NovelToon NovelToon

Queenza

Pengenalan karakter

Hai pembaca yang baik hati dan tidak sombong. Jumpa kembali dengan Mrs. A yang telah lama hiatus dari Noveltoon. kali ini, Mrs. A akan kembali mengudara dengan menyuguhkan novel baru untuk pembaca sekalian.

Seperti yang pembaca tahu bahwa Mrs. A itu selalu membuat novel dengan karakter wanita kuat. Ya, kali ini Mrs. A akan menyuguhkan kisah baru dengan karakter utama wanita yang kuat.

Queenza Safaluna Kusuma, adalah seorang wanita berusia 25 tahun, seorang direktur utama dari sebuah stasiun televisi. Ia memiliki sifat tegas, keras, dingin dan sosok kejam saat menghadapi musuh. Queenza sendiri sejak lulus SMU tinggal dan hidup di Swiss, hingga menginjak usia 25 tahun, ia kembali ke tanah air untuk melancarkan balas dendam yang ia tahan selama 10 tahun lamanya.

Buka orang lain yang ia incar, justru sang papa-lah orang yang ingin dia hancurkan.

Abian Martadinata, sosok lelaki tampan berkharisma berusia 27 tahun. Ia adalah suami dari adik sambung Queenza, yaitu Ayyara. Abian sendiri begitu mencintai istrinya. Abian sendiri adalah seorang direktur keuangan di perusahaan stasiun televisi milik Queenza. Ia bekerja di sana sebelum menikah dengan Ayyara.

Ayyara Zara adalah wanita cantik berusia 22 tahun. Ia adalah adik sambung Queenza dan istri dari Abian.

Kembalinya Queenza

Plak!

Suara tamparan menggema di salah satu kamar mansion mewah milik seorang pengusaha cantik. Lelaki paruh baya itu menatap penuh amarah pada wanita muda yang kini tersenyum sinis padanya dengan tubuh polos yang ditutupi selimut.

"Bagaimana rasanya?" tanya wanita cantik itu menatap sang ayah yang kini menahan amarah.

"Apa yang kamu lakukan! Dia suami adikmu!" bentak Aarav dengan geram.

Wanita dengan rambut panjang sepunggung itu tersenyum penuh kemenangan menatap lelaki di sampingnya.

"Aku suka permainanmu, Bian. Kamu benar-benar menggairahkan." Wanita cantik itu mencium rahang lelaki tersebut.

"Queenza!" Kembali Aarav menampar pipi anak perempuannya dengan amarah yang memuncak.

**

3 bulan lalu ....

Seorang wanita cantik melangkah turun dari pesawat jet keluaran terbaru. Dengan barang serba bermerek di tubuhnya, ia melangkah dengan begitu anggun.

"Selamat datang, Nona Queen." Seorang wanita berblazer menunduk hormat pada gadis cantik yang menatapnya.

Queenza melepas kacamatanya. Ia tersenyum pada wanita yang diutus oleh sang papa untuk menjemputnya. "So, kamu kacung yang diutus lelaki tua itu?" tanyanya tersenyum mengejek. "Namamu siapa?"

"Nama saya Maryam, Nona."

"Oke, kita lihat seberapa patuhnya kacung kiriman seorang Aarav Kusuma," ujar wanita berusia dua puluh lima tahun tersebut masuk ke mobil sedan mewah putih yang kini pintunya telah terbuka. Setelah sang nona masuk, mobil pun melaju.

Queenza menatap ke arah jendela. Sudah delapan tahun lamanya ia tak kembali ke tanah air. Banyak sekali perubahan yang dilihat, tetapi tidak dengan perasaannya.

Rasa sakit hati itu masih melekat bahkan setelah sepuluh tahun lamanya. Tangannya mengepal kuat jika membayangkan pengkhianatan tersebut.

'Aku kembali ... bersiaplah menebus dosa-dosamu!' batin Queenza.

Setelah menempuh perjalan selama satu jam, sampailah ia di salah satu mansion mewah dibilangan Jakarta Selatan. Wanita cantik itu keluar dari mobil dengan anggunnya. Ia menatap rumah di mana ia dilahirkan dan tumbuh sampai remaja di sana. Bayangan-bayangan masa kecil terlintas saat dirinya menatap halaman di mana dulu sering menghabiskan waktu bersama orang tuanya.

"Ma, aku kembali," ujarnya tersenyum.

"Queenza."

Wanita itu menoleh menatap sosok yang memanggil dirinya. Senyumnya hilang, berubah menjadi dingin saat melihat dua orang yang kini berjalan menghampirinya.

Queenza pun berjalan melewati dua orang yang adalah orang tuanya.

"Astaga, anak itu! Masih saja tak acuh pada kita," ujar Aarav menatap punggung anaknya yang berjalan masuk.

"Sabar, Mas." Sarah mengusap lembut dada suaminya.

Langkah Queenza terhenti menatap sepasang anak manusia yang tengah bercanda di ruang keluarga. Tangannya mengepal kuat melihat penamdangan itu.

" Kak Queen, kamu sudah kembali. Aku sangat—"

Ayyara menghentikan ucapannya saat tangan Queenza bergerak ke atas yang menandakan sang adik tak boleh meneruskan ucapannya. Wanita dengan sorot mata tajam itu menatap lelaki di samping Ayyara yang tersenyum padanya. Setelah itu, Queenza kembali berjalan menuju kamar yang sudah ia tinggal delapan tahun lamanya. Ia begitu rindu kamar yang dulu menjadi tempat ternyamannya. Dengan hati sedikit tenang, ia buka pintu bercat putih tersebut. Namun, ia terkejut dengan apa yang dilihat.

Betapa emosinya Queenza saat melihat isi kamarnya yang telah berubah, belum lagi foto pernikahan Ayyara terpajang menggantikan foto dirinya bersama sang ibu dulu. Dengan penuh amarah, ia berjalan masuk, meraih foto berukuran besar itu dan keluar kamar. Ia lempar foto itu di hadapan Ayyara.

"Berani kamu menggunakan kamarku!" bentak Queenza menyalang.

"Kak, a-aku cuma—"

"Cuma apa? Kurang cukup apa yang kalian curi dariku, hingga sekarang kamu curi juga kamarku, hah!"

"Maaf, Kakak sudah lama tidak pulang dan aku pikir—"

"Ini rumahku! Aku bebas pulang atau tidak. Apa hakmu menggunakan kamarku!"

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Aarah dan Sarah menghampiri anak-anaknya yang tengah bertengkar.

Queenza menatap sang papa.

"Berani-beraninya kamu mengizinkannya menggunakan kamarku bahkan dia singkirkan semua yang berada di kamarku!" katanya menatap penuh amarah pada lelaki di depannya. "Oh, mungkin kalian tak pernah ingin aku kembali, kan?" tanya Queenza tersenyum sinis.

"Queenza, tidak seperti itu," ujar Sarah.

"Diam! Jangan pernah membuka mulutmu di depanku, wanita murahan!"

"Queenza! Jaga ucapanmu!" bentak Aarav. "Papa pikir setelah kamu kembali, kamu akan berubah lebih dewasa dan semaki bijak. Tapi sekarang kenapa kamu justru semakin arogan?"

Queenza melangkah mendekati sang papa. "Kau pikir aku tidak akan pernah melupakan itu semua? Kau salah, Tuan Aarav. Aku tidak akan lupa atas apa yang kamu lakukan! Dan ingatlah, aku diam bukan berarti menerima. Aku akan buat kalian merasakan apa yang aku rasakan selama ini!"

"Queenza, dengan cara apa lagi untuk Papa menjelaskan padamu?" tanya Aarav frustasi.

"Cukup diam dan lihat apa yang akan datang padamu," ujar Queenza. "Oke, karena tidak ada tempat untukku di sini, aku akan pergi. Tak ada gunanya juga aku tinggal di rumah yang kini terasa asing untukku."

"Kak, jangan pergi. Kakak baru pulang setelah delapan tahun. Maafkan aku yang menggunakan kamar Kakak. Aku akan pindah sekarang. Jangan pergi, Kak, kasihan Papa. Papa begitu merindukanmu," ujar Ayyara menahan wanita yang lebih tua tiga tahun darinya itu.

Queenza tersenyum sinis padanya dengan melepas paksa genggaman tangan Ayyara. "Kamu pikir aku sudi menempati kamar yang sudah ditempati oleh wanita licik sepertimu? Jangan sok baik di depanku! Kamu dan ibumu sama saja, sama-sama ular tak tahu diri!"

Plak!

Satu tamparan melayang di pipi mulus Queenza.

"Mas!" pekik Sarah terkejut.

"Cukup! Kamu sudah keterlaluan, Queenza!" bentak Aarav.

Queenza hanya tersenyum sinis sembari mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. Bukan hal mengejutkan lagi untuknya. Ini bukan kali pertama Aarav menampar dirinya.

"Sudah puas? Baiklah kalau begitu aku pergi dulu." Queenza melangkah keluar dari mansion itu.

"Kak, jangan pergi." Ayyara mengejar kakak sambungnya itu. Entah mengapa hatinya sangat sakit melihat Queenza. Ia tahu seberapa hancur perasaannya selama ini.

"Kak Queen!" teriak Ayyara saat mobil sedan mewah putih itu berlalu meninggalkan mansion. "Ya Allah, kenapa dia masih saja menyimpan dendam," gumamnya.

"Ay ...."

Ayyara menoleh. Ia menghela napasnya berat. "Mas Bian."

"Itu, Queenza kakakmu?" tanya lelaki penuh kharisma itu pada istrinya.

"Iya, Mas. Aku pikir ia sudah berubah setelah delapan tahun ini. Nyatanya ia masih sama bahkan lebih parah," gumam wanita cantik itu bersedih. "Padahal aku sayang sama dia, Mas. Dia sudah aku anggap kakak kandung sendiri."

Abian mengusap bahu istrinya, mencoba menenangkan. "Ya sudah, kita masuk, ya. Lihat, angin begitu kencang." Lelaki tampan itu membawa sang istri masuk rumah.

Ayyara masih menatap gerbang dengan perasaan sedih sebelum masuk.

Dalam mobil, Queenza mengepalkan tangannya dengan begitu kencang. Ia benar-benar geram dengan mereka semua, apalagi dua wanita ular yang telah menghancurkan keluarga bahagianya itu.

"Kalian tunggu saja apa yang akan terjadi," gumam Queenza dengan tatapan bencinya.

Akan tetapi, tiba-tiba Queenza mengingat lelaki di samping saudara sambungnya tadi. Sosok yang begitu tampan dan berkharisma. Tiba-tiba ia menyeringai, seakan menemukan ide.

'Akan aku buat kalian merasakan apa yang aku rasakan!'

Sang Direktur Utama

Queenza melangkah masuk ke sebuah apartemen mewah. Ia berjalan menuju dapur untuk meneguk air. Tenggorokannya terasa kering setelah bertemu orang sangat ia benci.

"Aku tidak mudah percaya pada seseorang. Jadi, tugas membersihkan apartemen ini adalah tugasmu," ujar Queenza pada asisten barunya itu.

"Baik, Nona," jawab Maryam tanpa menyela ataupun protes.

"Good. Siapkan air. Aku ingin mandi. Kau pasti tahu kan berapa suhu air untukku berendam?" tanya Queenza.

"37 derajat dengan jasmine essential oil," jawab wanita berblazer hitam itu.

"Not bad. Pergilah siapkan segalanya."

"Baik, Nona." Maryam pun pergi menyiapkan air untuk Queenza mandi.

Siang berganti malam. Kini Queenza tengah menatap layar laptop. Ia menyeringai dengan apa yang dilihat.

"Sepertinya aku tidak akan terlalu sulit untuk melakukannya," ujar Queenza merebahkan tubuh di atas ranjang.

"Kalian lihatlah! Aku akan membalaskan rasa sakit yang Mama rasakan."

**

Mobil sendan putih berhenti di salah satu gedung pencakar langit. Queenza turun setelah pintu dibukakan. Dengan mengenakan blazer merah maroon, ia melangkah begitu anggun. Semua direksi berdiri menyambut anak pemilik perusahaan stasiun televisi tersebut.

Semua direksi menunduk hormat pada gadis bermata biru itu.

"Selamat datang, Miss. Queenza," sambut manager dengan ramah.

Setelah penyambutan tersebut, mereka semua masuk ruang rapat. Aarav juga Abian telah sampai di sana. Aarav menatap Queenza. Tak bisa dipungkiri bahwa ia begitu merindukan anak perempuannya itu, apalagi ia memiliki wajah yang begitu mirip dengan mamanya. Namun sikap sang anak yang selalu membangkang dan tak pernah mendengarkannya, membuat hubungan mereka merenggang selama sepuluh tahun lamanya.

"Papa ...."

Aarav tersadar dari lamunan saat Abian menepuk pelan lengannya.

"Ah, maaf. Mari kita mulai rapat kali ini," ujar Aarav pada para direksi dalam ruang meeting.

"Perkenalkan, dia adalah anak perempuan saya, Queenza Safaluna Kusuma. Mulai hari ini, ia akan menjabat sebagai direktu utama di perusahaan ini. Saya telah memberikan hak penuh padanya untuk mengelola perusahaan ini. Jadi bekerjasamalah dan bantu dia untuk mengelola stasiun televisi ini," ujar lelaki paruh baya itu.

"Queenza, perkenalkan dirimu," kata Aarav menatap sang anak.

Wanita cantik dengan rambut lurus itu duduk dengan tegak. "Selamat pagi semua. Sepertinya saya tidak perlu mengenalkan diri, karena pasti kalian tahu siapa saya," ujarnya dengan tanpa ekspresi. "Seperti yang Pak Aarav katakan, mulai hari ini saya menjabat sebagai direktur utama. Untuk semua divisi, saya ingin meminta laporan tugas kalian masing-masing selamat lima tahu ke belakang ini, karena saya akan memeriksa semua laporannya."

Semua orang masih fokus pada direktur baru mereka tersebut dan merasa bingung. Untuk apa ia meminta laporan lima tahun ke belakang?

"Mungkin kalian bingung dengan apa yang ingin saya lakukan. Yang pasti, saya ingin mencari para tikus-tikus tak tahu diri yang selalu mencuri apa yang bukan haknya."

Semua pemimpin divisi saling tatap serta saling berbisik dengan apa yang akan dilakukan direktur utama baru mereka.

"Dan bersiap-siaplah untuk angkat kaki jika ada ada yang berani menggelapkan uang perusahaan meski hanya satu rupiah, karena saya paling benci orang-orang yang curang dan berkhianat!" Queenza menatap ayahnya seakan ia menyindir lelaki paruh baya itu.

Mendengar pengumuman tersebut beberapa orang merasa ketar ketir dan mencoba berpikir apakah mereka pernah menggelapkan dana perusahaan.

Setelah rapat usai dan semua orang keluar, tersisalah tiga orang di sana. Ada Aarav, Queenza dan Abian. Saat wanita cantik itu hendak keluar, Aarav menghentikannya.

"Kamu belum kenalan dengan iparmu, kan? Kenalkan, dia Abian."

Lelaki dengan jas cokelat itu mengulurkan tangannya, tetapi Queenza seakan tak acuh dan justru pergi begitu saja, membuat Abian menurunkan tangannya kembali.

Aarav pun hanya bisa mendesah karena sang anak yang begitu tak sopan.

"Maafkan Queenza, Bian. Sebenarnya dia adalah anak yang baik," ujar Aarav bersedih.

"Tidak apa-apa, Pa, aku paham."

"Kamu harus membantu dia. Memang Queen mendapatkan gelar cum laude, tetapi untuk praktek, dia belum terlalu handal sepertimu. Papa percayakan Queen padamu." Aarav menepuk bahu sang menantu.

"Tentu, Pa."

"Ya sudah, kita keluar sekarang."

Kedua lelaki berwibawa itu pun keluar dan menuju ruangan masing.

Queenza bekerja dengan sungguh-sungguh. Sejak diumumkannya sebagai direktur utama, ia bekerja begitu keras. Satu per satu data selama lima tahun ia periksa dengan begitu detail, sehingga begitu banyak laporan yang ditemukan kejanggalan.

Satu minggu menjabat, Queenza pun mengobrak abrik semua divisi dengan memecat orang yang menggelapkan dana perusahaan. Seperti yang ia katakan, tak ada maaf untuk mereka yang mencuri uang perusahaan meski hanya satu rupiah.

Kini, Queenza menatap tak suka lelaki di depannya. "Apa yang kau kerjakan, hah?! Kau lihat, banyak data yang begitu berantakan dan kamu sama sekali tak memperhatikan?" tanya Queenza pada Abian yang memang menjabat sebagai direktur keuangan.

"Apa lelaki tua itu sembarang saja memperkerjakanmu hanya karena kamu suami dari anak kesayangannya itu?" tanyanya lagi.

"Pantas saja perusahaan ini tak maju-maju selama sepuluh tahun ini, ternyata laki-laki tua itu memperkerjakan orang-orang bodoh yang serakah."

Abian mengepalkan tangannya. Ia sungguh tak suka dengan cara bicara wanita yang lima tahun lebih muda darinya itu.

"Pergi dan perbaiki semua! Jika dalam satu minggu orang-orang ini masih belum keluar dan bagian keuangan masih berantakan, akan saya laporkan ke ranah hukum karena kamu tak bertanggung jawab."

"Baik, Miss. Permisi!" Abian pun beranjak dari duduk dan langsung berjalan menuju ruangannya.

Queenza menatap lelaki gagah yang keluar dari ruangannya. Ia tampak sedikit berpikir sesuatu hingga tiba-tiba meraih ponselnya.

"Maryam. Bereskan semua barang-barangku yang di apartemen. Aku akan pindah ke mansion utama," ujar Queenza. "Oh ya, satu lagi. Suruh mereka membereskan kamar milik Mama. Aku akan menggunakan kamar itu."

"Baik, Nona."

Queenza pun menutup panggilannya. Ia menyeringai penuh kepuasan. "It's show time! Kita lihat, seberapa hancur kalian saat bom itu akan meledak."

Wanita cantik itu kembali menatap laptopnya. Ia menghela napas karena kerjaan begitu banyak. Ia berpikir awalnya akan memeriksa laporan lima tahun ke belakang. Nyatanya, ia kembali memeriksa di tahun-tahun sebelumnya.

"Astaga, kenapa tayangan stasiun televisiku tidak berbobot semua? Bagaimana bisa mereka menyangkan hanya drama-drama rumah tangga tak berbobot seperti ini?" Queenza memijat dahinya karena pusing dengan segala sesuatu yang dianggap berantakan di perusahaannya.

"Aku benar-benar harus merombak segalanya yang ada di sini. Bisa-bisanya lelaku tua itu ingin menghancurkan kerja keras mama selama ini. Ia memang benar-benar tak berguna dari dulu!"

Queenza meraih gagang telepon dan berencana memanggil manager HRD.

"Ran, ke ruangan sayang sekarang." Setelah itu, ia taruh kembali gagang telepon tersebut.

Tak lama, seorang mengetuk pintu ruangan direktur utama. Queenza pun mempersilahkan masuk.

"Duduklah."

Wanita berkemeja satin itu duduk di hadapan atasannya.

"Panggil semua karyawan divisi media dan kreatif. Kita adakan meeting dengan mereka setelah jam makan siang."

"Baik, Miss. Ada lagi?" tanya Rani—manager HRD.

"Berikan saya semua data karyawan divisi media dan kreatif. Saya kasih kamu waktu lima belas menit harus sudah berada di meja saya."

"Ba-baik, Miss."

"Keluarlah sekarang."

Rani pun beranjak dan pamit keluar.

"Astaga, akan banyak yang dipecat lagi sepertinya," gumam Rani yang berjalan cepat menuju ruangannya.

"Bu, buru-buru amat. Kayak dikejar-kejar setan aja," ujar salah satu karyawan laki-laki.

"Bukan setan lagi, tapi iblis. Hey, siap-siaplah. Bagian media dan kreatif akan didatangi malaikat maut. Katakan pada karyawan divisi media dan kreatif setelah makan siang Miss Queenza ingin mengadakan rapat."

"What?! Se-sekarang bagian divisi kami? Gawat!" Lelaki itu buru-buru lari untuk memberitahu semua rekan kerjanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!