NovelToon NovelToon

Untukmu Yang Tak Kasat Mata

Chapter 1. Pengunjung Di Malam Hari

Di hari yang biasa dan para penjaga telah bergantian shift mereka, semua orang tampak terlihat berbeda -di pagi hari mereka terlihat seperti anak muda yang proaktif sedangkan di malam hari semuanya terlihat tua dan bungkuk. Yah, itulah pekerjaan sangat menyebalkan jika di pikir-pikir, tapi apalah daya itu semua untuk mempertahankan hidup, keluarga, dan masa depan.

Vicktor yang hanya di bekali sejumput ilmu tentang merawat sang anak terlebih lagi dia harus menitipkan Amelia ke tetangga sebelah sekaligus teman sekolahnya, tentu Vicktor begitu berhutang budi terhadap tetangga serta bergelar ibu rumah tangga tersebut.

Sepuluh tahun telah berlalu dan masih saja memiliki harapan penuh terhadap istrinya yang menghilang, membuka surel elektronik di komputer yang berisi pesan dari petugas penyelidik bahwa wanita bernama Anastasya dinyatakan telah meninggal walaupun begitu Vicktor tetap saja tidak mempercayai jika dia belum melihat jasadnya secara langsung.

Hiruk pikuk dikota begitu ramai, jalan raya dan lampu-lampu apartemen telah bersinar menyambut malam yang hangat di ikuti kegaduhan yang di setel di radio mereka, tak sedikit pula orang yang mampir ke toko bar untuk melepas penat. Mereka itu adalah orang-orang yang masih bujang dan lajang yang hanya pusing mengurusi dirinya sendiri.

Amelia selalu menyambut kedatangan Ayahnya dengan ceria, terkadang dia harus menunggu lebih lama dari biasanya untuk menahan rindu dia suka sekali menonton drama televisi yang sangat konyol dan tidak beraturan alurnya paling tidak dia berusaha untuk menjadi gadis dewasa.

"Apa di rumah tidak ada makanan?" tanya Vicktor pada Amelia.

"Emangnya jika ada makanan Ayah bisa masak?" balik Tanya.

"Hahaha," sejenak dia tertawa kecil agak lama merasa bahwa ucapannya begitu menyentuh, "Baiklah mari kita pergi ke restoran favorit kita,"

"Apa perlu kita ajak Angelica dan ibunya?" wajahnya,lucunya dan rambut pirang itu menutupi muka terlihat sangat mempesona.

"Ahh ... Baiklah pergi sana pastikan kalau mereka belum makan malam. Lagi pula ayah emang perlu membalas budi padanya."

Angelica dan Amelia telah berteman baik sejak bayi bisa dibilang itu adalah teman masa kecil yang sesungguhnya, ibunya Angelica tidak bisa dibilang orang tua tunggal kenyataan pahitnya si suami adalah seorang Angkatan Darat butuh waktu bertahun-tahun untuk pulang ke rumah. Tidak bisa di sangka seberapa besar buruk sangka atau pikiran-pikiran negatif lainnya bermunculan.

Pada akhirnya mereka tetap pergi ke restoran bersama menikmati makan instant serta perasaan terselubung menyertai mereka, mengharapkan sedikit kebahagiaan arti dari makna makan bersama tersebut. Tak sedikit juga para pengamat berpikir mereka adalah pasangan yang serasi itu adalah hal yang paling mengejutkan dan ironi.

Vicktor hanya bisa bersyukur bahwa Amelia bisa tumbuh besar dan sehat tanpa adanya pilar kehidupan inti yaitu Anastasya, melihat tawa riangnya sudah bisa melelehkan hati.

Malam mulai berkabung dan angin sudah mulai menakuti bulu kuduk, sudah saatnya bagi mereka untuk pulang ke rumah masing-masing menggunakan mobil tua mini milik pegawai desainer tersebut cukup lihai berkendara di hutan yang lembab lagi gelap.

"Aku rasa tadi itu cukup berlebihan," Amelia berkomentar perihal mengemudi.

"Bukannya itu bagus, ayah terlihat sangat keren."

"Kau hanya ingin terlihat gagah di depan wanita lain, padahal kenyataan sangatlah buruk,"

"Eh! Segitu buruknya penampilan ayah?" berlagak kaget dan menganga depan pintu.

"Tidak, hanya bercanda, tadi itu lumayan keren kalau bisa bawa mobilnya sampe terguling."

"Itu pujian yang sangat buruk .... "

Bagaimana pun juga itu adalah malam yang cukup indah tak sedikit bintang di langit yang begitu terang seterang harapannya, Vicktor sosok fleksibel dan mudah berbaur namun begitu dia selalu waspada terhadap sekitar menyadari bahwa dia tinggal di pelosok pinggir hutan tak banyak penduduk berlalu lalang.

Amelia anak yang patuh dan taat tidur sebelum pukul sepuluh malam di kamar lantai dua, entah mengapa orang-orang yang mempunyai sedikit bumbu dalam keluarga adalah orang yang paling mengerti dan paham tentang segalanya dia tidak merengek seperti rengekan orang kaya manja pada umumnya.

Vicktor selalu tidur di ruang bawah di temani benda aneh kotak yang selalu menyiarkan berita tak jarang dia sulit tidur, dan satu-satunya obat tidur terbaik adalah dengan meminum bir kalengan.

Hilir malam yang seharusnya membawa Vicktor ke dunia fantasi di buat terjaga ketika pintu depan yang sejajar dengan kursi panjang dimana dia tidur tiba-tiba berbunyi. Suara ketukan itu semakin lama semakin meninggi terpaksa dia harus bangun dan menyambutnya, dia berpikir bahwa itu adalah tetangganya karena tidak ada lagi yang dia kenali di daerah tersebut.

Perlahan pintu di buka, dari sela-sela pintu terlihat seorang pria sendirian menggunakan jas hujan berwarna hitam menatap dengan sangat tajam.

"Oh halo, maaf malam-malam begini tuan Vicktor." dia mengeluarkan sebuah tanda pengenal yang di ikat di leher.

Vicktor membuka pintu lebar-lebar, lalu melihat lingkungan sekitar yang ternyata diluar sedang gerimis. "Aku penasaran, ada perlu apa dengan pria paruh baya sepertiku ini."

"Namaku Vincent, aku bekerja di toko antik lokal di depan jalan di sana itu," dia menunjukan dengan jarinya tempat bekerja.

"Masuklah cuaca hari ini tidak begitu mendukung," Vicktor mempersilahkan pria itu masuk tanpa curiga sedikit pun.

"Tidak masalah, aku hanya ingin menitipkan sebuah barang." Pria bernama Vincent yang bahkan wajahnya belum terekspos sama sekali mengeluarkan sebuah kotak kayu dan penuh ukiran kuno hingga terlihat sangat antik.

"Barang? Apa itu? Kenapa di titipkan kepadaku?" sebenarnya Vicktor tidak terlalu peduli soal itu karena rasa kantuknya masih menyerang dirinya.

"Yah, aku ingat anda bekerja sebagai desainer mungkin anda suka benda unik seperti ini dan juga kalau tidak salah istrimu ... saya turut berduka cita- dia sangat terpaku pada benda ini ketika berkunjung ke tokoku." jelasnya rinci dan masih penuh pertanyaan.

"Ohh," sedikit menarik masa lalu mengingat kejadian itu pernah terjadi. "Mungkin aku ingin melihatnya." seketika saat itu juga dia ingin melihat benda itu dengan jelas.

"Aku tidak akan lama, tapi tolong di ingat benda ini cukup berharga jangan gunakan atau di buka segelnya benda ini di kenal dengan 'Master Key'"

"Master Key? Sebuah kunci? Apa uniknya kunci ini, aku heran kenapa istriku tertarik dengan benda seperti ini." seakan membawa sebuah petunjuk untuk menciptakan harapan yang hampir tenggelam.

"Yah saya juga tidak tahu pasti, katanya kunci ini bisa membuka segala pintu, pintu apapun iya pintu apapun seperti itulah. Kalau begitu tuan Vicktor saya pamit, mungkin besok saya akan mengambilnya kembali."

Tamu pertama yang cukup aneh di bulan Juni ini, paling tidak orang itu membuka sedikit kenangan bagi pria yang setelah sepuluh tahun lamanya mengoyak hati, lelah menunggu kepastian dari sang penegak hukum bersusah payah bicara lihai depan pengadilan nyata tak membuahkan hasil menjadi lebih manis.

...****************...

Chapter 2. Pengujung Di Malam Hari 2

Burung bersiulan tanda waktu alam berbunyi, menurut Vicktor itu adalah alarm paling murni yang dia dengar tidak perlu merogoh kocek untuk membeli alarm elektronik yang hanya bisa berbunyi satu suara.

"Pagi ayah, tidak berangkat kerja?" baju lusuh rambut berantakan bukti bahwa dia memang tidur nyenyak.

"Pagi sayang, hari ini mereka semua mengadakan meeting. Ayah hanya seorang desainer biasa, jadi tidak perlu repot-repot mengikuti kegiatan aneh itu," dia menyeduh kopi sendiri, ciri khasnya adalah kopi hitam dengan gula tiga sendok.

Cuaca yang cukup dingin membuat mereka hanya duduk memandangi pemandangan biasa dari dalam rumah melewati kaca jendela, cukup hangat rumah mereka memiliki cerobong asap yang besar.

"Kalau begitu sungguh kebetulan," kebalikan dari kopi, dia menyeduh segelas susu hangat di campur sedikit sereal.

"Apanya yang kebetulan, apa kamu tidak bersiap-siap berangkat?"

"Makanya aku sebut kebetulan, sekolahku cukup bermasalah dengan cuaca, guruku bilang hari ini akan libur untuk menyambut musim dingin," jelasnya duduk bersebrangan.

"Apa itu semacam candaan atau alasan tidak ingin masuk sekolah?" tentu tidak langsung percaya dengan ucapan putrinya, musim dingin masih terlalu jauh untuk di sambut.

"Ayolah ... Itu kenyataannya." wajahnya sedikit merengek meringis ingin di percayai.

"Oke ... Setelah minum mari kita periksa sama-sama,"

"Baiklah, tidak bisakah menerima sedikit kenyataan yang terjadi ... " Amelia berjalan menjauh tentu ucapannya memudar di telinga.

Bukan karena tidak percaya atau tidak bisa menerima kenyataan pahit yang ada, sejujurnya dia hanya ingin mengajak putrinya jalan-jalan selagi waktu luang masih terbuka lebar besar. Agar terlihat sedikit meyakinkan bahwa masih tertipu dengan ucapannya, mereka berdua mengunjungi tetangganya dan bertanya perihal libur tersebut, dan ternyata jawabanya sama persis dengan yang di ucapkan Amelia.

Sedikit berbangga hati di wajahnya terukir bahwa dia memang berkata jujur, namun dengan tatapan curiga dan sinis penuh canda Vicktor tak setuju dengan itu, akhirnya dia membawa mobil rongsok mini itu untuk berkeliling melihat kondisi sekolah.

Jalanan lumayan lembab dan bisa meluncur kapan saja jika pengendali kurang ahli dalam mengemudi. Keluar dari kawasan rumah berarti keluar dari daerah hutan. Suasana yang belum pernah di lihat akhirnya terlihat, melihat dia terpesona saja sudah cukup untuk merasa bersyukur telah hidup, namun tak selang beberapa dia menyadari bahwa tujuannya telah di lewati.

"Hey, bukankah kita ingin melihat kondisi sekolah libur? Ini terlalu jauh aku rasa," ucapnya sambil memakan roti lapis yang sebelumnya telah di siapkan.

"Ah, yah soal itu aku melihatnya sekolahmu memang kosong. Ngomong-ngomong selagi kita keluar, apa kamu ingin mengunjungi suatu tempat?"

Cairan gasoline sangat mahal bisa menghidupi satu keluarga sekaligus tetapi untuk kelangsungan hidup kendaraan tentu kita harus memberikan sedikit makanan bagi mereka yang mati.

Selagi sibuk memikirkan tempat yang mana dia harus kunjungi serta pertaruhkan dalam sekali kesempatan hari, dia mulai fokus. Mungkin pada saat itu sekilas terlihat seperti seseorang yang ingin mencoba menggapai impian mereka, wajahnya tampak terlalu serius untuk hal yang sederhana.

"Jadi-"

"Aku rasa aku ingin mengunjungi angkasa!" itu terlalu antusias kedengarannya.

"Kita tidak akan menaiki pesawat luar angkasa -kan?" jawab bingung.

"Maksudku planetarium, yah itu dia sebuah tempat yang penuh dengan mimpi-mimpi indah,"

"Kenapa bisa di sebut mimpi indah? Apa karena terlihat tidak masuk akal? Yah, aku tahu bintang dan planet itu adalah sesuatu yang belum terbiasa kita lihat." Vicktor pikir-pikir mungkin ucapan dia ada benarnya.

"Bukan itu yang aku pikirkan saat ini, aku sering lihat orang-orang berdoa pada bintang jatuh," sanggah ucapan ayahnya.

"Maksudmu terlalu indah harapannya jadi mereka membawanya bersama bintang jatuh itu untuk melenyapkan impiannya, itu ironi sekali."

Setelah sampai mereka menontonnya dengan seksama banyak orang bergembira melihat sesuatu yang asing bagi mereka. Putri Andromeda, Pompa Air, Cendrawasih, Pembawa Air, dan masih banyak lagi. Bahkan benda yang tak terjamah sekalipun mempunyai cerita yang bagus bahkan tragis.

"Tiada hal yang cukup anggun selain menikmati indahnya alam semesta yang penuh keajaiban."

Mengalihkan suasana baru menuju tempat yang penuh asa, mereka berdua berjalan-jalan di pinggir pantai menghirup udara garam yang sesekali membuat mata mereka perih. Api unggun dan teh kemasan hangat adalah cara untuk merayakan kebahagiaan bagi tubuh.

"Benda apa itu? Tidak seperti ayah yang membuang-buang uang dengan benda aneh," Amelia melihat sebuah kotak kayu unik yang di pegang Vicktor.

"Pria toko loak antik itu menitipkan benda ini padaku, dia bilang ibumu menyukai benda semacam ini." jelasnya sambil melihat isi dalam kotak melalui kaca luar.

"Ini hanya sebuah kunci? Tidak berkilauan bahkan terlihat biasa,"

"Yah benda aneh ini mungkin tak berguna, tapi memiliki harga jual tinggi karena tersimpan masa lalu di dalamnya. Aku penasaran apa 'Master Key' ini bisa membuka apapun?" mengocok benda kayu yang di pegangnya.

"'Master Key' huh? Sudah semacam film dongeng saja. Jadi menurutmu apa ibu akan pulang?" tanya Amelia, dia biasa saja waktu yang di habiskan bersama Anastasya tidak terlalu melekat dari memorinya.

"Berharap itu penting sayang, karena kita bisa hidup lebih lama karenanya. Lagi pula ibumu pergi tanpa pamit, jika memang ingin pergi kita harus mendengarkan ucapan pamitnya." sudah terbiasa dengan percakapan sehari-hari seperti ini, semacam meningkatkan semangat hidup bagi Vicktor.

"Sepuluh tahun itu cukup lama aku pikir, apa perlu kita menunggu sepuluh tahun lagi?"

"Paling tidak kita harus hidup dahulu agar bisa menunggu selama itu putriku yang cerewet."

Berbincang-bincang mereka hanya berhenti sampai disitu, tidak perlu bintang jatuh untuk mengabulkan rasa salah, mereka hanya meratapi bintang yang masih terang teguh berdiri menyinari.

Cukup lelah perjalanan, mampir ke restoran favorit dan memilih menu sederhana yang instant seperti biasa sudah jadi hal yang lumrah. Sadar akan kesehatan mereka bisa jadi bermasalah paling tidak itu tidak membuat mereka mengalami obesitas, maksudnya burger itu sangat enak tak peduli apa itu efek samping.

Sayup-sayup mata mulai mengantuk, perjalanan panjang memang selalu bikin raga layu saat ini itulah yang mereka rasakan. Kecupan di kening itu tampak bau alkohol namun menenangkan itu adalah perasaan Amelia, dan sekarang adalah bagi para pria untuk berhayal sebelum tidur yang nyenyak.

Hembusan angin dan lantunan lagu dari daun yang saling beradu itu adalah musik pengantar tidur terbaik yang pernah di ciptakan, hafalannya terus melambung hampir membuat dia terpana akan tetapi di luar sana tiba-tiba ada pengganggu merusak lirik lagu.

"Pemilik toko loak itu tak kenal waktu untuk berkunjung sialan," Vicktor mencari sebuah benda kotak kayu tersebut. "Aku rasa Amelia memegangnya," dia membuka pintu terlebih dahulu dan mulai menyapa. Gelagatnya cukup aneh di bandingkan pria sebelumnya yang menggunakan jaket itu sangat keras tampilannya padahal tidak hujan sama sekali.

"Apa benda ada padamu?" suara pria itu agak sedikit lihai dalam artian lain, maksudknya dia mencoba meniru sesuatu.

Vicktor merasa heran sedikit saja kecurigaan muncul pada dia, "Benda apa maksudmu?"

"Jangan bercanda kau pasti memilikinya benda itu yang aku berikan padamu .... " auranya semakin kuat dan menarik sebuah mangsa, Vicktor sangat yakin dia adalah orang yang berbeda.

...****************...

Chapter 3. Sebuah Pilihan Tak Masuk Akal

"Aku rasa kau cukup arogan hari ini, aku lupa menyimpan benda itu ... Apa kau bisa menunggu sebentar?"

"Kapan pun kau siap, aku akan menunggu." tegas dia berucap, sangat bisa di percaya.

Kadang-kadang hanya untuk bersikap tenang dan santai di butuhkan tenaga yang ekstra di situasi seperti ini. Vicktor berjalan ke tangga atas menuju kamar Amelia tanpa melakukan gerakan mencurigakan.

Wajahnya yang masih belia dan polos akan dunia luar sana membuat hati sang ayah ingin mengorbankan apapun demi kelangsungan hidup.

"Aku ini sungguh kejam ... " lirihnya membelai kepala Amelia.

"Hmm ...," dia terbangun membuka matanya perlahan, "Ayah, Ayah, aku melihatnya dia bahagia di sana," dia hampir meneteskan air mata, apakah dia mengigau pikir Vicktor.

"Apa yang kau lihat?" tanya santai, sesekali melihat jendela luar.

"Aku melihatnya, untuk pertama kali dalam hidupku, aku melihat ibu!" sedikit teriak dari kerongkongan haus.

"Aku ingin mendengarkan cerita manis itu, tapi kita tidak punya waktu sayang, apa kamu punya benda itu? 'Master Key' paman toko loak itu ingin dia mengambilnya lagi,"

Benda itu di pegang erat hingga terasa sangat hangat, tidak ada yang percaya bagi orang lain apa yang di impikan Amelia. Apakah dia mengambil sesuatu harapan dalam mimpi itu?

"Apa paman pemilik toko itu datang kemari? Aku ingin melihatnya juga," tarik baju mencoba menyadarkan dirinya.

"Aku rasa itu ide buruk, paman loak ini sangat berbeda dari yang sebelumnya. Apa kamu ingat? Ketika kita dalam bahaya kamu harus sembunyi di mana?"

"Di gudang belakang." jawabnya.

"Kamu pintar, jadi apa bisa kamu lakukan sekarang sayang?" Vicktor membelai rambutnya dan mencium pipinya, "Aku pasti akan kembali." seakan-akan takut hal buruk terjadi Vicktor tak ingin melihat wajahnya untuk terakhir kali.

Usianya yang masih di katakan belia, perintah itu sangat bisa di dengar dengan baik dia menurutinya. Bahkan raut wajah itu berusaha menutupi ketakutan, kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya namun itu hanya hal yang tidak terlalu berat baginya.

Menuruni anak tangga bersama, tentu pria yang berdiri di depan pintu itu melihat putrinya berjalan ke belakang menuju gudang karena tangga menyatu dengan ruang tengah.

"Pasti cukup merepotkan bukan, ketika putrinya terbangun ingin pergi ke toilet?" ajak pria berjaket itu mencari topik. " ... Apa mungkin dia memimpikan sesuatu?"

"Hmm, apa maksudnya?" Vicktor cukup penasaran apa dia bisa menebak atau dia sama seperti dirinya, seorang ayah yang merawat gadis.

"Yah, maksudku apa dia telah bertemu dengan ibunya?" ucapan itu keluar dari mulutnya langsung tanpa ancang-ancang.

Menggigil tubuhnya bukan karena gentar, tetapi suhu tubuhnya mulai meningkat di lihat dari matanya yang tak bisa di kontrol. Di sisi lain tangannya yang hendak memberikan 'Master Key' tiba-tiba tertahan dan tetap sembunyi di balik kantung celana belakang.

"Apa maksudnya itu?"

"Apa tebakanku benar? Yah, tidak kusangka dia melihatnya pasti itu adalah kenangan yang indah-"

Tak perlu basa-basi lagi, tanpa adanya wasit ataupun ring Vicktor meraih kerah bajunya, mengancam dengan mata terbelalak hingga nafas mereka saling beradu.

"Apa yang kau inginkan? Jangan main-main denganku!" berat suaranya tak tertahankan bagai auman singa.

"Aku hanya asal menebaknya, aku minta maaf telah menyinggung, soal istrimu yang menghilang memang terkenal di kota ini, aku minta maaf." dia merasa menyesal wajahnya ketat namun tetap tak menutupi kecurigaan Vicktor. "Jadi apa kau mendapatkan kotak kunci itu?"

Vicktor pergi ke dalam menuju kulkas mengambil sebuah bir kesukaannya. Matanya bermain melihat ke sekeliling hanya untuk memastikan bahwa putrinya telah menepati janjinya.

"Kunci, huh?" bir itu di potek dan gas dalamnya keluar, lalu menenggak dengan puas. "Benda itu aku tak tahu, sepertinya aku lupa menyimpan." Vicktor hanya duduk di sofa menghadap televisi yang menyala.

"Aku tahu kau akan berkata seperti itu, jadi ... Kau ingin aku mengambilnya secara paksa?"

Tubuhnya tidak terlalu kekar namun nyalinya sanggup beradu, Vicktor bukan orang sembarangan yang akan menyerah begitu saja terhadap cemoohan terhadap harga diri keluarga yang dia genggam.

"Sungguh malam yang indah." sambut Vicktor melipat lengan baju.

Pria yang menyamar menjadi pemilik toko loak itu bersikeras merebut apa yang bukan seharusnya jadi milik dia, terlebih lagi dia bukan orang yang bakalan pergi tanpa membawa hasil.

Pukulan pertama di lancarkan oleh Vicktor tepat mengenai wajahnya. Rasanya seperti terbentur keras oleh bata balok yang jatuh dari lantai dua. Namun, pria loak palsu itu tak bergeming dia sanggup menahannya, mendorong dengan keras ke dalam hingga Vicktor terjatuh, lalu merogoh ke belakang saku celana seolah dia tahu bahwa benda itu ada di sana.

"Master Key" jatuh ke tangan pria loak palsu itu, tentu Vicktor tidak ingin selesai begitu saja. Bergulat layaknya pemain sumo saling mendorong menghancurkan barang-barang hingga akhirnya benda yang di incar itu terjatuh.

"Kau akan kecewa, ingat itu! Vicktor kau akan kecewa!" teriaknya dengan keras tanpa ragu orang sekitar mendengar.

"Apa yang telah aku kecewakan setelah selama ini aku hidup?" jawabnya sambil mengunci pergerakan pria itu.

Tak lama Amelia keluar dari persembunyian dan melihat mereka berdua berbaring bercengkrama keras. Matanya tertuju pada benda yang tergeletak dekatnya itu adalah "Master Key" Amelia mengambilnya dan memegang erat di dadanya.

"Amelia pergilah menuju rumahnya Angelica!" perintah ayahnya.

"Ha ha ha ha!" dia tertawa terbahak-bahak padahal tak ada yang lucu sama sekali. "Kau tidak akan mengerti soal ini, kau sudah gila Vicktor!! Seharusnya kau biarkan benda itu ada padaku!"

Tidak berselang lama polisi yang sedang patroli di kota kecil itu datang ketika mendengar ada laporan soal perampokan di rumah terpencil dekat hutan.

Si pria loak melarikan diri dari tempat kejadian perkara tanpa menjatuhkan barang bukti apapun selain bekas rumah yang berantakan.

Amelia kecil putri kesayangan Vicktor telah melakukannya, dia memanggil polisi setelah datang ke rumah tetangganya yaitu ibu Angelica. Sang pahlawan juga sang penyelamat satu-satunya keluarga yang bisa menyelamatkan hanya dengan keluarga pula.

Karena hari sudah terlalu larut serta kantor polisi pusat terlalu jauh untuk melakukan perjalanan, mereka terpaksa harus berjaga-jaga rumah Vicktor untuk akhirnya hari esok melaporkan kejadian yang terjadi secara lengkap.

Amelia dan Vicktor mendekap bersama dalam kamar untuk pertama kalinya dalam rentang waktu dua belas tahun. Kehangatan pelukan dan keamanan menyelimuti Amelia itu sudah semacam mukjizat baginya. Berbeda dengan Vicktor yang melamun dalam pejamkan mata dia memikir pria aneh itu dengan sungguh-sungguh ingin mencoba menahannya dari sebuah benda tersebut. Ucapan yang ambigu terlalu banyak terlontar mencoba mencerna apa yang ingin dia sampaikan kepadanya.

"Mungkin aku akan mencoba memilih hidup ini dengan cara yang tak masuk akal sekalipun."

"Apa itu?"

"Mungkin mencoba mempercayai bahwa bintang bisa mengambulkan permohonan."

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!