NovelToon NovelToon

Muara Hasrat Baruna

Eps. #1 Mabuk

Sebuah mobil berhenti di drop zone sebuah hotel mewah. Dua orang pemuda terlihat turun dari kursi penumpang bagian belakang.

Srttt! Srttt!

Salah seorang dari pemuda itu lalu menyeret tubuh seorang pria muda lainnya memasuki area lobby hotel berbintang lima yang sangat luas dan megah menuju ke arah lift. Pria yang diseretnya tampak lemas tak berdaya dengan wajah pucat pasi.

Di dalam lift, bau alkohol tercium sangat menyengat keluar dari mulut kedua pria tersebut.

"Jangan tarik aku seperti tadi lagi, Baruna! Aku nggak mabuk. Aku hanya sedikit pusing tapi aku masih kuat jalan sendiri," celoteh pria lemah itu dengan badannya yang membungkuk karena tidak mampu berdiri tegak dan kedua tangannya menjuntai tak bertenaga. Matanya memerah, tatapannya samar, suaranya parau dan beberapa kali dia menutup mulutnya karena merasa mual dan ingin muntah.

"Jeffrey, Jeffrey!" Pemuda yang bernama Baruna itu menggelengkan kepalanya dan tersenyum miring.

"Sudah lemas begini kamu masih tidak mengaku kalau kamu mabuk? Dasar lemah! Baru minum sebotol saja kamu sudah mabuk. Percuma tadi aku memesan banyak minuman. Dasar payah!" gerutu Baruna mengejek sahabatnya Jeffrey, yang kini sudah dalam keadaan mabuk berat.

Mereka baru saja keluar dari sebuah bar ternama di kota itu, yang letaknya tidak terlalu jauh dari hotel tempat mereka akan menginap.

Ting!

Pintu lift terbuka dan kedua pria tersebut sudah sampai di lantai sepuluh hotel bintang lima bertaraf internasional itu.

Lagi-lagi Baruna mencengkram kerah jaket bagian belakang Jeffrey dan menariknya, diseret menuju sebuah kamar di koridor paling pertama di hotel itu.

"Uhuk, uhuk!" Jeffrey meraba lehernya yang terasa seperti tercekik karena Baruna menarik kerah jaketnya sangat kuat.

Braakkk!

Baruna menendang pintu kamar mandi saat mereka sudah ada di dalam kamar hotel itu dengan sangat kasar.

Bruuggh!

Dengan kasar pula dia mendorong tubuh Jeffrey ke dalam kamar mandi itu sehingga tubuh Jeffrey langsung terjerembab ke lantai kamar mandi yang dingin. Baruna dengan sengaja memutar water tap dan mebiarkan air shower yang dingin mengucur deras membanjiri tubuh Jeffrey.

"Ueekk! Ueekkk!" Jeffrey kembali menjeluak, sehingga semua cairan yang baru saja ditegaknya keluar dari mulutnya. Seketika aroma alkohol, kecut sekaligus anyir memenuhi seluruh ruangan kamar mandi itu.

"Fiuhh! Menjijikkan!" Baruna menutup mulut dan hidung dengan telapak tangannya karena tidak tahan mencium aroma tidak sedap yang menusuk penciumannya. Ia bergegas keluar dari kamar mandi dan mengunci pintu dari luar.

"Malam ini kamu tidur saja di kamar mandi, Jeff! Aku nggak sudi tidur sekamar dengan pria lemah dan menjijikkan sepertimu!" ledek Baruna dari depan pintu kamar mandi.

"Haaah! Jeff betul-betul payah. Baru minum segitu saja sudah mabuk!" kekeh Baruna bersungut mengejek Jeffrey.

Perlahan Baruna menjauh dari kamar mandi dan meninggalkan Jeff yang masih terkunci di dalam sana. Baruna merebahkan tubuhnya di salah satu ranjang yang ada di dalam twin bed room itu.

"Baruna ... buka pintunya, Bar! Aku kedinginan disini, aku nggak mau tidur di sini!" Teriakan Jeff terdengar memelas dari kamar mandi.

"Emang gue pikirin!" pekik Baruna acuh, tidak memperdulikan sahabatnya yang terkurung di dalam kamar mandi.

"Baruna, please! Keluarin aku dari sini, bukan kah kita mau melanjutkan minum lagi di bar?" bujuk Jeffrey lagi. Akan tetapi nada suaranya masih terdengar tidak karuan, sangat kentara kalau tingkah lakunya masih dalam pengaruh alkohol.

Jeffrey terus menggedor pintu kamar mandi dan meracau dengan suara yang tidak jelas.

"Aaahhh, Jeff! Kenapa gaya mabukmu nggak berkelas banget sih?" Baruna menutup telinga dengan kedua tangannya sambil berdecak kesal.

"Ngoceh nggak jelas! Berisik, tahu!" teriak Baruna semakin merasa terganggu dengan ocehan tidak jelas Jeffrey. Baruna beranjak dari atas ranjang. Bukannya membukakan pintu kamar mandi itu untuk Jeffrey, tetapi Baruna malah meraih gagang pintu kamar dan hendak keluar dari kamar itu. Sesaat Baruna menghentikan langkahnya seraya mendekat ke pintu kamar mandi.

"Aku mau keluar cari makan, Jeff. Perutku lapar. Kamu silahkan nikmati saja dinginnya lantai kamar mandi semalaman di sana, haha!" ledek Baruna terkekeh sambil mengangkat satu ujung bibirnya lalu melanjutkan langkahnya keluar dari pintu kamar hotel itu.

"Kurang ajar kamu, Bar! Tega sekali kamu mengurungku di sini. Awas saja, akan ku balas kau nanti!" pekik Jeffrey berteriak berang sambil terus menggedor pintu kamar mandi, berharap Baruna akan membukakan pintu itu untuknya.

Setelah keluar dari kamarnya, Baruna melangkah pelan di koridor hotel itu menuju lift untuk turun ke restaurant yang ada di ground floor hotel itu. Tujuannya hanyalah sekedar untuk mencari makanan dan mengisi perutnya yang terasa keroncongan setelah minum-minum di bar tempat biasa ia nongkrong bersama beberapa orang temannya, termasuk juga Jeffrey.

"Lepaskan aku, Diaz! Jangan coba-coba macam-macam denganku!"

Sejenak Baruna menghentikan langkahnya dan menajamkan indera pendengarannya saat menangkap sebuah suara teriakan seorang wanita mengusik telinganya.

"Kamu nggak perlu berteriak, Sayang! Kita kesini untuk bersenang-senang bukan?"

Kini pekikan berat suara seorang pria terdengar menimpali teriakan wanita itu, yang membuat Baruna mengernyitkan keningnya. Tanpa sadar kakinya melangkah mendekati sumber suara.

"Hentikan, Diaz! Aku tidak mau. Kita tidak boleh melakukan ini kalau kita belum menikah!"

"Lepaskan!"

"Tolong! Siapapun disini tolong ak-!"

"Uuuhhp!"

Suara wanita itu semakin jelas di pendengaran Baruna. Saat dia menoleh ke ujung koridor, dengan jelas dia bisa melihat seorang pria tengah menarik paksa seorang wanita masuk ke dalam salah satu kamar di sana, sambil membekap mulut wanita itu agar menghentikan teriakannya.

Blaagh!

Pintu kamar itu ditutup dengan cara dibanting kasar. Door stopper penyangga pintu itu pastinya sudah seketika rusak karena ditendang dengan sangat kuat oleh pria itu.

Menyaksikan kejadian itu tepat di depan matanya, membuat Baruna langsung naik pitam. Jiwa kepahlawanannya seolah meronta. Melihat cara pria itu memperlakukan wanitanya, pastinya itu adalah sebuah tindakan pemaksaan.

Baruna perlahan mendekat dan menempelkan telinganya di pintu kamar itu, berusaha menguping agar tahu apa yang terjadi di dalam sana.

"Jangan paksa aku, Diaz. Aku tidak mau!"

"Dasar perempuan munafik! Kalau kamu terus menolak seperti ini, itu artinya kamu ingin aku memaksamu!"

Teriakan-teriakan itu kian menggema terdengar di telinga Baruna yang membuatnya semakin merasa berang.

Praangg!

Kini seperti ada sebuah benda yang terjatuh di dalam kamar itu.

"Hentikan, Diaz! Tolong jangan sakiti aku. Jangan hancurkan masa depanku!"

Pekikan memelas itu kembali terngiang lirih di pendengaran Baruna yang membuat kemarahan seketika membuncah di jiwanya.

Braakk!

Baruna menendang pintu kamar hotel itu dengan keras sehingga dia berhasil mendobrak pintu itu dan kini terbuka lebar di hadapannya.

Baruna membelalakkan matanya saat melihat seorang pria tengah menatap jallang, menindih tubuh seorang wanita di atas ranjang sambil mencengkram kedua tangannya dengan sangat kuat, sedangkan bibirnya begitu liar menyentuh semua area sensitif di dada wanita yang terkungkung di bawah tubuh kekarnya.

Kedua tangan Baruna seketika mengepal tidak mampu menahan amarahnya. Dia sangat geram melihat seorang wanita diperlakukan secara paksa dan kasar seperti itu oleh seorang laki-laki.

"Dasar bajingan laknat! Kau mau memperkosa wanita yang tidak berdaya, hah!"

Dengan gusar, Baruna menarik kerah kemeja bagian belakang pria itu seraya menghadiahkan sebuah pukulan keras di rahang pria itu, yang seketika membuatnya tersungkur ke lantai kamarnya.

Baruna menoleh ke arah wanita yang masih duduk ketakutan di atas ranjang. Wanita itu menundukkan wajahnya sambil berusaha menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya, karena blouse yang tengah dikenakannya sudah robek oleh jamahan tangan kasar pria yang mencoba memperkosanya.

Baruna lalu menghampiri wanita itu dan memperhatikan baik-baik wajahnya yang tertutup oleh rambut panjangnya.

Baruna semakin melebarkan matanya karena merasa mengenal wanita di hadapannya. Perlahan ia menyibak rambut wanita itu untuk meyakinkan penglihatannya.

"Kak Ardila!" pekik Baruna saat sudah melihat dengan jelas wajah wanita itu.

"Baruna!" Wanita itu ikut berteriak saat ia menoleh dan ikut menatap wajah pria yang sudah menolongnya.

Keduanya sama-sama tersentak kaget saat kini keempat netra mereka beradu saling bertatapan.

...----------------...

*Kisah ini adalah sequel dari novel 'DEBURAN GAIRAH SANG SEGARA' *

Agar lebih mudah masuk ke dalam cerita, disarankan membaca novel itu terlebih dahulu. Tetapi apabila tidak juga tidak masalah, karena cerita ini memiliki alur yang berbeda dari cerita sebelumnya.

Selamat membaca dan menunggu kelanjutannya ya ....

Eps. #2 Berkelahi

"Tolong Kakak, Una! Laki-laki itu ingin memperkosa Kakak!" rengek Ardila dengan nafasnya yang tersengal sambil memegang erat tangan Baruna. Raut wajahnya terlihat semakin ketakutan saat melihat Diaz, pria yang ingin memperkosanya kembali bangun dan berdiri dari tempatnya tersungkur akibat pukulan Baruna sebelumnya.

"Kak Dila nggak usah takut, selama ada aku, pria brengsek ini tidak akan bisa menyakiti Kakak!" Baruna kembali mendelikkan kedua matanya memberi tatapan iblis ke arah pria yang berdiri terhuyung di hadapannya.

Diaz ikut menatap tajam dan tersenyum sinis kepada Baruna. Dengan ibu jari tangannya perlahan Diaz menyeka setetes darah segar yang ada di ujung bawah bibirnya karena terluka akibat bogem mentah yang tadi dihadiahkan Baruna di rahangnya.

"Siapa kamu! Berani-beraninya mengganggu kesenanganku!" bentak Diaz penuh kemarahan. Dia merasa sangat kesal dengan kehadiran Baruna yang sudah menggagalkan rencananya menggagahi Ardila.

"Kamu tidak perlu tahu siapa aku! Yang pasti, aku tidak suka dengan kelakuanmu yang memperlakukan seorang wanita dengan cara kasar!" tantang Baruna semakin tidak bisa menahan kemarahannya.

"Jangan sok jadi pahlawan kamu, Bocah Bau Kencur! Apa hubunganmu dengan wanita ini, sehingga kau berani menantangku seperti ini demi menyelamatkan dia? Apa kau belum tahu siapa aku, hah!?" Diaz terus membentak berang dan mengintimidasi.

"Kamu pikir aku peduli siapa kamu? Apa hubunganku dengannya juga bukan urusanmu! Kalau kau tidak ingin aku menghabisimu disini, jangan pernah berani coba-coba menyentuhnya lagi!" balas Baruna ikut membentak dengan sangat gusar dan matanya yang semakin menyala. Dia sama sekali tidak takut akan ancaman Diaz terhadapnya.

"Atau apa kau ingin aku melaporkanmu ke polisi atas tindakan pelecehan s**sual?" gertak Baruna sambil menaikkan telunjuknya ke arah Diaz.

"Cih! Tidak usah banyak bacot. Kalau kau berani, ayo hadapi aku secara jantan!" tantang Diaz tidak mau kalah.

Secepat kilat, Diaz mengarahkan sebuah pukulan ke wajah Baruna. Akan tetapi, Baruna juga dengan sangat mudah menangkisnya. Justru kini tangan Baruna lah yang berhasil mencengkram kepalan tangan Diaz bahkan jauh lebih kuat dari serangan Diaz.

Baruna mendelikkan matanya menatap tajam ke arah Diaz.

Krieett!

Sambil terus tersenyum sinis, Baruna memutar tangan Diaz ke belakang punggungnya dengan sangat keras dan penuh tenaga.

"Aarghh!" ringis Diaz merasakan sakit tak tertahankan seraya dengan cepat menarik tangannya, melepaskannya dari cengkraman Baruna.

"Hussh!" dengus Diaz semakin geram akan perlakuan Baruna. Tanpa pikir panjang, sekuat tenaga Diaz kembali melayangkan sebuah tendangan ke arah Baruna sambil memutar badannya. Dengan membabi buta, Diaz terus menghujani Baruna dengan pukulan dan tendangan bertubi-tubi.

Baruna yang cukup terlatih dalam hal bela diri, sangat mudah menangkis pukulan dan menghindar dari setiap tendangan Diaz. Baruna justru jauh lebih lihai memberikan beberapa kali pukulan tepat di bagian dagu serta dada bagian bawah Diaz sehingga Diaz kembali terjengkang dan ambruk ke lantai. Seketika cairan bening muncrat keluar dari mulutnya saat dia terkapar dan membentur dinding ruangan itu.

"Aarhhh!" Diaz kembali mengerang kesakitan sambil memegang perutnya dengan kedua tangannya. Untuk mencoba berdiri, kini dia sudah tidak sanggup lagi. Darah segar terus menetes dari hidung dan juga ujung bibirnya.

Tidak puas sampai disitu, Baruna lalu menarik kerah kemeja Diaz dan mencengkramnya kuat.

"Masih punya cukup nyali untuk melawanku?" cibir Baruna tersenyum sumbang. Dia sudah siap dengan kepalan tangannya dan berniat menghujamkan lagi bogemnya itu di wajah Diaz. Namun, Diaz sudah tidak sanggup lagi melawannya. Wajahnya lebam, babak belur akibat pukulan keras Baruna.

Ardila yang sedari tadi meringkuk di atas ranjang, merasa sangat ketakutan menyaksikan perkelahian sengit dua pria di hadapannya.

"Cukup, Una! Hentikan!" pekik Ardila, yang seketika membuat Baruna urung memukul Diaz.

"Jangan pukul dia lagi! Jangan pernah mencari masalah dengannya," sambung Ardila mencegah Baruna memukuli Diaz lagi.

"Hmmffhh!" Baruna tidak jadi memukul Diaz lagi. Tetapi, dia menghempaskan kasar tubuh Diaz ke lantai dan lagi-lagi tubuh Diaz menghantam dinding di belakangnya.

"Kali ini kau masih beruntung karena aku tidak akan menghabisimu disini. Tapi kalau kau berani mengganggu kakakku lagi, maka aku tidak akan segan untuk membunuhmu!" ancam Baruna penuh kemarahan dan menatap Diaz dengan pancaran mata iblisnya yang terlihat sangat menyeramkan saat dia sedang marah.

Baruna lalu menghampiri Ardila dan duduk di tepi ranjang. Baruna memeluk erat tubuh Ardila yang gemetar ketakutan.

"Kak Dila nggak apa-apa kan?" Baruna mengusap wajah Ardila yang tampak pucat. Keringat dingin juga terlihat membasahi keningnya. Baruna merasa kian cemas akan keadaan kakaknya saat itu.

"Kakak nggak apa-apa, Una. Kamu juga baik-baik saja, kan?" ucap Ardila turut mengkhawatirkan adiknya.

"Kakak tidak usah mengkhawatirkan aku. Sekarang ayo kita segera pergi dari sini!" ajak Baruna ingin secepatnya membawa Ardila pergi meninggalkan tempat itu.

"Tapi, Una ..." Ardila tetap diam tidak bergeming dari tempat duduknya. Menyadari hal itu, Baruna tidak jadi melanjutkan langkahnya dan menoleh ke arah Ardila yang masih duduk terpaku di atas tempat tidur di kamar itu.

"Baju Kakak robek, Una. Kakak tidak bisa keluar dengan keadaan seperti ini," ungkap Ardila dengan suara lirih sambil menundukkan wajahnya dan menyilangkan kedua tangannya di dadanya.

Melihat keadaan Ardila yang seperti itu, Baruna langsung melepaskan jaket yang tengah dipakainya.

"Pakai ini, Kak!" ucapnya seraya menyerahkan jaket itu kepada Ardila.

Tangan Ardila segera menyambar jaket itu dari tangan Baruna dan segera mengenakannya.

Baruna lalu menarik tangan Ardila dan membawanya melangkah cepat keluar dari kamar itu, meninggalkan Diaz yang masih tergeletak di lantai tak sadarkan diri.

___________________

Di cerita ini Author akan memberikan give away untuk para pembaca setia.

So, Author tunggu like, comment, hadiah serta vote-nya. Buat yang memberikan dukungan terbanyak, Athor akan bagi give away setelah karya ini berhasil di kontrak dan akan berkelanjutan di minggu-minggu berikutnya. Setiap minggu akan ada satu orang pemenang hingga novel ini tamat.

Jangan sampai terlewatkan ya, Guys ...!

Eps. #3 Sama-Sama Berbohong

Keluar dari kamar Diaz, Baruna lalu membawa Ardila ke kamar yang disewanya di hotel itu.

"Kenapa kamu bawa Kakak kesini, Una? Apa kamu menginap disini?" tanya Ardila saat mereka sudah ada di depan pintu kamar Baruna.

"Ayo masuk dulu, Kak! Kita bicara di dalam," ajak Baruna seraya menempelkan key card di pintu kamar hotel itu.

"Minum dulu, Kak!" Baruna menyodorkan sebotol air mineral untuk Ardila, yang saat itu sudah duduk di tepi salah satu ranjang di kamar itu.

Perlahan Ardila meneguk air dari botol yang diberikan Baruna kepadanya sambil menghela nafas dalam-dalam berusaha meredakan rasa tegangnya akan semua hal yang hampir terjadi padanya.

"Ceritakan padaku siapa laki-laki itu, dan kenapa dia bisa memaksa Kakak seperti tadi?" cecar Baruna menelisik, sangat ingin tahu kenapa kakaknya sampai hampir diperkosa oleh laki-laki yang bernama Diaz itu.

"Sebenarnya, Diaz itu pacar Kakak, Una. Tadinya kami kesini hanya untuk dinner bareng. Tapi Kakak nggak nyangka kalau dia punya niat jahat sama Kakak dan memaksa Kakak memberikan apa yang seharusnya belum boleh Kakak serahkan kepadanya," ungkap Ardila berterus terang.

"Apa? Laki-laki brengsek itu pacar Kakak?" Baruna membulatkan matanya dan menggeleng tidak percaya.

"Iya, Una," jawab Ardila singkat tanpa ingin menyembunyikan semuanya dari Baruna. Namun, Ardila hanya menundukkan wajahnya. Dia merasa malu terhadap Baruna yang sudah mengetahui tindakan buruk Diaz, kekasihnya itu.

"Hmm ... untung saja tadi aku mendengar teriakan Kakak. Kalau tidak, entah apa yang sudah terjadi!" Baruna menggelengkan kepalanya. "Dan mulai sekarang, sebaiknya Kakak jangan pernah berhubungan dengan laki-laki bajingan itu lagi!" tegas Baruna penuh penekanan.

"Aku yakin, pria itu bukan orang yang baik. Hanya laki-laki brengsek yang tega memaksa kekasihnya seperti itu," decak Baruna merasa sangat gusar mendengar pengakuan Ardila.

"Kamu benar, Una. Mulai saat ini, Kakak akan putusin Diaz. Kakak juga nggak sudi memiliki kekasih berhati jahat seperti dia!" sengit Ardila. Dia juga merasa sangat kecewa akan perlakuan kekasihnya yang sudah memaksanya melakukan hal yang seharusnya belum boleh mereka lakukan sebelum menikah.

"Lalu, kamu sendiri kenapa bisa ada di tempat ini, Una? Kapan kamu pulang?" Ardila balik bertanya kepada Baruna.

"Papa Arkha dan Mama Mutiara bilang kamu baru akan pulang dari Sydney minggu depan, tapi megapa kamu sudah ada disini?" tanyanya merasa penasaran karena sepengetahuannya, adik tirinya itu masih berada di luar negeri dan masih menuntut ilmu disana.

"A-aku, a-aku baru kembali ta-tadi pagi, Kak," jawab Baruna gugup dan tergagap.

"Tadi pagi?" Ardila tersentak mendengar jawaban jujur Baruna.

"Tadi pagi kamu sudah sampai di kota ini. Tapi mengapa kamu tidak langsung pulang, Baruna?" sentak Ardila semakin penasaran.

"A-aku ..." Lidah Baruna terasa tercekat dan tidak dapat melanjutkan ucapannya. Pertanyaan Ardila membuatnya merasa tersudut dan tidak tahu harus bercerita jujur atau berbohong kepada wanita yang dia sudah anggap seperti kakak kandungnya itu.

Ardila lalu menarik sebagian jaket Baruna yang sedang dia kenakan dan mengendusnya. Dengan jelas Ardila bisa mencium ada aroma alkohol yang masih menempel di jaket itu.

"Sekarang kamu jujur sama Kakak. Kamu habis minum, kan?" usut Ardila penuh interogasi.

"A-aku ..." Kembali Baruna tergagap dan hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda ia mengiyakan apa yang Ardila sangkakan tentangnya.

"Ma-maafkan aku, Kak. Aku mohon jangan ceritakan semua ini sama mama dan papa," pinta Baruna dengan gaya cengengesan sambil mengacak rambutnya dan tersenyum kikuk.

"Hmm, Kakak tahu! Kamu pasti sengaja pulang lebih awal tanpa memberitahu papa dan mama, agar kamu bisa bersenang-senang dengan teman-temamu dulu, kan?" terka Ardila sambil tersenyum menyeringai melihat wajah Baruna yang tiba-tiba gugup setelah mendengar pertanyaanya.

"Sekali lagi aku minta, Kakak jangan cerita ke papa dan mama kalau sebenarnya aku sudah pulang ya, Kak!" Baruna berjongkok di hadapan Ardila sambil memegang tangan Ardila.

"Please, Kak, aku mohon! Kalau papa dan mama tahu bahwa sebenarnya aku sudah tiba di tanah air dan tidak langsung pulang, pasti mereka akan memarahiku habis-habisan," rengek Baruna sambil menunjukkan ekspresi memelasnya di hadapan Ardila.

"Kamu itu ya, dari dulu sama saja. Hobinya minum dan clubbing saja. Kapan kamu akan berubah, Una?" tuding Ardila menghardik Baruna.

"Namanya juga anak muda, Kak," kekeh Baruna.

"Aku malas pulang, Kak. Kalau aku pulang, pasti papa akan memaksaku untuk bekerja di perusahaanya."

"Memangnya kenapa, Una? Kamu sudah lulus dan sudah mendapat gelar magister di Sydney. Lalu kenapa kamu nggak mau menjalakan perusahaan papa?"

"Aku belum mau jadi budak pekerjaan, Kak. Aku belum puas bersenang-senang menghabiskan masa mudaku," kilah Baruna.

Semasa sekolah, Baruna memang adalah seorang anak yang cerdas. Setelah lulus SMP, Baruna sudah mendapat kesempatan menjalani pertukaran pelajar ke Sydney Australia, dan dia pun melanjutkan kuliahnya disana.

Sudah hampir delapan tahun Baruna menetap di Sydney dan dia hanya pulang sekali dalam setahun saat liburan musim dingin disana.

Selama tinggal di Sydney, pergaulan bebas sudah mempengaruhi kehidupan Baruna. Dia mulai terbiasa dengan kehidupan malam dan prilaku s*x bebas ala anak muda disana.

"Sekali lagi aku mohon jangan bilang sama Papa dan Mama kalau sebenarnya aku sudah kembali ke tanah air ya, Kak!" pinta Baruna semakin memelas.

"Kakak nggak janji ya!" seringai Ardila mencibir.

"Jangan, Kak! Papa Arkha dan Mama Mutiara hanya boleh tahu kalau aku akan pulang minggu depan," sergah Baruna.

"Kalau Kakak berani mengatakan ini sama Papa dan Mama, aku juga bisa ceritakan kejadian yang menimpa Kakak tadi sama mereka. Hehehe." Baruna kembali terkekeh dan balas memberi ancaman agar Ardila tidak mengatakan tentang kepulangannya dari Sydney kepada kedua orang tuanya.

"Aku yakin, Kakak juga pasti nggak bilang sama papa dan mama kalau sebenarnya Kakak keluar dari rumah untuk berkencan dengan pria brengsek itu di hotel ini kan?" tuduh Baruna ikut menyeringai.

"Huuh, dasar kamu ya, Una!" dengus Ardila kesal sambil menarik telinga Baruna dan menjewernya.

"Aduh-duh, sa-sakit, Kak!" ringis Baruna sambil terus terkekeh menanggapi perlakuan kakaknya.

"Aku kangen sama Kak Dila. Bagaimana kabar Kakak selama ini? Apa Kakak sudah menyelesaikan kuliah S2-nya disini?" tanya Baruna sambil memeluk Ardila, menumpahkan kerinduan seorang adik terhadap kakaknya yang sudah lama tidak bertemu.

"Kakak baik, Una. Kuliah Kakak juga sebentar lagi selesai." Ardila tersenyum ikut memeluk erat adiknya itu.

"Mama dan papa juga bagaimana kabarnya, Kak? Apa mereka sehat?" tanya Baruna.

"Alhamdullilah semuanya sehat, Una."

"Syukurlah. Sebenarnya aku sangat merindukan mereka. Aku kangen rumah, tapi untuk saat ini, aku pengen senang-senang dulu. Minggu depan baru aku akan pulang," urai Baruna lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!