NovelToon NovelToon

Om Gibran?

Bagian 01 : Liburan

Untuk menikmati hari libur menjelang kenaikan kelas, Melisa, Rere, dan Via memutuskan untuk liburan bersama. Tiga gadis yang bersahabat baik sejak kecil itu kini sedang melakukan packing, rencananya mereka akan menyebrang pulau dan menginap selama 3 hari.

Untuk liburan ini, ketiganya harus berjuang keras agar mendapatkan izin orang tua. Bahkan orang tua mereka meminta Mbak Indah (ART Via) dan Pak Tomi (Sopir pribadi Rere) untuk ikut juga.

"Akhirnya, bisa liburan ke luar kota juga!!" Teriak Via bahagia, gadis itu membentangkan tangan. Menikmati tiupan angin pantai yang membawa terbang rambut hitam panjangnya.

"Oke, guys, sekarang kita harus tentuin lagi, kita bakal ngapain aja di sana?!" ucap Rere.

"Yang terpenting, aku mau menghabiskan waktuku di sekitar pantai, mencoba semua kuliner, berenang, dan yang pastinya tidur nyenyak di malam hari!" ucap Melisa, Handphone gadis itu masih sibuk membidik beberapa objek yang sangat menarik baginya.

"Khemm, kalo aku sih, mau nyari gebetan, hahahaha." Via mengibaskan rambut panjangnya. Bergaya ala model gagal tayang.

"Hush, jangan aneh-aneh lagi, nanti kita yang jadi sasaran Mamamu!" ucap Rere.

"Iya, nih, gebetan mulu nih anak!" sahut Melisa. Diantara mereka bertiga, Via memang yang paling suka bermain api cinta. Bahkan saat SMP saja, ia sudah memiliki 12 mantan gebetan. 5 diantara mereka dighosting oleh Via. Sisanya, mereka mundur sendiri. Tidak sanggup dengan syarat yang Via ajukan jika ingin berpacaran dengan gadis itu.

"Eh, tapi aku punya ide!" Rere menatap Via dan Melisa.

"Apa tuh?"

"Kita buat challenge, siapa yang baterei Hpnya habis duluan, harus minta foto sama orang kita nggak kenal di sana! Gimana?"

"Gitu doang? Easy!" Sahut Via, dengan wajah sombongnya.

"Gimana, Mel? Setuju?"

"Oke." Melisa langsung memasukkan Hpnya ke dalam saku. Sebelum berangkat mereka sudah mengisi baterai sampai full.

**********

Rozi menarik-narik tangan Gibran, membujuk temannya itu untuk menemaninya pergi. Rencana ia akan menyebrang pulau untuk bertemu kekasihnya yang kebetulan sedang berada di sana juga.

"Ayolah, cuman dua malem aja, Bro!" Rengek Rozi. "Mau, 'kan?"

"Oke, oke, karena lu udah bantuin gue kemarin, jadi kali ini gue ikutin kemauan lu!" Gibran beranjak, dia membawa beberapa barang yang memang harus ia bawa. Pada akhirnya, Gibran harus menjadi serangga pengganggu lagi.

"Gue mau ngerjain beberapa kerjaan di sana, jadi lu nikmatin aja waktu sama Ayang Baby Margaretha lu itu!" Tegas Gibran sebelum Rozi menyeratnya untuk ikut menjadi serangga pengganggu.

"Kerja, Kerja, Kerja, hahahaha.... Kerja terus.... Sampe mampus!" Rozi mengangkat tangan, berbalik arah meninggalkan Gibran menuju mobil.

Gibran tak menggubris, lagi pula dia susah terbiasa dengan mulut anak laknat satu itu!

*********

"Inget, yang baterei Hpnya habis duluan harus minta foto!" Rere menyenggol lengan Melisa yang tengah sibuk membidik pantai, hamparan pasir putih terlihat begitu cantik saat diterpa ombak, membuat Melisa tak tahan untuk tidak mengabadikan momen tersebut.

"Iya-iya." Beberapa gambar sudah tersimpan cantik di galeri.

Melisa menatap Rere dan Via yang sedang memesan kelapa muda, lalu mengarahkan kamera Hpnya pada kedua gadis tersebut. "Tom and Jerry."

Hp dengan tiga kamera boba itu pun masuk ke dalam saku celana, disimpan lagi. Agar si empu tidak kalah dalam challenge.

"Re, aku mau kelapa juga!!"

Di hari pertama, mereka memutuskan untuk bermain di sekitar pantai, berjalan di sepanjang bibir pantai, dan mencoba semua jajanan yang dijual di sana. Bahkan sampai matahari terbenam pun, mereka masih di sana. Duduk bertiga, menatap senja dari sang Surya yang terlihat begitu indah, memanjakan mata.

"We are Best friend, forever!"

*******

Gibran yang mulai bosan dengan pekerjaannya memutuskan untuk keluar dari penginapan, sedangkan Rozi sudah tak terlihat lagi sejak sore tadi, pasti pria itu sedang bersenang-senang dengan Baby Margarethanya.

Duduk dipinggir pantai sepertinya enak, ditemani dengan segelas minuman dingin dan mie kuah. Beuh, Gibran auto nggak mau pulang. Maunya digoyang. Eh salah lirik. Bukan itu maksudnya.

Gibran bergegas mengambil dompet dan juga jaket, tak lupa juga ia mengirim pesan pada Rozi, jika sewaktu-waktu pria sialan itu mencarinya.

"Dia pikir sendiri nggak bisa bahagia?" Gumam Gibran. "Emm, bisa sih, cuman sama pasangan pasti jauh lebih bahagia!" Lanjutnya.

Nasib, jomlo gagal move on.

Gibran, pria tampan dengan tinggi 179 cm, hidung mancung, badan sixpack, tatapan mata yang tajam, mampu bikin janda mabuk kepayang. Tapi sayang, pria itu sudah hampir 3 tahun menjomlo, karena alesan masih belum bisa melupakan Luna, mantan kekasihnya yang dipaksa menikah dengan pria lain oleh orangtuanya. Awalnya terpaksa, eh tapi, sampe punya anak dua!

Jadi sekarang konsepnya bukan terpaksa lagi!

Gibran menertawai nasib percintaannya, sebenarnya dia pernah dekat dengan seorang gadis setelah ditinggal nikah oleh Luna. Tapi tak lama, gadis itu pun meninggalkan Gibran juga, dan lebih memilih pria yang lebih kaya dan lebih tampan dari Gibran tentunya!

Sejak saat itu, Gibran sudah tak lagi peduli soal cinta. Dia hanya fokus pada pekerjaan, memperbanyak harta, maka wanita akan datang dengan sendirinya! Prinsip Gibran.

"Cantik-" lirih Gibran saat melihat seorang gadis yang sedang duduk menyendiri, jarak tiga meja dari tempat Gibran. Gadis dengan rambut sebahu, yang sedang sibuk dengan Hp di tangannya, entah apa yang sedang ia lakukan. Mungkin sedang chatingan dengan Ayang atau sedang sibuk stalking mantan?

Gibran kembali menyeruput mie kuah yang ia pesan. Sesekali menoleh ke arah gadis itu, sebelum akhirnya gadis itu pergi, setelah mendapat panggilan dari seseorang. Begitu menurut pengamatan Gibran.

"Sampa ketemu lagi gadis kecil!"

********

"Udah dibilangin jangan lama-lama perginya, tadi Mama Video call, terus nyariin kamu tau!" Rere langsung menyerang Melisa yang baru saja balik ke penginapan. Yang di serang malah melengos masuk, sambil senyum cengir kuda.

"Cuci kaki dulu, Mel. Baru tidur!"

"Iya-iya!"

Dengan malas Melisa berjalan ke kamar mandi, mencuci wajah dan kaki sebelum tidur. Sesuai arahan kakak tertua.

"Padahal baru jam 10, tapi kita udah nggak bolehin keluar lagi!" Gerutu Via. Pasalnya Mbak Indah, selaku mata-mata orang tua mereka baru saja menjabarkan peraturan ketika liburan di luar kota.

"Kita masih bisa seru-seruan di penginapan, kok!"

"Caranya?"

Rere berlari menuju saklar lampu. Mematikan semua lampu kamar. Gelap, gelap-gelapan, oy.

"Musikkkkkk!"

Melisa memutar DJ yang sedang trend di aplikasi tok-tok. Lantas ketiga gadis itu menyalakan Flashlight sembari loncat-loncat seperti monyet cacingan di atas kasur.

"Asekkkkkk!"

Bagian 01 : Bukit Cinta

Masih pagi sudah terjadi keributan di penginapan yang Melisa dan kawan-kawannya tempati.

"Ini curang, kan semalam Hp aku dipakek setel musik! Jadi wajar dong paling cepet habis batereinya! Mana bisa kayak gitu!" ucap Melisa, membela diri, dan tidak terima kalo dia yang harus kalah challenge.

"Udahlah, Mel. Terima aja, kan cuman foto, habis foto udah, selesai perkaranya!" ucap Via santai. Perkara kecil, kenapa harus diperbesar, kan?

"Mau foto sama siapa?"

"Ya random, siapa-siapa yang kita nggak kenal!"

"Hemmm. Iyain aja!" Melisa mengeluarkan changer dari tasnya. Malas berdebat, ikuti aja kemauan mereka. Lagi pula ini kan cuman seru-seruan aja. Nggak boleh dibawa baper! Apalagi sampai kesel.

"Ya udah, sekarang kita sarapan dulu, abis sarapan Melisa harus jalani sanksinya!"

"Iya-iya!"

Setelah sarapan dan mengirim laporan pada orang tua mereka (sesuai dengan peraturan jalan-jalan di luar kota) Melisa dan kawan-kawannya pun bergerak menuju tempat wisata pertama di hari kedua.

Bukit Cinta, konon katanya bukit ini disebut sebagai Bukit Cinta karena setiap pasangan yang bertemu dan berkenalan di Bukit ini akan menjadi pasangan yang langgeng, bahkan katanya akan sampai pada jenjang pernikahan. Untuk itu, Via mengajak kedua temannya ke sana. Untuk mencari gebetan, katanya.

"Kamu percaya nggak sama mitos Bukit Cinta ini?" tanya Rere pada Melisa yang tengah mengambil gambar pemandangan di sekitarnya.

"Namanya aja mitos, percaya nggak percaya sih. Cuman kan kalo urusan pasangan, itu udah ada yang ngatur. Ya mungkin aja, kisah cinta atau perjalanan cinta mereka memang dimulai dari Bukit ini. Iya, kan?"

"Ya juga sih, bahkan ada yang kenal dari game atau medsos juga, kan?" sahut Rere.

"He'em."

"Mel, Re! Cepet, ih!" Teriak Via sudah tak sabar untuk sampai di atas Bukit.

Akses jalan untuk naik ke Bukit Cinta itu hanya sebuah jalan setapak yang cukup aman dilalui, terlihat dari bawah Bukit sudah banyak orang yang sedang berpose di atas sana. Cuaca hari ini cukup mendukung. Terik matahari tidak begitu menyengat di kulit.

Melisa memotret hamparan laut yang terlihat begitu indah dari atas Bukit. Masih mengabaikan Via dan Rere yang merengek minta di foto.

"Mel?"

"Hmmm."

"Sanksinya!"

Melisa menoleh ke kanan dan kiri, mencari siapa yang akan ia ajak untuk berfoto bersama.

"Harus cowok! Nggak boleh cewek!" Tegas Via.

"Lah, kemarin peraturannya nggak gitu?!"

"Udah, udah, itu tuh ada om-om nganggur! Sikat aja!" Via menarik tangan Melisa, menyeret gadis itu ke arah pria yang sedang berdiri menghadap pantai. Rere sudah siap sedia dengan kamera Handphone-nya.

"Permisi, Om. Boleh minta foto?"

"Hah?" Gibran menurun kaca mata hitamnya. Menatap ke arah tiga gadis yang entah datang dari mana dan tiba-tiba minta foto bareng.

"Temen saya mau fotbar, Om. Boleh?"

Tanpa menunggu jawaban, Via langsung mendorong tubuh Melisa, sampai gadis itu berdiri sejajar dengan Gibran, pria yang dia tak kenal sama sekali.

"Oke, senyum. Satu, dua, tiga, cissss!"

"Sekali lagi, lebih deket dong!!"

Melisa melotot, saat tangan pria yang tak ia kenal itu tiba-tiba merangkul bahunya. Saking dekatnya jarak mereka, sampai Melisa bisa mencium aroma parfum pria itu.

"Boleh lihat hasilnya?!" Gibran menurunkan tangannya, tak perduli dengan gadis kecil yang masih mematung, tak habis pikir dengan kelakuan kedua teman laknatnya itu.

"Om punya Instagram?"

"Aku?" Gibran masih kebingungan, ini yang dipanggil Om dia atau siapa? Apakah Gibran terlihat setua itu di mata gadis-gadis ini?

"Oke, follback ya, Om!" Via tersenyum setelah mendapat apa yang ia inginkan.

"Udahkan? Ayo turun!" Melisa melewati Rere dan Via begitu saja. Bukannya marah, tapi ia malu saja dengan tingkah berlebihan Via. Katanya cuma foto, kok sampai minta akun Instagram segala?! Memalukan sekali!

"Eh, terimakasih ya, Om!" Rere menarik tangan Via. Namun gadis itu malah menahan Rere, sambil berkata, "Btw temen saya-" Via menunjuk ke arah Melisa yang sudah berjalan cukup jauh. "Dia jomlo, sikat aja, Om!"

Rere langsung menarik tangan Via lebih kencang lagi, menyeret gadis itu agar segera menjauh dari Gibran.

"Dasar, bocah!" Gibran menggeleng sembari tersenyum, mengingat ekspresi wajah gadis yang terlihat begitu terpaksa berfoto dengannya tadi. "Tapi dia terlihat manis."

...****************...

Melisa memperbesar foto yang Rere kirim, jika diperhatikan, wajah pria di sampingnya lumayan juga. Tapi jika dilihat sekilas, mereka terlihat seperti adek-kakak. Dengan tinggi Melisa yang hanya sedada Gibran. Dan tubuh Melisa terlihat begitu kecil jika disejajarkan dengan tubuh kekar Gibran.

"Cie... cie... diliatin mulu fotonya!" Via menoel pipi Melisa, membuat gadis itu langsung mematikan Hpnya.

"Apaan sih. Aku nggak suka ya, kalo kamu kayak gitu, Vi! Nanti dia mikir kita ini cewek apa? Cewek murahan?"

"Ish, sante aja, Mel. Dia pasti tau kok, kalo ini itu cuman candaan. Eh lagi pula, ya. Dia kayaknya orang baik! Coba liat ini!"

Via menunjukan akun Instagram Gibran, terlihat hanya ada 9 postingan. Salah satunya foto Gibran dengan Ibu dan adik perempuannya. Dan di slide berikutnya ada foto dengan sang Ayah dan Ibu juga.

"Lihatlah, dari tampangnya, dia sepertinya cowok pekerja keras, sayang keluarga dan yang terpenting, dia masih jomlo juga!"

"Tau dari mana dia jomlo?" Melisa menaikan sebelah alisnya.

"Ya buktinya dia nggak pernah posting ceweknya?!"

"Nggak posting, bukan berarti nggak punya, Viaaa!"

"Tapi kalo dia jomlo, kamu mau nggak, Mel?"

"Kok aku?"

"Ya kalian kelihatan cocok aja!"

"Cocok? Aku? Melisa? Sama om-om?"

"Iya, cocok, Mel!"

"Nggak! Buat kamu aja!"

Via menatap foto Gibran sekali lagi. "Lebih cocok buat kamu loh, Mel!"

"Bodoamet!!" Melisa beranjak keluar dari penginapan, berjalan menuju kolam. Ada Rere yang sedang berenang di sana.

"Re?!"

"Kenapa lagi?" Rere menepi untuk mengobral dengan Melisa.

"Masak iya Via bilang aku cocok sama Om-om tadi!"

"Hahahaha, cocok sih, cocok banget malah!"

"Re!"

"Lah, lagian ya, Melisa cantik. Kamu tau kan Bestie kamu yang satu itu emang suka jodoh-jodohin orang? Ya udah bawa sante aja, kaya biasa!"

"Tapi--"

"Udah sini, temenin aku berenang!" Rere menarik tangan Melisa, sampai Melisa tercebur dan basah kuyup.

"Kalo kata aku sih, Om-om tadi itu lebih cocok sama kamu, daripada si Fais!"

"Jangan sebut nama cowok itu, merinding aku!"

"Hahahaha, hallo Melisaku, sayangku, cintaku...."

"Rere!!!!"

Melisa menekan tubuh Rere ke dalam air, tak membiarkan gadis itu muncul ke permukaan.

"Gila ya kamu, Mel! Untung aku mermaid, jadi bisa tahan lama di dalam air!"

"Nyenyenyenye!"

...****************...

"Khemmm, dia siapa? Diliatin terus dari tadi!" Rozi duduk di samping Gibran, membuat pria itu langsung menyembunyikan Handphone-nya.

"Bukan siapa-siapa!"

"Bukan siapa-siapa? Tapi kok diliatin terus? Kok ngeliatin sambil senyum-senyum?"

"Karena dia cantik, dia manis!"

"Siapa?" Rozi berpikir sejenak, apakah ada cerita yang ia lewatkan hari ini?

"Emm, bukit tadi namanya bukit apa? Gue lupa!" tanya Gibran, mengalihkan pembicaraan.

"Bukit Cinta? Kenapa? Apakah seorang Gibran Yuandara ini menemukan kekasih hatinya di sana?"

"Bisa jadi!" Gibran memasukkan Handphone-nya ke dalam saku celana. Rencananya ingin bermain air pantai lagi sebelum mereka pulang.

"Oy, mau kemana? Ceritain dulu!"

Gibran hanya melambaikan tangan, sama sekali tidak ingin berbagi cerita tentang gadisnya pada Rozi.

Akhirnya, setelah sekian lama, Gibran merasakan lagi perasaan ini, perasaan gembira ketika mengingat seseorang, perasaan bahagia ketika melihat wajah seseorang. Apakah Gibran sedang jatuh cinta pada pandangan pertama?

"Melisa, nama yang cantik, secantik wajahnya!"

Bagian 01 : Gyuandr_

Melisa membawa dua tusuk jagung bakar yang baru saja ia beli untuk Rere dan Via. Melisa sendiri kurang suka jagung, oleh sebab itu ia membeli bakso dan sosis bakar.

"Jagung bakarnya datang...."

"Makasih ya, Mel."

"Iya, sama-sama, Bestiehh!"

Melisa ikut duduk di samping Via. Menghadap ke arah pantai.

"Emmm, Mel. Aku minta maaf ya kalo kamu beneran kesal sama aku," ucap Via.

"Sante aja, Vi. Lagian kan aku kalah challenge, jadi aku juga harus siap dong dengan sanksinya!"

"Makasih ya, Mel, Re, udah sabar ngadepin sikap aku!"

"Apaan sih, Vi. Kita temenan bukan setahun dua, jadi aku sama Melisa udah faham kok seperti apa Bestie kita yang satu ini! Apapun itu, kamu tetap yang terbaik juga, Vi!"

"Emmm, makasih!"

Ketiganya menghabiskan waktu bersama di pinggir pantai, bercerita tentang banyak hal. Sampai Mbak Indah datang, menjemput mereka agar segera kembali ke penginapan.

Tatapan mata Gibran terus mengikuti tiga gadis yang baru saja beranjak itu, sejak tadi Gibran terus memperhatikan mereka. Tidak ada niat untuk mengikuti, hanya saja semesta memang ingin mempertemukan mereka lagi, walaupun Gibran tak berani mendekat dan menyapa.

"Jadi, gadis yang aku lihat semalam adalah gadis yang sama dengan gadis yang aku lihat malam ini? Dia adalah Melisa!"

Gibran menandai gadis itu dari jaket dan rambut pendek sebahunya. Sama seperti semalam, hanya saja malam ini dia terlihat lebih mempesona, setelah Gibran tau siapa dia.

"Dari ketiganya, yang mana yang buat lu jatuh cinta?" tanya Rozi, yang ternyata ikut memperhatikan apa yang sedang Gibran perhatikan sejak tadi.

"Coba tebak!"

"Yang baju pink?"

Gibran hanya tersenyum. Tapi sayang, bukan gadis berbaju pink dengan rambut panjang itu yang membuat hatinya berdebar kencang seperti sekarang!

"Serius? Lu suka sama salah satu dari mereka? Bocah seperti mereka?" tanya Rozi memastikan.

"Kenapa? Mereka cantik, mereka manis!"

"Tidak seksi!"

"Gue bukan lu, jadi jangan samain selera kita!" Gibran bangkit, ia menepuk pundak Rozi lalu berbisik. "Hati-hati, jangan sampai lu jadi Ayah sebelum waktunya!"

"Sialan!"

Gibran melangkah menjauhi pantai, ia masih ingin mengunjungi beberapa tempat lagi, menuntaskan rasa penasarannya dengan pulau ini.

...****************...

Melisa menatap Rere dan Via yang sudah tidur dan mungkin sedang terbuai oleh mimpi indah mereka. Sedangkan Melisa baru saja selesai menonton video horor yang memang sering ia tonton di salah satu channel YouTube.

"Second night." Tulis Melisa pada unggahan story Instragramnya dengan background lampu tidur dan vas bunga di atas nakas.

Tiba-tiba sebuah notifikasi pengikut baru datang dari akun @Gyuandr_

Tentu saja Melisa penasaran dengan akun itu dan mengintip profilnya.

"Bukanya ini akun yang Via tunjukan tadi?" Melisa melihat satu persatu postingan di akun itu, memang benar, ini akun yang sama dengan akun yang Via tunjukan padanya. Itu adalah akun Instagram Gibran.

"Follback nggak ya?" gumam Melisa. Saat sedang sibuk stalking akun Gibran, tiba-tiba sebuah pesan masuk.

@Gyuandr_ :

Belum tidur, gadis kecil?

Melisa mengerutkan keningnya. Gadis kecil? Apakah dia terlihat seperti bocah di mata om-om ini?

^^^@Melisadwiprtw :^^^

^^^Belum, Om.^^^

@Gyuandr_ :

Aku bukan Om mu, ya, Cil!

^^^@Melisadwiprtw^^^

^^^Hahahaha^^^

@Gyuandr_ :

Malah ketawa

Melisa menatap langit-langit kamar. Dia adalah tipe orang yang jarang betah chatingan dengan siapa pun. Bahkan dengan sahabatnya, ia lebih suka bertemu dan mengobrol langsung. Lagi pula, Melisa juga suka bingung harus menjawab apalagi.

@Gyuandr_ :

Melisa Dewi Pertiwi?

Bener gak sih?

Hello?

Udah tidur ya?

Ya udah kalo gitu. Mimpi indah, ya, gadis kecil.

Hahahaha.

Gibran Yuandara. Panggil Gibran aja. Tanpa embel-embel Om😏

Ya udah deh, good night ya.

Melisa hanya membaca pesan masuk dari Gibran lewat notifikasi. Bisa-bisa om-om itu mengirim pesan begitu banyak padanya. Padahal mereka kenal saja tidak!

Sementara itu, Gibran membaca ulang pesan yang ia kirim. "Apakah aku terlalu tergesa-gesa? Nanti kalo gadis kecil itu ilfil atau risih, gimana?"

Gibran membatalkan semua pesan yang ia kirim. Sudah lama ia menjomlo. Jadi sekalinya ingin PDKT dengan cewek, Gibran langsung lupa jurus buaya.

"Hmmmm, kalo yang ini gagal lagi, aku akan melepas statusku sebagai pria tampan!"

Gibran meletakkan Handphone-nya dia atas nakas. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam. Tapi si laknat Rozi belum pulang juga!!

"Remaja salah pergaulan!"

Gibran sudah seringkali memberikan pandangan pada Rozi. Tapi manusia kepala batu itu tak kunjung berubah, dari tahun ke tahun masih tetap sama. Masih menjadi buaya yang suka masuk ke dalam gua.

...****************...

Awalnya Melisa dan kawan-kawannya berencana pulang di siang hari, tapi karena ada kabar buruk datang dari Mama Rere. Mereka pun memutuskan untuk langsung meninggalkan pulau pada jam 7 pagi. Sepanjang perjalanan, Melisa dan Via berusaha menenangkan Rere dan mengajak Rere untuk mendoakan semoga Mamanya baik-baik saja.

Tanpa pikir panjang lagi, Pak Tomi langsung mengantar Rere menuju rumah sakit di mana Mama gadis itu dirawat.

"Pa?"

Rere berlari memeluk sang Papa yang sedang menunggu di depan pintu ruang rawat. "Mama? Mama kenapa, Pa?"

"Udah, kita doain semoga Mama cepat sadar dulu, ya, Dek."

"Kak Tio mana?" Rere mencari Kakak laki-lakinya. Biasanya Mamanya akan kambuh seperti ini setelah bertemu dengan manusia itu!

"Dia buat ulah lagi kan, Pa?"

Papa Rere hanya menggeleng. Ia juga tidak tau apa yang terjadi sebelumnya. Karena saat masuk kamar dia sudah menemukan Mamanya Rere dalam keadaan pingsan.

"Kak, kamu nggak capek apa nyakitin Mama dan Papa terus? Mau kamu apasih, Kak!" Batin Rere.

"Melisa, Via, kalian pulang dulu ya. Nanti Om kabarin, kasian orang tua kalian udah nungguin di rumah."

"Re, kita pamit, ya. Tante kan kuat, Tante pasti bisa lewatin semua ini. Kamu jangan lupa terus doain yang terbaik juga buat Tante. Kalo ada apa-apa, kabarin aku sama Via ya."

"Iya, Mel. Makasih ya. Hati-hati di jalan."

"Iya."

Melisa mengandeng tangan Via. Papa Rere sudah meminta Pak Tomi untuk mengantar Melisa pulang, sedangkan Via dan Mbak Indah sudah ditunggu oleh jemputan mereka.

Melisa tak henti-hentinya berdoa untuk kesehatan Mama Rere. Karena selama ini, Melisa sudah menganggap Mama Rere dan Mama Via seperti Mamanya sendiri. Bahkan Melisa juga sangat disayang oleh kedua orang tua sahabatnya.

"Jujur aja, aku iri sama kalian. Kadang aku iri ngeliat kalian yang deket banget sama Ayah kalian, dipeluk oleh seorang Ayah, dikhawatirin dan dijaga oleh seorang Ayah, bagaimana ya rasanya?"

Melisa menahan agar bulir air matanya tak jatuh. Dari kecil ia tak pernah sedekat itu dengan Ayahnya. Bahkan Melisa benar-benar lupa bagaimana rasanya dipeluk oleh Ayah?

Selama ini Melisa diperlukan dengan cara berbeda dari kedua adik laki-lakinya oleh sang Ayah. Bahkan dari kecil, Ayah tak pernah mengakui keberadaan Melisa di sisinya. Melisa ada tapi seperti tidak ada.

Dan hal yang paling menyakitkannya adalah Melisa harus tinggal di rumah yang berbeda dengan kedua orang tua dan adik laki-lakinya. Hal ini terjadi karena dari awal, Ayah tak pernah menginginkan anak perempuan, apalagi anak perempuan pertama.

Ayah Melisa hanya menginginkan anak laki-laki sebagai penerusnya nanti. Tapi terlepas dari semua itu, Melisa tetap menghormati sang Ayah. Tak pernah membencinya.

"Makasih ya, Pak."

"Sama-sama, Non Melisa. Saya pamit pulang ya, Non."

Melisa mengangguk, ia menatap mobil Pak Tomi yang mulai melaju menjauh dari gerbang rumah.

Kaki Melisa melangkah menuju rumah yang ia tinggali. Posisinya tepat di samping kanan rumah utama. Tempat Ayah, Mama dan kedua adik laki-lakinya tinggal.

^^^Melisa :^^^

^^^Ma, Kakak Pulang^^^

Melisa duduk di pinggir kasur, setelah mengirim pesan pada sang Mama. Di rumah utama ada peraturan yang harus Melisa ikuti, Melisa tidak boleh masuk ke dalam rumah utama dengan begitu saja. Ia harus menyebutkan dengan jelas apa keperluan dan kepentingan untuk masuk.

"Tuhan, salahkah kalo Melisa berharap suatu saat nanti Ayah bisa sayang ke Melisa juga? Seperti Ayah sayang ke Arkan dan Erlan?"

Melisa kembali meraih Handphone-nya. Ia membuka ulang pesan yang Gibran kirim semalam.

"Loh? Kok dihapus semua, dasar om-om aneh!"

Tapi tak disangka, Melisa malah berharap Om-om itu kembali mengirim pesan padanya. Entah, Melisa tidak tau perasaan apa ini, tapi setiap membuka aplikasi Instagram, Melisa berharap ada pesan masuk dari akun Gyuandr_

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!