NovelToon NovelToon

KISAH CINTA TUAN PUTRI

TINDAKAN

...***...

Kerajaan Suka Damai.

Di desa Damai Setia.

Putri Andhini Andita saat ini sedang mengamati desa tersebut. Ia ingin melakukan sesuatu untuk kerajaan Suka Damai. Ia telah memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah melakukan pengembaraan. Rasanya tidak ada alasan lagi untuk melakukan pengembaraan, karena itulah ia memutuskan untuk membantu adiknya. Meskipun pada awalnya mendapatkan penolakan dari adiknya prabu Asmalaraya Arya Ardhana.

Kembali ke hari itu.

Putri Andhini Andita saat ini sedang menuju ke ruang pribadi raja. Langkahnya terlihat sangat yakin, dan tidak ada keraguan lagi.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh rayi Prabu, apakah aku boleh masuk?."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, silahkan masuk yunda."

"Terima kasih rayi Prabu."

Putri Andhini Andita masuk, tak lupa senyumannya yang ramah. Ia masih saja perhatian pada adiknya, atau itu adalah sikap seorang kakak pada adiknya?.

"Silahkan duduk duduk yunda."

"Terima kasih rayi."

"Tentunya ada yang ingin yunda sampaikan padaku." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana mengamati raut wajah kakaknya. "Sehingga yunda datang ke sini."

"Aku tidak melihat jaya satria berada di istana ini." Jawabnya dengan perasaan aneh. "Apakah ada sesuatu yang sedang terjadi?."

"Sepertinya yunda sangat perhatian sekali." Respon sang Prabu. "Apakah karena itu? Yunda ragu untuk melakukan pengembaraan?."

Putri Andhini Andita terdiam sejenak, meskipun bukan itu alasannya, namun masih ada kaitannya?.

"Aku hanya ingin mengabdikan diriku di istana ini." Jawabnya kesal. "Aku rasa situasi pengembaraan yang aku lakukan, dan yang kau lakukan waktu itu berbeda." Kali ini ia terlihat sangat serius. "Aku telah memikirkannya, bahwa aku akan membantumu." 

"Terima kasih banyak yunda."

"Lantas? Bagaimana dengan jaya satria?." Ia merasa cemas. "Apakah terjadi sesuatu yang aneh? Di kawasan kerajaan suka damai?."

"Memang begitulah yunda." Jawab sang Prabu. "Karena ada energi tidak baik, yang mencoba untuk mengelilingi kerajaan ini." Sang Prabu tampak gelisah. "Sepertinya aku akan berhati-hati, jika ingin melakukan belah raga."

"Sepertinya agak berbahaya." Putri Andhini Andita heran. "Berikan tugas padaku untuk melihat situasinya rayi Prabu."

"Sebaiknya yunda tetap di istana saja."

"Apakah kau tidak percaya padaku rayi Prabu?!."

"Baiklah yunda."

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana hanya pasrah saja, tidak ingin melihat kakaknya marah.

...***...

Syekh Asmawan Mulia sedang bersama Raden Jatiya Dewa.

"Sepertinya Raden terlihat murung." Ucapnya terus mengamati raut wajah Raden Jatiya Dewa. "Apakah karena masih belum? Berbaikan dengan Gusti Putri andhini andita?."

Deg!.

Raden Jatiya Dewa tampak terkejut, hingga ia merasakan gugup yang tidak biasa.

"Hahaha!." Spontan Syekh Asmawan Mulia tertawa. "Wanita itu memang sulit untuk ditebak." Ucapnya sambil menahan tawa. "Namun Raden jangan sampai terjebak, bisa bahaya Raden."

"Apakah Syekh guru memiliki saran yang baik untuk saya?." Ia terlihat sedih. "Apakah saya terlalu berlebihan? Dalam mencintai seseorang?."

"Hm?." Responnya sambil mengamati Raden Jatiya Dewa. "Kalau masalah hati memang tidak ada yang bisa menebak." Syekh Asmawan Mulia tampak berpikir. "Kendalikan saja diri Raden, cinta kadang bisa membuat seseorang lupa segala hal."

"Ah!." Tepisnya cepat. "Rasanya saya memang tidak bisa lepas lagi darinya Syekh guru." Keluhnya. "Saya rasa ini kutukan cinta."

"Hahaha!." Syekh Asmawan Mulia semakin tertawa. "Raden ini bicara apa?."

"Habisnya?." Raden Jatiya Dewa merajuk. "Ketika saya bertemu dengan Gusti Putri pertama kalinya?." Ungkapnya. "Saya sangat meremehkannya, hanya karena ia berpenampilan seperti orang biasa." Bahkan kali ini suaranya terdengar seperti orang sedang merengek. "Rasanya saya sangat menyesal, karena telah melewati hari itu dengan kesan yang buruk padanya."

"Hahaha! Hahaha!." Syekh Asmawan Mulia tidak dapat menahan tawa. "Raden ini ada-ada saja, pantas saja Gusti Putri andhini andita kesal pada Raden."

"Berikan saya saran Syekh guru." Hatinya semakin tidak tenang. "Jangan tertawa seperti itu, rasanya saya sangat malu sekali."

Siapa tidak tertawa keras melihat raut wajah Raden Jatiya Dewa yang seperti itu, memelas?. Minta dikasihani?. Raden Jatiya Dewa sedang gelisah karena hubungannya dengan Putri Andhini Andita agak aneh. Kadang baik?. Ya?. Kadang seperti itulah. Lantas apa yang akan dilakukan Raden Jatiya Dewa?. Apakah akan bertahan?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Di sebuah tempat.

Terlihat sangat jelas bagaimana matanya memandangi perbatasan wilayah kerajaan Suka Damai.

"Kerajaan ini akan menjadi bagian dari kerajaanku." Ada ambisi yang terpancar di matanya. "Aku telah memasang hawa kegelapan di tempat ini." Ia tersenyum lebar. "Akan aku teluh wilayah kerajaan ini dengan kegelapan." Ia merasa senang. "Sama halnya dengan wilayah yang pernah kami taklukkan."

Suasana hatinya sedang bahagia karena sedang membayangkan apa yang akan ia lakukan. Apa lagi saat itu ia bertemu dengan seseorang yang cukup mencurigakan menurutnya berada di wilayah kerajaan Suka Damai.

Kembali satu hari yang lalu.

Jaya Satria saat itu sedang mengitari wilayah yang sangat aneh menurutnya.

"Hawa kegelapan apa ini?." Dalam hatinya bingung.  "Bagaimana mungkin? Ada seseorang sedang menanamkan rajah kegelapan di wilayah ini?."

Jaya Satria dapat melihat bagaimana kegelapan itu seperti hendak menelan sekitarnya.

"Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja."

Jaya Satria segera bertindak, akan berbahaya jika tidak dihentikan. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, dan menggunakan tenaga dalamnya Jaya Satria mencoba untuk menghancurkan rajah kegelapan itu.

"Tunggu!."

Jaya Satria menghentikan apa yang ia lakukan saat itu, karena ia mendengarkan suara seseorang yang seperti menegurnya.

"Apa yang kau lakukan?." Baginya terasa panas.  "Apakah kau hendak menghancurkan rajah kegelapan itu?."

"Tentu saja."

"Kenapa?."

"Karena rajah kegelapan itu sangat mengganggu."

"Kau tidak akan aku biarkan melakukan itu."

"Kenapa?." Responnya. "Apakah kau yang menanamkan rajah kegelapan itu?."

"Tentu saja aku yang melakukan."

Jaya Satria tidak menduga jika orang itu akan mengakuinya?.

"Kalau begitu? Kau yang akan tangkap."

"Menangkap aku?." Responnya heran. "Apa peduli mu pada wilayah ini?."

"Aku sangat peduli!." Jawabnya penuh ketegasan. "Karena wilayah ini adalah tanah kelahiran ku." Jaya Satria siap-siap untuk menyerang orang asing itu. "Siapapun yang mengganggu tanah kelahiran ku? Maka dia akan aku usir."

Setelah berkata seperti itu Jaya Satria langsung menyerang orang itu, hingga terjadi pertarungan diantara keduanya.

"Astaghfirullah hal'azim ya Allah." Dalam hatinya. "Siapa orang ini sebenarnya? Dia memiliki jurus yang aneh." Dalam hati Jaya Satria sedikit kewalahan.

Pertarungan itu membuat Jaya Satria kebingungan, pemuda itu tampak seperti angin yang bergerak tanpa suara.

Kembali ke masa ini.

Pemuda itu masih ingat bagaimana pertarungannya dengan Jaya Satria?.

"Tunggu saja pada saat itu tiba." Senyuman lebar terpampang sangat jelas di wajah rupawannya, ia sedang memikirkan hal yang unik yang akan ia lakukan.

...****...

Istana Kerajaan Suka Damai.

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana sedang bersama Raden Hadyan Hastanta.

"Mungkin aku akan meminta bantuan pada raka." Ucap Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Untuk menjaga wilayah kota Raja." Sang Prabu sangat cemas. "Sebab aku telah meminta bantuan pada Senopati mandaka sakuta, agar terus memantau wilayah lainnya." Lanjut sang Prabu. "Mohon bantuannya raka."

"Sandika rayi Prabu."

"Terima kasih banyak raka." Sang Prabu tersenyum kecil. "Maaf jika aku meminta bantuan padamu, di saat yunda bestari dhatu sedang kewalahan menjaga nanda sahardaya raksa sedang rewel."

"Tidak apa-apa rayi Prabu." Balasnya. "Ini semua demi keselamatan kita." Raden Hadyan Hastanta tentu saja memahami situasi yang terjadi. "Lagi pula ada ibunda kita yang sedang menikmati kebersamaan dengan cucu pertama di istana ini." Kali ini terlihat raut wajah dipenuhi kebahagiaan.

"Raka benar." Respon sang Prabu. "Ibunda Ratu dewi, ibunda Ratu Gendhis memang tampak lebih bahagia, saat bersama nanda sahardaya raksa." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tentu saja dapat merasakan itu. "Kalau begitu mari kita lakukan ini semua dengan hati-hati raka." Ucap sang Prabu penuh harapan. "Mari kita lindungi kebahagiaan rakyat suka damai."

"Tentu saja rayi Prabu." Ia memberi hormat pada adiknya. "Kebahagiaan rakyat suka damai adalah hal yang paling utama."

Ya, Prabu Asmalaraya Arya Ardhana pasti akan melindungi kebahagiaan itu dengan penuh kasih sayang. Tapi apakah bisa melakukannya?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Sementara itu Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa sedang berjalan-jalan di sekitar Kota Raja. Tentu saja hubungan keduanya semakin maju, dukungan dari pihak keluarga tidak diragukan lagi.

"Sepertinya Gusti Putri sangat terkenal sekali." Ucapnya penuh kekaguman. "Begitu banyak rakyat yang menyapa dengan ramah."

"Alhamdulillah hirobbil'alamin Raden."

Namun saat itu ada seseorang yang berjalan mendekati mereka, tatapan mata itu dipenuhi dengan kerinduan yang sangat dalam.

"Nimas cempaka putih?."

Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa saling bertatapan.

"Apakah nimas lupa padaku?."

Deg!.

"Tuan bayangkari sermana aji?."

Hanya itu yang diingat oleh Putri Agniasari Ariani.

"Apakah Gusti Putri mengenalinya?." Terlihat sangat jelas ada kecemasan yang ia rasakan saat itu.

"Hanya kenal sebentar saja-."

Deg!.

Keduanya sangat terkejut ketika Bayangkari Sermana Aji memeluk Putri Agniasari Ariani?.

"Aku sangat merindukanmu nimas." Ia mengungkapkan perasaan itu, ia tidak dapat menahan kerinduan itu. Pelukan itu adalah bukti bahwa ia sangat ingin bertemu dengan Putri Agniasari Ariani, hingga ia tidak dapat menahan dirinya agar tidak memeluk pujaan hatinya?.

"Astaghfirullah hal'azim ya Allah."

Deg!.

Kali ini Bayangkari Sermana Aji yang terkejut karena mendapatkan dorongan dari Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa?.

"Maaf tuan." Ucapnya dengan perasaan bergemuruh. "Jangan lancang seperti itu memeluk Gusti Putri." Ia tidak suka. "Apakah tuan ingin memberikan kesan yang buruk? Untuk Gusti Putri agniasari ariani pada rakyat yang menyaksikan perbuatan tuan?." Raden Rajaswa Pranwa terlihat sangat marah.

"Oh? Maafkan aku." Balasnya. "Aku hanya rindu pada nimas cempaka putih."

"Nimas cempaka putih?." Matanya melihat ke arah Putri Agniasari Ariani.

"Tenanglah Raden." Putri Agniasari Ariani cemas. "Pasti ada penjelasannya, saya tidak seperti itu."

Raden Rajaswa Pranwa menghela nafasnya dengan pelan. "Maaf tuan, jangan lancang pada istri saya."

Deg!.

Bagaikan tersambar petir yang sangat dahsyat, Bayangkari Sermana Aji terdiam di tempat.

"Mungkin masa lalu tuan begitu kagum pada sosok istri saya." Hatinya sangat tidak suka. "Namun maaf? Kami telah menikah!." Ucapnya dengan penuh ketegasan. "Dan saya harap! Tuan jangan sembarangan dalam bertindak!." Tatapan matanya terlihat sangat menusuk.

"Apakah itu benar nimas? Itu tidak mungkin, kan?." Bayangkari Sermana Aji sangat tidak percaya itu.

"Ya Allah? Apa yang harus aku jawab?." Dalam hati Putri Agniasari Ariani sangat bimbang.

"Katakan padaku jika itu bohong nimas!." Hatinya terasa berat. "Aku datang ke sini karena ingin bertemu denganmu." Hatinya terasa sakit?. "Setelah mengetahui tentang jati dirimu? Aku langsung bergegas dayang ke sini!." Ungkapnya. "Aku ingin mempersunting dirimu nimas." Dadanya terasa sangat sesak.

"Maaf tuan bayangkari." Ucapnya sambil menggandeng lengan Raden Rajaswa Pranawa. "Sepertinya saya memang tidak bisa menerima tuan." Ucapnya. "Karena kami telah berjanji akan selalu bersama." Putri Agniasari Ariani mengatakan isi hatinya?. "Saya telah dipersunting oleh Raden rajaswa pranawa."

"Oh? Rasanya sangat sia-sia sekali aku datang ke sini." Ingin rasanya ia menangis saat itu juga, ia tidak menduga ini akan terjadi?.

"Maaf saja tuan, sepertinya tuan datang di saat yang tidak tepat."

Tidak ada tanggapan dari Bayangkari Sermana Aji, hatinya terlanjur hancur setelah mengetahui?. Jika orang yang sangat ingin ia persunting?. Ternyata telah memiliki suami?.

"Maafkan, kami terpaksa berbohong." Dalam hati Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa merasa bersalah, namun hubungan keduanya tidak akan terganggu sedikitpun. Lantas apa yang akan dilakukan Bayangkari Sermana Aji?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Putri Andhini Andita saat ini sedang menyamar, dan ia mengamati mereka semua. Para bangsawan yang katanya saat ini sedang dalam pelarian?. Entah itu benar atau tidak, namun mereka meminta izin pada Prabu Asmalaraya Arya Ardhana untuk tinggal sementara waktu di kerajaan Suka Damai. Putri Andhini Andita saat itu yang menemukan mereka, kebetulan ia sedang bosan saat itu, hngga sang Putri berjalan-jalan mengitari kerajaan Suka Damai.

Kembali ke masa itu.

Putri Andhini Andita telah sampai di desa Damai Setia. Ia hanya ingin melihat keadaan negeri ini. Negeri yang kini dipimpin oleh adiknya Prabu Asmalaraya Arya Ardhana.

"Kau tidak pergi mengembara lagi andhini andita?." Sukma Dewi Suarabumi sepertinya masih bersama Putri Andhini Andita.

"Hamba rasa tidak." Jawabannya dengan lembut. "Hamba akan menduga mengabdi pada negeri sendiri." Lanjutnya. "Hamba akan mengabdikan diri, dibalik topeng." Jelasnya. "Seperti yang dilakukan oleh rayi cakara casugraha selama ini."

"Jadi kau ingin melihat inti dari kerajaan?." Responnya. "Yang telah dijaga oleh mendiang gusti prabu bahuwirya jayantaka byakta? Dengan menggabungkan kekuatan kami?."

"Ya, hamba berniat seperti itu." Jawabnya. "Tapi apakah boleh? Hamba ingin mendengar cerita?." Ucapnya sedikit takut. "Bagaimana Gusti Putri bisa? d

Dimasukkan ke dalam pedang panggilan jiwa? Oleh mendiang eyang buyut Prabu?."

Namun, saat itu ia melihat ada banyak orang yang berlarian karena ketakutan. Mereka ketakutan karena ada sekelompok orang yang ingin menyerang mereka?. Apakah memang seperti itu yang terjadi?.

"Sepertinya tidak untuk saat ini andhini andita, kau memiliki masalah yang harus kau tangani." Sukma Dewi Suarabumi merasakan hal tidak baik sedang terjadi.

Putri Andhini Andita langsung melihat apa yang terjadi, ia melihat ada beberapa orang yang mengejar warga desa Damai Setia. Putri Andhini Andita terpaksa menggunakan tenaga dalamnya untuk menghentikan mereka.

Duakh!!!

Kedua orang itu terjajar karena menerima serangan dari Putri Andhini Andita. Mereka segera bangkit, sementara itu warga desa telah melarikan diri mencari tempat yang aman.

"Kurang ajar!." Umpatnya penuh amarah. "Siapa kau?! Berani sekali kau menyerang kami!." Laki-laki bertubuh kekar itu membentak Putri Andhini Andita dengan suara yang cukup keras.

Tapi ia terlihat meringis kesakitan, serangan yang ia terima tadi sepertinya cukup menyakitkan baginya.

"Kalian yang siapa?!." Balasnya penuh amarah. "Berani sekali kalian menyerang penduduk desa damai setia!." Hatinya semakin panas. "Apa yang kalian lakukan di desa ini?." Tatapan mata itu sangat tajam, serta hatinya yang bergemuruh menahan amarah.

"Mereka telah berani memasuki kawasan." Jawabnya. "Tempat persembunyian pangeran kami." Ucapnya tidak suka. "Meskipun ini desa damai setia? Tapi kami saat ini sedang melarikan diri."

"Bisa jadi mereka memberikan informasi itu pada orang lain." Ucapnya kesal. "Dan itu akan membahayakan pangeran kami!."

"Sungguh tidak sopan sama sekali." Amarahnya keluar begitu saja mendengarkan apa yang mereka katakan padanya. "Kalian lah yang tidak sopan! Masuk ke wilayah orang lain!." Suaranya terdengar tinggi. "Dan malah membuat kerusuhan?! Lancang sekali rupanya kalian ini ya?." Putri Andhini Andita mengeluarkan pedang panggilan jiwa, membuat keduanya terkejut.

Deg!.

Kedua pemuda itu terkejut melihat pamor yang dipancarkan oleh pedang Pembangkit Raga Sukma Dewi Suarabumi.

"Aku akan mengusir kalian! Yang telah bersikap kurang ajar!." Hawa pedang itu seperti mengikuti kemarahan yang dirasakan oleh Putri Andhini Andita.

"Pedang itu bukan pedang biasa." Hatinya merasakan firasat buruk. "Sepertinya wanita ini bukan wanita biasa." Dalam hati laki-laki berbadan kekar itu merasakan hawa yang sangat kuat dari pedang itu.

"Sepertinya kita harus mengalah." Bisiknya. "Jangan sampai kita terluka hanya karena melawan wanita itu."

"Baiklah, maafkan kami." Ia memberi hormat. "Kami yang salah, kami minta maaf."

"Tapi kami mohon izin." Ucapnya ramah. "Untuk bersembunyi di wilayah ini untuk sementara waktu."

Putri Andhini Andita mencoba menangkan amarahnya. "Kalau begitu temui Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana." Ucapnya. "Ini adalah wilayah kekuasaannya!." Tegasnya. "Mungkin kalian akan diberi perlindungan oleh beliau, jika memang kalian mengalami kesulitan."

"Terima kasih atas saran baiknya nini."

"Kami akan segera menemui Gusti Prabu yang menguasai kerajaan ini."

"Tampaknya mereka bukan orang jahat?." Dalam hati Putri Andhini Andita. "Tapi aku harus tetap waspada."

Entahlah, belum mengetahui bagaimana mereka yang sebenarnya. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Apakah mereka orang baik, atau ada maksud lain yang tersembunyi?. Simak ceritanya dengan baik, next.

...***...

MENCURIGAKAN

...***...

Putri Andhini Andita saat ini bersama kedua orang utusan dari pangeran Abinaya Bena. Saat ini mereka menghadap Prabu Asmalaraya Arya Ardhana, dan mereka menceritakan keadaan negeri mereka saat ini. Mereka merasa kesulitan karena adanya masalah yang sedang menimpa negeri mereka?. Tapi kenapa Pangeran Abinaya Bena tidak mau menunjukkan wajahnya di hadapan Prabu Asmalaraya Arya Ardhana?.

"Mohon ampun Gusti Prabu." Ia memberi hormat. "Kiranya kami telah memasuki wilayah kerajaan suka damai tanpa izin." Ia menghela nafas panjang. "Maafkan kami Gusti Prabu, kami telah membuat kekacauan di wilayah kekuasaan Gusti Prabu."

"Kami sangat khawatir dengan keselamatan gusti pangeran." Hengkara memberi hormat. "Karena itulah, kami mencegah siapa saja yang mendekati daerah itu." Lanjutnya. "Maafkan kelancangan kami."

"Sepertinya itu sangat berbahaya rayi Prabu." Putri Andhini Andita merasa sangat cemas akan keadaan seperti itu. "Apalagi saat ini mereka dalam masa pelarian." Ia mengamati mereka. "Apa jadinya? Jika pasukan, yang mencari mereka sampai ke kerajaan suka damai?."

"Yunda benar." Respon Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Bisa jadi mereka yang mengejar pangeran kalian itu datang kemari." Sang Prabu cemas. "Lalu? Berbuat kerusuhan di wilayah kerajaan suka damai." Sang Prabu menatap mereka. "Itu akan membahayakan keselamatan kerajaan suka damai."

"Mohon ampun Gusti Prabu." Ia kembali memberi hormat. "Kami tidak tahu harus kemana lagi." Raut wajahnya tampak sedih. "Maafkan kami, hanya tempat ini saja yang aman."

"Jika saya boleh mengetahui?." Ucap sang Prabu. "Kenapa kalian sampai ke wilayah kerajaan suka damai? Apa yang terjadi sebenar?." Sang Prabu heran. "Kenapa kalian sampai melarikan diri ke sini?."

Tentunya sang Prabu ingin mengetahui apa masalah mereka. Mungkin saja bisa mencari tahu melalui tatapan atau ucapan mereka?. Tapi rasanya ada yang menghalangi pandangan mata batin sang Prabu, ketika mencoba membaca situasi yang mungkin mereka rencanakan, melalui tatapan mata salah satu dari mereka.

"Perebutan wilayah kekuasaan, yang dilakukan oleh keluarga sendiri." Jawabnya. "Itulah yang membuat Gusti Pangeran abinaya bena melarikan diri."

"Fitnah yang sangat kejam mengarah padanya." Ia tampak sedih. "Sehingga ia menjadi buronan." Jelasnya. "Kami hampir saja tidak bisa menyelamatkan pangeran abinaya bena, dari penyerbuan itu."

"Lalu? Di mana pangeran kalian itu?." Sang Prabu menatap serius. "Harusnya ia bertemu dengan kami di istana ini, meminta izin pada kami, untuk tinggal di wilayah ini." Putri Andhini Andita sangat mencurigai mereka. "Jika memang ia dalam pelarian saat ini."

"Mohon ampun Gusti Putri." Ia memberi hormat. "Kami tidak bisa mengajak Gusti pangeran kemana-mana." Jelasnya. "Kami sangat mencemaskan keselamatannya, maafkan kami untuk maslah itu, kami adalah perwakilan beliau."

"Itu sangat aneh." Responnya. "Tidak biasanya, ada seseorang? Yang meminta izin untuk bersembunyi di wilayah seseorang, tapi tidak mau bertemu tuan rumahnya?." Putri Andhini Andita semakin heran.

"Sekali lagi maafkan kami." Balasnya. "Ini semua demi keselamatan Gusti pangeran."

"Benar Gusti Putri." Sambungnya. "Kami tidak bisa sembarangan, mempertemukan Gusti pangeran dengan orang lain."

Tampaknya mereka memang tidak ingin mempertemukan Pangeran Abinaya Bena dengan orang lain.

"Kalau begitu-."

"Tidak apa-apa yunda." Ucap sang Prabu. "Jangan terlalu memaksakan."

"Tapi rayi Prabu-."

"Tenanglah yunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Percayakan semuanya pada Allah SWT." Menatap Putri Andhini Andita. "Semoga mereka baik-baik saja, dan masalah mereka segera selesai."

"Baiklah." Ia mencoba tenang. "Aku akan mendengarkan ucapanmu rayi Prabu." Memberi hormat pada adiknya.

"Untuk sementara waktu, kalian boleh tinggal di wilayah ini." Sorot mata sang Prabu tampak tajam. "Tapi aku tidak akan segan-segan mengusir kalian, jika kalian berbuat sesuatu yang merugikan bagi kerajaan ini."

"Terima kasih Gusti Prabu." Ia memberi hormat. "Terima kasih atas kebaikan yang Gusti Prabu berikan pada kami."

"Tentunya Gusti pangeran sangat senang mendengar kabar baik ini."

Keduanya tampak sangat senang sekali, karena mendapatkan tempat yang aman untuk bersembunyi saat ini.

...***...

Kembali ke masa ini.

Ya, kira-kira begitulah yang terjadi. Putri Andhini Andita sedang memastikan, jika mereka memang tidak berniat jahat. Putri Andhini Andita menyamar menjadi rakyat biasa untuk memantau apa yang mereka lakukan di desa Damai Setia. Wilayah yang masih memiliki hutan yang sangat lebat, pantas untuk bersembunyi di wilayah ini.

"Apakah tidak apa-apa? Kau melakukan ini andhini andita?." Sukma Dewi Suarabumi sedikit ragu dengan apa yang dilakukan oleh mereka semua.

"Tentu saja hamba tidak apa-apa Gusti Putri." Ia memperhatikan pakaian yang ia kenakan saat ini.

Sungguh pakaian yang sangat cocok untuk gadis desa biasa. Ia juga menyiapkan sesuatu untuk ia gunakan menyamar. Seperti bakul yang lumayan besar yang ia gunakan untuk memuat buah-buahan yang ia dapatkan di kebun penduduk nantinya.

Dan ternyata benar, ada pondok kecil yang sudah lama tidak didiami. Di sana Putri Andhini Andita melihat ada tiga orang yang sangat mencurigakan. Mereka seperti sedang berunding sesuatu yang sangat penting.

"Untuk saat ini kita tenang saja dulu." Ucapnya. "Mereka merasa tidak curiga sama sekali, jika kita berada di sini." Barja, terlihat sangat puas dengan apa yang ia lakukan.

"Kita harus melakukannya dengan baik." Ia tersenyum kecil. "Aku yakin kita akan mendapatkan semuanya dengan sangat baik." Hengkara terlihat sangat senang.

Namun ketika itu, Pangeran Abinaya Bena merasakan kehadiran seseorang, sehingga ia memberi kode pada kedua pengikutnya untuk diam.

"Sepertinya ada seseorang yang mencoba mendekati kita." Matanya mencoba melihat ke arah mana seseorang itu bersembunyi?.

"Sial!." Umpatnya. "Sepertinya ada seseorang? Yang mencoba untuk mengamati, apa yang kita lakukan di sini?." Barja merasa kesal. "Bagaimana mungkin? Ada orang lain mendekati wilayah ini?."

"Jangan-jangan mereka adalah mata-mata dari kerajaan ini?." Hengkara waspada, jika itu kemungkinan yang terjadi.

"Sepertinya kehadiranmu diketahui oleh mereka andhini andita." Ucapnya. "Dan kau harus melakukan sesuatu, supaya tidak dicurigai oleh mereka semua." Sukma Dewi Suarabumi sepertinya memberi tahu pada Putri Andhini Andita agar supaya segera bertindak.

Dan benar saja, saat itu, tanpa diduga Barja dan Hengkara telah sampai di tempat ia bersembunyi saat ini. Ia sempat terpaku di tempat, sebelum akhirnya ia berteriak karena terkejut.

"Hei!." Teriaknya. "Siapa kau?!." Anehnya keluar begitu saja. "Kenapa kau malah datang ke wilayah ini?." Barja menarik paksa lengan kiri Putri Andhini Andita.

"Tidak! Lepaskan aku!."

Putri Andhini Andita mencoba melawan, layaknya rakyat kecil yang tidak berdaya ketika ada orang yang lebih kuat darinya menganiaya dirinya.

"Lepaskan aku tuan!."

Putri Andhini Andita mencoba memberontak, namun ia malah semakin diseret oleh Barja sampai menuju Pangeran Abinaya Bena.

Brugh!.

Barja menyeret Putri Andhini Andita dan mendorongnya hingga ia berlutut dihadapan pangeran Abinaya Bena.

"Oh? Tuan, ampuni saya." Ia bersujud memohon ampun. "Saya hanya mencari buah saja untuk di makan." Jelasnya dengan nada lirih. "Kasihani saya tuan, saya sangat kelaparan sekali." Dengan raut wajah memelas, ia meminta belas kasihan pada Pangeran Abinaya Bena.

"Wajahmu terlihat sangat pucat sekali."

Sepertinya Pangeran Abinaya Bena bersimpati pada Putri Andhini Andita. Wajahnya memang terlihat sangat pucat, seperti orang yang belum makan seharian.

"Apakah kau? Tinggal di sekitar sini?." Ia menyamai tinggi Putri Andhini Andita. "Kenapa kau tidak makan?."

Bagaimana tanggapan dari Putri Andhini Andita?. Apakah ia akan menjawab pertanyaan itu?.

...**...

Istana Suka Damai.

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana berada di diruangan pribadi Raja.

"Ada apa cucuku? Kenapa kau tampak resah sekali?."

"Hormat saya kakek Prabu." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat. "Rasanya saya cemas sekali." Ungkap sang Prabu. "Saya tidak bisa melihat, apa yang sedang mereka sembunyikan." Sang Prabu cemas. "Ada kegelapan, yang menghalangi mata batin saya."

"Tenangkan dirimu cucuku." Sukma Prabu Guindara Arya Jiwatrisna menatap serius. "Jika kau tidak bisa tenang? Maka kau tidak akan bisa melihatnya."

"Saya akan mencobanya kakek Prabu."

"Semoga saja nanda Prabu mampu melakukannya."

"Ya, semoga saja kakek Prabu."

Apa yang sedang terjadi sebenarnya?. Temukan jawabannya. Next.

...***...

TETAP WASPADA

...***...

Putri Andhini Andita hanya diam saja, diperhatikan seperti itu oleh Pangeran Abinaya Bena dan kedua anak buahnya seperti itu?. Apa yang sebenarnya yang mereka inginkan?. Kenapa mereka benar-benar curiga dengan kedatangannya saat ini?. Bukankah ia telah melakukan penyamaran dengan sempurna?. Lalu apalagi yang membuatnya merasa takut?.

"Apakah kau belum makan sama sekali?."

"Hei! Gusti pangeran bertanya dengan baik. Maka jawablah pertanyaan gusti pangeran dengan benar!."

"Bukankah kau tadi bisa berbicara?! Atau jangan-jangan kau malah terpesona dengan penampilan Gusti pangeran?!."

"Kau jangan coba-coba berpikiran akan melakukan sesuatu yang membuat kami ingin membunuhmu!."

"Ayo andhini andita, kuatkan lah hatimu, jangan sampai kau terpancing amarah yang tidak berguna itu." Dalam hati Putri Andhini Andita menekan amarahnya.  "Maaf saja tuan-tuan, ini adalah wilayah kerajaan suka damai." Ucapnya dengan tegas. "Siapa tuan-tuan ini? Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana saja tidak pernah melarang kami untuk mengambil buah apapun di sini."

Deg!.

Seketika mereka terkejut mendengarkan ucapan itu, tentu saja mereka menyadari ucapan itu.

"Jika tuan-tuan ingin memasuki wilayah ini? Harusnya tuan-tuan meminta izin kepada Gusti Prabu."

"Diam kau! Kami telah meminta izin pada Gusti Prabu untuk menetap di sini untuk sementara waktu!."

"Kau ini cerewet sekali!."

"Hm? Orang luar memang tidak sopan."

"Hei! Kau gadis desa! Jika kau ingin mati di sini?! Maka akan aku kabulkan."

Sepertinya mereka tampak tidak bersahabat sama sekali, lantas apa yang akan dilakukan oleh Putri Andhini Andita?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Raden Hadyan Hastanta sedang bersama Raden Jatiya Dewa saat itu. Keduanya sedang mengamati bagaimana keadaan kota Raja, mereka takut akan ada yang mencurigakan nantinya.

"Jadi? Raden telah menetapkan hati untuk tetap bersama rayi andhini andita?."

Deg!.

Raden Jatiya Dewa sangat gugup dengan pertanyaan itu.

"Rayi andhini andita itu dulunya sangat tergila-gila pada rayi Prabu, kami semua sangat pusing memberinya nasihat."

"Jadi benar? Jika Gusti Putri andhini andita menyukai Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana?."

"Ya, itu memang benar."

Mungkin pembicaraan itu di luar tugas, hanya saja Raden Hadyan Hastanta tidak menduga jika Raden Jatiya Dewa begitu menyukai adiknya.

"Rasa cinta yang tumbuh ini tidak bisa saya cegah, rasanya semakin besar."

"Kalau begitu Raden tidak perlu cemas, rayi andhini andita itu orangnya mudah dipengaruhi, yang penting Raden bersabar saja menghadapi sifat galaknya itu."

"Ya, jika marah memang tampak menyeramkan."

"Hahaha!." Raden Hadyan Hastanta tertawa mendengarkan ucapan itu. "Dia memang seperti itu, Raden harus memiliki mental baja untuk menghadapinya."

"Saya rasa memang seperti itu Raden."

sambil bertugas, keduanya bercerita banyak hal tentang Putri  Andhini Andita. Raden Hadyan Hastanta sepertinya tidak keberatan sama sekali, jika adiknya bersama Raden Jatiya Dewa.

...***...

Istana Kerajaan Suka Damai.

"Nanda Prabu?."

"Ibunda, yunda, raka." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat.

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana baru saja memasuki ruangan keluarga.

"Di mana nanda hadyan hastanta? Ananda Putri? Juga nanda jatiya dewa?."

"Saat ini mereka melakukan tugas ibunda." Jawab Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Maaf, jika tidak bisa berkumpul saat ini."

"Memangnya ada masalah apa nanda Prabu?." Ratu Gendhis Cendrawati heran. "Coba jelaskan."

"Maaf ibunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat. "Saat ini ada seorang pangeran, yang sedang menumpang bersembunyi di wilayah suka damai." Jelas sang Prabu. "Nanda menyuruhnya untuk ke istana ini." Sang Prabu sedikit menghela nafas. "Tapi pengawalnya berkata tidak bisa."

"Itu aneh sekali." Respon Ratu Gendhis Cendrawati.

"Ya, aneh sekali nanda Prabu." Ratu Dewi Anindyaswari heran.

"Karena itulah, nanda meminta yunda andhini andita." Ucap sang Prabu. "Untuk menyelidikinya."

"Kenapa tidak mengatakan padaku rayi Prabu?."

"Maaf yunda." Balas sang Prabu. "Yunda andhini andita tidak mau mengganggu yunda." Sang Prabu menatap serius. "Masalah ini, biarkan kami yang menyelesaikannya."

"Semoga saja bukan masalah yang besar."

"Semoga saja ibunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Lantas? Kapan raka bisa menyiapkannya?."

"Apakah tidak apa-apa?." Ia memberi hormat. "Saya kembali dalam keadaan seperti ini?."

"Masalah yang ada di sini." Jawab sang Prabu. "Raka tidak perlu cemas." Sang Prabu tersenyum kecil. "Masalah ini tidak akan lama."

"Baiklah, besok saya akan kembali ke istana kerajaan derajat jati."

"Kalau begitu, jaya satria akan mengantar raka."

"Terima kasih rayi Prabu." Ia memberi hormat. "Karena diantar langsung oleh Gusti Prabu."

"Itu semua demi keselamatan raka."

"Benar yang dikatakan nanda Prabu." Ucap Ratu Dewi Anindyaswari. "Kami semua takut, terjadi sesuatu pada nanda nantinya."

"Jangan sampai terjadi hal yang sama." Ratu Gendhis Cendrawati juga cemas. "Jika nanda mau ke sini nantinya? Kirim surat terlebih dahulu." Lanjutnya. "Kami akan mengirim utusan, untuk mengiringi nanda nantinya."

"Apakah itu tidak masalah ibunda Ratu?."

"Demi keselamatan raka." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Tentunya tidak keberatan sama sekali."

"Terima kasih ibunda, terima kasih rayi Prabu." Ia memberi hormat.

...***...

Kembali ke Putri Andhini Andita.

"Siapa namamu?." Ucapnya. "Kau belum menyebutkan namamu."

"Nama hamba putih."

"Hanya itu saja?." Matanya memperhatikan penampilan Putri Andhini Andita.

"Bagi rakyat kecil seperti hamba." Ucapnya. "Apalah arti sebuah nama?." Ia tampak sedih. "Apa lagi hamba hanya hidup sebatang kara."

"Jadi kau tidak memiliki orang tua?."

"Ada." Jawabnya. "Hanya saja tidak mengetahui mereka di mana."

"Begitu rupanya?."

Kembali ia mengamati bagaimana Putri Andhini Andita yang sedang menikmati buah-buahan yang ada di depannya.

"Kalau begitu, aku akan memanfaatkan gadis ini." Dalam hatinya sedang memikirkan sesuatu. "Aku pasti bisa menggunakannya sebagai alat untuk membunuh Raja muda itu." Dalam hatinya sangat yakin akan melakukan itu. "Apakah kau tidak mengalami kesulitan selama ini? Sebab kau tidak bersama kedua orang tuamu." Pangeran Abinaya Bena memperlihatkan rasa simpati pada Putri Andhini Andita.

"Aku tidak mengerti, kenapa ia berkata seperti itu?." Dalam hati Putri Andhini Andita mulai waspada. "Ya, seperti itu lah Gusti Pangeran." Ia mencoba tenang. "Tapi hamba tetap menikmati hidup ini."

"Kau memang sangat luar biasa sekali." Ia terkesan. "Wanita tangguh yang memiliki tekad hidup yang sangat kuat." Ia merasa semakin tertarik.

"Gusti tidak perlu memuji hamba seperti itu." Ia tersipu malu. "Hamba hanya manusia biasa, yang tidak pantas mendapatkan pujian."

Saat itu mereka berbincang-bincang banyak hal, Putri Andhini Andita tentunya sambil mengorek keterangan alasan kenapa mereka bisa berada di sana?.

Sementara itu di luar.

Para pengawal Pangeran Abinaya Bena sedang berjaga-jaga, tentu saja mereka akan waspada terhadap penduduk asli yang mungkin akan berdatangan ke kawasan yang mereka tempati sekarang.

"Bagaimana pendapatmu tentang gadis itu?." Ucapnya. "Apakah menurutmu? Ia terlihat mencurigakan?."

"Aku sangat curiga padanya." Jawabnya. "Aku takut dia adalah mata-mata, yang dikirim Prabu asmalaraya arya ardhana untuk mengawasi kita."

"Aku juga sependapat denganmu." Ia duduk di samping temannya itu. "Cara bicaranya tidak seperti gadis pada umumnya." Ia terus mengamati itu. "Dia terlihat sangat cerdas, dan juga waspada." Lanjutnya. "Terhadap gerakan yang akan kita lakukan padanya."

"Tapi kita juga tidak boleh gegabah dalam bertindak." Ucapnya. "Bagaimana pun juga? Katanya desa-desa, ada pendekar yang selalu siaga." Jelasnya. "Jika adanya ancaman dari luar."

"Rajanya sangat dekat siapa saja." Ucapnya. "Termasuk para pendekar." Ia menghela nafas pela. "Dan kita? Tidak sembarangan dalam bergerak."

"Baiklah." Responnya. "Kalau begitu kita harus menyamar." Ia berdiri. "Akan berbahaya jika wajah kita, sampai dikenali oleh orang-orang sekitar sini."

Tentunya mereka tidak ingin gagal, karena nyawa akan menjadi taruhannya jika mengalami kegagalan. Tapi apa yang akan mereka lakukan sebenarnya?. Simak dengan baik kisahnya.

...****...

Pondok pesantren Al-ikhlas.

"Untuk saat ini, kawasan kerajaan sedang dalam masalah." Ucapnya. "Ada kegelapan aneh yang menyelimuti perbatasan." Syekh Asmawan Mulia mengumpulkan mereka semua untuk berdiskusi. "Kita sebagai santri, akan membantu dengan tenaga dan do'a." Lanjutnya. "Jangan sampai negeri yang kita cintai ini mengalami masalah yang rumit, karena ulah manusia." Syekh Asmawan Mulia tampak cemas dengan kondisi yang terjadi. "Bagi santri yang memiliki kepandaian? Syekh guru harap dapat membantu dalam bentuk fisik."

"Baik Syekh guru."

"Lingga?."

"Saya Syekh guru."

"Saya harap kau bisa memimpin mereka, untuk menghadang kemungkinan buruk terjadi."

"Baik Syekh guru."

"Untuk ayu?."

"Saya Syekh guru."

"Tolong sediakan pengobatan, dan persediaan makanan." Ucapnya. "Mungkin saja akan terjadi situasi yang genting nantinya." Jelasnya. "Maka kelompok ayu, sebagai santriwan akan diperlukan."

"Baik Syekh guru."

"Alhamdulillah hirobbil'alamiin." Hatinya merasa tenang. "Malau begitu mari kita lakukan persiapan." Ucapnya lagi. "Kita juga akan berjuang! Untuk mempertahankan negeri ini dari musuh jahat!." Suaranya keras. "Allahuakbar!."

"Allahuakbar!."

Takbir terdengar sangat keras dikumandangkan oleh mereka semua, hati mereka bersatu untuk melindungi negeri yang sama-sama mereka cintai dari kegelapan jahat.

...***...

Raden Hadyan Hastanta dan Raden Jatiya Dewa.

Keduanya telah sampai di perbatasan Kota Raja menuju Desa Abdi Setia.

"Apakah dinda melihatnya?." Ia mengamati keadaan sekitarnya. "Ada hawa kegelapan yang tidak biasa di sini."

"Ya, itu terlihat sangat jelas sekali kanda."

"Kalau begitu kita harus melakukan sesuatu." Ucapnya. "Akan berbahaya jika kegelapan ini terus berada di sini."

"Apa yang akan kita lakukan kanda?."

"Bagaimana kalau kita bacakan saja ayat suci Al-Quran?." Jawabnya. "Semoga bisa membantu kita mengatasi masalah kegelapan ini."

"Baiklah kalau begitu kanda."

Keduanya membaca ayat kursi.

للّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Surat Alfatihah.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

Bahkan membacakan doa agar dilindungi dari gangguan jin dan setan.

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ.

"Aku berlindung kepada Allah dari (gangguan/kejahatan) setan-setan laki-laki dan setan-setan perempuan." (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,)

أعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللّٰهِ الثَّامَاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ ، وَذَرَا وَبَرَا وَمِن شَرِّ مَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا، وَمِن شَرِّ مَا ذَرَأَ فِى الْأَرْضِ ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ أِلَّا طَارِ قًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَارَ حْمٰنُ . رواه أحمد عن عبد الرحمن بن عنبى

Tentunya sambil mengerahkan tenaga dalam mereka untuk menghilangkan kegelapan aneh itu. Dan yang membuat merinding ketika mereka mendengarkan suara teriakan kesakitan, namun tidak terlihat sama sekali bagaimana wujud mereka?.

"Tetaplah fokus kanda dinda." Ucapnya. "Abaikan saja teriakan itu." Dalam hatinya merinding mendengarnya, bahkan ia hampir saja tidak fokus sama sekali.

"Suara apa itu?." Ia mencoba tenang. "Kenapa terdengar menyeramkan sekali? Apakah benar mereka adalah jin?." Dalam hati Raden Jatiya Dewa sangat takut, namun hatinya tetap harus kuat untuk mengatasi masalah itu.

Sedikit membutuhkan waktu bagi keduanya, hingga kegelapan itu benar-benar hilang.

"Kalau begitu kita kembali ke istana." Ucapnya. "Kita laporkan masalah ini pada rayi Prabu."

"Baiklah kanda."

Setelah itu keduanya segera pergi meninggalkan tempat, mereka hanya berharap semuanya akan baik-baik saja. Mereka masih penasaran siapa yang berani menyerang wilayah kerajaan Suka Damai dengan cara seperti itu?. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!