Happy Reading 🌹🌹
"Aku mau kita putus." Ucap seorang pria.
"Oh, oke." Jawab seorang perempuan dengan entengnya.
"Kamu tidak ingin mempertahankan hubungan ini? Kenapa mudah sekali kamu menurutinya." Ucap pria tersebut kesal.
"Untuk apa aku mempertahankan hubungan ini, jika kamu saja yang ingin pergi meninggalkanku? Jangan kecakepan." Seloroh gadis tersebut dengan tersenyum miring.
Pria tersebut meraup wajahnya kasar di balik sebrang telfon, "Seharusnya kamu berubah, hubungan pria dan wanita membutuhkan sentuhan!" Jawab pria tersebut berdecak pinggang meskipun tidak terlihat oleh lawan bicara.
"Jangan bermimpi untuk menyentuhku, aku tidak mencintaimu. Aku hanya kagum dengan ketampananmu saja, sudahlah kita putus tidak perlu banyak drama." Ucap gadis itu dengan tegas dan segera mematikan panggilan tersebut.
"Huft... putus lagi. Hemm, tidak masalah besok di kampus bertebaran pria tampan." Ucap pada dirinya sendiri.
Zia Rose Amanda, gadis cantik yang baru saja lulus SMA biasa di panggil Rose oleh teman-teman dan keluarganya.
Rose gadis cantik berusia 18 tahun dengan tinggi badan 155cm memiliki tubuh yang proporsional, wajah Rose campuran Jepang dan Indonesia dengan mata seperti kucing, bibir mungil, kulit bersih.
Rose merupakan anak yatim sejam SMA, Rose hanya tinggal bersama Ayahnya yang bernama Handoko Galuh Amanda biasa di panggil Handoko.
Sedangkan Ibunda Rose sudah meninggal karena sakit keras sejak Rose duduk di bangku kelas satu SMA.
Handoko sang Ayah, merupakan pengusaha yang bergerak di bidang hiburan. Perusahaannya menempati posisi ke tujuh dari sepuluh besar perusahaan hiburan yang ada di negara tersebut.
Suara kicauan burung dan jam beker terdengar riuh di dalam kamar Rose.
Telapak kakinya yang menyembul keluar dari selimut tebalnya di masukkan lagi oleh sang empunya karena merasa dingin.
Tangan Rose terulur keluar dari selimut dan meraba nakas mencari jam berisik itu, "Ya ampun, kenapa berisik sekali." Gumam Rose dengan mata terpejam.
Suara pintu terdengar di ketuk dari arah luar, "Non.. Nona! Bangun Non!" Suara Bi Asih terdengar nyaring.
"Non.. hari ini kuliah perdana!!!" Teriak Bi Asih lagi.
Seketika mata Rose terbuka dengan sempurna, dia menolehkan kepalanya ke arah jam beker yang sudah bergeser dari tempatnya.
"Oh my! Jangan sampai hari pertama aku datang terlambat." Pekik Rose yang langsung menyebabkan selimut tebalnya.
Dengan kaki pendeknya, Rose segera berlari. menuju kamar mandi.
Bi Asih membuka pintu majikannya karena mendengar derap langkah kaki yang tergesa-gesa itu.
Segera Bi Asih merapikan tempat tidur Rose yang sudah seperti kamar anak remaja pada umumnya.
"Non, langsung turun ke bawah ya. Sudah di tunggu Tuan." Ucap Bi Asih yang berdiri di depan pintu kamar mandi.
Terdengar suara jawaban dari dalam yang lebih terdengar suara teriakan.
Dengan secepat kilat, Rose menyelesaikan mandi dan juga memakai pakaiannya.
Handoko melihat anak gadisnya menuruni tangga dengan tergesa-gesa.
"Ayah, Rose pergi dulu ya." Pamit Rose kepada Handoko.
"Sarapan dulu, Nak." Ucap Handoko kepada Rose.
"Maafkan Rose Ayah, tidak bisa menemani sarapan. Rose sudah terlambat." Jawab Rose dengan wajah memelas.
"Baiklah, Hati-hati sayang. Kamu akan di antarkan oleh Mang Asep dulu sebelum kamu benar-benar bisa menyetir dan tidak membuat kecelakaan di jalan." Ucap Handoko mengingatkan anaknya.
"Siap laksanakan, komandan." Jawab Rose dengan bergaya hormat layaknya seperti anggota TNI.
Rose segera mencium kedua pipi Ayahnya dan berlari keluar rumah, Nugroho hanya menggelenggkan kepalanya pelan karena perilaku anaknya yang cenderung lebih terbuka dalam mengekspresikan perasaannya.
"Lihatlah sayang, anak kita tumbuh menjadi gadis yang ceria." Ucap Handoko lirih.
Semenjak kematian istrinya, Handoko enggan untuk menikah lagi. Karena menurut Handoko kebahagiaan Rose adalah yang paling utama, Rose adalah harta paling berharga yang di berikan oleh mendiang istrinya.
Selama di perjalanan menuju kampus, Rose hanya bersenandung pelanndengan memandangi jalanan yang dia lewati. Sesekali sudut bibirnya terangkat sempurna karena melihat anak-anak kecil yang dia lewati tengah bercanda di pinggir jalan dengan mengenakan seragam merah putih mereka.
"Mang Asep, berhenti di sini saja." Ucap Rose kepada sopir keluarganya.
"Tapi, ini masih agak jauh Non." Jawab Mang Asep.
"Tidak apa-apa Mang, nanti jemput di depan gerbang seperti biasanya. Rose hanya ingin menghirup udara segar dan sedikit berolahraga." Ucap Rose dengan mengambil tas slempangnya.
"Baik, Non." Mang Asep segera menepikan mobil majikannya.
Rose segera keluar dari salam mobil dan berjalan dengan sedikit meloncat ke kanan dan ke kiri, bibirnya terus menyunggingkan senyum cantiknya.
Meskipun hidup hanya berdua dengan sang Ayah, Rose sangat bahagia karena Ayahnya tidak ada niatan untuk mencari pengganti Ibundanya.
Terlihat Rose memasuki area kampusnya, kakinya terus melangkah menuju gedung bahasa dan melewati kerumunan mahasiswa juga koridos yang ada disana.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya Rose sudah sampai didepan kelasnya. Segera saja Rose melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.
Terlihat sudah banyak mahasiswa baru yang sama seperti dirinya sudah duduk dan bercengkrama dengan yang lainnya.
Rose menyapa dan berkenalan sesaat, meskipun sebagian besar Rose sudah kenal mereka. Tetapi Rose kembali fokus karena melihat waktu perkuliahan akan segera di mulai.
Rose tersentak kaget karena tiba-tiba seorang gadis cantik dengan nafas memburu duduk di kursi sebelahnya yang kosong.
Rose hanya mengamati hingga dirasa nafas gadis itu normal, "Hey, apa kamu mahasiswa baru juga?" Tanya Rose kepada gadis yang berada duduk disampingnya.
"Em, iya." Jawab gadis itu dengan suara lembut.
"Kenalkan aku Rose, kamu siapa? Sepertinya ketika ospek aku belum pernah melihatmu." Ucap Rose dengan mengulurkan tangan kanannya ke hadapan gadis itu.
"Ak.. aku Putri." Jawab gadis itu dengan membalas jabatan tangan dari Rose
"Senang berkenalan denganmu Put, mari kita berteman." Ucap Rose dengan riang.
"Baik." Jawab Putri singkat dan datar.
Rose yang melihat wajah dan tatapan teman barunya berubah hanya memiringkan kepalanya kekiri karena bingung. Apakah gadis di sampingnya ini tidak suka berteman dengan dirinya.
"Yuhuuuuu.... Teman-teman!! Perkuliahan penulisan naskah drama hari ini akan digantikan oleh petinggi perusahaan perfilm an!" Seru seorang pria yang baru saja masuk ke dalam kelas dengan girang.
"Dia sangat tampan!!" Lanjutnya lagi karena tidak ada respon dari teman-teman.
Seluruh mahasiswa terutama perempuan bersorak senang bahkan Rose menepuk-nepuk pundak Putri dengan cepat dan gemas. Rose tersenyum secerah mentari karena membayangkan ketampanan dosennya.
Putri yang melihat kegembiraan teman-teman yang ikut tertular senyum mereka yang lebar, entah kenapa dia sangat senang bahkan sampai meneteskan air mata.
"Put.. tri, maaf melukaimu, ak.. aku terlalu senang hingga memukul-mukul pundakmu. Ja.. jadi jangan menangis." Ucap Rose dengan tergagap karena membuat orang lain menangis karena ulahnya.
"Ah, tidak Rose. Aku hanya senang melihat kalian bahagia." Jawab Putri dengan cengir kudanya.
"Ya ampun Put, kamu membuatku takut dan kaget." Ucap Rose dengan memeluk Putri dari arah samping.
...**...
Sana Twice aka Rose.
Tzuyu Twice aka Putri
Happy Reading 🌹🌹
Mendengar kabar dosen dengan berwajah tampan terlebih dosen itu adalah petinggi perusahaan membuat Rose penasaran.
Salah satu sifat jelek Rose adalah mudah jatuh cinta dengan pria berwajah tampan, meskipun tidak semua pria tampan dapat menjalin hubungan dengannya.
Tetapi beberapa dari mereka sempat menjalin kasih meskipun berujung perpisahan, contohnya semalam. Rose baru saja di putuskan oleh kekasihnya pria paling tampan di SMAnya.
Terdengan suara pintu kelas terbuka, Kepala Rektor masuk terlebih dahulu dan di ikuti seseorang di belakangnya.
Satu kaki melangkah masuk, terlihat sepatu pantofel berwarna hitam mengkilap, celana kain yang mulus tanpa ada lipatan sedikitpun.
Pandangan Rose naik secara perlahan terlihat tubuh yang atletis terbalut jas, tubuh tinggi, rambut yang tertata rapi tapi tidak klimis. Hidung mancung, rahang tegas, dan sorot mata yang tajam.
Rose memegang dadanya, "Benar-benar ciptaan Tuhan yang sempurna, oh jantungku." Gumam Rose yang masih memandang lekat ke arah pria yang sudah berdiri di samping Kepala Rektor.
"Kamu sakit Rose?" Tanya Putri khawatir yang melihat teman barunya memegang dadanya.
"Jantungku meledak Put, oh my! Bagaimana ini Put, sepertinya jantung dan hatiku sudah tidak sehat." Jawab Rose pelan.
Putri menaikkan sebelah alisnya dan memandang lekat wajah Rose, Putri mengikuti pandangan Rose dan bersibobrok dengan tatapan tajam pria yang berdiri di depan.
"Fix, kamu adalah milikku." Gumam Rose dan pria yang ada di depannya tetapi berbeda objek.
"Selamat pagi para mahasiswa dan mahasiswi." Ucap Kepala Rektor membuka kelas.
"Pagi, Pak." Jawab seluruh mahasiswa yang berada di kelas tersebut.
"Baik, tidak perlu berlama-lama. Selama perkuliahan naskah drama akan di bimbing langsung oleh pria yang sekarang tengah berdiri disamping Bapak. Silahkan perkenalkan diri Tuan. " Ucap Kepala Rektor mempersilahkan pria yang sudah berdiri sejak tadi di sampingnya.
"Pagi semuanya, perkenalkan saya Dave Danuarta. Saya adalah CEO dari Danuarta Entertaimen, secara langsung saya akan memberi bimbingan penulisan naskah drama untuk semester ini. Apakah ada yang ingin ditanyakan?" Ucap Dave kepada seluruh mahasiswa didalam kelas tersebut.
Dave Danuarta, yang biasa dipanggil Dave oleh orang-orang sekitarnya. Dave merupakan anak tunggal dari pasangan Rudi Danuarta dan Lila Danuarta.
Dave merupakan pria mapan dan tampan, meskipun usianya 28 tahun tetapi tidak melunturkan ketampanan paripurnanya.
Dave dan Handoko sama-sama pengusaha yang bergerak di bidang hiburan, tetapi perusahaan Dave nomor satu di negaranya.
"Pak Dave, sudah punya kekasih belum?" Tanya seorang mahasiswi yang berakhir mendapat sorakan dari beberapa rekannya.
"Sudah-sudah, akan Bapak tinggal. Kalian dapat meneruskan sendiri dengan Pak Dave." Ucap Kepala Rekor yang bersalaman dengan Dave sebelum meninggalkan kelas.
Kepala Rektor merasa sangat terhormat, seorang pengusaha nomor satu di negara itu turun ke lapangan.
"Terkait pertanyaan tadi, saat ini belum. Tetapi saya baru akan memulai memperjuangkannya." Jawab Dave dengan menatap seorang gadis yang tengah menunduk.
Rose yang mendengar jawaban dari Dave menaikkan sebelah alisnya, karena Roae merasa jika tatapan Dave menuju kearahnya.
"Oh My! Apa yang dimaksud adalah aku. Tetapi aku baru bertemu dengan pria tampan itu." Ucao Rose dalam hati.
Rose menatap ke arah Dave dengan intens tanpa berkedip, bahkan dia sangat semangat ketika pria idamannya mengajukan jabatan untuk menjadi asistennya.
Terlihat banyak mahasiswa yang mencalonkan diri, Rose menoleh ke arah samping.
"Putri, kamu tidak ingin mencalonkan menjadi asisten dosen Pak Dave?" Tanya Rose kepada Putri.
Putri menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak kamu saja Rose. Aku harus bekerja, nanti tidak waktu jika menjadi asisten dosen Pak Dave." Jawab Putri beralasan.
"Yas! Baiklah, sainganku berkurang satu." Ucap Rose dengan semangat dan tersenyum. lebar menghiasi wajahnya.
"Saya akan memilih asisten dosen setelah selesai perkuliahan." Putus Dave yang melihat ke arah gadis yang tidak mengangkat tangannya sendiri.
Dua jam lamanya perkuliahan yang di sampaikan oleh Dave akhirnya berakhir.
"Baiklah saya akan memilih asisten dosen untuk mata kuliah yang saya ampu." Ucap Dave.
Terlihat tangan Rose meremas tangan Putri karena gugup.
"Rose." Ucap Putri lirih karena menahan sakit pada tangan yang di remat oleh Rose.
Rose langsung melepaskan pegangannya karena sadar jika temannya kesakitan, "Maaf Put, aku terlalu gugup." Jawab Rose jujur.
Putri. menganggukkan kepalanya, sekian detik tatapannya teralih dari Rose karena merasa di panggil.
Harapan tinggal harapan, nyatanya teman barunya yang tidak berminat menjadi asisten dosen Pak Dave malah terpilih.
"Tapi, Putri tidak mengajukan diri Pak?" Sanggah seorang mahasiswi yang tidak terima.
"Benar, Pak." Jawab yang lainnya.
"Justru karena dia tidak mengajukan diri, membuat saya merasa tersinggung. Apakah dia terlalu. menyepelekan mata kuliah saya, oleh karena itu pilihan saya tidak bisa di ganggu gugat." Ucap Dave yang kemudian berjalan meninggalkan kelasnya.
"Rose, aku pergi ke kantor Pak Dave dulu ya. Kamu duluan saja ke kantin." Ucap Putri dengan. mengemasi buku kedalam tasnya.
"Apa kamu, tidak ingin aku temani?" Tawar Rose kepada Putri.
"Tidak perlu, aku tidak akan lama." Tolak Putri halus.
Rose menganggukkan kepalanya, Rose hanya melihat kepergian teman barunya yang sudah berjalan meninggalkan kelas.
Rose menghela nafas panjang, "Huft, tidak asik jika pergi ke kantin sendiri. Lebih baik aku menyusul Putri saja." Putus Rose yang segera bangkit dari duduknya.
Cukup lama Rose berdiri di samping pintu ruangan Dave, dengan sesekali menendang-nendang angin yang tidak bersalah.
Hingga terdengar recital pintu yang menandakan seseorang keluar dari ruangan Dave.
Melihat Putri yang tidak menyadari keberadaan Rose, dengan isengnya Rose menepuk pundak Putri dengan keras. Hingga membuat gadis itu terperanjat kaget.
"Ya, ampun Rose! Kamu mengangetkanku." Kesal Putri dengan mengelus dadanya.
Rose hanya tersenyum dengan menampilkan deretan gugu putihnya, "Bagaimana Put, apa Pak Dave marah denganmu?" Tanya Rose penasaran.
"Tidak Rose, Pak Dave hanya meminta nomor ponselku untuk mempermudah jika beliau memberikan tugas kepadaku." Jawab Putri menjelaskan dengan pelan.
"Wah, bolehkah aku meminta nomornya?" Tanya Roae dengan penuh harap.
"Emm... nanti akan aku tanyakan dulu Rose. Aku tidak berani memberikan nomor Pak Dave sembarangan, aku harap kamu mengerti Roae." Jawab Putri pelan.
Rose menganggukkan kepalanya dengan jari diketuk-ketuk didagu, "Benar juga, baiklah jika Pak Dave tidak memperbolehkan nomornya di berikan kepadaku. Maka aku yang akan memintanya sendiri secara langsung." Ucap Rose dengan penuh semangat.
Tanpa kedua gadis itu sadari, di balik pintu. Seorang pria masih menahan diri agar tidak keluar dari ruangannya.
Siapa lagi jika bukan Dave, Dave mengurungkan niatnya untuk mengajak Putti makan siang tetapi dia berhenti karena terlalu asik menguping percakapan kedua orang gadis tersebut.
"Ck, siapa juga yang akan memberikan nomorku kepada gadis itu. Percaya diri sekali." Gerutu Dave yang langsung keluar dari dalam kantornya setelah memastikan kepergian Rose dan Putri dari depan ruangannya.
...**...
Lee Min Ho aka Dave Danuarta
Happy Reading 🌹🌹
Sesampainya di kantin, Rose dan Putri mencari bangku yang masih kosong. Terlihat meja yang berada di pojok telah selesai digunakan oleh beberapa mahasiswa lainnya.
"Put, ayo kita kesana!" Ucap Rose menunjuk meja yang kosong.
Putri hanya mengikuti langkah Rose, dengan segera mereka memesan makanan karena sudah sangat lapar.
"Ini Neng bakso dan es jeruknya." Ucap mamang penjual bakso.
"Makasih Mang, ini uangnya." Rose menyerahkan pecahan uang lima puluh ribuan.
Terlihat Putri akan menyodorkan uang pecahan seratus ribuan tetapi Rose hentikan, "Sudah Put, aku yang teraktir hari ini. Kamu kapan-kapan dapat meneraktirku." Ucap Rose dengan tersenyum hingga menampakkan deretam gigi putihnya.
"Baiklah, terima kasih Rose." Jawab Putri dengan tersenyum simpul.
Terdengan suara menyruput (bahasa Indonesianya apa sih ya, autir tiba-tiba blang 😅) kuah bakso, "Kenyang!!" Seru Rose yang menepuk pelan perutnya dan mengelap bibirnya dengan punggung tangan.
Putri yang melihat Rose langsung mengeluarkan tisu dari dalam tasnya, "Pakai tisu Rose."
Rose hanya mengengir kuda, "Aku harap kamu tidak malu berteman denganku Put." Seloroh Rose dengan mengambil tisu.
"Semoga saja urat maluku tebal Rose." Seloroh Putri dengan kekehan ringan.
Rose mencebikkan bibirnya, dan segera mengaduk es jeruk yang sudah memanggil-manggil namanya untuk segera di teguk.
Putri yang melihat tingkah Rose hanya menggelengkan kepalanya pelan dan memasukkan bakso terakhir dari dalam mangkoknya.
"Rose, kenapa kamu hanya dekat denganku sejak tadi? Apa kamu tidak ingin mencoba berteman dengan yang lainnya?" Tanya Putri penasaran.
"Hah, jenuh. Mereka sudah tahu siapa aku, aku juga bosan berteman dengan orang-orang yang hanya ingin memakan uangku saja." Jawab Rose menjelaskan dengan menopang dagunya.
"Apa kamu pikir mereka rayap?" Ucap Putri dengan terkekeh geli.
"Mereka rayap kepala hitam, bahkan besi saja mereka telan habis." Jawab Rose yang tergelak.
"Memang kamu siapa? Seperti orang penting saja." Tanya Putri polos karena dia benar-benar tidak tahu tentang keluarga Rose.
"Aku adalah Zia Rose Amanda." Jawab Rose yang berakhir dengan gelak tawa keduanya.
Tiba-tiba, tawa Rose dan Putri terganti dengan perasaan kaget karena gebrakan meja yang kuat. Siapa lagi jika bukan Bintang yang melakukannya.
Rose yang melihat gadis seusianya, terlihat marah dengan berdecak pinggang hanya menatapnya bingung. Karena Rose tidak mengenalnya.
"Heh, gadis kampung! Kenapa kamu bisa berada disini!" Seru Bintang yang menyita perhatian mahasiswa lainnya.
"Aku berkuliah disini, lalu kenapa kamu berada disini?" Jawab Putri yang mencoba bersikap biasa saja meskipun jantungnya sudah berdetak seperti dentuman musik disko.
Tawa Bintang pecah mendengar jawaban dari Putri, "Uang darimana kamu agar dapat bersekolah disini? Oh, aku ingat. Kamu bekerja di club malam pasti kamu menjual tubuhmu ke om-om untuk menjadi orang kaya ya?" Jawab Bintang dengan senyum sinisnya.
Mata Rose membola, bahkan tangannya menutup mulutnya. Pandangan Rose beralih menatap Putri yang terlihat sudah berkaca-kaca.
"Kampus ini tidak cocok untuk gadis sepertimu! Ingat pekerjaanmu jika pagi hanya menjadi OB, jika malam hari menjadi wanita panggilan. Sebelum membuat dirimu malu, lebih baik segera angkat kaki dari kampus ini." Ucap Bintang yang semakin menginjak harga diri Putri.
Rose masih bergeming di tempatnya, Rose tidak mengeluarkan sepatah katapun karena otaknya masih mencoba mencerna ucapan yang keluar dari keduanya.
Rose hanya melihat dan mendengar perdebatan Putri dan Bintang, karena Rose sendiri juga tidak tahu apapun tentang kehidupan Putri.
Hingga Rose tersadar jika Putri sudah berlari meninggalkan dirinya.
Sebelum Rose menyusul, Rose menatap tajam ke arah Bintang dan langsung menginjak kaki gadis itu dengan sekuat tenaga.
"Dasar nenek lampir!" Umpat Rose yang langsung berlari menyusul Putri.
Bintang yang menjadi korban Rose, hanya dapat mengaduh dan mengumpatnya saja tanpa mendapatkan respon dari Rose.
Rose berlari sekencang mungkin agar tidak kehilangan jejak Putri, Rose ingin tahu tentang kehidupan Putri dan dapat menjadi teman yang diandalkan.
Nampak dari kejauhan tanpa Rose dan Putri sadari, terdapat sepasang mata yang menatap tajam kearah keributan tersebut.
"Putri, tunggu!!!!" Teriak Rose yang sudah merasakan oksigen disekitarnya habis.
Langkah kaki Putri terhenti dan segera membalikkan tubuhnya.
Terlihat Rose yang tengah bersusah payah mengejarnya, bahkan keringat sebiji jagung terlihat membanjiri pelipisnya.
Dengan sisa tenaga, Rose berusaha melangkah mendekat ke arah Putri.
Hoshh... hoshhh... hoshhh...
"Putri, kenapa laris cepat sekali. Ah, aku lelah." Ucap Rose yang langsung dirinya duduk di bahu jalan.
"Ke.. kenapa kamu mengikutiku?" Tanya Putri dengan mencengkram kuat tasnya.
Rose mendongakkan kepalanya melihat wajah teman barunya. Mata merah, hidung merah dan sudah dipastikan jika tadi dia berlari sambil menangis.
"Tentu saja aku mengikutimu, jika kamu diculik bagaimana? Apa yang akan aku katakan kepada keluargamu." Jawab Roae asal karena dia sudah lelah untuk berdebat dengan Putri.
"A.. aku anak yatim piatu." Jawab Putri dengan menundukkan kepalanya.
Rose kaget dengan jawaban Putri, segera dirinya berdiri dan memeluk tubuh teman barunya dengan penuh kasih sayang.
Rose menepuk-nepuk punggung Putri, seakan menyalurkan kekuatan.
"Tidak apa-apa, mulai hari ini aku akan menjadi keluargamu." Jawab Rose yang masih memeluk Putri.
Terasa tubuh temannya bergetar hebat dan suara isakan tangis seakan menyayat hati. Rose pernah berada di posisi saat ini, dimana kehilangan poros hidupnya tetapi beruntung poros itu terganti oleh Ayahnya.
"Apa kamu tidak malu berteman denganku? A.. aku dulu bekerja sebagai OB dan waiters di club malam." Ucap Putri dengan terbata-bata.
"Dulu kan sekarang tidak lagi?" Tanya Rose pelan.
Putri hanya dapat menganggukkan kepalanya saja dengan membalas pelukan Rose.
"Ya sudah, untuk apa dipikirkan masalalu mu. Sekarang kamu harus membuktikan jika kamu akan menjadi sosok yang lebih baik lagi." Ucap Rose yang kini sudah melepaskan pelukannya.
Lagi-lagi, hanya anggukan yang Rose dapatkan.
"Sudah ayo kita pergi, sungguh wajahmu sangat jelek dan juga jorok sekali." Ucao Rose dengan tertawa.
Putri mencebikkan bibirnya, aedetik kemudian dia ikut tertawa. Tawa Rose seakan magnet hingga orang yang melihat tawa Rose akan mengikutinya.
Hingga suara klakson mobil membuyarkan tawa dia gadis tersebut.
Keduanya menatap kearah suara, terlihat kaca depan mobil turun dan terlihat sosok yang menyegarkan jiwa dan raga Rose.
"Ayo masuk!" Ucap Dave yang membuka kaca mobilnya.
Rose mencengkram kuat lengan Putri karena sangat senang, seakan Rose mendapatkan lotre hari ini.
Mendengar penolakan Putri membuat Rose menoleh dan menatap tajam kearah temannya.
Putri seakan tahu arti tatapan Rose, "Yang sopan, dia itu dosen." Ucap Putri mengultimatum temannya.
...**...
Rose yang kesel sama Bintang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!