Bab 1
"Sayang ayo masuk! Kita beri selamat dulu pada pengantinnya," kata sang Mama menarik tangan Putranya yang sedang sibuk menelpon entah dengan siapa.
Pria itu menjauhkan ponselnya dari telinga, "Bentar Ma, Vier sedang telpon urusan penting tentang perusahaan," katanya memberikan alasan.
"Tidak ada sebentar-sebentar, Papa, Bibi, Paman dan yang lainnya sudah menunggu," jawab Jasmine sang Mama kesal pada putranya yang justru masih sibuk dengan pekerjaannya yang ditinggal baru sehari ini.
Zavier Gottardo akhirnya hanya bisa pasrah saat kedua kalinya sang Mama menarik tangannya, hingga dengan terpaksa dia pun segera mengakhiri panggilan telepon yang sedang dilakukannya.
Zavier bahkan tidak peduli dengan tatapan semua orang yang mungkin melihat adegan mereka seperti anak kecil yang habis bermain dan tidak mau pulang lalu diseret Mamanya untuk pulang karena hari sudah mulai malam.
Stevano Anderson sang Papa dan Raefalno Anderson Kakaknya, kompak menggeleng-gelengkan kepala saat melihat Jasmine yang memperlakukan Vier seperti anak kecil.
Kenapa nama belakang Zavier, Gottardo? Sedangkan Papanya adalah Anderson, Itu karena Zavier mengikuti marga dari Kakek dan Neneknya yang tak lain adalah Ayah dan Ibu dari Mamanya Olivia Jasmine.
"Ma, lepasin Vier, Vier bisa jalan sendiri," protes Vier akhirnya pada sang Mama yang terus menarik tangannya.
Jasmine menghentikan langkahnya, dan menatap wajah putranya bergantian dengan memandangi tangannya yang memegang erat tangan Vier takut jika putranya itu tidak mengikutinya.
"Ma, lihatlah sekeliling, semua orang sedang menatap kita!" Bisik Vier pada Mamanya.
Jasmine pun mengedarkan pandangannya menatap ke sekelilingnya, benar apa yang putranya katakan, bahwa mereka kini menjadi pusat perhatian orang lain.
Jasmine melepaskan tangannya, "Ya sudah kamu jalan sendiri, tapi harus ikuti Mama, awas saja jika kamu kembali keluar dan sibuk dengan urusan pekerjaan di saat seperti ini," kata Jasmine memberikan peringatan pada putranya itu.
Jasmine pandangi Vier, dia sebenarnya sedih, melihat Vier yang sekarang terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Setelah kejadian dimana kekasih putranya itu membatalkan janji makan malam mereka. Bukan makan malam biasa karena pada hari itu, rencananya Vier akan memperkenalkan kekasihnya padanya.
Tak hanya yang membatalkan janjinya, kekasih Vier bahkan tiba-tiba saja menghilang dan tidak memberinya kabar apapun.
Sejak kejadian itu Vier menjadi tidak banyak bicara dan menyibukkan diri di perusahaan kakeknya yang suatu hari akan diserahkan padanya.
Jasmine sedih melihat Vier seperti itu, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, dan dia hanya bisa memantau keadaan putranya dan berharap putranya akan selalu baik-baik saja.
Jasmine kemudian melangkah terlebih dahulu, membiarkan putranya berjalan di belakangnya. Tapi tak lama setelah mereka hampir sampai, Jasmine berbalik saat merasa jika putranya tidak mengikutinya.
Langkah Vier tiba-tiba terhenti saat melihat dua orang yang bersanding di pelaminan, dengan senyum lebar yang menghiasi bibir keduanya menyapa para tamu undangan. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal erat tanda bahwa dirinya sangat marah saat ini.
Vier memegang dadanya yang tiba-tiba terasa begitu sesak dan juga ada rasa sakit yang teramat disana. Bagaimana tidak sakit, jika ternyata dua orang yang Vier lihat sedang bersanding di pelaminan adalah sepupu dan kekasihnya sendiri. Kekasih yang selama ini selalu beralasan jika dirinya mengajaknya menikah, dan sekarang kekasihnya justru menikah dengan saudara sepupunya sendiri, Keanu Anderson.
Jasmine kembali menghampiri putranya, "Vier kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan sayang? Sayang?" Jasmine khawatir melihat Vier saat ini, Jasmine ikuti arah pandang putranya, dimana di sana, di pelaminan, keponakannya bersama seorang gadis yang sudah menjadi istrinya.
"Vier!" Jasmine terus saja mengguncang tubuh putranya tapi tidak ada respon sama sekali, membuatnya semakin cemas saja.
Sedangkan Vier yang sudah tidak sanggup lagi menyaksikan pemandangan di depan matanya, segera pergi meninggalkan Mamanya yang kini berteriak memanggil namanya.
Vier pergi menuju ke tempat mobilnya diparkirkan, begitu menemukannya Vier segera masuk ke mobil itu, dan dengan kecepatan tinggi, Vier melajukan mobilnya ke tempat yang dia kira bisa sedikit melupakan rasa sakitnya.
Mobil yang Vier kendarai tiba di sebuah klub malam yang terkenal. Vier memasuki ruangan dengan pencahayaan yang remang-remang. Suara musik mulai terdengar begitu dia melewati lorong panjang dan beberapa kali belokan untuk sampai aula pertama, dimana disana sudah ramai dengan banyaknya manusia yang sedang menghabiskan waktu dengan menikmati musik, Vier berjalan melewati orang-orang yang sedang berkumpul dan menari dengan iringan musik dari DJ diatas panggung. Vier duduk di kursi tinggi yang menghadap meja bar, dimana ada seseorang yang dengan piawai mengocok minuman dan menyajikannya pada orang-orang yang duduk di hadapannya.
"Satu yang paling keras!" Ucap Vier memesan minuman yang kemudian ditanggapi oleh bartender dengan anggukan dan bartender itu mulai membuatkan pesanan Vier.
"Hai!" sapa seorang wanita yang tiba-tiba datang dengan pakaian minimnya.
Tanpa peduli sapaan wanita yang bahkan sekarang mendekatkan tubuhnya.
"Pergi!" Dengan suara yang terdengar mengerikan dan tatapan tajamnya Vier usir wanita yang sedang berusaha menggodanya.
"Ayolah baby, aku akan memuaskanmu," ucap wanita yang sepertinya tidak takut dengan tatapan tajam Vier.
"Pergi! Apa kau tuli atau kau tidak mengerti bahasa manusia," ucap Vier geram dan mendorong wanita itu, hingga membuat nyali wanita itu ciut dan segera menjauh dari Vier.
Setelah kepergian wanita itu, Vier tenggak minuman beralkohol yang tadi dipesannya, yang awalnya hanya satu, kini justru tampak beberapa gelas dan botol kosong berjejer di hadapannya, hingga lama kelamaan mata Vier terlihat sayu, juga merasakan tubuhnya melayang. Vier tertawa, berteriak bahkan menangis hingga akhirnya Vier tidak mengingat apapun lagi.
Pagi hari Vier terbangun, kepalanya pusing luar biasa saat dia mencoba untuk duduk.
"Argh!" Ringis Vier yang bangun memegangi kepalanya yang terasa begitu berat, Vier mengedarkan pandangannya ke segala ruangan yang tampak asing baginya.
"Dimana aku? Seperti di hotel" Gumamnya kemudian mencoba untuk turun dari ranjang dan saat Vier menyingkap selimut, betapa terkejutnya dia saat melihat tubuhnya dalam keadaan kacau, tidak ada sehelai benangpun yang dia pakai di tubuhnya dan yang lebih mengejutkan lagi ada bercak darah disana.
"Apa yang kulakukan?" Ucap Vier mengacak rambutnya frustasi.
Vier mencoba mengingat tentang apa yang terjadi semalam, tapi kepalanya justru semakin sakit. Dia benar-benar tidak mengingat apapun. Vier merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa dia berbuat seperti itu. Gadis mana yang sudah dia ambil kehormatannya, Vier sama sekali tidak tahu, karena dia sudah tidak melihat keberadaan gadis itu semenjak dirinya bangun. Lantas bagaimana jika suatu saat gadis itu sampai hamil? Memikirkannya saja membuat kepala Vier terasa akan pecah.
"Tuan!"
"Tuan! rapat akan dimulai sebentar lagi," ucap seorang Pria membuyarkan lamunan Zavier yang kini sedang menatap sebuah foto yang tadi diambil dari laci meja kerjanya.
"Semua berkasnya sudah kamu persiapkan?" Tanya Zavier pada pria bernama Martin yang tak lain adalah asistennya.
"Sudah Tuan, kita bisa berangkat sekarang juga," jawab Martin yang memperlihatkan beberapa berkas pada Zavier yang ada di tangannya.
Zavier kembali meletakkan foto tadi di laci tempatnya semula, kemudian berdiri dan mengancingkan jasnya melangkah keluar setelah Martin membukakan pintu ruangannya.
"Apa sudah ada pengganti Rima?" Tanya Zavier pada Martin.
Rima adalah sekretarisnya yang sudah bekerja cukup lama dengannya. Tapi belum lama dia mengundurkan diri karena usia kehamilannya yang semakin tua, dan lagi suami Rima juga sudah melarangnya bekerja. Zavier tidak bisa menahannya dan dia hanya bisa merelakan Sekretarisnya itu, bagaimanapun dia tidak berhak melarang Rima untuk terus bekerja, ya walaupun Zavier menyayangkan hal itu, karena Rima adalah sekretaris yang cekatan.
Dan kali ini Zavier memutuskan untuk mencari sekretaris yang belum menikah, karena Zavier adalah orang yang gila kerja dan Zavier ingin nanti sekretarisnya bisa mengikuti kemanapun dia pergi.
"Sudah Tuan, besok dia akan mulai bekerja," jawab Martin yang kemudian dijawab anggukan oleh Vier.
Keduanya pun melangkah di sepanjang lobi, para karyawan yang berpapasan dengannya pun langsung menunduk memberi hormat pada atasannya yang sekarang menjadi sosok pria dingin dan tersentuh. Terbukti sapaan dari para karyawannya tidak mendapat balasan apapun dari Vier, entah itu menyapa balik atau sedikit saja memberikan senyuman. Padahal Zavier Gottardo dulu terkenal ramah seperti Mamanya, Nyonya Olivia Jasmine Anderson, tidak seperti adiknya yang irit bicara seperti Papanya Stevano Anderson.
Vier bersama asisten melangkah dengan tegap menuju ke mobil dan pergi meninggalkan gedung perkantoran menuju ke sebuah pusat perbelanjaan karena rapat akan diadakan di salah satu restoran di dalamnya.
Saat Vier sedang rapat, tiba-tiba ada dua anak kecil yang sedang berlarian, dan si anak perempuan terjatuh tepat di samping mejanya, Vier bantu anak itu bangun.
"Terima kasih om," ucap kedua anak itu mengucapkan terima kasih pada Vier.
Dan Vier melihat, si anak laki-laki menggandeng tangan si anak perempuan pergi.
Vier menatap kepergian kedua anak itu, entah kenapa ada perasaan hangat menyusup ke dalam dadanya, "Mungkin karena teringat pada saudara kembarku," pikir Vier dalam hatinya. Ya Vier mempunyai saudara kembar yang bernama Zavira Anderson. Dia sudah menikah dan sebentar lagi akan melahirkan anaknya yang kedua.
***
"Mami, kita mau beli apalagi? Rain capek, kaki Rain pegal Mami, Rain juga lapar" seorang anak berusia 5 tahun terdengar mengeluh kepada Maminya.
"Bentar ya sayang, kita tinggal beli sepatu saja, Mami besok mulai bekerja, jadi Mami harus tampil rapi, setelah ini kita makan apapun yang kamu mau deh" kata sang Mami membujuk putrinya itu.
"Adek payah, segitu saja sudah mengeluh capek, lihat nih Kakak kuat," kata Reynan saudara kembar Rain.
"Kakak kan cowok, jadi wajar saja Kakak lebih kuat," jawab sang adik dengan bibir yang mengerucut.
"Sudah-sudah, kenapa kalian jadi ribut sendiri? Ingat ya ini tempat umum, kalian tidak boleh berantem seperti itu," kata wanita itu mengingatkan kedua anak kembarnya.
"Dan Kakak tidak boleh bicara seperti itu lagi sama adek ya," kata wanita yang bernama Cyara itu kepada putranya.
"Maaf Mami," kata anak laki-laki itu.
"Minta maaf sama adek bukan sama Mami sayang," Cyara mengelus pipi tembam Putranya dengan lembut.
"Maafin Kakak ya Dek, Kakak janji tidak akan mengatai adek lagi, nanti uang jajan Kakak buat adek deh besok," ucap Reynan agar adeknya tidak ngambek lagi.
"Beneran?" Tanya Rain dengan mata yang berbinar.
"Iya bener, jadi sekarang adek jangan ngambek lagi," bujuk Rey pada Rain.
"Tidak, Rain tidak akan ngambek lagi, Rain kan sayang Kakak," ucap gadis imut itu langsung mencium pipi Kakaknya yang lahir lebih cepat lima menit darinya.
Walaupun mereka lahir di waktu yang sama, tapi wajah mereka sama sekali tidak mirip.
Melihat kedua anak kembarnya membuat mata Cyara berkaca-kaca, rasanya keputusan yang diambil saat itu memang yang terbaik, dan Cyara tidak pernah menyesali keputusannya sedikitpun, Cyara sangat menyayangi anak-anaknya, dan dengan melihat keduanya saling menyayangi dan senyum selalu menghiasi wajah mereka, membuat Cyara lupa akan luka yang membuat mereka akhirnya hadir di hidupnya dan bahkan mereka lah yang mampu membuatnya bertahan sampai saat ini, berdiri dengan kedua kakinya sendiri, tidak mudah memang, tapi Cyara mampu melewatinya.
"Mami!" Rain menggoyang-goyangkan tubuh Maminya yang malah kini tampak melamun.
"Ah iya sayang? Kenapa?" Tanya Cyara begitu tersadar dari lamunannya.
"Kok sepatunya malah dilihatin saja, Mami pilih dong, biar kita bisa cepat makan, Rain sudah lapar, protes anak gadisnya itu, karena bukan memilih sepatu, Cyara justru memegangi sepatu itu sambil melamun.
"Iya, iya sayang, ini Mami sudah pilih Kok, maaf ya Mami membuat kalian menunggu lama," kata Cyara merasa bersalah karena telah membuat kedua anaknya itu kelaparan.
Berbeda dengan sang adik, Reynan kini justru menatap sendu wajah Maminya, Reynan adalah anak yang peka, dia tahu jika saat ini Maminya tengah bersedih, makanya Reynan sedari tadi hanya diam dan memperhatikan Maminya itu.
"Reynan janji, akan jaga Mami dan adek," janji bocah laki-laki itu dalam hati.
"Sebentar ya, Mami bayar dulu, kalian tunggu disini dan jangan kemana-mana!" pamit Cyara dan tidak lupa berpesan kepada kedua anaknya agar tetap di tempat sementara dirinya akan pergi ke kasir untuk membayar belanjaannya.
Setelah mengantri cukup lama, Cyara pun lega saat kini tiba gilirannya, jujur saja dirinya tidak tenang meninggalkan kedua anaknya tadi, Cyara hanya kasihan pada kedua anaknya jika harus ikut mengantri bersamanya. Hingga Cyara memutuskan untuk meninggalkan anak-anaknya, karena Cyara tahu putranya yang masih kecil bisa diandalkan untuk menjaga adiknya, toh tadi Cyara juga sudah menitipkan kedua anaknya pada pegawai yang berjaga. Bukan untuk menjaganya sih, tapi lebih untuk mengawasinya, karena kebetulan tokonya juga tidak terlalu ramai.
Setelah membayar, Cyara pun melangkah menuju ke tempat dimana anak-anaknya berada. Wajah tenang Cyara kini berubah menjadi panik saat Cyara tidak bisa menemukan kedua anaknya.
"Bo*doh kau Cyara!" Cyara terus merutuki dirinya karena bisa teledor dalam menjaga kedua anaknya itu, apalagi pegawai yang dimintai tolong tadi bilang jika dia tidak melihat kedua anak itu karena dirinya pergi ke toilet.
"Reynan, Rain kemana kamu sayang?" Cyara begitu panik, dirinya menatap sekitar mencari keberadaan putra dan putrinya.
Cyara terus berjalan kesana kemari, hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang.
"Maaf!" ucap Cyara merasa tidak enak hati.
"Bukannya aku yang harusnya minta maaf," pikir Vier sambil memunguti barang-barang wanita yang tadi ditabraknya.
Tadi Vier yang baru selesai rapat, bangun dari duduknya dan saat akan berbalik Vier justru menabrak seseorang hingga membuat barang-barang milik orang itu berjatuhan.
Dan saat Vier menatap wanita itu untuk meminta maaf, betapa terkejutnya Vier melihat siapa dia, dia adalah orang yang Vier benci, orang yang membuat hubungan Vier dengan kekasihnya tidak bisa berlanjut ke arah jenjang yang lebih serius.
"Sayang kalian belajar yang rajin ya, Mami mau kerja dulu cari uang buat kalian. Rey jaga adik, dan kalian jangan nakal," ucap seorang wanita berpesan kepada kedua anaknya sebelum dirinya pergi bekerja.
"Iya Mami Rey akan jaga adik Rain, Mami tidak perlu khawatir," ucap anak laki-laki yang menyebut dirinya Rey.
"Kami juga tidak akan nakal," sahut anak perempuan.
"Kalian memang anak-anak Mami yang pintar, ya sudah Mami berangkat dulu, nanti takutnya terlambat, nanti kalian dijemput sama Bibi ya, dan ingat selalu pesan Mami untuk…
"Tidak ikut dengan orang asing," jawab kedua anak itu kompak.
"Bagus, ya sudah sana masuk!" Perintah Cyara dan mencium sayang kedua pipi anak-anaknya sebelum dirinya pergi.
Cyara menatap kedua anaknya yang berjalan bergandengan. Dan setelah itu dirinya naik ke motor dan mengendarainya menuju ke tempatnya bekerja.
***
Drtt
Drtt
Vier menggeliat saat mendengar ponselnya terus berbunyi.
"Siapa sih pagi-pagi sudah menelpon," gerutu Vier yang merasa tidurnya terganggu.
Dengan malas Vier menjawab panggilan telepon itu.
"Halo," ucap Vier begitu telepon tersambung.
Vier mengernyitkan dahi saat tidak mendengar suara apapun dari seberang telepon.
Vier menatap layar ponselnya, melihat nama si pemanggil, "Kak Alno," gumamnya pelan.
"Halo Kak Alno," ucap Vier lagi.
"Halo Vier, kamu bisa tidak datang ke rumah Kakak, kakak minta tolong kamu antarkan Aira ke sekolah," ucap Kakak angkatnya yang bernama Alno dia adalah suami dari saudara kembar Vier.
"Baik Kak, aku siap-siap dulu, nanti aku langsung kesana," jawab Vier dan segera memutuskan panggilan dan berlari ke kamar mandi untuk segera bersiap karena jika terlambat, keponakannya itu pasti akan ngambek dan Vier akan sulit untuk membujuknya.
Dengan kecepatan diatas rata-rata, Vier melajukan mobilnya agar segera sampai di rumah Kakaknya. Dan hanya membutuhkan waktu 10 menit akhirnya Vier pun sampai.
"Ayo om cepat!" Ucap gadis berumur 5 tahun yang langsung berlari dan masuk ke dalam mobil begitu melihat mobil om nya.
"Baiklah princess," jawab Vier yang segera melajukan mobilnya menuju ke sekolah keponakannya.
Sesudah mengantar Putri dari saudara kembarnya ke sekolah, Vier segera bergegas mengendarai mobilnya ke kantor. Tapi berhubung perjalanan yang ditempuh Vier berlawanan arah, membuat Vier jadi terlambat. Sebagai Ceo, baru pertama kalinya Vier datang terlambat, karena biasanya Vier adalah orang yang suka datang tepat waktu, Vier suka orang yang disiplin. Itulah yang membuat karyawannya menjadikan Vier panutan.
Tampak Vier berjalan cepat dengan ponsel yang digenggam dan menempel di telinganya. Vier melangkahkan kaki terburu-buru sambil sesekali menatap jam di pergelangan tangannya, entah tidak tahu kenapa Vier justru memasuki lift karyawan, padahal biasanya Vier menggunakan lift yang memang disediakan khusus untuk para petinggi perusahaan termasuk dirinya yang seorang Ceo.
Saat pintu lift tertutup, terdengar seseorang berteriak dan berlari untuk ikut masuk. "Tunggu!" Ucapnya.
Awalnya Vier tidak begitu peduli, tapi tanpa diduga tangannya mengepal erat saat tahu siapa orang itu. Dia adalah orang yang Vier tabrak kemarin. Dialah Cyara, kakak dari kekasihnya yang bernama Sheira. Tidak, Sheira bukan kekasih Vier lagi tapi sudah menjadi mantan, karena Sheira sekarang sudah menjadi istri orang lain, yang tak lain adalah sepupunya sendirinya.
"Kenapa dia ada disini?" Ucap Vier dalam hati memperhatikan wanita itu dari atas ke bawah. Vier perhatikan penampilannya yang terlihat rapi dengan kaos putih dipadukan dengan blazer berwarna mint senada dengan celana panjang yang di pakainya. Baru pertama kali Vier melihat Cyara ada di kantornya.
"Maaf Tuan dan terima kasih," ucap Cyara sopan sambil sedikit membungkukkan sedikit badannya.
Cyara merasa tidak enak saat pria itu tidak menanggapi ucapannya sama sekali dan justru menatap Cyara membuat Cyara risih.
"Dasar sombong!" Maki Cyara tentunya hanya dalam hatinya saja, Cyara masih bisa berpikir jernih, Cyara tidak sampai memaki pria itu secara langsung, takut dirinya akan mendapatkan masalah di hari pertamanya bekerja. "Tunggu kenapa aku seperti pernah bertemu dengannya!" Gumam Cyara dengan suara yang begitu pelan hingga Vier tidak mendengarnya.
Karena pria itu hanya diam saja, akhirnya Cyara memilih diam, mengeluarkan ponselnya dan menatap foto kedua anak kecil yang membuat dirinya bersemangat.
Pandangan Vier sama sekali tidak terlepas dari wanita itu, dan dirinya mengernyitkan dahi saat melihat lantai berapa tujuan wanita itu.
"Kau sekretaris baru disini?" Setelah mengucapkan itu, Vier merutuki dirinya sendiri, karena bisa-bisanya dirinya berbicara dengan Cyara.
"Iya Tuan, maaf kenapa Anda bisa tahu?" Tanya Cyara tidak menutupi raut wajahnya yang terlihat bingung.
"Lupakan!" Kata Vier yang kemudian berlalu setelah pintu lift terbuka.
Cyara ikut keluar dari lift dan hanya bisa bengong melihat kepergian Vier.
"Dasar orang aneh, padahal kan dia yang tanya tadi," gerutu Cyara.
"Anda Nona Cyara Lavenia?" tanya seseorang yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya.
"Ah iya, perkenalkan nama saya Cyara Lavenia," ucap Cyara memperkenalkan dirinya.
"Saya Martin, Mari silahkan ikut saya, saya akan tunjukan ruang kerja Anda," kata Martin menunjukkan jalan pada Cyara, sepanjang perjalanan, Martin juga sedikit menjelaskan pekerjaan Cyara.
"Sampai di situ apa Anda paham?" Tanya Martin menghentikan langkahnya di depan sebuah meja kerja.
"Iya Tuan Martin saya mengerti," jawab Cyara.
"Ini meja Anda, dan di dalam sana adalah ruangan bos!" Martin menunjuk sebuah ruangan. Meja kerja Cyara tepat berada di ruangan Vier, setiap apa yang Cyara lakukan Vier bisa melihatnya dengan jelas dari dalam.
"Baik Tuan, terima kasih," kata Cyara membungkukkan sedikit badannya.
"Mulai hari ini, Anda bisa memulai membacakan Jadwal Tuan Zavier," setelah mengatakan itu, Martin pun pergi meninggalkan Cyara dan masuk ke dalam ruangan Vier untuk memberikan laporan.
Tok
Tok
Terdengar suara pintu diketuk
"Masuk!"
"Selamat pagi Tuan, perkenalkan nama saya Cyara Lavenia, sekretaris baru Anda," Cyara menunduk hormat memperkenalkan dirinya sebelum memulai pekerjaannya.
Vier memberi isyarat pada Martin untuk keluar dari ruangannya.
Martin pun pamit undur diri yang dibalas Vier hanya dengan anggukan kepala.
"Ternyata dia bekerja menjadi sekretarisku," gumam Vier menatap Cyara.
Vier tersenyum menyeringai, saat sekelebat ide muncul begitu saja di kepalanya, "Aku akan membuat dirinya menderita, aku akan membalaskan apa yang kedua kakak adik itu lakukan padaku. Tentunya dengan cara yang tidak terduga olehnya. Terlebih lagi, aku yakin jika dia tidak mengenalku, itu akan membuat balas dendamku terasa lebih sempurna," ucapnya dalam hati.
Vier bangun dari kursi kebesarannya. Langkah sepatu pantofel terdengar menggema di ruangan Vier. Cyara spontan mengangkat kepalanya dan terkejut ketika Vier sudah berada tidak jauh darinya.
Vier terus mendekati Cyara, membuat Cyara begitu gugup dan terus memundurkan langkahnya, sampai Vier akhirnya memojokkan Cyara di dinding, Vier meraih dan sedikit mengangkat dagu Cyara dan menatap matanya lekat.
Kemudian Vier dengan seringaiannya mengatakan sebuah kalimat yang membuat mata Cyara langsung membelalak tidak percaya. "Kau harus menikah denganku. Kau tidak bisa menolak. Jika kau menolak, aku akan lakukan segala cara untuk menjadikanmu istriku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!