NovelToon NovelToon

KISAH CINTA TUAN PUTRI

TINDAKAN

..."***...

Kerajaan Suka Damai.

Di desa Damai Setia.

Putri Andhini Andita saat ini sedang mengamati desa tersebut. Ia ingin melakukan sesuatu untuk kerajaan Suka Damai. Ia telah memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah melakukan pengembaraan. Rasanya tidak ada alasan lagi untuk melakukan pengembaraan, karena itulah ia memutuskan untuk membantu adiknya. Meskipun pada awalnya mendapatkan penolakan dari adiknya prabu Asmalaraya Arya Ardhana.

Kembali ke hari itu.

Putri Andhini Andita saat ini sedang menuju ke ruang pribadi raja. Langkahnya terlihat sangat yakin, dan tidak ada keraguan lagi.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh rayi Prabu, apakah aku boleh masuk?."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, silahkan masuk yunda."

"Terima kasih rayi Prabu."

Putri Andhini Andita masuk, tak lupa senyumannya yang ramah. Ia masih saja perhatian pada adiknya, atau itu adalah sikap seorang kakak pada adiknya?.

"Silahkan duduk duduk yunda."

"Terima kasih rayi."

"Tentunya ada yang ingin yunda sampaikan padaku, sehingga yunda datang ke sini."

"Aku tidak melihat jaya satria berada di istana ini, apakah ada sesuatu yang sedang terjadi?."

"Sepertinya yunda sangat perhatian sekali, apakah karena itu yunda ragu untuk melakukan pengembaraan?."

Putri Andhini Andita terdiam sejenak, meskipun bukan itu alasannya, namun masih ada kaitannya?. "Aku hanya ingin mengabdikan diriku di istana ini, aku rasa situasi pengembaraan yang aku lakukan dan yang kau lakukan waktu itu berbeda." Kali ini ia terlihat sangat serius. "Aku telah memikirkannya, bahwa aku akan membantumu."

"Terima kasih banyak yunda."

"Lantas bagaimana dengan jaya satria? Apakah melihat ada yang aneh terjadi di kawasan kerajaan?."

"Memang begitulah yunda, karena ada energi tidak baik yang mencoba untuk mengelilingi kerajaan ini, sepertinya aku akan berhati-hati jika ingin melakukan belah raga."

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana atau Raden Cakara Casugraha sedang merasakan adanya ancaman yang tidak biasa.

"Sepertinya agak berbahaya, berikan tugas padaku untuk melihat situasinya rayi."

"Sebaiknya yunda tetap di istana saja."

"Apakah kau tidak percaya padaku rayi?."

"Baiklah yunda."

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana hanya pasrah saja, tidak ingin melihat kakaknya marah.

...***...

Syekh Asmawan Mulia sedang bersama Raden Jatiya Dewa.

"Sepertinya Raden terlihat murung, apakah karena masih belum berbaikan dengan Gusti Putri andhini andita?."

Deg!.

Raden Jatiya Dewa tampak terkejut, hingga ia merasakan gugup yang tidak biasa.

"Hahaha! Wanita itu memang sulit untuk ditebak, namun Raden jangan sampai terjebak, bisa bahaya Raden."

"Apakah Syekh guru memiliki saran yang baik untuk saya? Apakah saya terlalu berlebihan dalam mencintai seseorang?."

"Hm? Kalau masalah hati memang tidak ada yang bisa menebak." Syekh Asmawan Mulia tampak berpikir. "Kendalikan saja diri Raden, cinta kadang bisa membuat seseorang lupa segala hal."

"Ah! Rasanya saya memang tidak bisa lepas lagi darinya Syekh guru, saya rasa ini kutukan."

"Hahaha! Raden ini bicara apa?."

"Habisnya? Ketika saya bertemu dengan Gusti Putri pertama kalinya? Saya sangat meremehkannya, hanya karena ia berpenampilan seperti orang biasa, rasanya saya sangat menyesal karena telah melewati hari itu."

"Hahaha! Hahaha! Raden ini ada-ada saja."

"Berikan saya saran Syekh guru, jangan tertawa seperti itu, rasanya saya sangat malu sekali."

Siapa tidak tertawa keras melihat raut wajah Raden Jatiya Dewa yang seperti itu, memelas?. Minta dikasihani. Raden Jatiya Dewa sedang gelisah karena hubungannya dengan Putri Andhini Andita agak aneh. Kadang baik?. Ya?. Kadang seperti itulah. Lantas apa yang akan dilakukan Raden Jatiya Dewa?. Apakah akan bertahan?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Di sebuah tempat.

Terlihat sangat jelas bagaimana matanya memandangi perbatasan wilayah kerajaan Suka Damai.

"Kerajaan ini akan menjadi bagian dari kerajaanku." Ada ambisi yang terpancar di matanya. "Aku telah memasang hawa kegelapan di tempat ini, akan aku telah wilayah kerajaan ini dengan kegelapan, sama halnya dengan wilayah yang pernah kami taklukkan." Suasana hatinya sedang bahagia karena sedang membayangkan apa yang akan ia lakukan. Apa lagi saat itu ia bertemu dengan seseorang yang cukup mencurigakan menurutnya berada di wilayah kerajaan Suka Damai.

Kembali satu hari yang lalu.

Jaya Satria saat itu sedang mengitari wilayah yang sangat aneh menurutnya.

"Hawa kegelapan apa ini? Bagaimana mungkin ada seseorang sedang menanamkan rajah kegelapan di wilayah ini?."

Jaya Satria dapat melihat bagaimana kegelapan itu seperti hendak menelan sekitarnya.

"Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja."

Jaya Satria segera bertindak, akan berbahaya jika tidak dihentikan. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, dan menggunakan tenaga dalamnya Jaya Satria mencoba untuk menghancurkan rajah kegelapan itu.

"Tunggu!."

Jaya Satria menghentikan apa yang ia lakukan saat itu, karena ia mendengarkan suara seseorang yang seperti menegurnya.

"Apa yang kau lakukan? Apakah kau hendak menghancurkan rajah kegelapan itu?."

"Tentu saja."

"Kenapa?."

"Karena rajah kegelapan itu sangat mengganggu."

"Kau tidak akan aku biarkan melakukan itu."

"Kenapa? Apakah kau yang menanamkan rajah kegelapan itu?."

"Tentu saja aku yang melakukan."

Jaya Satria tidak menduga jika orang itu akan mengakuinya?.

"Kalau begitu? Kau yang akan tangkap."

"Menangkap aku? Apa peduli mu pada wilayah ini?."

"Aku sangat peduli, karena wilayah ini adalah tanah kelahiran ku." Jaya Satria siap-siap untuk menyerang orang asing itu. "Siapapun yang mengganggu tanah kelahiran ku? Maka dia akan aku usir."

Setelah berkata seperti itu Jaya Satria langsung menyerang orang itu, hingga terjadi pertarungan diantara keduanya.

"Astaghfirullah hal'azim ya Allah, siapa orang ini sebenarnya? Dia memiliki jurus yang aneh." Dalam hati Jaya Satria sedikit kewalahan.

Pertarungan itu membuat Jaya Satria kebingungan, pemuda itu tampak seperti angin yang bergerak tanpa suara.

Kembali ke masa ini.

Pemuda itu masih ingat bagaimana pertarungannya dengan Jaya Satria?.

"Tunggu saja pada saat itu tiba." Senyuman lebar terpampang sangat jelas di wajah rupawannya, ia sedang memikirkan hal yang unik yang akan ia lakukan.

****

Istana Kerajaan Suka Damai.

Prabu Asmalaraya Arya Ardhana sedang bersama Raden Hadyan Hastanta.

"Mungkin aku akan meminta bantuan pada raka untuk menjaga wilayah kota Raja, sebab aku telah meminta bantuan pada Senopati mandaka sakura agar terus memantau wilayah lainnya."

"Sandika rayi Prabu."

"Terima kasih banyak raka, maaf jika aku meminta bantuan padamu di saat yunda bestari dhatu sedang kewalahan menjaga nanda sahardaya raksa sedang rewel."

"Tidak apa-apa rayi Prabu, ini semua demi keselamatan kita." Raden Hadyan Hastanta tentu saja memahami situasi yang terjadi. "Lagi pula ada ibunda kita yang sedang menikmati kebersamaan dengan cucu pertama di istana ini." Kali ini terlihat raut wajah dipenuhi kebahagiaan.

"Raka benar, ibunda Ratu dewi, ibunda Ratu Gendhis memang tampak lebih bahagia saat bersama nanda sahardaya raksa." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tentu saja dapat merasakan itu. "Kalau begitu mari kita lakukan ini semua dengan hati-hati raka, mari kita lindungi kebahagiaan rakyat suka damai."

"Tentu saja rayi Prabu, kebahagiaan rakyat suka damai adalah hal yang paling utama."

Ya, Prabu Asmalaraya Arya Ardhana pasti akan melindungi kebahagiaan itu dengan penuh kasih sayang. Tapi apakah bisa melakukannya?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Sementara itu Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa sedang berjalan-jalan di sekitar Kota Raja. Tentu saja hubungan keduanya semakin maju, dukungan dari pihak keluarga tidak diragukan lagi.

"Sepertinya Gusti Putri sangat terkenal sekali, begitu banyak rakyat yang menyapa dengan ramah."

"Alhamdulillah hirobbil'alamin Raden."

Namun saat itu ada seseorang yang berjalan mendekati mereka, tatapan mata itu dipenuhi dengan kerinduan yang sangat dalam.

"Nimas cempaka putih?."

Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa saling bertatapan.

"Apakah nimas lupa padaku?."

Deg!.

"Tuan bayangkari sermana aji?."

Hanya itu yang diingat oleh Putri Agniasari Ariani.

"Apakah Gusti Putri mengenalinya?." Terlihat sangat jelas ada kecemasan yang ia rasakan saat itu.

"Hanya kenal sebentar saja-."

Deg!.

Keduanya sangat terkejut ketika Bayangkari Sermana Aji memeluk Putri Agniasari Ariani?.

"Aku sangat merindukanmu nimas." Ia mengungkapkan perasaan itu, ia tidak dapat menahan kerinduan itu. Pelukan itu adalah bukti bahwa ia sangat ingin bertemu dengan Putri Agniasari Ariani, hingga ia tidak dapat menahan dirinya agar tidak memeluk pujaan hatinya?.

"Astaghfirullah hal'azim ya Allah."

Deg!.

Kali ini Bayangkari Sermana Aji yang terkejut karena mendapatkan dorongan dari Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa?.

"Maaf tuan, jangan lancang seperti itu memeluk Gusti Putri, apakah tuan ingin memberikan kesan yang buruk untuk Gusti Putri agniasari ariani?." Raden Rajaswa Pranwa terlihat sangat marah.

"Oh? Maafkan aku, aku hanya rindu pada nimas cempaka putih."

"Nimas cempaka putih?." Matanya melihat ke arah Putri Agniasari Ariani.

"Tenanglah Raden, pasti ada penjelasannya, aku tidak seperti itu."

Raden Rajaswa Pranwa menghela nafasnya dengan pelan. "Maaf tuan, jangan lancang pada istriku."

Deg!.

Bagaikan tersambar petir yang sangat dahsyat, Bayangkari Sermana Aji terdiam di tempat.

"Mungkin masa lalu tuan begitu kagum pada sosok istri saya, namun maaf? Kami telah menikah, dan tuan jangan terlalu banyak berharap." Tatapan matanya terlihat sangat menusuk.

"Apakah itu benar nimas? Itu tidak mungkin, kan?." Bayangkari Sermana Aji sangat tidak percaya itu.

"Ya Allah? Apa yang harus aku jawab?." Dalam hati Putri Agniasari Ariani sangat bimbang.

"Katakan padaku jika itu bohong nimas, aku datang ke sini karena ingin bertemu denganmu." Hatinya terasa sakit?. "Setelah mengetahui tentang jati dirimu? Aku langsung bergegas dayang ke sini, aku ingin mempersunting dirimu nimas." Dadanya terasa sangat sesak.

"Maaf tuan bayangkari, sepertinya saya memang tidak bisa menerima tuan, karena kami telah berjanji akan selalu bersama." Putri Agniasari Ariani mengatakan isi hatinya?.

"Oh? Rasanya sangat sia-sia sekali aku datang ke sini." Ingin rasanya ia menangis saat itu juga, ia tidak menduga ini akan terjadi?.

"Maaf saja tuan, sepertinya tuan datang di saat yang tidak tepat."

Tidak ada tanggapan dari Bayangkari Sermana Aji, hatinya terlanjur hancur setelah mengetahui?. Jika orang yang sangat ingin ia persunting?. Ternyata telah memiliki suami?.

"Maafkan, kami terpaksa berbohong." Dalam hati Putri Agniasari Ariani dan Raden Rajaswa Pranwa merasa bersalah, namun hubungan keduanya tidak akan terganggu sedikitpun. Lantas apa yang akan dilakukan Bayangkari Sermana Aji?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Putri Andhini Andita saat ini sedang menyamar, dan ia mengamati mereka semua. Para bangsawan yang katanya saat ini sedang dalam pelarian?. Entah itu benar atau tidak, namun mereka meminta izin pada Prabu Asmalaraya Arya Ardhana untuk tinggal sementara waktu di kerajaan Suka Damai. Putri Andhini Andita saat itu yang menemukan mereka, kebetulan ia sedang bosan saat itu, hngga sang Putri berjalan-jalan mengitari kerajaan Suka Damai.

Kembali ke masa itu.

Putri Andhini Andita telah sampai di desa Damai Setia. Ia hanya ingin melihat keadaan negeri ini. Negeri yang kini dipimpin oleh adiknya Prabu Asmalaraya Arya Ardhana.

"Kau tidak pergi mengembara lagi andhini andita?." Sukma Dewi Suarabumi sepertinya masih bersama Putri Andhini Andita.

"Hamba rasa tidak." Jawabannya dengan lbut. "Sepertinya mengabdi pada negeri sendiri? Juga termasuk pengembaraan, sama seperti rayi prabu yang selalu bersembunyi dibalik topengnya demi kedamaian negeri ini." Putri Andhini Andita hanya tersenyum kecil. Saat ini ia berusaha membaur dengan rakyat biasa. Berpakaian layaknya orang biasa, meskipun kulitnya yang putih itu memang mencolok, tapi ia sebisa mungkin tidak menunjukkan siapa dirinya saat ini.

"Jadi kau ingin melihat inti dari kerajaan yang telah dijaga oleh mendiang gusti prabu bahuwirya jayantaka byakta ini dengan menggabungkan kekuatan kami?." Sukma Dewi Suarabumi hanya ingin memastikannya.

"Ya, hamba berniat seperti itu, tapi apakah boleh, hamba ingin mendengar cerita? Bagaimana Gusti Putri bisa dimasukkan ke dalam pedang panggilan jiwa oleh mendiang eyang Prabu?." Perasaan penasaran sedang membuncah di dalam dirinya. Rasanya ia ingin mengetahui semuanya.

Namun, saat itu ia melihat ada banyak orang yang berlarian karena ketakutan. Mereka ketakutan karena ada sekelompok orang yang ingin menyerang mereka?. Apakah memang seperti itu yang terjadi?.

"Sepertinya tidak untuk saat ini andhini andita, kau memiliki masalah yang harus kau tangani." Sukma Dewi Suarabumi merasakan hal tidak baik sedang terjadi.

Putri Andhini Andita langsung melihat apa yang terjadi, ia melihat ada beberapa orang yang mengejar warga desa Damai Setia. Putri Andhini Andita terpaksa menggunakan tenaga dalamnya untuk menghentikan mereka.

Duakh!!!

Kedua orang itu terjajar karena menerima serangan dari Putri Andhini Andita. Mereka segera bangkit, sementara itu warga desa telah melarikan diri mencari tempat yang aman.

"Kurang ajar! Siapa kau?! Berani sekali kau menyerang kami!." Laki-laki bertubuh kekar itu membentak Putri Andhini Andita dengan suara yang cukup keras.

Tapi ia terlihat meringis kesakitan, serangan yang ia terima tadi sepertinya cukup menyakitkan baginya.

"Kalian yang siapa?! Berani sekali kalian menyerang penduduk desa damai setia. Apa yang kalian lakukan di desa ini?." Tatapan mata itu sangat tajam, serta hatinya yang bergemuruh menahan amarah.

"Mereka telah berani memasuki kawasan tempat persembunyian pangeran kami, meskipun ini desa damai setia, tapi kami saat ini sedang melarikan diri."

"Bisa jadi mereka memberikan informasi itu pada orang lain, dan itu akan membahayakan pangeran kami!."

"Sungguh tidak sopan sama sekali." Amarahnya keluar begitu saja mendengarkan apa yang mereka katakan padanya. "Kalian lah yang tidak sopan masuk ke wilayah orang lain, dan malah membuat kerusuhan." Putri Andhini Andita mengeluarkan pedang panggilan jiwa, membuat keduanya terkejut. "Aku akan mengusir kalian, kalian kalian bersikap kurang ajar!." Hawa pedang itu seperti mengikuti kemarahan yang dirasakan oleh Putri Andhini Andita.

"Pedang itu bukan pedang biasa, sepertinya wanita ini bukan wanita biasa." Dalam hati laki-laki berbadan kekar itu merasakan hawa yang sangat kuat dari pedang itu.

"Sepertinya kita harus mengalah. Jangan sampai kita terluka hanya karena melawan wanita itu." Busuk temannya. Ia dapat merasakan kekuatan tenaga dalam yang luar biasa dari putri Andhini Andita.

"Baiklah, maafkan kami, kami yang salah, kami minta maaf."

"Tapi kami mohon izin untuk bersembunyi di wilayah ini untuk sementara waktu."

Putri Andhini Andita mencoba menangkan amarahnya. "Kalau begitu temui gusti prabu asmalaraya arya ardhana, ini adalah wilayah kekuasaannya, mungkin kalian akan diberi perlindungan oleh beliau." Ia memberi darah pada keduanya.

"Terima kasih atas saran baiknya nini."

"Kami akan segera menemui gusti prabu yang menguasai kerajaan ini." Tampaknya mereka bukan orang jahat?. Entahlah, belum mengetahui bagaimana mereka yang sebenarnya. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Apakah mereka orang baik, atau ada maksud lain yang tersembunyi?. Simak ceritanya, mohon dukungannya ya.

...***...

MENCURIGAKAN

...***...

Putri Andhini Andita saat ini bersama kedua orang utusan dari pangeran Abinaya Bena. Saat ini mereka menghadap Prabu Asmalaraya Arya Ardhana, dan mereka menceritakan keadaan negeri mereka saat ini. Mereka merasa kesulitan karena adanya masalah yang sedang menimpa negeri mereka?. Tapi kenapa Pangeran Abinaya Bena tidak mau menunjukkan wajahnya di hadapan Prabu Asmalaraya Arya Ardhana?.

"Mohon ampun gusti prabu, kiranya kami telah memasuki wilayah kerajaan suka damai tanpa izin. Maafkan kami gusti prabu, kami telah membuat kekacauan di wilayah kekuasaan gusti prabu." Bajra, itu nama laki-laki yang kini sedang berbicara dengan Prabu Asmalaraya Arya Ardhana.

"Kami sangat khawatir dengan keselamatan gusti pangeran, karena itulah kami mencegah siapa saja yang mendekati daerah tempat kami bersembunyi saat ini gusti prabu." Hengkara kali ini yang berbicara.

"Sepertinya itu sangat berbahaya rayi prabu." Putri Andhini Andita merasa sangat cemas akan keadaan seperti itu. "Apalagi saat ini mereka dalam masa pelarian. Apa jadinya jika pasukan yang mencari mereka sampai ke kerajaan suka damai." Matanya menatap keduanya. Mencoba mencari tahu, apakah yang mereka berkata jujur atau itu hanyalah sebuah tipu daya semata.

"Yunda benar. Bisa jadi mereka yang mengejar pangeran kalian itu datang kemari, lalu berbuat kerusuhan di wilayah kerajaan suka damai. Itu akan membahayakan keselamatan kerajaan suka damai." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana juga merasakan hal yang sama. Karena itulah, sebelum mereka datang ke sini, ia langsung menyatukan raganya. Ia khawatir mereka memiliki niat yang tidak baik.

"Mohon ampun gusti prabu. Kami tidak tahu harus kemana lagi. Maafkan kami, jika kami salah datang ke wilayah kerajaan suka damai." Barja berkata seakan-akan ia merasakan perasaan bersalah?.

"Jika aku boleh tahu, kenapa kalian sampai ke wilayah kerajaan suka damai?. Apa yang terjadi sebenar?. Kenapa kalian sampai melarikan diri ke sini?." Tentunya sang prabu ingin mengetahui apa masalah mereka. Mungkin ia bisa mencari tahu melalui tatapan atau ucapan mereka?. Tapi rasanya ada yang menghalangi pandangan mata batinnya ketika ia mencoba membaca situasi yang mungkin mereka rencanakan melalui tatapan mata salah satu dari mereka.

"Perebutan wilayah kekuasaan yang dilakukan oleh keluarga sendiri, itulah yang membuat gusti pangeran abinaya bena melarikan diri." Barja mencoba menjelaskan apa tang terjadi sebenarnya, supaya tidak salah faham. Tapi apakah itu benar-benar kejadian yang mereka alami?.

"Fitnah yang sangat kejam mengarah padanya, sehingga ia menjadi buronan." Hengkara membantu temannya untuk menjelaskan situasinya. "Kami hampir saja tidak bisa menyelamatkan pangeran abinaya bena dari penyerbuan itu." Lanjutnya lagi dengan perasaan sedih.

"Lalu dimana pangeran kalian itu?. Harusnya ia bertemu dengan kami di istana ini untuk bertemu dengan kami, jika memang ia meminta izin pada kami untuk tinggal di wilayah ini." Putri Andhini Andita sangat mencurigai mereka. "Jika memang ia dalam pelarian saat ini." Tentunya ia merasa ada yang aneh dengan sikap mereka.

"Mohon ampun gusti putri, kami tidak bisa mengajak gusti pangeran kemana-mana. Kami sangat mencemaskan keselamatannya. Maafkan kami untuk maslah itu, kami adalah perwakilan beliau." Barja sepertinya memang menyembunyikan sesuatu.

"Itu sangat aneh. Tidak biasanya ada seseorang yang meminta izin untuk bersembunyi di wilayah seseorang, tapi tidak mau bertemu tuan rumahnya." Putri Andhini Andita sangat tidak suka dengan sikap mereka.

"Sekali lagi maafkan kami. Ini semua demi keselamatan gusti pangeran."

"Benar gusti putri. Kami tidak bisa sembarangan mempertemukan gusti pangeran dengan orang lain."

Tampaknya mereka memang tidak ingin mempertemukan Pangeran Abinaya Bena dengan orang lain. "Kalau begitu-."

"Tidak apa-apa yunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana menahan kakaknya agar tidak memaksakan mereka.

"Tapi rayi prabu-." Putri Andhini Andita merasa keberatan, dan ingin mencari tahu lebih lanjut mengenai alasan kenapa malah bersikap seperti itu?.

"Tenanglah yunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Percayakan semuanya pada Allah SWT. Semoga mereka baik-baik saja, dan masalah mereka segera selesai." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana hanya tidak ingin kakaknya itu membuat situasi sedikit keruh.

"Baiklah. Untuk sementara waktu, kalian boleh tinggal di wilayah ini. Tapi aku tidak akan segan-segan mengusir kalian, jika kalian berbuat sesuatu yang merugikan bagi kerajaan ini." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana mengizinkan mereka menetap di wilayah kerajaan Suka Damai?.

"Terima kasih gusti prabu. Terima kasih atas kebaikan yang gusti prabu berikan pada kami."

"Tentunya gusti pangeran sangat senang mendengar kabar baik ini."

Keduanya tampak sangat senang sekali, karena mendapatkan tempat yang aman untuk bersembunyi saat ini.

Kembali ke masa ini.

Ya, kira-kira begitulah yang terjadi. Putri Andhini Andita sedang memastikan, jika mereka memang tidak berniat jahat. Putri Andhini Andita menyamar menjadi rakyat biasa untuk memantau apa yang mereka lakukan di desa Damai Setia. Wilayah yang masih memiliki hutan yang sangat lebat, pantas untuk bersembunyi di wilayah ini.

"Apakah tidak apa-apa kau melakukan ini andhini andita?." Sukma Dewi Suarabumi sedikit ragu dengan apa yang dilakukan oleh mereka semua.

"Tentu saja hamba tidak apa-apa gusti putri." Ia memperhatikan pakaian yang ia kenakan saat ini. Sungguh pakaian yang sangat cocok untuk gadis desa biasa. Ia juga menyiapkan sesuatu untuk ia gunakan menyamar. Seperti bakul yang lumayan besar yang ia gunakan untuk memuat buah-buahan yang ia dapatkan di kebun penduduk nantinya.

Dan ternyata benar, ada pondok kecil yang sudah lama tidak didiami. Di sana Putri Andhini Andita melihat ada tiga orang yang sangat mencurigakan. Mereka seperti sedang berunding sesuatu yang sangat penting.

"Untuk saat ini kita tenang saja dulu. Mereka merasa tidak curiga sama sekali, jika kita berada di sini." Barja, terlihat sangat puas dengan apa yang ia lakukan.

"Kita harus melakukannya dengan baik. Aku yakin kita akan mendapatkan semuanya dengan sangat baik." Hengkara terlihat sangat senang.

Namun ketika itu, Pangeran Abinaya Bena merasakan kehadiran seseorang, sehingga ia memberi kode pada kedua pengikutnya untuk diam. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba mendekati kita." Matanya mencoba melihat ke arah mana seseorang itu bersembunyi?.

"Sial!. Sepertinya ada seseorang yang mencoba untuk mengamati apa yang kita lakukan di sini." Barja merasa kesal. Bagaimana mungkin ada orang lain mendekati wilayah ini?.

"Jangan-jangan mereka adalah mata-mata dari kerajaan ini?." Hengkara waspada, jika itu kemungkinan yang terjadi.

"Sepertinya kehadiranmu diketahui oleh mereka andhini andita. Dan kau harus melakukan sesuatu supaya tidak dicurigai oleh mereka semua." Sukma Dewi Suarabumi sepertinya memberi tahu pada Putri Andhini Andita agar supaya segera bertindak.

Dan benar saja, saat itu, tanpa diduga Barja dan Hengkara telah sampai di tempat ia bersembunyi saat ini. Ia sempat terpaku di tempat, sebelum akhirnya ia berteriak karena terkejut.

"Hei!. Siapa kau?. Kenapa kau malah datang ke wilayah ini?." Barja menarik paksa lengan kiri Putri.

"Tidak!. Lepaskan aku!." Putri Andhini Andita mencoba melawan, layaknya rakyat kecil yang tidak berdaya ketika ada orang yang lebih kuat darinya menganiaya dirinya.

"Lepaskan aku tuan." Putri Andhini Andita mencoba memberontak, namun ia malah semakin diseret oleh Barja sampai menuju Pangeran Abinaya Bena.

Brugh!.

Barja menyeret Putri Andhini Andita dan mendorongnya hingga ia berlutut dihadapan pangeran Abinaya Bena.

"Oh tuan, ampuni saya. Saya hanya mencari buah saja untuk di makan. Kasihani saya tuan, saya sangat kelaparan sekali." Dengan raut wajah memelas, ia meminta belas kasihan pada Pangeran Abinaya Bena.

"Wajahmu terlihat sangat pucat sekali." Sepertinya Pangeran Abinaya Bena bersimpati pada Putri Andhini Andita. Wajahnya memang terlihat sangat pucat, seperti orang yang belum makan seharian. "Apakah kau tinggal di sekitar sini?." Ia menyamai tinggi Putri Andhini Andita. "Kenapa kau tidak makan?."

Bagaimana tanggapan dari Putri Andhini Andita?. Apakah ia akan menjawab pertanyaan itu?. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Temukan jawabannya, jangan lupa dukungannya pembaca tercinta. Salam cinta.

...***...

3. TETAP WASPADA

...***...

Putri Andhini Andita hanya diam saja, diperhatikan seperti itu oleh Pangeran Abinaya Bena dan kedua anak buahnya seperti itu?. Apa yang sebenarnya yang mereka inginkan?. Kenapa mereka benar-benar curiga dengan kedatangannya saat ini?. Bukankah ia telah melakukan penyamaran dengan sempurna?. Lalu apalagi yang membuatnya merasa takut?.

"Apakah kau belum makan sama sekali?."

"Hei! Gusti pangeran bertanya dengan baik. Maka jawablah pertanyaan gusti pangeran dengan benar!."

"Bukankah kau tadi bisa berbicara?! Atau jangan-jangan kau malah terpesona dengan penampilan Gusti pangeran?!."

"Kau jangan coba-coba berpikiran akan melakukan sesuatu yang membuat kami ingin membunuhmu!."

"Ayo andhini andita, kuatkan lah hatimu, jangan sampai kau terpancing amarah yang tidak berguna itu." Dalam hati Putri Andhini Andita menekan amarahnya. "Maaf saja tuan-tuan, ini adalah wilayah kerajaan suka damai." Ucapnya dengan tegas. "Siapa tuan-tuan ini? Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana saja tidak pernah melarang kami untuk mengambil buah apapun di sini."

Deg!.

Seketika mereka terkejut mendengarkan ucapan itu, tentu saja mereka menyadari ucapan itu.

"Jika tuan-tuan ingin memasuki wilayah ini? Harusnya tuan-tuan meminta izin kepada Gusti Prabu."

"Diam kau! Kami telah meminta izin pada Gusti Prabu untuk menetap di sini untuk sementara waktu!."

"Kau ini cerewet sekali!."

"Hm? Orang luar memang tidak sopan."

"Hei! Kau gadis desa! Jika kau ingin mati di sini?! Maka akan aku kabulkan."

Sepertinya mereka tampak tidak bersahabat sama sekali, lantas apa yang akan dilakukan oleh Putri Andhini Andita?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Raden Hadyan Hastanta sedang bersama Raden Jatiya Dewa saat itu. Keduanya sedang mengamati bagaimana keadaan kota Raja, mereka takut akan ada yang mencurigakan nantinya.

"Jadi? Raden telah menetapkan hati untuk tetap bersama rayi andhini andita?."

Deg!.

Raden Jatiya Dewa sangat gugup dengan pertanyaan itu.

"Rayi andhini andita itu dulunya sangat tergila-gila pada rayi Prabu, kami semua sangat pusing memberinya nasihat."

"Jadi benar? Jika Gusti Putri andhini andita menyukai Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana?."

"Ya, itu memang benar."

Mungkin pembicaraan itu di luar tugas, hanya saja Raden Hadyan Hastanta tidak menduga jika Raden Jatiya Dewa begitu menyukai adiknya.

"Rasa cinta yang tumbuh ini tidak bisa saya cegah, rasanya semakin besar."

"Kalau begitu Raden tidak perlu cemas, rayi andhini andita itu orangnya mudah dipengaruhi, yang penting Raden bersabar saja menghadapi sifat galaknya itu."

"Ya, jika marah memang tampak menyeramkan."

"Hahaha!." Raden Hadyan Hastanta tertawa mendengarkan ucapan itu. "Dia memang seperti itu, Raden harus memiliki mental baja untuk menghadapinya."

"Saya rasa memang seperti itu Raden."

sambil bertugas, keduanya bercerita banyak hal tentang Putri Andhini Andita. Raden Hadyan Hastanta sepertinya tidak keberatan sama sekali, jika adiknya bersama Raden Jatiya Dewa.

...***...

Istana Kerajaan Suka Damai.

"Sebentar lagi yunda akan diboyong oleh Raden rajaswa pranawa, istana ini akan kehilangan satu orang wanita."

"Jangan berkata seperti itu rayi Prabu, rasanya aku sangat sedih jika rayi Prabu berkata demikian."

"Maafkan aku yunda, karena bukan hanya aku saja yang merasa demikian, namun ibunda ratu dewi anindyaswari, ibunda Ratu gendhis cendrawati, raka hadyan hastanta, yunda andhini andita, kita semua akan merasa kesepian jika yunda tidak ada di sini."

"Benar itu putriku, tapi tentunya kami sangat bahagia, karena ananda akan menikah dengan laki-laki yang ananda cintai." Ratu Dewi Anindyaswari sangat terharu. "Kami akan selalu mendoakan kebahagiaan ananda putri."

"Ibunda juga sangat bahagia, sebentar lagi ananda akan menikah, Alhamdulillah hirobbil'alamin ananda menemukan imam yang baik."

Ratu Dewi Anindyaswari dan Ratu Gendhis Cendrawati tampak bahagia, dan akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Putri Agniasari Ariani.

"Terima kasih ibunda, ananda juga sangat bahagia, do'a dari ibunda berdua yang ananda harapkan."

"Oh? Putriku sudah besar ternyata."

Ratu Dewi Anindyaswari dan Ratu Gendhis Cendrawati memeluk Putri Agniasari Ariani dengan penuh kasih sayang, rasa cinta seorang ibu kepada anaknya memang sangat kuat, melebihi apapun di dunia ini.

"Kebahagiaan yang sangat luar biasa sekali." Dalam hati Putri Bestari Dhatu melihat bagaimana kedekatan luar biasa diantara mereka.

"Bagaimana dengan persiapan yang akan Raden lakukan?."

"Alhamdulillah hirobbil'alamin, semuanya telah disiapkan dengan matang Gusti Prabu." Raden Rajaswa Pranwa memberi hormat. "Purnama depan, ayahanda Prabu akan ke istana ini untuk acara lamaran bersama hamba."

"Alhamdulillah hirobbil'alamin, jika memang seperti itu."

"Hamba akan kembali beberapa hari lagi, hamba akan mempersiapkan semuanya di sana, hamba akan datang kembali bersama ayahanda ke istana ini untuk melamar Gusti Putri agniasari ariani."

Dengan sangat jelas mereka mendengarkan ucapan itu, kebahagiaan terlihat jelas di wajah mereka.

"Kalau begitu, jaya satria yang akan mengantar Raden, semoga perjalanan Raden baik-baik saja."

"Suatu kehormatan bagi hamba bisa diantar oleh Gusti Prabu."

"Sama-sama Raden."

Pada saat itu masih banyak hal yang mereka bahas, walaupun di sana tidak ada Raden Hadyan Hastanta, dan Putri Andhini Andita?. Namun tetap akan mendapatkan kabar bahagia itu.

...***...

Kembali ke Putri Andhini Andita.

"Siapa namamu? Kau belum menyebutkan namamu."

"Nama saya putih."

"Hanya itu saja?." Matanya memperhatikan penampilan Putri Andhini Andita.

"Bagi rakyat kecil seperti saya? Apalah arti sebuah nama? Apa lagi saya hanya hidup sebatang kara."

"Jadi kau tidak memiliki orang tua?."

"Ada, hanya saja tidak mengetahui mereka di mana."

"Begitu rupanya?."

Kembali ia mengamati bagaimana Putri Andhini Andita yang sedang menikmati buah-buahan yang ada di depannya.

"Kalau begitu aku akan memanfaatkan gadis ini." Dalam hatinya sedang memikirkan sesuatu. "Aku pasti bisa menggunakannya sebagai alat untuk membunuh Raja muda itu." Dalam hatinya sangat yakin akan melakukan itu. "Apakah kau tidak mengalami kesulitan selama ini? Sebab kau tidak bersama kedua orang tuamu." Pangeran Abinaya Bena memperlihatkan rasa simpati pada Putri Andhini Andita.

"Aku tidak mengerti kenapa ia berkata seperti itu." Dalam hati Putri Andhini Andita mulai waspada. "Ya, seperti itu lah Gusti Pangeran, tapi saya tetap menikmati hidup ini."

"Kau memang sangat luar biasa sekali, wanita tangguh yang memiliki tekad hidup yang sangat kuat." Ia merasa semakin tertarik.

"Gusti tidak perlu memuji saya seperti itu, saya hanya manusia biasa yang tidak pantas mendapatkan pujian."

Saat itu mereka berbincang-bincang banyak hal, Putri Andhini Andita tentunya sambil mengorek keterangan alasan kenapa mereka bisa berada di sana?.

Sementara itu di luar.

Para pengawal Pangeran Abinaya Bena sedang berjaga-jaga, tentu saja mereka akan waspada terhadap penduduk asli yang mungkin akan berdatangan ke kawasan yang mereka tempati sekarang.

"Bagaimana pendapatmu tentang gadis itu? Apakah menurutmu ia terlihat mencurigakan?."

"Aku sangat curiga padanya, aku takut dia adalah mata-mata yang dikirim Prabu asmalaraya arya ardhana untuk mengawasi kita."

"Aku juga sependapat denganmu." Ia duduk di samping temannya itu. "Cara bicaranya tidak seperti gadis pada umumnya, dia terlihat sangat cerdas, dan juga waspada terhadap gerakan yang akan kita lakukan padanya."

"Tapi kita juga tidak boleh gegabah dalam bertindak, bagaimana pun juga? Katanya desa-desa ada pendekar yang selalu siaga jika adanya ancaman dari luar."

"Rajanya sangat dekat siapa saja, termasuk para pendekar, dan kita? Tidak sembarangan dalam bergerak."

"Baiklah, kalau begitu kita harus menyamar, akan berbahaya jika wajah kita sampai dikenali oleh orang-orang sekitar sini."

Tentunya mereka tidak ingin gagal, karena nyawa akan menjadi taruhannya jika mengalami kegagalan. Tapi apa yang akan mereka lakukan sebenarnya?. Simak dengan baik kisahnya.

...****...

Pondok pesantren Al-ikhlas.

"Untuk saat ini kawasan kerajaan ini sedang dalam masalah, ada kegelapan aneh yang menyelimuti perbatasan." Syekh Asmawan Mulia mengumpulkan mereka semua untuk berdiskusi. "Kita sebagai santri, akan membantu dengan tenaga dan do'a, jangan sampai negeri yang kita cintai ini mengalami masalah yang rumit karena ulah manusia." Syekh Asmawan Mulia tampak cemas dengan kondisi yang terjadi. "Bagi santri yang memiliki kepandaian, Syekh guru harap dapat membantu dalam bentuk fisik."

"Baik Syekh guru."

"Lingga? Saya harap kau bisa memimpin mereka untuk menghadang kemungkinan buruk terjadi."

"Sandika Syekh guru."

"Untuk ayu? Tolong sediakan pengobatan, dan persediaan makanan, mungkin saja akan terjadi situasi yang genting nantinya, maka kelompok ayu sebagai santriwan akan diperlukan."

"Sandika Syekh guru."

"Alhamdulillah hirobbil'alamin, kalau begitu mari kita lakukan persiapan, kita juga akan berjuang untuk mempertahankan negeri ini dari musuh jahat, Allahuakbar!."

"Allahuakbar!."

Takbir terdengar sangat keras dikumandangkan oleh mereka semua, hati mereka bersatu untuk melindungi negeri yang sama-sama mereka cintai dari kegelapan jahat.

...***...

Raden Hadyan Hastanta dan Raden Jatiya Dewa.

Keduanya telah sampai di perbatasan Kota Raja menuju Desa Abdi Setia.

"Apakah Raden melihatnya? Ada hawa kegelapan yang tidak biasa di sini."

"Ya, itu terlihat sangat jelas."

"Kalau begitu kita harus melakukan sesuatu, akan berbahaya jika kegelapan ini terus berada di sini."

"Apa yang akan kita lakukan Raden?."

"Bagaimana kalau kita bacakan saja ayat suci Al-Quran? Semoga bisa membantu kita mengatasi masalah kegelapan ini."

"Baiklah kalau begitu Raden."

Keduanya membaca ayat kursi.

للّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Surat Alfatihah.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

Bahkan membacakan doa agar dilindungi dari gangguan jin dan setan.

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ.

"Aku berlindung kepada Allah dari (gangguan/kejahatan) setan-setan laki-laki dan setan-setan perempuan." (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,)

أعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللّٰهِ الثَّامَاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ ، وَذَرَا وَبَرَا وَمِن شَرِّ مَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا، وَمِن شَرِّ مَا ذَرَأَ فِى الْأَرْضِ ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ أِلَّا طَارِ قًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَارَ حْمٰنُ . رواه أحمد عن عبد الرحمن بن عنبى

Tentunya sambil mengerahkan tenaga dalam mereka untuk menghilangkan kegelapan aneh itu. Dan yang membuat merinding ketika mereka mendengarkan suara teriakan kesakitan, namun tidak terlihat sama sekali bagaimana wujud mereka?.

"Tetaplah fokus Raden hadyan hastanta, abaikan saja teriakan itu." Dalam hatinya merinding mendengarnya, bahkan ia hampir saja tidak fokus sama sekali.

"Suara apa itu? Kenapa terdengar menyeramkan sekali? Apakah benar mereka adalah jin?." Dalam hati Raden Jatiya Dewa sangat takut, namun hatinya tetap harus kuat untuk mengatasi masalah itu.

Sedikit membutuhkan waktu bagi keduanya, hingga kegelapan itu benar-benar hilang.

"Kalau begitu kita kembali ke istana, kita laporkan masalah ini pada rayi Prabu."

"Baiklah Raden"

Setelah itu keduanya segera pergi meninggalkan tempat, mereka hanya berharap semuanya akan baik-baik saja. Mereka masih penasaran siapa yang berani menyerang wilayah kerajaan Suka Damai dengan cara seperti itu?.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!