia menggenggam ujung gaunnya dengan sekuat tenaga hingga kusut.
Tatapannya dengan penuh amarah dan kebencian yang sudah meletup-letup. Ke dua bola matanya memerah, buku-buku tangannya memutih semua saking besarnya amarahnya. Wanita mana yang akan bahagia dan tersenyum jika sang pujaan hati bersanding dengan wanita lain.
Lidya berusaha menahan gejolak amarahnya, melihat pria yang selama ini menjadi kekasihnya. Kekasih pujaan hatinya, harus menikah dengan wanita lain yang tidak lain adalah saudara sepupu angkatnya sendiri.
Kebahagiaan dari dua pasang anak manusia akan mengikat janji suci dalam tali pernikahan. Tidak ada satu pun yang mengetahui dan menyangka, jika mereka menikah tanpa atas dasar suka sama suka ataupun saling mencintai.
Mereka menikah atas dasar perjodohan, pernikahan sudah lama direncanakan oleh kedua belah pihak keluarga besar mereka.
Mesjid yang di dapuk sebagai tempat pelaksanaan acara akad nikah sudah disulap sedemikian rupa. Pernak-pernik pernikahan pun sudah menghiasi dan mempercantik tampilan Mesjid Chairil Anwar yang dipilih menjadi tempat acara.
Mesjid yang pada umumnya masyarakat biasa pergunakan untuk melaksanakan kewajibannya yaitu salat lima waktu, hari ini disulap dengan berbagai macam dekorasi khusus pernikahan dengan warna gold dipadukan dengan warna kuning shoft.
Wedding Organizer WO yang ditunjuk oleh pihak keluarga berhasil mempercantik dekorasi Mesjid lantai satu.
Sedangkan lantai 2 adalah tempat khusus untuk melaksanakan shalat serta acara keagamaan lainnya. Lantai satu dipakai sebagai tempat untuk melaksanakan akad nikah yang disewakan kepada masyarakat yang menginginkan tempat tersebut.
Kadang masyarakat akan menunggu giliran untuk menyewa gedung mesjid tersebut. Ada juga yang memesan jauh-jauh hari agar memiliki kesempatan untuk menyewanya. Saking banyaknya yang menyukai mesjid tersebut hingga antrian cukup panjang.
Mesjid Chairil Anwar menjadi saksi bisu dua anak manusia mengikat janji dalam ikatan suci pernikahan. Andra harus berpura-pura hidup dan menjalin bahtera rumah tangga selayaknya pasangan pengantin pada umumnya.
Bagi Nafeesa cinta itu bisa datang dengan sendirinya dan dipupuk seiring berjalannya waktu.
Mempelai wanita sangat bahagia karena baginya pernikahan itu bukanlah ajang permainan, walaupun mereka menikah bukan karena suka sama suka.
Nafeesa sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengabdikan sepenuh hati dan jiwa raganya untuk suaminya seorang, bahkan ia memutuskan untuk resign dari Perusahaan tempat dia bekerja.
"Ya Allah jadikanlah pernikahanku ini sebagai bakti ku kepada keluargaku dan sebagai ibadahku untuk meraup pundi-pundi pahala dan bekal di akhirat nanti, semoga pernikahanku berjalan lancar, sakinah mawaddah warahmah," doa setulus hati yang dipanjatkan oleh Nafeesa.
Sebelum dia sah dan resmi menjadi istri dari Andra Liem Maheswara Handoko dia memantapkan hatinya. Baginya tanpa cinta diawal pernikahan itu sudah biasa terjadi, karena cinta mudah datang seiring berjalannya waktu dengan intensitas pertemuan mereka benih-benih cinta itu bisa muncul.
Semua mata tertuju kepada sang mempelai dan memandang penuh takjub dengan penampilan pasangan pengantin itu. Baik dari penampilan pengantin pria maupun wanita tak ada satupun dari mereka yang mengatakan bahwa pengantinnya memiliki cacat atau kekurangan.
Bahkan mereka menganggap pasangan pengantin itu adalah pasangan yang terbaik paling serasi dan paling sempurna yang pernah mereka lihat.
Tetapi, mereka tidak mengetahui di balik semua itu, jika tidak ada rasa cinta di antara mereka. Andra tetap tersenyum dan bahagia di balik topeng kepalsuan dan senyuman yang penuh dengan kepura-puraan.
"Kenapa Meski aku harus terjebak dengan pernikahan ini, apa aku harus hidup dengannya untuk selamanya?"
Andra menatap ke arah Istrinya yang baru sekitar tiga jam yang lalu dia nikahi.
"Aku tidak sanggup jika harus hidup seatap dengan perempuan kampungan itu, sungguh malam nasibku, andai saja Ayah dan Ibu merestui hubunganku dengan Lidya, pasti aku sangat bahagia."
Nafeesa tersenyum manis ke arah Andra suaminya, tapi Andra langsung menolehkan wajahnya ke arah tamu undangan yang datang untuk berjabat tangan dengannya.
"Aku harus berakting bahagia di depan mereka dan tidak perlu harus repot repot berpura-pura tersenyum bahagia, kepada setiap tamu undangan yang datang."
Andra sesekali melirik ke arah kedua orangtuanya bergantian dengan istrinya.
Kebahagiaan terpancar juga dari wajah kedua orangtuanya. Mereka bahagia dengan pernikahan putra putrinya yang sudah lama mereka rencanakan akhirnya terlaksana juga.
Para tamu undangan satu persatu naik ke pelaminan untuk memberikan ucapan selamat dan memberikan doa restu setulus hati mereka.
Hingga malam hari, satu persatu tamu undangan yang datang sudah meninggalkan tempat acara kedua mempelai pun sudah berjalan ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan khusus untuk mereka.
Nafeesa kesulitan berjalan dikarenakan gaun pengantin nya yang terlalu panjang dan berjumbai, sedangkan suaminya yang mengetahui hal tersebut tidak memperdulikannya sama sekali. Andra bahkan tidak perduli dengan kondisinya.
Walaupun sudah kesusahan berjalan hingga hampir terjunkal dan nyungsep dikarenakan menginjak kaki ujung gaunnya, Andra hanya melirik sekilas dan sesaat saja tanpa berbicara sepatah kata pun.
Andra semakin mempercepat langkahnya saja tanpa berniat sedikit pun untuk menolong Nafeesa.
Nafeesa pun tidak ingin meminta tolong kepada suaminya yang baru dalam hitungan jam menjadi suami sahnya itu resmi di mata negara dan sah di mata Tuhan dan agama.
Nafeesa hampir terjatuh saat ingin masuk kedalam kamarnya, karena tidak sengaja menginjak kaki ujung gaunnya saat melangkahkan kakinya ke dalam kamar hotel.
"Kalau jalan itu dipakai dong matanya, jangan matanya ditaruh di dengkul," tegur Andra yang membuat nyali Nafeesa mencelos seketika itu juga.
Nafeesa tersenyum bahagia dan kagum melihat kamar tersebut. Kamar hotel itu sudah dihiasi dengan bunga mawar merah. Bukan hanya mawar merah saja, tapi juga penuh dengan hiasan yang sangat indah yang cocok dengan pengantin yang akan melewati malam pertamanya.
Sedangkan di atas ranjang king size itu sudah disulap dan dipenuhi dengan bunga mawar merah yang berbentuk hati dan di tengahnya ada sepasang angsa putih yang memadu kasih.
Andra masuk ke dalam kamar mandi tanpa memperdulikan keadaan Hyuna yang hanya mematung di tempatnya dan berusaha untuk menahan buliran bening dari kelompok matanya.
"Aku harus kuat, hanya dengan perkataan seperti itu saja sudah membuat aku kecewa dan sedih go, Kamu pasti bisa menjadi istri idaman dan solehah yang bisa membanggakan suami Kamu," ucapnya yang menyemangati dirinya sendiri.
Andra yang tidak sengaja mendengar perkataan dari Nafeesa hanya tersenyum meremehkan.
"Berharap saja hingga kiamat pun aku tidak akan sudi menjadi suami Kamu."
Gaun pengantinnya membalut tubuh indahnya itu sangat cocok dan menambah kecantikannya. Tidak dipungkiri jika gadis yang kesehariannya hanya berpakaian biasa dan berpenampilan sangat sederhana dalam kesehariannya, hari ini menjadi Cinderella sehari.
Berkat make up dari Moa terkenal membuat penampilan Nafeesa langsung berubah menjadi sangat cantik. Tapi, tidak membuat Andra menatapnya dengan penuh cinta. Dia hanya melirik sekilas dengan tatapan kebencian. Tidak seperti layaknya kebanyakan pengantin pria yang melihat wajah istrinya dengan penuh memuja.
Nafeesa membuka gaun pengantinnya, tapi kesulitan saat membuka kancing resleting gaunnya. Dia terpaksa meminta tolong kepada suaminya agar segera membantunya. Bukannya membantu sang istri malahan melontarkan kata-kata yang tidak seharusnya Nafeesa dengar.
"Apa Kamu tidak punya tangan hah!! aku ini bukan pelayan Kamu yang harus membantumu setiap saat, jika kamu membutuhkan bantuan panggil pelayanmu kesini." sarkas Andra.
Nafeesa terkejut dengan perkataan yang cukup kasar yang dilontarkan oleh Andra di hadapannya.
"Masa hal mudah seperti itu saja tidak becus," teriak Andra dengan wajah yang memerah menahan amarahnya saking jengkelnya dengan sikap istri barunya.
Andra segera mengambil pakaiannya yang tersimpan rapi di atas ranjang pengantin nya, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk berganti pakaian.
Bagas menutup pintu kamar mandi dengan sangat kuat.
Pintu itu tertutup dengan sangat keras sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring.
Cincin pernikahan hanya sebuah simbol kebahagiaan, tetapi kebahagiaan sesungguhnya ada dalam bahtera rumah tangga.
Pernikahan yang hebat bukanlah ketika pasangan sempurna berkumpul bersama, melainkan ketika pasangan yang tidak sempurna belajar untuk menikmati perbedaan mereka.
Buuuuukkkk!!!
Suara pintu itu tertutup dengan kuatnya seakan-akan tembok yang ada di sekitar pintu itu akan tumbang dan roboh.
Nafeesa terlonjak kaget mendengar dentuman keras pintu kamar mandi yang ditutup oleh suaminya. Dia hanya mengelus dadanya melihat tingkah laku suaminya tersebut.
"Ya Allah sabarkan hati ini."
Dia kembali berusaha untuk membuka gaun pengantinnya, tapi lagi-lagi gagal, padahal sudah sekitar setengah jam yang lalu dia mencoba untuk membukanya.
"Apa aku minta tolong sama Lidya saja? kebetulan dia juga nginap di Hotel yang sama," senyumannya terbit seketika saat mengingat keberadaan Kakak sepupunya itu.
Ia pun mengambil hpnya yang ada di atas meja nakas lalu mencari nomor kontak Lidya.
"Semoga saja Lidya bisa datang.'
Dia segera mencari nomor hp kakak sepupunya di kontak Hpnya. Tidak butuh waktu lama, dia mendapatkan nomor hp Lidya.
"Halo, assalamualaikum," saat sambungan telpon sudah terhubung dengan nomornya Lidya.
"Waalaikum salam, ada apa malam-malam begini menelponku?" tangannya masih setia memberikan pijatan kecil di pahanya dengan cream lotion khusus yang selalu dibelikan oleh Andra.
"Maaf ganggu Kak, Aku mau minta tolong," Nafeesa tersenyum seakan-akan Lidya melihat senyumannya itu.
"Apa!!! minta tolong? emang suami Kamu mana, kok malahan malam pertama Kamu harus repot-repot meneleponku?" dengan seringai liciknya dibalik hpnya.
"Kalau boleh sih, tapi kalau gak bisa nggak apa-apa kok," Nafeesa sedikit berkecil hatinya, mendengar perkataan dari kakak sepupunya itu.
"Boleh kok, tapi Kamu mau minta tolong apa dulu nih? soalnya aku nggak tahu mau tolong Kamu bagaimana?" tanya balik Lidya.
Ia sedang memoles wajah dan seluruh tubuhnya, dia perawatan kulit malam ini khusus untuk menyambut kedatangan suaminya juga.
"Tolong ke kamar aku yah sekarang Kak, soalnya aku tidak bisa membuka kancing resleting gaunku," jelasnya.
Dia masih berusaha untuk melepaskan kancing gaunnya, tapi masih belum berhasil juga.
"Oke tunggu yah, aku akan segera kesana," jawab Lidya.
Dia segera memakai pakaiannya yang tadi hanya memakai bra saja dengan celana yang sangat pendek.
Ia tersenyum licik dan sangat bahagia karena dia mengetahui jika pasti bagas tidak ingin menyentuh si cewek bodoh itu.
Lidya segera berjalan ke arah kamar pengantin Nafeesa. Ia berjalan cukup kencang, karena tidak ingin membuang waktunya.
Lidya sudah berada di depan kamar yang disewa oleh Bapak mertuanya khusus untuk sang pengantin baru.
Lidya masuk ke dalam kamar tersebut, karena kebetulan pintu kamar itu langsung terbuka. Keluarlah Andra dari Kamar itu dan sedikit terkejut saat melihat kedatangan Lidya ke berdiri di depan pintu kamarnya
Mereka saling berpandangan satu sama lainnya. Mereka mengisyaratkan sesuatu yang hanya mereka yang tahu dari maksud tatapan penuh memuja dan mendamba itu. Nafeesa langsung memutuskan kontak mata mereka ketika mendengar suara Nafeesa dari dalam.
Lidya tidak ingin adik sepupunya melihat dirinya saling berpandangan dengan suaminya. Jika ketahuan nantinya bisa berabe, dan Andra tidak akan mendapatkan sedikit pun harta warisan dari ke dua orang tuanya.
Lidya membuka resleting gaun itu tanpa basa-basi lagi. Hanya butuh beberapa detik saja gaunnya Nafeesa sudah terlepas.
"Sudah yah, aku pamit dulu, ada urusan penting soalnya," Lidya melenggang pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Nafeesa.
"Makasih banyak, sudah dibantuin," teriaknya saat Lidya sudah berada di ujung pintu.
"Aku akan selalu bantuin Kamu kok."
Lidya menutup pintu dengan senyuman liciknya. Dia meninggalkan kamar pengantin Nafeesa dengan melenggak-lenggok tubuhnya bagaikan seorang model yang berjalan di atas catwalk saja.
Dia berjalan kembali ke kamarnya, karena kekasihnya sedari tadi sudah menunggu kepulangannya.
Pintu kamar hotelnya terbuka, belum sempat selesai mengunci rapat pintunya, tangannya sudah ditarik oleh seseorang yang dia sangat kenal dan tahu siapa si pemilik tangan itu.
Andra menarik tubuh Lidya ke dalam pelukannya. Dia mengecup punggung leher jenjang milik kekasihnya.
"Kamu kok lama banget yah? Aku hampir karatan nungguin Kamu loh," wajahnya masih menempel di lehernya Lidya sambil bersungut-sungut.
Lidya tersenyum bahagia dan menikmati apa yang dilakukan oleh kekasih gelapnya.
"Maaf ya sayang aku nggak sengaja kok, cuma istrimu itu yang terlalu bego," balasnya yang pasrah dengan perlakuan Andra di atas tubuhnya.
"Emangnya itu orang kenapa?" bibirnya masih menjelajahi leher putih mulus itu dan sesekali menyesapnya.
"Masa hanya buka kancing resleting sendiri nggak tahu," jawabnya yang tersenyum geli saat tangan Andra menelusup masuk ke dalam pakainnya.
Lidya terdiam menunggu apa selanjutnya yang dilakukan oleh Andra di atas tubuhnya yang sudah tidak memakai piyama lagi.
Andra adalah kekasih sekaligus pacar gelapnya.
Mereka sudah menjalin hubungan sekitar 4 tahun lamanya. Tapi karena, kedua orang tuanya yang menjodohkan Dia dengan Nafeesa, sehingga terpaksa mereka menjalin hubungan dengan diam-diam hingga mereka merahasiakannya dari semua orang.
Awalnya Dia sangat marah dan tidak menerima kenyataan dan keputusan dari kakeknya yang menjodohkan Nafeesa dengan Andra. Dia sudah terang-terangan menolak dan memperjuangkan cintanya, tapi Kakeknya bersikukuh untuk tetap melanjutkan perjodohan Nafeesa dengan Andra.
Yang notabene adalah kekasihnya, bahkan Lidya semakin bertambah kebenciannya terhadap adik sepupu angkatnya itu. Dia menganggap Nafeesa lah yang telah merebut kekasihnya itu dari pelukannya. Hanya Nafeesa seorang letak kesalahan semua yang telah terjadi.
Hubungan yang terjalin antara Andra dan Lidyaa bahkan sudah seperti suami istri saja. Mereka setiap hari melakukan hubungan intim, setiap kali pertemuan mereka. Mereka melakukan hubungan gelap dan terlarang itu tanpa sepengetahuan dari orang lain.
Andra perlahan melepaskan seluruh pakaian yang dipakai oleh Lidya, begitupun juga sebaliknya. Dia membantu Andra melepas hingga ****** ********. Dengan telaten Lidya berhasil melucuti semua benang yang melilit di tubuhnya Andra.
Mereka sudah sama-sama bertelanjang tanpa sehelai benang pun. Tidak ada sedikitpun rasa malu di antara mereka. Seakan-akan apa yang mereka lakukan adalah hal yang wajar dan sah-sah saja.
Seharusnya mereka tidak lakukan hal tersebut mengingat tidak ikatan resmi diantara mereka. Tapi, godaan pihak ke tiga lebih berkuasa dan dominan dari segalanya hingga terjadi lah penyatuan dua insan anak manusia yang selalu dibuai dalam kenikmatan surga dunia.
Mereka menikmati malam yang seharusnya menjadi malam pertama antara Nafeesa dan Andra.
Akan tetapi mereka berdua yang menikmati malam pertama itu, yang seharusnya milik Andra dan Nafeesa. Sedangkan sang pengantin perempuannya di dalam kamar pengantin, dia dengan sabarnya menunggu hingga harus kedinginan seorang diri tanpa suami.
Tanpa rasa lelah Dia menunggu dan terus menunggu walaupun kepulangan Andra yang tidak pasti.
Nafeesa duduk di sisi ranjang pengantinnya taburan bunga mawar merah yang masih utuh tanpa berubah sedikit pun. Boneka Angsa dua ekor masih setia di tengah ranjang itu.
"Lindungilah Mas Andra di mana pun dia berada, aku sangat khawatir dengan keadaannya ya Allah."
Nafesa menekuk ke dua lututnya, karena menahan dinginnya udara dari mesin pendingin ruangan. Ia segera berdiri dan mencari badcover untuk membantunya menghilangkan rasa dingin yang melandanya.
"Sayang jadi kan besok kita nikah sirinya? aku enggak apa-apa kok yang penting Kamu halalin aku dulu, nanti setelah Nafeesa Kamu ceraikan baru lah aku yang jadi istri sahmu," dengan tangannya yang membelai dada Andra penuh dengan kemesraan.
Mereka kembali melakukan tugasnya saling memuaskan setelah menjelang pagi. Setelah itu barulah Andra pulang kembali ke kamar pengantinnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!