NovelToon NovelToon

I Love You Professor Handsome

Satu

Udara pagi yang begitu sejuk, perlahan menyentuh kulit halus gadis cantik yang sedang sibuk bermain dengan pikirannya sendiri. Ia duduk sendirian di taman kampus, yang menjadi tempat favoritnya selama kuliah. Hingga ia tidak menyadari, sedari tadi seseorang memperhatikannya dan perlahan mulai menghampiri.

"Woiii...." teriak seseorang yang berhasil membuat gadis cantik itu terperanjat kaget.

"Ditaaa... kebiasaan deh. Untung aja gw gak punya penyakit jantung." Protes gadis itu sambil memegang dadanya. Gadis berparas cantik berkulit langsat itu bernama Zainna Keisha Nugraha. Yang kerap di sapa Inna. Pemilik mata coklat, hidung mungil, bibir tipis, rambut panjang dan tubunya yang ramping.

"Aduh aduh... Sorry deh Inna ku sayang, jangan marah dong. Lagian Lo sih pagi pagi udah ngelamun, untung tu bunga kagak mati liat Lo pagi-pagi ngelamun." Ujar Dita Laisyana Dhirta, sahabat Inna.

"Siapa juga yang melamun? Gw cuma lagi menikmati suasana pagi yang sejuk kok." Alibi Inna seraya merentangkan kedua tangannya sambil menghirup udara segar.

"Ngeles lo, kalo ada masalah ngomong dong sama gw." Dita tampak kesal karena sahabatnya itu selalu menyembunyikan masalah darinya. Padahal mereka sudah mengenal cukup lama.

"Gw gak ada masalah kok," ucap Inna dengan santai. Gadis cantik itu tersenyum tulus pada Dita.

"Ck... bagus deh kalau gitu," pasrah Dita. Ia kenal banget dengan sahabatnya itu. Walaupun di paksa, Inna tidak akan menceritakan masalahnya. Ia akan memendam sendiri sampai masalah itu selesai. Setelah itu, baru akan ia ceritakan pada sahabatnya.

"Oh iya Juju mana?" tanya Inna pada Dita yang saat ini sudah duduk di hadapannya. Namun, sahabatnya itu malah diam sambil terus menatapnya.

"Ta, gw nanya." Lanjut Inna karena tak kunjung mendapat respon dari Dita.

Dita terhenyak, dan langsung membuyarkan lamunannya.

"Eh, Juju ya? Mungkin dia masih otw. Secara Lo kan tau, dia itu super lemot." Jawab Dita sekenanya.

Julaikha Syahila putri atau yang sering di panggil Juju itu, memiliki sifat lambat dalam segala hal. Bahkan teman sekampusnya sering memanggilnya Miss Lola, alias loading lama. Bahkan tak jarang ia membuat kedua sahabatnya kesal karena sifatnya itu.

"Ya ampun anak itu gak berubah berubah ya?" Ujar Inna sambil menggelengkan kepalanya.

"Gak akan berubah, orang udah bawaan lahir. Untung dia kaya raya, makanya bisa masuk kampus ini. Kalau enggak, gak tau deh dia jadi apa?" Cerocos Dita yang berisil membuat Inna tergelak.

"Tapi... gitu-gitu juga sahabat kita kan?"

"Hehe... Iya juga sih," Dita menggaruk kepalanya yang tak gatal. Lalu keduanya terdiam sejenak.

"Btw, Lo udah dapet dosen pembimbing?" tanya Dita yang dijawab gelengan oleh Inna.

"Ya ampun. Inna sayang, mau sampai kapan Lo diam tanpa usaha? Lo udah dapat judul skripsi yang bagus, masak iya belum dapet dosen pembimbing?" Ujar Dita tak percaya pada sahabatnya itu.

Inna terlihat menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan.

"Rencana nanti setelah selesai mata kuliah, gw mau ketemu buk Anggi, doswal gw." Jawab Inna.

"Bagus deh kalau gitu, siapa tahu buk Anggi kasih Lo saran dosen pembimbing yang bagus." Dita tersenyum lega.

"Aamiin," ucap Inna tersenyum begitu manis.

"Kelas yuk, bentar lagi mau masuk nih." Ajak Dita yang dijawab anggukkan oleh Inna. Lalu mereka langsung bergegas menuju kelas.

"Eh tunggu!" Dita menarik tangan Inna yang hendak masuk ke dalam kelas. Sontak tubuh gadis itu terhuyung. Beruntung ia mampu menyeimbangkan tubuhnya.

"Apaan sih, Ta?" tanya Inna yang kesal.

"Liat deh, itu kan Prof. Sam yang gantengnya gak ketulungan? Padahal baru seminggu dia keluar kota dan ganteng nya makin nambah." Ujar Dita dengan mata berbinar.

Inna melihat arah pandanganan sahabatnya. Ternyata disana terlihat seorang dosen tampan tengah berbincang dengan salah seorang dosen lainnya. Dosen tampan itu bernama Samuel Arlandska Willson. Dosen yang sudah mendapatkan gelar Profesor sejak usia muda. Saat ini usianya hampir mencapai kepala empat.

PLAK! Inna mengeplak jidat lebar sahabatnya tanpa rasa bersalah. Karena ulahnya itu, Dita meringis kesakitan.

"Sakit tau, Na." Protes Dita sambil mengusap jidatnya yang terkena geplakan Inna.

"Ck, stress lo ya? Beliau itu udah punya istri, masak iya mau Lo embat juga?" Ujar Inna kesal. Lagian sahabatnya itu paling pantang melihat cowok ganteng. Pasti langsung kesemsem seperti saat ini.

"OMG helow... Lo gak tau ya kalau Prof.Sam itu udah duda setahun yang lalu? Lo sih kurang update jadinya ketinggalan info." Dita memutar bola matanya jengah.

"Tapi... gw kasian lihat beliau, Na. Padahalkan Prof itu ganteng banget, tajir melintir. Tapi istrinya malah milih cowok lain sih? Yang lebih parahnya lagi, mereka udah punya anak, kan kasian anaknya yang jadi korban. Kalau dia cari istri baru, gw orang pertama yang bakal maju." Lanjut Dita yang sama sekali tidak mempengaruhi Inna. Bahkan Inna sama sekali tidak tertarik dengan gosip-gosip di kampus. Dari pada mendengar gosip murahan dan tidak terlalu penting untuk di dengar. Inna akan lebih memilih duduk di perpustakaan untuk membaca buku, dan itu lebih bermanfaat untuknya.

"Stress lo!" Hardik Inna yang langsung meninggalkan Dita ke dalam kelas.

Dita tidak kaget lagi dengan sikap acuh Inna. Memang seperti itu bawaanya sejak orok.

"Inna tunggu dong jangan tinggalin gw," rengek Dita yang langsung menyusul Inna masuk ke kelas.

***

"Inna, jika dilihat dari judul kamu ini. Sepertinya sangat cocok jika kamu mengambil dosen pembimbing Prof. Sam. Ibu yakin beliau akan setuju dengan ide kamu ini," ujar Anggita Safinna yang merupakan dosen wali Inna.

"Harus Prof.Sam ya, Buk? Apa tidak bisa dosen lain, Buk?" Cicit Inna merasa ragu atas usulan Anggi.

"Loh kenapa memangnya? Prof.Sam sangat direkomendasikan, banyak mahasiswa yang mau melakukan penelitian dengannya." Sahut Anggi meyakinkan Inna.

"Tapi Buk, beliau kan sangat susah untuk ditemui. Dan...."

"Jangan berfikir negatif dulu sebelum dicoba, Inna. Ibu yakin kamu bisa, buktikan kepintaran kamu Inna." Sanggah Anggi dengan tegas. Tentu saja hal itu membuat Inna tak mampu menolak lagi.

"Baik Buk, kalau begitu akan saya usahakan." Sahut Inna sambil tersenyum simpul. Lalu dibalas senyuman penuh arti oleh Anggi.

"Baiklah, kalau begitu saya izin permisi, Buk."

"Baik," jawab Anggi.

Lalu Inna pun beranjak pergi dari ruangan Anggi. Saat ia keluar dari ruangan. Ia disambut hangat oleh kedua sahabatnya yang sejak tadi menunggu di luar.

"Gimana?" Tanya Dita penuh selidik.

"Buk Anggi mau gw ambil Prof. Sam jadi pembimbing." Sahut Inna tak semangat. Mengingat namanya saja, Inna sudah bisa membayangkan betapa dinginnya wajah orang itu. Inna paling tidak suka dengan orang yang datar dan cuek seperti Prof. Sam itu.

Mendengar perkataan Inna. Dita pun memekik histeris. "Enak banget sih jadi Lo, Na."

Sedangkan Juju hanya menatap Dita bingung. Ia belum bisa mencerna ke mana arah pembicaraan sahabatnya.

"Apanya yang enak?" tanya Juju dengan polos. Gadis yang satu itu sangat senang merusak suasana.

"Itu bakso mang Uli enak banget, Ju." Sahut Dita yang kesal dengan sikap lola Juju yang tak kunjung hilang.

Sedangakan Juju, ia hanya menjawab dengan ber'Oh' ria.

"Gimana dong?" tanya Inna dengan wajah bingung.

"Apanya yang gimana sih? Ya Lo setujuin aja. Sini biar gw yang isi Formulir Lo." Dita langsung mengambil Form yang dipegang Inna. Lalu mencari tempat nyaman untuk menulis dan kemudian ia mengisi formulir itu dengan penuh semangat.

"Nah selesai." Dita menyerahkan formulir tadi pada Inna.

"Lo yakin?" tanya Inna masih ragu.

"Iya, jangan banyak mikir." Sahut Dita dengan wajah sumringahnya.

Inna melihat kembali kertas yang ada ditangan, ia melihat tulisan Dita yang menurutnya sangat menakutkan. Nama Prof. Dr. Samuel Arlandska Willson, B.A, MBA. yang tertulis di kertas itu membuat Inna sendikit merinding.

"Ishh... ngapain Lo pandanin tu kertas. Ayok keruangan Prof sekarang," ajak Dita dengan semangat.

"Tapi..."

"No tapi tapi, lebih cepat lebih baik, Inna sayang." Dita pun langsung menarik tangan Inna. Yang diikuti oleh Juju dibelakang mereka.

Saat ini ketiganya sudah berada didepan ruangan Samuel. Inna yang masih ragu hanya bisa menatap daun pintu yang masih tertutup rapat. Hingga tiba tiba pintu itu terbuka.

CEKLEK....

Dua

CEKLEK....

Pintu tiba-tiba terbuka dan menampakkan seorang pria tinggi sedikit kurus keluar dari ruangan. Lalu tatapannya langsung tertuju pada tiga gadis yang masih berdiri mematung sambil menatap dirinya.

Inna menghela napas lega. "Untung bukan tu orang," ucap Inna pelan. Ia bersyukur karena yang keluar dari ruangan itu bukan dosen killer yang selama ini ia hindari.

"Ada perlu apa?" tanya pria bernama Rizal. Ia menjabat sebagai sekretaris Dekan.

Samuel merupakan pemiliki kampus ternama ini dan sekaligus menjabat sebagai Dekan di salah satu fakultas. Yaitu fakultas ekonomi di mana Inna kuliah saat ini.

Dan hebatnya, Inna sama sekali tidak tahu akan hal itu. Yang ia tahu, Samuel hanya sebatas dosen dan Dekan dikampusnya. Untuk urusan lain, ia tidak pernah ambil pusing. Karena tujuannya hanya belajar dan menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

"Saya ingin berjumpa dengan Prof. Sam, apakah beliau ada?" Tanya Inna mulai bersuara.

"Maaf, untuk saat ini Prof tidak bisa diganggu, sebaiknya kamu hubungi beliau terlebih dahulu untuk membuat janji." Sahut Rizal apa adanya.

"Begitu ya? Baiklah, sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak, Pak. Saya pamit dulu, permisi." Balas Inna yang dijawab anggukan oleh Rizal. Lalu mereka bertiga pun beranjak pergi dari sana.

"Ta, Lo ada nomor Prof?" tanya Inna.

"Ada dong, bentar ya gw kirim." Jawab Dita mengambil ponselnya dari dalam tas . Lalu ia pun langsung mengirim pesan pada Inna.

Ponsel Inna pun bunyi, menandakan jika pesan Dita sudah masuk. Inna pun langsung membuka pesan sahabatnya, karena ia harus segera menghubungi Samuel. Dan betapa terkejutnya Inna saat melihat isi pesan Dita.

"What? Lo simpan nomor Prof dengan nama ini, Ta? Gila Lo!" Seru Inna saat melihat nama kontak yang Dita kirimkan. Dan ternyata Dita menyimpan nomor Samuel dengan nama 'My Hubby'. Menggelikan bukan?

"Hehe, siapa tau aja jadi. Jodohkan gak ada yang tahu," celetuk Dita sambil cengengesan.

"Stress Lo, Ta." Timpal Inna. Dita yang mendengar itu terkekeh geli.

"Inna, Lo kan tau Dita itu emang stres sejak lahir. Jadi... Lo gak usah heran lagi ama ni anak." Kali ini Juju ikut menimpali. Inna yang mendengar itu pun langsung terkekeh.

"Tumben kali ini Lo bener, Ju." Sahut Inna yang dibarengi tawa Juju.

Lain dengan Dita, ia mengerucutkan bibirnya beberapa senti.

"Ck, bt gw sama Lo pada." Dita pura-pura ngambek seperti anak kecil. Ia menghentakkan kakakinya ke lantai beberapa kali.

"Eleh, gak cocok Lo ngambek gitu, Ta. Muka Lo terlalu garang." Ledek Inna yang kemudian tertawa lepas.

"Betul itu." Sahut Juju dengan semangat.

"Serah Lo pada aja deh." Kesal Dita kembali memasang wajah jutek.

"Uluh uluh, jangan marah dong, Beib. Nanti jeleknya nambah." Timpal Inna yang berhasil membuat Dita semakin kesal. Lalu Inna dan Juju pun tertawa bersama. Karena mereka berhasil membuat sahabatnya kesal setengah mati.

Sambil becanda ria, mereka bertiga pun beranjak menuju kantin.

"Lo mau pesan apa?" tanya Dita pada Inna dan Juju yang sedang asik dengan ponsel.

"Gw bakso ama jus melon," jawab Inna masih pokus dengan gawainya.

"Gw samain aja deh kayak Inna, biar gak lama." Jawab Juju sambil tersenyum manis.

"Plagiat Lo." Hardik Dita.

"Emang gak boleh ya plagiat pesanan?" tanya Juju serius.

"Kagak." Sahut Dita dan Inna bersamaan.

"Owh." Juju mengangguk-anggukan kepalanya. Inna dan Dita pun saling melempar pandangan. Lalu kembali menatap Juju.

"Owh doang, gak rencana ganti?" tanya Dita.

"Enggak," jawab Juju sambil cengengesan.

Dita berdecak kesal mendengar jawaban Juju.

"Udahlah, sana lo pesan terus. Kalau ladenin dia mah gak akan selesai sampe Lo tua." Perintah Inna.

"Ok deh," sahut Dita yang langsung pergi untuk memesan makanan. Sedangkan Inna masih asik dengan ponselnya. Ia terlihat mengetik sebuah pesan untuk Prof. Sam.

Assalamualaikum Prof. Mohon maaf saya mengganggu waktunya, saya Zainna Keisha Nugraha mahasiswa angkatan xxxx, saya ingin bertemu dengan Prof. Apakah hari ini saya bisa bertemu dengan Prof? Terima kasih.

Send.

Jantung Inna pun berdetak kencang saat pesan yang ia kirim sudah dibaca oleh sang penerima. Tetapi ia tak kunjung mendapat jawaban.

"Udah Lo chat?" tanya Dita sekembalinya memesan makanan. Inna pun mengangguk kecil.

"Di read doang." Jawab Inna sambil menunjukkan pesannya pada Dita.

"Sibuk kali, tunggu aja tar juga dibales."

"Emang siapa yang Lo chat, Na?" tanya Juju yang berhasil membuat Inna dan Dita menatap Juju tajam.

"Suami gw, Ju." Sahut Inna sambil memutar kedua bola matanya.

"Beneran? Lo udah nikah, Na? Kapan? Kok Lo gak undang gw sih? Tega banget sih. Lo tau juga Ta, Inna udah nikah?" seru Juju dengan wajah kagetnya.

Ya ampun kapan anak ini bisa waras ya? Batin Inna semakin pusing dengan kelemotan sahabatnya yang satu ini.

"Kemaren gw nikah di Amerika." Jawab Inna asal. Tentu saja hal itu dianggap serius oleh Juju.

"Tuh kan, masak iya gw gak diajak sih ke Amerika? Padahal kan gw pengen banget kesana. Jahat banget sih kalian." Rengek Juju yang berhasil membuat Inna dan Dita tertawa.

"Itu sih dl... derita lo." Ucap Inna dan Dita bersamaan. Lalu keduanya pun tertawa bahagia karena selalu berhasil mengerjai Juju. Meski lemot, Juju cukup menghibur mereka berdua ditambah Juju juga anak yang cukup baik. Lain halnya dengan Juju, gadis itu menyebik kesal karena baru sadar sedang dikerjai kedua sahabatnya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB. Seperti biasa, Inna menghabiskan waktu kosongnya di taman kampus. Ia tampak sibuk dengan laptop di depannya, jari-jari lentiknya terus menari diatas keyboard sambil sesekali menyeruput capucino kesukaannya. Kedua sahabatnya sudah terlebih dahulu pulang karena ada keperluan mendesak, Inna pun tidak mempermasalahkan hal itu meski sekarang ia jadi sendirian.

Tidak berapa lama, suara deringan ponsel berhasil mengalihkan perhatiannya. Lalu ia membuka ponselnya, di sana terdapat notifikasi pesan masuk dari seseorang yang sejak tadi ia tunggu balasannya.

Dosen killer

Besok. Pukul 10. TEPAT WAKTU.

Inna membulatkan kedua matanya karena terkejut melihat isi pesan dari Samuel. Singkat padat dan cukup memepengaruhi mental Inna.

Kemudian Inna pun mengetik balasan. Dan menekan tanda send dengan kesal.

Baik, Pak. Terima kasih banyak.

Inna menghela napas berat, dan meletakkan ponselnya di atas meja.

"Untung aja Lo dosen. Kalau enggak, udah gw maki." Omel Inna sambil menatap isi pesannya dengan Prof. Sam kesal. Lalu ia pun kembali pokus pada layar laptop.

Namun beberapa saat kemudian ia tersentak. Sepertinya ia melupakan sesuatu, dimana dirinya sudah membuat janji pada sang Papa akan pulang tepat pukul dua siang.

"Ya ampun, gw lupa kalau hari ini ada janji sama Papa." Inna memekik saat melihat arloji miliknya dan sudah menunjukkan pukul dua lebih. Inna pun bergegas untuk membereskan barang barang miliknya.

Namun, baru beberapa langkah Inna beranjak, pergerakkannya langsung terhenti. Sayup-sayup ia mendengar suara tangisan anak kecil. Karena penasaran, Inna langsung mencari dimana sumber suara itu. Kakinya terus melangkah menuju sebuah pohon besar yang ada di taman. Karena ia yakin di sanalah sumber suara itu.

Benar saja, suara tangisan itu semakin jelas. Inna memutari pohon itu, lalu ia melihat gadis kecil terus menangis. "Papa jahat, semua tidak ada yang sayang Elya."

Inna pun langsung menghampiri gadis kecil berambut tebal itu. Ia tidak bisa melihat wajah anak itu, karena gadis kecil itu menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut. Inna mengerutkan keningnya, karena anak itu masih mengenakan seragam sekolah yang Inna ketahui itu pakaian taman kanak-kanak.

Inna menghampiri gadis kecil itu dengan hati-hati. Lalu menyejajarkan tubuhnya. "Hai sayang, kok kamu nangis sih?" tanya Inna sambil menepuk pelan pundak gadis kecil itu. Karena kaget gadis kecil itu mengangkat kepalanya dan menatap Inna.

Cantik, satu kata yang Inna ucapkan dalam hatinya.

"Kamu sendirian? Orang tua kamu mana?" tanya Inna sambil celingak celinguk melihat keberadaan orang tua anak itu.

Namun, anak itu justru semakin mengencangkan tangisannya. Inna kaget dan bingung harus bebuat apa. Tanpa sadar naluri keibuannya pun keluar, Inna langsung membawa anak itu dalam pelukan.

"Hey, anak cantik tidak boleh nangis. Nanti cantiknya hilang loh." Inna mencoba untuk menenangkan gadis kecil itu. Dan itu berhasil, gadis kecil itu menghentikan tangisannya.

"Siapa nama kamu sayang?" tanya Inna sambil mengusap lembut rambut lebat gadis kecil itu.

"Elya, Tante." Jawab gadis kecil yang bernama Elya itu sambil mengurai pelukan Inna. Inna tersenyum dan menatap wajah polos itu lamat-lamat.

"Wah, nama yang cantik, sama seperti orangnya, cantik. Kenalin nama tante Inna." Balas Inna sambil mengulurkan tangannya. Lalu Elya pun membalas uluran tangan Inna dengan tangan mungilnya.

"Tante juga cantik." Ucap Elya sambil tersenyum dan mengusap jejak air matanya, entah kemana wajah sedihnya tadi. Semuanya sirna begitu saja dan kini berganti dengan wajah ceria.

"Masak sih? Lebih cantik Elya kok. Oh iya, kok kamu sendirian sih di sini?" Tanya Inna sambil melihat ke sekeliling taman.

Mendengar pertanyaan itu seketika wajah Elya pun kembali murung. "Papa jahat, Tante. Papa tidak mau temenin Elya main. Papa selalu bilang kalau Papa itu sibuk. Padahal, Elya kangen sama Papa, tapi Papa tidak pernah ada waktu buat Elya."

Inna terhenyak mendengar jawaban polos anak itu. Inna bisa menebak umur gadis kecil itu sekitar lima tahunan. Namun cara bicaranya sudah seperti orang dewasa.

Pasti orang tuanya pinter ini mah, anaknya aja sepintar ini. Batin Inna.

"Sayang, itu artinya Papa Elya memang sibuk. Elya sebagai anak baik, tidak boleh cengeng dan membuat Papa Elya marah. Tante yakin, jika Papa Elya tidak sibuk lagi, pasti Papa ajak Elya main." Jelas Inna meyakinkan Elya sambil mengelus pipi halus anak itu.

"Beneran, Tante?" Seru Elya dengan mata berbinar.

"Iya, sayang. Oh iya, kamu belum jawab pertanyaan Tante, di mana Papa kamu?" tanya Inna lagi. Elya hendak menjawab pertanyaan Inna. Namun, seseorang lebih dulu memanggil namanya.

"Elya!" Teriak orang itu yang berhasil membuat Elya dan Inna kaget. Lalu keduanya langsung menoleh. Seketika tubuh Inna menegang, saat melihat sosok lelaki berperawakan tinggi besar itu. Perlahan Inna bangkit dari posisinya.

Tiga

Seorang pria tampan dengan stelan jas yang pas ditubuh ateltisnya kini tengah duduk di kursi kerja. Sesekali ia memijat pelepisnya, karena ia merasakan kepalanya berdenyut hebat. Mungkin ia kelelahan karena akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan pekerjaan.

Samuel Arlandska Willson. Seorang Professor muda yang saat ini berusia 33 tahun. Ia menjabat sebagai Dekan di salah satu fakultas di kampus miliknya. Bukan tanpa alasan ia memilih posisi itu. Alasan itu tak lain adalah ia tak ingin waktunya tersita penuh jika memegang posisi rektor. Ia juga masih ingin bebas mengajar dan membimbing para mahasiswa. Karena itu adalah cita-citanya sejak dulu.

Tidak lama seseorang mengetuk pintu.

Tok tok tok

"Masuk." Perintahnya. Ternyata sang asistenlah yang datang.

"Permisi, Pak. Saya cuma ingin mengingatkan, 15 menit lagi ada pertemuan dengan seluruh Rektor di Indonesia." Ujar sang asisten mencoba mengingatkannya. Sebagai pemilik kampus, tentu saja Samuel harus mengikuti berbagai pertemuan. Meski ia sudah memiliki seseorang yang ia tunjuk sebagai rektor. Tanggung jawabnya masih sangat besar di sana.

"Baik Rizal, saya ingat." Sahut Samuel.

"Bapak tidak apa-apa? Sepertinya Bapak sakit, wajah Bapak terlihat pucat." Ujar Rizal saat melihat kondisi atasannya saat ini.

"Saya tidak apa-apa." jawab Samuel singkat.

"Baiklah, Pak. kalau begitu saya permisi." Ucap Rizal yang dijawab anggukan oleh Samuel.

Setelah Rizal keluar dari ruangannya, tak lama ponsel Samuel berdering. Ia melihat ada sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Ia tidak kaget lagi, karena sudah terbiasa mendapat pesan dari para mahasiwanya.

+682367xxxxxx

Assalamualaikum Prof. Mohon maaf saya mengganggu waktunya, saya Zainna Keisha Nugraha mahasiswa angkatan xxxx, saya ingin bertemu dengan Prof. Apakah hari ini saya bisa bertemu dengan Prof? Terimakasih.

Samuel sedikit mengernyitkan alisnya saat melihat nama mahasiswa di dalam pesan. Ada gelenyar aneh saat melihat nama itu. Padahal begitu banyak nama yang sering ia lihat. Tetapi kali ini ada sesuatu yang aneh.

Tidak ingin banyak berpikir, ia hendak membalas pesan itu. Namun, tiba-tiba seseorang menelponnya. Samuel langsung menerima panggilan itu.

"Halo," ucap Samuel.

"Baiklah, lima menit lagi akan kita mulai." Samuel berbicara pada seseorang di telpon.

"Ok." Pungkas Samuel dan langsung menutup telponnya. Niat untuk membalas pesan dari mahasiswa itu ia urungkan, karena meeting kali ini harus di percepat. Ia bangkit dari posisinya sambil merapikan pakaian. Kemudian dengan langkah cepat, Samuel langsung beranjak menuju tempat dimana pertemuan itu akan dilangsungkan.

***

Setelah pertemuan selesai, Samuel kembali ke kampus dan bergegas menuju ruangannya. Sesampainya di sana, ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Hari ini benar-benar sangat melelahkan, ia pun memejamkan matanya yang sudah sangat berat sejak tadi. Namun matanya kembali terbuka karena teringat soal mahasiswa yang menghubunginya pagi tadi. Ia segera merogoh ponselnya dan membalas pesan itu dengan singkat. Setelah itu menaruh ponselnya di atas meja.

Tidak lama dari itu, terdengar suara pintu terbuka. Sontak Samuel menoleh dan hampir memaki orang tersebut yang tidak tahu sopan santun masuk sembarangan ke ruangannya. Namun semua itu langsung menguap begitu saja karena putri kecilnya lah yang tidak tahu sopan santun itu.

"Papa!" Gadis kecil itu langsung berlari dan berhambur kepelukan Samuel.

"Elya, kenapa kamu kesini?" tanya Samuel dengan nada lemah.

"Elya kangen sama Papa, Elya mau main sama Papa. Jadi tadi Elya minta paman Rey untuk antar Elya kesini." Sahut Elya berceloteh ria. Elya adalah putri semata wayang Samuel. Usianya saat ini baru menginjak 5 tahun.

"Iya, Sayang. Papa juga kangen kamu, tapi kamu harus ganti baju dulu dan lihat ini, sudah waktunya untuk tidur siang." Ujar Samuel sambil melihat jam ditangannya. Lalu ia mendorong tubuh mungil putrinya dengan hati-hati.

"Enggak Papa, Elya mau main sama Papa. Pokoknya Elya mau Papa temenin Elya main." rengek Elya sambil bergelayut di tangan Samuel.

"Tapi Papa sibuk, Sayang. Lain kali kita main ya? Sekarang kamu pulang dengan paman Rey." Ujar Samuel seraya menatap Rey yang bersandar di depan pintu. Rey atau pria tampan dengan nama lengkap Reynaldi Zulliyan Willson adalah adik kandung Samuel yang kini berusia 25 tahun dan menjabat sebagai CEO di salah satu perusahaan milik ayahnya. Perusahaan 'Willson Corp'.

"Aku sibuk, Kak. Lima belas menit lagi ada meeting. Lagian dia kan anak Kakak, ya Kakak yang antar dong. Dari tadi dia terus merengek mau ketemu Kakak." Ujar Rey. Dengan tanpa rasa bersalah, ia melenggang pergi meninggalkan ruangan Samuel.

Samuel bangun dari posisinya. "Rey, kamu yang membawanya kemari. Jadi kamu juga yang harus antar Elya pulang." Teriak Samuel, tetapi sama sekali tidak ditanggapi oleh Rey. Karena lelaki itu sudah meninggalkan tempat.

"Papa... Elya mau es krim. Ayo Pa kita beli." Rengek Elya sambil menarik narik tangan Samuel. Kini denyutan dikepala Samuel semakin menjadi.

"Papa sibuk, biar Om Rizal yang antar kamu ya?" Tawar Samuel yang kembali duduk di sofa.

"Gak mau Pa, Elya maunya sama Papa. Elya gak mau sama Om Rizal. Ayok Papa Elya mau es krim." rengek Elya lagi yang berhasil membuat Samuel emosi.

"Cukup, Elya! Papa capek, kalau kamu mau beli es krim. Pergi dengan Om Rizal, atau tidak sama sekali." Hardik Samuel lepas kendali.

Elya tersentak kaget, ini pertama kalinya Samuel meninggikan suara di depan putrinya. Entah apa yang terjadi pada lelaki itu. Sejak kepergian istrinya, sikap Samuel memang berubah drastis. Emosinya sering tak terkontrol.

Mata Elya mulai berair. Ia juga berjalan mundur, menjauhi Samuel. "Papa jahat, Papa tidak sayang Elya lagi. Elya benci Papa!" Teriak Elya dan langsung berlari keluar ruangan. Samuel kaget, ia mengusap wajahnya frustasi. Ia menyesal karena sudah membentak putrinya.

"Elya tunggu, Sayang... Arghhh...." Samuel hendak mengejar Elya, tetapi pandangannya mendadak kabur. Ia juga merasakan kepalanya sangat sakit dan membuat tubuhnya tak seimbang. Samuel terjatuh lemas. Ini adalah pertama kalinya Samuel terlihat lemah.

"Ya ampun, Pak. Bapak kenapa?" tanya Rizal yang baru saja masuk. Ia sangat kaget saat melihat Samuel terduduk di lantai.

"Saya tidak apa-apa, lebih baik kamu kejar Elya. Dia sendirian di luar sana." Perintah Samuel sambil memijat kepalanya.

"Kalau begitu saya pamit untuk mengejar Elya, Pak." Pamit Rizal yang dijawab anggukan oleh Samuel. Lalu lelaki jangkung itu langsung pergi meninggalkan Samuel.

Samuel berusaha bangun, ia terlalu lemas untuk mengangkat tubuhnya. Dengan susah payah, akhirnya ia berhasil duduk di sofa. Samuel memejamkan mata sambil memijat pelepisnya. Mungkin ia terlalu lelah bekerja.

Tak berapa lama, masuklah seorang wanita cantik dengan penampilan seksi. Juga bibirnya yang merah merona. Tentu saja wanita itu kaget melihat kondisi Samuel.

"Ya ampun, Sayang. Kamu kenapa?" Wanita itu langsung menghampiri Samuel.

Samuel berdecak kesal saat mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya. Ia membuka matanya dan menatap wanita itu sekilas.

"Rayya, buat apa kamu kesini?" Tanya Samuel yang sebenarnya tidak memperdulikan kehadiran wanita itu. Karena ia memang tidak suka dengan kehadiran wanita bernama Rayya itu.

Rayyana Sasmita adalah adik kandung dari mantan istrinya. Mayya Naditha. Wanita yang pernah hadir dan menghiasi hatinya. Rayya tertarik pada Samuel sejak lama, tetapi malah Kakaknya yang mendapatkan lelaki itu. Sekarang, Mayya tidak ada lagi dalam kehidupan Samuel. Jadi ia berusaha untuk merebut poisis itu kembali.

"Ya ampun, Sayang. Aku cuma mau lihat keadaan kamu. Lihat kamu pucat banget." Rayya sambil menyentuh kening Samuel.

"Keluar!" Hardik Samuel yang berhasil membuat Rayya kaget.

"Tapi...."

"Keluar sebelum aku panggil security." Perintah Samuel terkesan dingin. Hal itu berhasil membuat nyali Rayya ciut.

"Ok aku keluar, tapi besok aku akan kesini lagi." Sahut Rayya dengan ekspresi kesalnya. Lalu wanita itu langsung pergi meninggalkan Samuel.

Rayya menutup pintu dengan kencang, hingga menimbulkan suara nyaring. Beruntung ruangan Samuel jauh dari tempat umum. Lelaki itu menghela napas berat, ia tidak habis pikir dengan tingkah mantan adik iparnya itu.

Selang beberapa waktu, Rizal kembali dengan napas tersengal.

"Permisi, Pak. Mohon maaf sebelumnya. Saya sudah mencari Elya, tapi saya tidak dapat menemukannya." Ungkap Rizal dengan keringat bercucuran di wajahnya.

Samuel meringis, ungkapan Rizal semakin menambah sakit kepalanya.

"Kalau begitu biar saya yang cari sendiri." Samuel bangkit dari posisinya dengan sedikit terhuyung. Rizal hendak membantu, tetapi Samuel langsung menahannya.

"Tapi pak...." belum selesai Rizal bicara. Samuel langsung mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Rizal tak menahannya. Lalu bergegas keluar dari ruangan.

Samuel terus menyusuri kampus dan berharap Elya ada di sana. Namun hasilnya nihil, sudah semua penjuru kampus ia telusuri. Akan tetapi ia belum menemukan keberadaan putrinya. Hanya satu tempat lagi yang belum Samuel datangi, yaitu taman belakang. Dengan langkah besar, Samuel melangkahkan kakinya menuju taman.

Setibanya di taman, mata Samuel tertuju pada dua orang yang sedang berbincang di bawah pohon besar. Ia bernapas lega, karena itu adalah putrinya. Tetapi ia tidak tahu siapa wanita dewasa yang saat ini bicara dengan putrinya itu. Samuel menghampiri mereka.

Anak ini, berani sekali bicara dengan orang asing. Bagaimana jika wanita itu memiliki niat jahat? Pikir Samuel.

"Elya." Samuel sedikit berteriak. Dan berhasil membuat dua orang itu menoleh bersamaan.

"Papa." Sahut Elya dengan wajah berbinar. Namun, Samuel menarik Elya untuk menjauh dari wanita itu.

"Pak, jangan kasar dong sama anak kecil." Protes gadis itu tak terima melihat perlakuan Samuel pada Elya.

Samuel mengabaikan perkataan gadis itu dan memilih untuk menyejajarkan tubuhnya dengan Elya.

"Papa sudah bilang, jangan bicara dengan orang asing." Samuel mengatakan hal itu seolah-olah gadis itu berbahaya.

Gadis cantik itu menggeram kesal. Emannya dia pikir gw penjahat apa?

"Tapi tante ini baik, Pa." ucap Elya sambil menatap gadis cantik itu yang tak lain adalah Inna.

"Ayo kita pulang." Ajak Samuel kembali menarik Elya.

"Pak tolong jangan kasar sama anak. Dia masih kecil." Seru Inna namun Samuel sama sekali tidak menghiraukan ucapan Inna. Ia terus menarik Elya menjauh.

"Ya Tuhan, ternyata masih ada ya manusia sekejam dia? Pantas aja istrinya kabur. Bukan cuma dingin sama semua orang, ternyata sama anaknya sendiri juga sama." Oceh Inna begitu kesal melihat sikap dosennya itu.

Inna tidak bisa membayangkan, bagaimana ia sanggup berhadapan dengan lelaki itu. Bahkan untuk kedepannaya ia akan sering bertemu degannya. Inna menghela napas berat, lalu melirik jam ditangannya dan ternyata sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB.

Ya ampun, Papa pasti udah menunggu dari tadi. Pekiknya dalam hati. Dengan sedikit berlari ia menuju parkiran. Dengan terburu-buru Inna masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan mobil miliknya dengan kecepatan sedang. Hingga di persimpangan jalan, tiba-tiba sebuah mobil menyebrang sembarangan di depan mobil Inna. Alhasil mobil miliknya sedikit menyenggol mobil orang itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!