NovelToon NovelToon

Menikahi Anak Kyai

Prolog

...Pada saat aku menyebut nama mu di dalam ijab Kabul ku, pada saat suara sah menggema di telinga ku, pada saat itu aku tahu kaulah yang tertulis di lahul Mahfud, dan pada saat itu pulalah aku memutuskan mencintaimu. Wahai Zaujati, engkaulah Habitati....

...______Zheaan Akbar Al-assofi______...

...Dia Zheaan Akbar Al-assofi salah satu putra kyai pemimpin pesantren tempat ku mengabdi. Pria yang paling menyebalkan dan sok mengatur yang pernah aku kenal. Tingkahnya dingin kepada orang lain sementara Kepadaku seperti pria cerewet, dan itu membuat aku tak ingin menatapnya setiap kali dia menghampiriku. Apalagi dia sering mengatakan, diriku lah Makmun yang dikirimkan Tuhan untuknya, seolah-olah aku adalah istrinya....

...______Azalea Nazira Al-Basyir_____...

Bab 1

Pranggg

Suara benda jatuh membuat suasana yang semula ribut langsung hening dalam hitungan detik. Tatapan setiap mata dari orang-orang yang ada di sana mengarah pada sosok perempuan dengan rambut tergerai serta mimik wajahnya yang polos sambil menatap orang-orang di depannya.

Ketika senyuman terukir di wajah wanita itu dan secepat itu pula mereka yang membuka mulut langsung menutup mulutnya. Hembusan napas terdengar dari setiap insan yang ada di sana selain si wanita pembuat gaduh.

"Azalea Nazira Al-Basyir binti Ikhsan Nazir Al-Basyir!" decak seorang perempuan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepala, kemudian mengacungkan jempolnya, "wow Anda sangat luar biasa bestie..."

"Saya tersanjung," balas Lea dengan menantang.

"Yes, perbuatan Anda memang pantas diberi penghargaan," sahut teman Lea yang lain, yaitu Yessa.

"Tentunya."

"Anda adalah teman lakna.t terbaik saya."

"Sudah pasti," ujar Lea merasa di atas angin dan ikut bertepuk tangan bangga, "eh... Apa yang lo bilang tadi, bestie? Coba sekali lagi deh.. keknya kurang jelas."

"Teman lakna.t"

Mata Lea membulat dan tangannya mengepal. Perempuan itu mendesis dan sangat ingin menerjang teman gesreknya itu, jika bisa pada saat itu sekalian Lea akan mengirimkannya ke neraka.

"Din!! Kabur lo Din, awas noh diamuk sapi betina."

"Gak takut gua. Orang badan kecil kek gitu kok."

Emosi Lea pun sudah sampai di ubun-ubun apalagi Dinda yang mengomentari fisiknya seperti wanita itu sempurna saja. Lihat saja Fisik Dinda juga kecil dan gendut lagi.

"Apa lo bilang, hah?"

Lea pun menghampiri Dinda namun ia tak terlalu berhati-hati hingga kakinya pun tertusuk beling bekas pecahan gelas kaca yang dibawanya barusan.

"Anjir.t my feet saki.t Anjay," umpat Lea sambil mendesis dan terduduk di lantai sembari melihat telapak kakinya yang mengeluarkan banyak darah.

"OMG!! Dinda! It's darah.. i am very afraid, help me, Dinda!"

"Lebay anj.irt bisa gak ngomong, gak usah dicampur Inggris, gua gak ngerti bahasa alien, Yessa!!"

"Dinda, you ini bagaimana sih.. we as anak Jaksel itu harus beda and you should can speak English u know!!" kesal Yessa pada Dinda.

"Nyenyenyenye.... Serah lo!! Gua gak ngerti bahasa lo! Mau anak Jaksel kek mau anak Jakut kek, mau anak Bandung kek, gak peduli yang penting gue tinggal di Indonesia dan pake bahasa Indonesia... Lo keknya buat planet baru aja sama pengikut lo sana," kesal Dinda seraya menarik napas dalam.

"But Dinda, Jaksel itu kawasan elite."

"Oh?"

Dibalik pertengkaran itu mereka tidak sadar dengan kekesalan seorang wanita yang dari tadi mengepalkan tangannya geram. Napasnya memburu lalu tak menunggu waktu lama ruangan itu dipenuhi dengan teriakannya.

"Dinda!! Yessa!!" teriak geram Lea yang berusaha mati-matian menahan rasa sakit di area telapak kakinya.

Air matanya keluar dari kelopak indah itu. Bukan lagi menangis karena kesakitan tapi wanita itu menangis karena tidak sanggup melihat temannya yang sudah meminum jutaan komik hingga otaknya tidak berfungsi dan tidak memikirkan nasibnya antara hidup atau mati.

Dinda dan Yessa melirik bersamaan ke arah sahabatnya tersebut lalu menyengir dengan wajah polos tak ada rasa bersalahnya.

"Ya maaf," ucap Dinda lalu menyengir kuda.

"Lo pada nganggep gue apa di sini. Lo gak liat gua lagi sekaratul maut, 'hah? Gue temen lo coy!! Lo liat kaki gue noh, penuh dengan darah. Di mana hati nurani kalian dan malah bertengkar dengan pembahasan gak guna. Kalian ini memang anjayni," lirih Lea lalu menarik napas panjang.

"Iya-iya maafin kita."

"Nggak."

"Lah yaudah kita pulang aja Dinda."

Mata Lea membuka lebar dan wanita itu menunjuk kedua temannya dengan napas tersengal-sengal.

"Lo!!! Kabur gua gak ikhlas, awas lo kalau gua mati, arwah gue ngehantuin lu pade!!"

"Ya jangan," ucap Dinda ketakutan dan mereka menghampiri Lea lalu membantunya mengurus luka akibat kecerobohan wanita itu sendiri dan kemarahan malah melimpahkan ke teman-temannya. Pikir sendiri saja Lea tipe teman seperti apa?

Mereka memberikan obat merah dan perban di kaki Lea lalu Dinda membereskan pecahan kaca agar tidak ada lagi korban selanjutnya.

Jikapun ada, Dinda berharap Lea lagilah yang akan menjadi korbannya.  Sebut saja dia menyukai penderitaan Lea, karena jika membuat teman menderita baru bisa mendapatkan sebuah predikat BesTai yang sesungguhnya.

Tidak lama datang seorang suami istri dengan balutan muslim dan muslimah. Mereka masuk ke dalam rumah dan terkejut melihat rumah itu bagaikan kapal yang baru saja diledakkan.

"Assalamualaikum."

"Wallaikumsallam!!"

"Astaghfirullah, rumah kok gini ya, Yah. Siapa yang berantakin," kaget bunda Hana sambil menatap seluruh penjuru rumahnya yang tidak bisa disebut lagi tempat tinggal saking berantakannya.

"Nggak tau, Nda. Mungkin ada tuyul lepas masuk rumah kita," ucap Ikhsan ayah Lea itu begitu saja.

Sementara tiga penghuni yang tinggal di rumah itu ternganga dengan wajah tak percaya. Memang Ikhsan dan Hana tidak melihat ada tiga spesies tersebut di rumah ini.

"Ayah gua bilang kita tuyul."

"Kalau elu sih iye. Kita mah manusia."

"Lah iya?"

"Iya. Elukan tuyul."

"Masa sih?"

"Pake gak percaya lagi," ucap Dinda menghela napas.

Seketika Lea tersadar dan menoyor kepala kedua sahabatnya.

"Enak aja lo!! Lo aja yang jadi tuyul!! Noh lo sekalian ajakin rapat sama babi ngepet buat ngambil uangnya Sisca Khol!!"

"Yakali."

"Yaudah kalau gak mau."

Hana dan Ikhsan sudah mendapatkan pelakunya. Namun, kali ini ketiga orang itulah yang tidak menyadari jika Ikhsan dan Hana tengah menatap mereka.

"Akhem! Akhem!!"

"Apa sih Yah, berisik," ujar Lea tidak sadar.

"Kalian ngapain?"

"Lagi rencanakan bisnis rahasia. Karena kita tuyul, rencana mau maling di rumah Sisca Khol!"

"APA?!!" marah Ikhsan dengan tangan mengepal.

Ketiga orang itu tersentak dan tersadar. Seketika ketiga orang itu menjadi tersangka tanpa membuat tindak kriminal. Bahkan hukuman kali ini mungkin lebih berat dari dipenjara seumur hidup.

"Eh, Bunda, Ayah," ucap Lea sembari mengacungkan dua jari.

"Kalian ngapain di sini?"

"Ini, Om... Jadi gini..."

"Hah, jadi?"

"Jadi, gini..."

"Terus?"

"Ya gitu deh Om," cengir Yessa.

"SAYA SERIUS!"

Hana menghela napas kasar melihat suaminya yang membentak teman Lea hingga anak itu merinding. Ia mengusap tangan suaminya menenangkan pria itu.

"Ayah, tenanglah. Lihat Nak Dinda dan Yessa sampe takut gitu wajahnya."

"Mau tenang bagaimana Bunda kalau anaknya sifatnya kayak gini," keluh Ikhsan.

Lea yang dari tadi diam saja langsung angkat bicara menengahi pertengkaran antara ayahnya versus BesTainya.

"Jadi karena malam besok tahun baru, Lea sama Yessa dan Dinda mau nonton konser di Bandung."

"Nggak boleh," tegas Ikhsan memperingati anaknya yang mulai hendak membantah. "Kalian semua, PULANG!!"

Melihat raut wajah Ikhsan yang menakutkan seperti hantu gedoruwo yang biasa Yessa impikan sontak saja ia menarik tangan Dinda dan kabur secepatnya dari rumah berhantu tersebut.

"Dinda yok kabur!!"

"Kemana?"

"Serah aelah, buruan!!"

Kedua orang itu sudah pergi dari rumah Lea dan kini Lea ditatap oleh kedua orangtuanya bagaikan tengah diintrogasi, rasanya tidak jauh berbeda dengan tahanan.

Tatapan Ikhsan sangat tajam dan itu membuat jantung Lea ingin lepas dan ia ingin berhenti hidup hanya di detik itu saja, ingat hanya di detik itu saja.

Lea berusaha memikirkan cara kabur dari tatapan sang ayah tapi tampaknya itu adalah perihal yang sangat mustahil.

"Kenapa sih Yah natap Lea kek gitu amat. Lea jadi merinding Yah."

"Kamu tau kesalahan kamu?"

Lea pun bingung dan mencari kesalahan yang terletak pada tubuhnya. Namun ia tak menemukan kesalahan apapun dari tubuhnya tersebut.

"Nggak tau."

"Pertama, kamu tidak memakai hijab mu. Kedua kamu ingin merayakan tahun baru, kamu tidak tahu Lea? Bandung itu luas dan penjahat seksual ada di mana-mana. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada kamu? Lagian ngerayain tahun baru tuh harusnya tadarusan."

"Ya gak gimana-gimana."

"Lea kamu itu anak kami satu-satunya, kamu harus tahu betapa kami sangat menyayangi mu, Nak, kami tak ingin kamu kenapa-kenapa. Jadi Ayah TIDAK AKAN MENGIZINKAN," larang tegas Ikhsan dengan wajah memerah itu artinya ia benar-benar serius dengan ucapannya.

"Ayah!" rengek Lea dengan wajah memelas.

Ikhsan pun berlalu begitu saja setelah menegaskan larangannya pada sang anak, putri semata wayangnya itu. Sementara Lea merengut karena tidak mendapatkan izin dari sang ayah.

Anak gadis itu menatap bundanya yang bersikap seolah tidak tahu menahu. Hanya satu harapannya yaitu bundanya.

"Bunda," rengek Lea sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lea, ini memang untuk kebaikan kamu. Kamu turutin saja keinginan ayah kamu. Dan jangan lupa bersihkan ruangan ini, kamu harus bisa bertanggung jawab." Hana pun pergi setelah mengecup pipi anaknya.

Lea menggeram dengan otak yang penuh dengan strategi licik wanita itu. Bukan Azalea Nazira Al-Basyir jika sebuah aturan dibuat untuk dirinya langgar.

"Emang Ayah bisa larang Lea, huh!! Liatkan aja nanti."

_________

TBC

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA

Bab 2

Pada saat itu hari mulai fajar dan suara ayam berkokok pun terdengar sayup-sayup dari rumah warga yang ada di sekitar.

Seorang pria yang baru saja selesai menunaikan kewajibannya yakni sholat Subuh sedang berjalan menuju ke Ndalem.

Pria dengan balutan baju koko serta sarung dan jangan lupakan peci di kepalanya begitu ramah menatap santrinya yang ia temui berpapasan dengannya. Ia tersenyum ketika para santriwan menyapa dirinya saat melewati mereka.

Tak luput pula santriwan itu memberikan salam padanya. Meskipun anak seorang kyai sangat dihormati tapi pria memiliki nama panggilan Zheaan itu melarang keras orang yang lebih tua dari dirinyanya mencium tangannya, hanya yang lebih muda saja.

"Assalamualaikum Gus!"

"Assalamualaikum Gus Zheaan!"

Zheaan mengangguk dan menyodorkan telapak tangannya ketika para santriwan yang lebih muda tersebut ingin menyalami dirinya.

"Wa'alaikumussalam."

"Mau ke mana Gus?"

"Biasa ke Ndalem."

"Titip salam sama pak kyai dan sampain ke pak kyai semoga lekas sembuh dari penyakitnya."

"Baiklah Anhar, saya akan sampaikan. Terimakasih doanya."

Pria bernama Anhar tersebut tersenyum dan mempersilakan agar Gus nya itu berjalan lebih dulu.

Zheaan menarik napas dan menatap Ndalem yang ada di depannya. Pria itu membuka pintu dan memberikan salam pada penghuni rumah tersebut.

"Assalamualaikum, Umi!" Zheaan mengambil tangan uminya lalu mengecup punggung tangan wanita itu.

"Wa'alaikumussalam, Gus."

"Bagaimana kondisi abi, Mi?"

"Alhamdulillah Gus. Abi mu sudah mau makan, katanya masakan Umi enak," ucap umi Sarni dengan wajah tersenyum-senyum membayangkan suaminya yang memuji masakannya enak.

Wajah Zheaan tersungging seperti meledak uminya yang terlihat tengah salting.

"Ciehh Umi."

"Ih.. apaan sih Gus," malu umi membuat senyum Zehaan terbit di bibirnya.

"Umi, Zheaan mau ketemu abi, bisa Mi?"

"Muhun tiasa," ucap umi Sarni sambil mengusap kepala putra kesayangannya.

"Zheaan nyangka abi teh teu acan dilongkok."

"Ayok masuk abi nunggu kamu, Gus."

Zheaan pun masuk ke dalam kamar kedua orangtuanya dan ia bisa melihat sang ayah yang tengah terbaring lemah di atas ranjang.

Karena itu pula kyai Akhyar tidak bisa ikut sholat Subuh berjamaah di masjid. Kyai Akhyar baru saja mendapatkan penyakitnya tadi malam, ia mengalami diare.

"Assalamualaikum Abi," panggil Zheaan sambil menyalami tangan abinya.

Akhyar membuka matanya dan tersenyum melihat sang anak yang sudah bujang dan siap untuk menikah. Zheaan adalah putra satu-satunya yang ia miliki dan calon penerus pondok pesantren Darunnajah yang ia bangun sendiri.

"Wallaikumsallam Gus Zheaan," ucap kyai Akhyar dengan terbata-bata.

Umi Sarni membantu kyai Akhyar duduk. Umi Sarni juga membenahi baju kyai Akhyar yang tersingkap.

"Abi, yang mana sakit?" tanya Zheaan seraya mengurut kaki abinya tersebut.

Kyai Akhyar tersenyum sembari menggelengkan kepala. Ia berpura-pura kuat di depan anak tercintanya ini agar Zheaan tidak terlalu khawatir dengan kondisinya.

"Ningali anjeun ngajadikeun abdi damang."

"Alhamdulillah atuh Abi. Tapi Zheaan tetap khawatir sama Abi."

"Euweuh salempang ngeunaan. Abi, baik-baik saja Gus."

"Abi tadi ada santriwan yang titip salam sama Abi, dia juga ngedoain Abi suapaya cepat sembuh," ucap Zheaan menyampaikan amanat yang dititipkan oleh Anhar kepadanya tadi.

"Saha Gus?"

"Anu Abi, si Anhar yang kemarin wakilin pesantren lomba tahfidz di Jakarta."

"Oh eta si Anhar," ucap kyai Akhyar sambil mengingat salah satu santrinya yang berbakat. Ia senang memiliki santri yang memiliki bakat seperti itu, bahkan Anhar tidak hanya mewakili juga membawa pulang piala dan membanggakan pesantren Darunnajah. "MasyaAllah ya Gus, si Anhar pasti orangtuanya bangga. Abi senang kalau ada anak murid Abi yang berhasil."

"Zheaan juga Abi."

Umi Sarni yang tadi hanya menyimak percakapan pun memutuskan untuk undur diri ingin ke dapur.

"Gus, Abi, Umi ke dapur sebentar nyiapin makanan buat kamu, ning Salsa, ning Kansa."

"Ning Kansa ada di sini Umi? Kapan baliknya?" heran Zheaan pasalnya setau dia kakaknya yang satu itu ada di Mesir menyelesaikan studinya.

"Biasa ning Kansa mah kalau pulang nggak bilang-bilang, tiba-tiba ada aja. Malam tadi baru datang, Umi gak sempat kasih tau Gus, malam banget soalnya ning Kansa pulang, lagian Gus Zheaan juga sudah tidur," ucap umi Sarni menceritakan anak sulungnya itu yang ada saja kelakuannya.

"Teteh Kansa mah suka begitu Umi. Umi gak ikut makan nanti?"

"Nggak Gus, Umi lagi puasa."

"Kenapa nggak ngajak Zheaan, Umi?"

"Gus Zheaan tidurnya nyenyak pisan, Umi nggak tega banguninnya," ucap umi Sarni sambil tertawa kecil. "Umi ke dapur dulu ya."

Zehaan mengangguk memberikan izin uminya ke dapur. Sementara dia dan kyai Akhyar membicarakan hal-hal yang menyangkut dengan pesantren serta hal-hal lainnya.

Di umur senja yang sudah hampir diujung ajal, kyai Akhyar tentu harus banyak berbincang dengan Zheaan mengenai pondok pesantren dan pembicaraan lainnya yang menyangkut agama dan ekonomi.

_________

Zehaan menarik napas panjang dan membuka pintu kamarnya. Pria itu masuk sambil membuka pecinya hingga rambutnya yang lumayan panjang tergerai dan menutupi keningnya lalu kemudian meletakkan peci tersebut di atas meja.

Laki-laki tersebut menatap dirinya di depan pantulan kaca. Setelan yang ia gunakan adalah pakaian sederhana khas anak santri, namun tampak sangat berwibawa.

"MasyaAllah, kasep pisan," ucap Zheaan mengagumi dirinya sendiri.

Laki-laki itu menghela napas lalu mengambil Al-Qur'an di rak buku. Ia membuka beberapa lembar Al-Qur'an tepatnya di surah Al-waqiah.

"audzubillahiminasyaitonirojim bismillahirohmanirohim

اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ"

Ia rutin membaca ayat tersebut setiap Subuh karena membaca ayat itu setiap hari akan membawa rezeki yang berkecukupan.

Bacaannya begitu bagus dan pelafalannya jelas dengan tajwid yang benar. Selain itu Zheaan juga merupakan seorang hafidz Qur'an.

Meskipun ia hapal semua ayat yang ada di dalam Al-Qur'an tetap Zheaan membaca Al-Qur'an dengan teksnya.

"Shadaqallahul adzim," ucap Zheaan mengakhiri bacaan Al-Qur'an-nya.

Pria itu meletakkan Al-Qur'an tersebut ke tempat awal lalu tak lama suara dering ponsel milik pria itu berbunyi.

Zheaan mengernyitkan kening melihat nama penelpon tersebut. Itu adalah Haikal temannya yang pernah ia jumpai di luar pesantren.

"Assalamualaikum."

"......"

"Ke Bandung yah besok? Bentar Kal, saya pikir dulu."

"......."

"InsyaAllah kalau kamu maksa, Kal."

"......"

"Wa'alaikumussalam Haikal."

Sambungan tersebut pun diputuskan oleh Haikal. Zheaan menarik napas panjang, ia bingung dengan ajakan temannya itu.

Orangtuanya sudah pasti melarangnya. Tapi ia berusaha mencari akal agar diizinkan ke Bandung.

"Astaghfirullah," ucap Zheaan ketika terlintas hal buruk di benaknya. "Ya Allah jauhkan hamba dari sifat berdusta."

"Assalamualaikum, Umi boleh masuk nggak Gus?"

Zheaan pun tersadar dari lamunannya. Ia menatap pintu kamarnya.

"Wa'alaikumussalam masuk aja Umi."

Umi Sarni masuk ke dalam kamar Zheaan ingin memanggil anaknya tersebut agar tidak melewatkan sarapan.

"Sarapan dulu Gus."

"Baik Umi."

Tapi di wajah Zheaan tampak sekali jika pria itu terus kepikiran dengan ajakan Haikal.

"Ada apa Gus?"

Zheaan memutuskan untuk menceritakannya kepada uminya. Tidak enak hati jika terus di pendam dan itu juga akan menjadi beban pikirannya.

"Umi Zheaan boleh ke Bandung nggak besok?"

"Ada urusan apa di Bandung, Gus?"

"Haikal temen Zheaan ngajakin buat nikmatin malam tahun baru di Bandung."

"Astaghfirullah Gus, nggak boleh ngerayain tahun baru Gus, haram. Kita cukup berdoa dan mengaji dari rumah saja Gus, kalau tahu Abi mu, habis kamu Gus."

Zheaan meringis. Ia sudah mengira jawaban seperti ini yang ia dapatkan.

"Zheaan cuman mau jalan-jalan aja sebentar dan tidak merayakannya."

"Aduhh Gus, kita tunggu abi mu saja memutuskan."

Zheaan mengehela napas dan mengangguk. Pria itu pun mengekori uminya dari belakang menuju dapur.

__________

Tbc

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!