NovelToon NovelToon

Penakluk Si Berandalan

01

Sekolah swasta favorit pagi itu sudah mulai ramai oleh para penghuninya yang ingin menempuh pendidikan. Walaupun sekolah favorit tidak berarti semua siswanya adalah anak orang kaya.

Ada juga siswa yang hanya mengandalkan kemampuan berpikir untuk sekolah di sana dengan gratis alias beasiswa.

Pagi yang cerah dan tenang itu tiba-tiba berubah menjadi ricuh kala masuk rombongan anak-anak kelas tingkat akhir yang di sebut paling berkuasa di sekolah. Meski berkuasa bukan berarti mereka anak pemilik yayasan, melainkan salah satu di antara mereka yang anak orang paling kaya di kota itu.

Bukan hanya kaya materi saja, bentuk tubuh dan wajah yang bak seorang model dunia membuatnya banyak di sukai para gadis di sekolah itu. Belum lagi kecerdasannya yang patut di acungi jempol.

Ya walaupun pemuda itu terbilang seorang badboy. Meski seorang badboy tidak membuat pemuda itu memiliki banyak kekasih, dirinya justru sangat acuh dan tidak perduli dengan para gadis yang selalu meneriaki namanya dan memuja dirinya.

Rombongan itu sering di sebut geng berandal karena mereka yang memang suka mencari masalah di luar sekolah. Kalau di dalam sekolah mereka selalu patuh dengan peraturan, hanya si badboy yang suka bolos dari jam pelajaran kalau sedang malas belajar atau tidak mod.

Dialah Ilham Hanum Prakasa.

Mendapat julukan badboy tapi tidak merasa dirinya badboy. Mendapat julukan ketua geng berandal juga tidak merasa, Ilham merasa dirinya biasa saja dan hanya mengacuhkan smeua orang yang menganggapnya seperti itu.

Kini sekolah sudah ramai dengan suara riuh para gadis yang menunjukkan kekaguman mereka pada sosok Ilham sang most wanted mereka. Tidak jarang pula para gadis menyiapkan sesuatu sebagai hadiah untuk Ilham.

Bahkan sampai di dalam loker pemuda itupun penuh dengan banyaknya hadiah pemberian para gadis yang di masukkan oleh mereka sendiri tanpa sepengetahuan Ilham. Harapan mereka hanya satu, Ilham mau menerima hadiah mereka yang pastinya sudah di beri nama mereka masing-masing.

Rombongan yang terdiri dari sepuluh pemuda tampan itu lewat dan mendapatkan banyak pujian serta hadiah. Teman-teman Ilham selalu menerima hadiah yang di berikan pada mereka, bahkan mereka jugalah yang selalu mengambil hadiah untuk Ilham karena yang di berikan hadiah tidak perduli malah memberikannya kepada teman-temannya itu yang dengan sennag hati menerimanya.

Siapa yang tidak senang kalau mendapatkan banyak makanan gratis. Lain lagi barang-barang yang terbilang mewah yang jadi hadiah untuk Ilham. Teman-teman Ilham selalu mengumpulkan barang-barang mewah itu lalu menjualnya karena tidak ingin memakainya.

Sampai di kelas Ilham dan kawan-kawan duduk di bagian belakang. Tiga meja dari belakang adalah tempat mereka duduk dan mengambil bagian hingga baris ketiga dari pintu. Sedangkan dua bagian belakang lainnya ada yang kosong dan ada yang berpenghuni.

Ilham dan kawan-kawannya berada di kelas unggulan. Sudah pasti semua teman-teman di kelasnya adalah orang-orang pintar karena tidak sembarang bisa id kelas unggulan.

"Gak bolos Ham, biasa selalu bolos kalo jam pertama pelajaran bu Weni" ucap Diki yang duduk di sebelah Ilham heran.

Biasanya Ilham paling malas kalau yang masuk bu Weni guru matematika mereka yang sangat cerewet dan galak.

"Mau tidur" ucap Ilham acuh lalu memajukan bokongnya sampai ujung kursi.

Sebuah buku menjadi penutup wajah tampan itu yang menengadah keatas. Kedua tangannya di lipat di dada dan mulai lah sesi tidurnya pagi itu. Padahal jam masih menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit yang artinya lima belas menit lagi jam masuk pelajaran pertama akan di mulai.

Diki dan kawan-kawan Ilham yang lain hanya bisa geleng kepala saja melihat tingkah Ilham. Padahal Ilham tidak pernah belajar dengan serius tapi nilainya selalu bagus dan semua tugas yang di berikan selalu bisa di selesaikan dengan baik. Entah apa yang di makan anak itu sampai otaknya bisa seencer itu pikir teman-temannya.

Jam pelajaran akhirnya di mulai dengan bu Weni yang mengajar di jam pertama. Tubuh gempal dan wajah bengisnya membjatnya mendapat julukan guru killer. Tidak mudah berhadapan dengan yang satu ini kalau membahas masalah pelajarannya.

Tidak sedikit pula para anak perempuan yang menangis karena tidak mampu mengerjakan sola yang di berikannya. Bukan karena soal yang terlalu sulit di kerjakan hingga mereka menangis. Tapi bentakan dan ucapan wanita gempal itulah yang selalu berhasil membuat para wanita itu menangis.

"Selamat pagi anak-anak" ucap bu Weni setelah masuk ke dalam kelas dan meletakkan buku serta tas yang di bawanya ke atas meja.

"Pagi bu.." sahut semua murid di dalam kelas.

Pandangan bu Weni mengarah pada seluruh penjuru kelas dan mendapati pemandangan tidak asing baginya. Kalau tidak kosong pastinya si penghuni kursi sedang tidur.

"Benar-benar terlalu menganggapku sepele" gumam wanita yang tidak lagi muda itu.

Bu Weni berjalan dengan rol di tangannya menuju meja di mana orang yang sedang tidur berada. Dalam hatinya sudah bersorak senang karena kali ini pasti bisa memukul siswanya yang paling bisa membuatnya darah tinggi ini dengan segala tingkahnya.

Tapi lagi-lagi kegagalan yang selalu di dapatkan wanita itu karena orang yang menjadi targetnya selalu terbangun sebelum dirinya sampai di tempat tujuan.

Ilham mengambil buku di wajahnya lalu duduk dengan tegak menatap bu Weni yang berwajah garang melihatnya penuh permusuhan.

"Wah nikmat mana lagi yang kamu dustakan Ilham!" sindir bu Weni.

"Gak ada" sahut Ilham santai dengan wajah acuhnya setelah ia mengusap wajah tampannya dan menyugar rambutnya kebelakang.

AAAKKHHH

Teriakan para perempuan di kelas Ilham yang memang lebih banyak menggema hingga membuat bu Weni menutup kedua telinganya.

Apa lagi penyebab teriakan itu terjadi kalau bukan karena kelakuan Ilham yang menyugar rambutnya. Pada hal itu hanya gerakan biasa di lakukan laki-laki kalau merasa dahi bagian dekat rambutnya basah.

Namun hal itu malah semakin membuat Ilham terlihat tampan, itulah yang membuat para perempuan di kelasnya berteriak heboh. Sungguh beruntung bisa satu kelas dengan laki-laki tampan pikir mereka.

"Diam!" bentak bu Weni kesal karena telinganya terasa berdengung.

"Ini masih pagi dan kalian sudah berteriak sesuka hati kalian, pindah ke hutan sana kalau mau teriak-teriak" lanjutnya menatap para remaja perempuan di kelas itu.

"Pastikan kamu tetap terjaga selama jam pelajaran ibu Ilham, atau ibu tidak akan memberikan nilai padamu" ancam bu Weni.

Ilham hanya mengangguk saja sebagai respon, sudah bosa mendengarkan ancaman dari bu Weni yang itu-itu saja kalau dirinya masuk di setiap jam pelajaran yang di bawakan wanita gempal itu.

Sampai Ilham hapal dengan kosakata yang akan di ucapkan oleh bu Weni kalau melihatnya ada di kelas.

02

Jam istirahat tiba, semua siswa keluar dari kelas dengan bahagia karena akhirnya bisa mengisi perut yang sudah lapar setelah berpikir. Meski tidak semua siswa ke kantin, ada juga yang perpustakaan dan ada juga yang sekedar duduk di taman karena membawa bekal.

Ilham dan kawan-kawannya tentu saja berada di kantin dan sudah memiliki lapak duduk sendiri yang tidak pernah di ambil oleh siapapun karena tidak ingin berurusan dengan geng perusuh itu.

"Gaes ada seruan tantangan dari lawan" ucap Doni sembari melihat ponselnya.

"Lawan dari mana?" tanya Riki.

"Sekolah sebelah, katanya mereka gak terima karena ada salah satu siswa dari sekolah itu yang di permalukan sama anak sini" sahut Doni santai.

"Dipermalukan yang gimana?" penasaran Bagas.

"Denger-denger sih gara-gara perempuan" ucap Mono seraya menyesap minumannya.

"Cih! apa mereka rebutan satu cewek? kuno banget sih" ejek Toni.

"Bukan kuno, tapi gak laku" sambar Firman.

"Lebih tepatnya sih kalau menurutku gak punya harga diri, iya gak!" Roy menepuk pundak Gio yang di sampingnya.

"Nah pas banget tuh" setuju Gio.

"Masih banyak cewek lain untuk apa ribut cuma gara-gara cewek, ya kalau ceweknya mau sama mereka ya biarin ajalah sekalipun kita cinta kalau ceweknya mau sama yang lain ya iklasin aja, apa lagi kalau sampe udah di selingkuhi, itukan penghianatan besar namanya" lanjut Gio.

"Itu sih menurut kita kaum jomblo, tapi kalo menurut mereka para buciners motonya gini 'senggol bacok' nah jadinya kayak gitu tuh, ribut gara-gara cewek" ucap Diki menimpali.

"Tragis memang, asmara bisa membahagiakan sekaligus menyakitkan" kata Toni dramatis.

"Bisa buat senyum bisa juga buat nyawa melayang" sambung Riki ikutan dramatis.

Aksi drama kecil dari Toni dan Riki itu mengundang gelak tawa kawan-kawan mereka yang lain. Kecuali Ilham yang hanya mengangkat satu sudut bibirnya saja.

"Jadi gimana nih? apa kita jabanin aja tantangan mereka?" tanya Doni yang memang lebih aktif untuk segala informasi bagi geng mereka.

"Kalo udah datang tantangan artinya kita harus habisi mereka" sahut Gio semangat.

"Gimana Ham? yes or no?" tanya Roy.

"Jam?" senyum senang nampak terukir dari bibir teman-temannya karena akan bersenang-senang nanti pulang sekolah.

"Jam tiga sore di jalan xx pabrik yang udah jompo" sahut Doni.

Kening para pemuda di sana mengkerut bingung dengan ucapan Doni yang mulai mengeluarkan kalimat anehnya.

"Pabrik apaan tuh yang udah jompo?" tanya Diki.

"Pabrik tua gak pernah di pake yang udah miring" Doni memiringkan tubuhnya mencontohkan kemiringan bangunan yang di sebutkannya. Bahkan ekspresi wajahnya nampak kocak dilihat.

Buahahahaha

Tawa keras dari geng perusuh itu menarik perhatian semua siswa yang ada di kantin. Mereka penasaran dengan apa yang menjadi bahan tertawaan para pemuda tampan itu.

Namun tidak ada satu orang pun yang berani mendekat atau hanya sekedar bertanya. Para perempuan bahkan hanya menatap dengan senyuman mereka kala melihat tawa dari para pemuda tampan itu.

Setelah jam istirahat selesai mereka kembali masuk ke dalam kelas. Ilham yang sedang dalam mod baik pun ikut masuk kelas juga mengikuti pelajaran. Apa lagi ini sudah hampir akhir semester jadi Ilham tidak ingin menyepelekan pelajaran meski menurutnya pelajaran jadi membosankan setelah dirinya memahami apa yang di jelaskan oleh guru.

Pelajaran di mulai, semua siswa mengikuti pelajaran yang benar-benar membuat kepala hampir jebol bagi orang-orang yang sulit memahami rumus-rumus Fisika.

Semua siswa serius mengerjakan soal mereka masing-masing. Tidak ada yang bisa saling mencontek atau sekedar bertanya pada teman bagaimana caranya karena setiap siswa mendapatkan soal yang berbeda jadi sistem barter jawaban tidak terjadi.

"Apa sudah selesai?" tanya sang guru pria namun tidak ada jawaban sama sekali.

"Kenapa sunyi? apa belum ada yang selesai atau kalian malu menjawab pertanyaan bapak?" lanjut si guru.

"Baiklah kalau gitu bapak akan panggil namanya satu-satu untuk maju kerjakan soal punya kalian itu ya" bapak guru melihat absen di meja.

Penyataan guru membuat para siswa tegang karena masih ada yang belum mengerti dengan soal yang mereka punya.

"Arabella! maju!" bapak guru itu melihat siswi yang berada di kursi pojokan dekat dinding yang duduk sendirian di sana.

Bukan hanya bapak guru saja yang melihat kearah pojokan itu, para siswa lainnya juga melihat pada perempuan cantik berwajah dingin itu.

Bahkan ketika tubuh langsingnya mulia bergerak majupun semua mata masih terus melihatnya kacuali Ilham yang memang acuh dengan perempuan. Tidak perduli siapa yang ada di depan sana yang bernama Arabella itu. Dirinya malah melihat buku besar di mejanya yang menampakkan beberapa rumus.

"Ilham Hanum Perkasa" pak guru melihat kearah siswa yang di panggilnya dan ternyata ada orangnya.

"Maju" lanjut pak guru saat Ilham melihat ke depan dimana sang guru berada.

Ilham maju tanpa membawa buku tugasnya dan berdiri di depan pak guru.

"Ini" ucap pak guru menyerahkan alat tulis pada Ilham.

"Berikan yang satu untuk Arabella, kerjakan tugas bagian kalian nanti langsung bapak nilai di catatan bapak"

Ilham menerima dua alat tulis dari bapak guru, mengulurkan satu pada perempuan yang tidak di lihatnya seperti apa rupanya. Tangan yang putih bersih terulur menerima alat tulis itu membuat Ilham sedikit mengkerutkan keningnya.

Banyak perempuan yang berkulit putih di sekolah itu, bahkan yang berwajah cantik pun banyak. Hanya saja yang satu ini terasa berbeda bagi Ilham, walau hanya bagian punggung tangan dan jari-jari saja yang nampak karena bagian lengannya tertutupi oleh almamater hitam lengan panjang sekolah mereka.

"Kenapa Ilham?" tanya pak guru mengagetkan pemuda tampan itu dari tertegunannya hanya karena kulit yang putih hampir seperti putihnya susu itu.

"Gak pak" Ilham menghadap papan tulis lalu menulis hasil tugasnya sendiri.

"Ya benar, kalian boleh duduk" kata pak guru setelah memeriksa hasil kerja kedua murid yang di panggilnya.

Ilham kembali ke tempat duduknya sembari sesekali matanya melirik perempuan yang sudah berjalan lebih dulu darinya. Rambut yang hitam legam cukup tebal panjangannya sepunggung. Postur tubuh cukup tinggi dan bisa di bilang perempuan masuk dalam jajaran cewek tinggi di sekolah itu.

"Keren" ucap Diki menepuk pundak Ilham membuat pemuda itu sedikit tersentak dari lamunannya akan perempuan yang tadi maju bersamanya.

Ilham melihat Diki sejenak lalu menyandarkan punggungnya di belakanh kursi.

Arabella batin Ilham kala mengingat satu nama yang tadi di ucapkan bapak guru sebelum memanggilnya.

Tanpa sengaja pula pandangan Ilham melihat sisi kanannya dan terpaku pada pojokan dekat tembok. Di pinggir sana duduk seorang perempuan yang baru di batinnya namanya.

Namun pandangan Ilham terhalang oleh temannya yang malah ikutan duduk bersandar di belakang kursi. Pemuda itu mendengus lalu melihat kedepan sesaat kemudian kembali melihat kesamping lagi.

Kali ini kesalnya bukan karena temannya yang masih duduk bersandar melainkan karena orang yang di lihatnya sudah tidak bersandar lagi.

Ilham meletakkan kepalanya di meja untuk bisa melihat lebih jelas lagi perempuan di ujung sana. Namun tetap saja tidak bisa melihat karena ada saja halangannya.

Sudahlah batinnya tidak perduli dan kembali fokus pada pelajaran.

03

"Kita jalan sekarang?" tanya Riki pada yang lainnya.

"Pulang dulu ganti baju, makan juga, perut kosong gak bisa tempur lagian gak mungkin kita pake baju sekolah" sahut Firman.

"Iya, nanti kalo tahu orang tua kita gimana coba" sambung Diki.

"Ya kena marah lah kalo ketahuan gimana sih!" celetuk Roy.

"Ya udah pulang dulu, nanti jam setengah tiga di tempat biasa ya" Toni menghidupkan mesin motor ninjanya.

"Iya pergi sana anak mami" ejek Bagas menendang pelan bodi motor Toni

"Enak aja bilang aku anak mami" sangkal Toni tidak terima.

"Trus kalo gak anak mami anaknya siapa kamu? anaknya pohon?" tawa para pemuda itu tertawa melihat wajah kesal Toni

Biasa bagi mereka bercanda seperti itu, tidak pernah ada yang tersinggung. Mereka juga kalau bercanda tidak pernah mengatakan sesuatu yang berlebihan dan bisa menyakiti perasaan satu smaa lain.

Mereka selalu menerapkan sistem kekeluargaan dalam kebersamaan. Hanya saat kalau Ilham bolos saja mereka tidak selalu ikut karena tidak bisa sejenius Ilham yang bisa mudha memahami pelajaran. Walau berteman baik mereka tetap berusaha sendiri untuk masalah pelajaran, tidak pernah melibatkan Ilham yang pintar untuk setiap soal dan pelajaran meskipun sulit akan di usahakan sendiri.

"Ketawa aja terus, seneng banget lihat temen sengsara" ucap Toni pura-pura kesal.

"Siapa yang sengsara? kamu mah bukan sengsara Ton tapi lagi di nistakan" ucap Riki semakin mengundang gelak tawa mereka.

"Sudahlah aku pulang, bye" Toni melajukan motornya pelan.

"Jangan lupa periksa mamamu ya Ton masih orang apa udah ganti pohon" teriak Mono.

"Dasar gak waras" teriak Toni balik sembari menatap teman-temannya di belakang.

Saat melihat kedepan Toni nampak kaget dan langsung menginjak rem kuat, mengarahkan setang motor ke arah lainnya agar tidak menabrak perempuan yang ada di depannya itu.

Akhh

Brak

Teman-teman Toni yang sempat melihat nagian belakang motor Toni jatuh langsung berlari cepat di mana pemuda itu berada. Tidak hanya mereka saja yang berlari mendekati Toni, beberapa siswa yang masih berada di sekolahpun mendekat walau tidak banyak karena sekolah sudah mulai sunyi.

"Kenapa Ton? kamu gak papa kan?" tanya mereka khawatir.

Toni yang bertubuh tinggi masih mampu mengendalikan motornya hingga tidak terjatuh walau motornya miring. Teman-temannya membantu menegakkan motor kembali, ada yang memeriksa tubuh Toni.

"Aku gak papa kok, tapi cewek itu.." Toni berusaha melihat siapa perempuan yang hampir di tabraknya tadi.

Sementara yang lain menolong Toni, Ilham malah kearah lainnya. Pemuda itu melihat perempuan yang terduduk di lantai dekat parkiran. Tubuhnya gemetaran dan wajahnya nampak begitu shok.

Merasa ikut bertanggung jawab atas kesalahan temannya membuat Ilham mendekati perempuan yang wajahnya sebagian tertutup rambut. Biasanya yang selalu melakukan itu Firman atau Riki, tapi entah kenapa kakinya malah membawanya mendekati perempuan itu.

Entah karena merasa ikut bertanggung jawab atau justru karena mengikuti kata hati yang ingin mendekati perempuan itu.

"Kamu gak papa?" Ilham berjongkok di depan perempuan itu dan di lihatlah wajah cantik yang menatap kosong lurus kedepan.

Tanpa berkata lagi Ilham membuka almamaternya, mengikatkan di pinggang perempuan itu dan menggendongnya ala bridal.

Sontak saja itu menarik perhatian semua orang yang sangat kaget. Bagaimana bisa pemuda yang selalu acuh itu menggendong si putri es batin mereka.

Tak beda jauh berbeda dengan yang lainnya, teman-teman Ilham juga jadi cengo melihat Ilham menggendong seorang perempuan yang tubuhnya terlihat jelas gemetaran.

"Ayo ikuti Ilham" seru Doni membuat mereka langsung berlari mengejar Ilham yang sudah berjalan kembali ke arah dalam sekolah atau lebih tepatnya menuju ruang kesehatan.

"Siapa Ham? apa dia cewek yang tadi mau ketabrak?" tanya Toni saat sudah di dekat Ilham.

"Hm" sahut Ilham.

"Hey dia kan si putri es alias si cewek misterius" kata Gio kaget kala mengetahui siapa yang di gendong Ilham.

"Apa maksudmu Arabella? yang bener?" kaget yang lainnya ikut melihat wajah perempuan yang nampak pucat itu.

"Wah iya bener dia si putri es itu" heboh Riki.

Mendengar suara gaduh di sekitarnya membuat Arabella sadar dari kekagetannya. Perempuan itu melihat pemuda yang menggendongnya yang bertepatan saat itu pula Ilham melihat ke arahnya kala merasakan pergerakan di gendongannya.

Mata yang indah batin Ilham lalu kaget kala perempuan di gendongannya melompat turun lalu berlari pergi meninggalkan para pemuda yang cengo melihat kepergian Arabella yang begitu cepatnya.

"Cepat juga larinya" gumam Roy kala melihat Arabella yang sudah jauh berlari.

"Memang bener kalo dia itu misterius" sambung Gio.

"Aku gak pernah lihat dia senyum" lanjut Firman.

"Sama" sahut Diki.

"Apa dia itu keturunan Sasuke?" perhatian yang lain teralih pada Doni.

"Apa hubungannya sama Sasuke?" tanya Mono heran di angguki yang lainnya.

"Larinya cepet" sahut Doni singkat.

Berbagai ekspresi dapat di lihat dari yang lainnya sebagai tanggapan atas kalimat Doni yang entah di sebelah mananya bisa nyambung.

"Makan nih Sasuke" Roy mengusap wajah Doni sebelum melangkah.

"Kita mah lagi mikirin si putri es tadi, abis ketabrak kok masih bisa lari kenceng, malah gak minta ganti rugi lagi" ucap Diki sembari melangkah kembali ke parkiran karena posisi mereka yang tadinya masih di halaman sekolah.

"Iya juga ya, mungkin dia gak sempat kena tabrak kali" tebak Mono.

"Bisa juga gitu karena dia bisa lari kenceng" sahut Riki.

"Pertanyaannya itu kenapa dia langsung lari tanpa minta ganti rugi" tekan Bagas pada kalimatnya.

"Mungkin dia gak butuh uang" kata Doni santai.

"Atau mungkin dia lagi kebelet makanya langsung pergi" ucap Toni langsung mendapat tonyoran dari Firman.

"Ck jangan ngadi-ngadi ya, kamu masih harus tetap tanggung jawab Ton sama si putri es itu" kata Firman di angguki yang lainnya.

"Iya iya tahu besok aku bayar ganti rugi sama dia" sahut Toni.

Ilham yang sejak tadi diam menyimak ucapan teman-temannya merasa penasaran akan beberapa kata yang beberapa kali di ucapkan oleh teman-temannya itu.

"Kenapa kalian manggil dia si putri es, trus tadi juga kalian sempat bilang kalo dia misterius, maksudnya apa sih?" heran Ilham sekaligus penasaran.

Teman-temannya yang mendengar pertanyaan Ilham terkekeh. Tidak menaruh rasa curiga atau apapun dari pertanyaan Ilham itu karena yang mereka tahu Ilham tidak pernah mau tahu tentang seorang perempuan dan selalu acuh, jadi hal yang wajar kalau pertanyaan seperti itu muncul dari Ilham pikir mereka.

"Hey hey hey sobat kami yang paling tampan dengarkan ini ya" Doni mengalungkan tangan kanannya di pundak Ilham namun sedikit kesulitan karena Ilham lebih tinggi dari Doni, sedangkan Doni yang paling pendek di antara mereka.

"Pertanyaanmu itu tadi udah kadaluarsa karena baru di tanya sekarang, ini tahu ketiga kita satu kelas sama dia, dia juga selalu ada di belakangmu untuk prestasi bahkan cuma selangkah, sering bersanding juga samamu di podium kemenangan juara satu sama dua umum, bahkan kelas, tapi baru sekarang pertanyaan itu muncul" ucap Doni masih terkekeh.

"Nah bener tuh si Doni Ham, kenapa baru sekarang kamu nanya sementara yang lain udah dari dulu-dulu tuh bahas tentang dia yang betul-betul pendiam, gak tersentuh bahkan teman satupun dia gak punya, kalo waktu istirahat ya di kelas kalo gak di perpustakaan" lanjut Riki.

"Pembahasan masalah tuh si putri es udah lama berakhir ya Ham, jadi jangan tanya apa-apa lagi karena kita juga gak tahu apa-apa tentang dia, yang kita tahu dia itu ya kaya gitu tadi" sambung Gio.

"Dia tipe-tipe cewek misterius lah" ucap Siki di angguki yang lainnya.

Ilham merasa seperti ada yang berbeda memang dengan perempuan bernama Arabella itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!